Saturday, December 24, 2005

...dan kau beri nyawa

piano itu ada disana setiap hari. di lantai dua galeriku, tepatnya di sudut antara puncak tangga dengan pintu ke arah ruang kerja pak Koman. kadang-kadang aku duduk didepannya. mencoba memainkan beberapa nada dengan canggung sambil mengingat-ingat pelajaran yang pernah kuterima dulu. tak jarang ada yang datang dan duduk di depannya, lalu memainkan berbagai lagu. ada yang selalu memainkan komposisi yang sama. seperti sedang berlatih selama beberapa jam dengan piano itu. ada pula yang datang untuk memainkannya sambil menyanyi. ah... suara si penyanyi ditingkahi suara piano. aku rasa si grand piano hitam ingin supaya dia berhenti menyanyi, sama sepertiku. ada pula seorang kaukasian berambut pirang selalu memainkan lagu-lagu yang sedih dan pilu. sampai aku duduk dengan tegak diruanganku sambil berpikir mungkin si pemain piano sedang patah hati.

belum pernah ada yang memainkannya seperti Kazue Inoue.

Image hosted by Photobucket.com

hari itu, minggu, 18 Desember 2005... untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku melihat sebuah piano seperti bernyawa. bukan lagi sekedar sebuah instrumen yang dipakai untuk memainkan lagu. Kazue Inoue memberi... ah, tepatnya memindahkan nyawanya ke dalam piano hitam dilantai dua galeriku. lalu dengan piano hitam itu dia bicara, bercerita dan tertawa. aku nggak tau komposisi apa yang dia mainkan. tidak penting apakah itu Weber, Chopin atau Mozart. yang jelas, aku bisa memahami ceritanya. mengerti bahwa cerita ini adalah cerita gembira, sedih, tegang, bahkan memahami bahwa tokoh dalam cerita yang disampaikan piano itu, sedang menjalani sesuatu yang misterius dan rahasia, yang membuat dia harus berjalan mengendap-endap dan bicara dengan suara lirih, supaya nggak ketahuan. lalu di bagian yang lain, tampaknya si tokoh sedang bersenang hati, menikmati suasana pagi yang indah dengan burung yang berkicau dan matahari yang bersinar lembut. entah apa kisahnya, tapi aku berdiri terpaku disana, menatap jemarinya yang lincah diatas tuts piano dan di benakku ada padang rumput yang luas, petak-petak bunga dan kolam yang airnya berwarna keperakan tertimpa cahaya mentari.

terima kasih karena telah mengajakku sampai kesana dengan musikmu, Kazue-san. aku tak akan melupakanmu.

Thursday, December 22, 2005

suatu malam di casa pasta

Ida-san datang! yiiihhhhhaaaaaa!!!
aku selalu senang kalo Munehide Ida alias Idapon , si fotografer muda berbakat dari Tokyo ini datang ke Bali. kali ini tiba-tiba dia muncul di Komaneka Tanggayuda sebelum pesta untuk travel agent dimulai. kaget dan nyaris meledak karena rasa gembira, aku menyambutnya dan kami langsung tenggelam dalam percakapan seru.

hari Jumat esoknya, dia sesiangan ada di kantorku. biasalah, update cerita ini itu dalam hidup masing-masing, nge-burn mixingan musik terbarunya buatku, motret karya Pande Ketut Taman di galeri dan ngecek email. dia memberiku dua CD berisi DJ set yang dia mainkan di Tokyo OVO dan Shimoda Ayjo Cave. diluar kesibukannya sebagai fotografer, Idapon adalah DJ yang funky.

malamnya, aku dan dia pergi ke Casa Pasta. ini adalah restoran baru di jalan Monkey Forest. selain restoran, mereka juga punya bar dan lounge. sebetulnya, kami datang karena DJ Cozi dan suaminya DJ Gus Til serta DJ Steevy dari Chicago akan main malam itu. ternyata waktu datang jam 7 malam, kami harus nyobain menu restoran itu satu demi satu. makanannya lumayan enak. pujian khusus harus diberikan untuk sup sayuran berdagingnya yang gurih, fish roll dan bayam rebusnya, serta tiramisu lembut yang mereka hidangkan malam itu. anyway, itu cuma tiga dari 9 menu yang diujicobakan pada kami.

Image hosted by Photobucket.com

setelah acara makan selesai, kami pindah ke bar untuk live DJ. Idapon memperkenalkanku pada DJ Cozi, tapi kami nggak bicara banyak diluar karena dia baru datang dan masih harus nyiapin alat dulu sebelum mulai main. mula-mula kupikir Cozi akan memainkan set lounge-nya. tapi ternyata nggak. dia langsung menghentak suasana dengan dance dan deep house. aku dan Idapon akhirnya bergabung dengan teman-teman dan temannya teman. seorang seniman Jepang yang tinggal di Peliatan (dan aku lupa namanya), Jamie Huskisson dan partnernya, Michelle, serta seorang penyanyi kelab dan pacarnya, yang duduk semeja dengan kami waktu makan malam. dasar DJ, kami malah sibuk membahas kendala teknis di tempat itu. mulai dari kualitas sound, kekuatan ampli yang nggak sepadan dengan speaker dan bikin suara musiknya collaps dan lampu mana yang sebaiknya dimatikan supaya visualnya lebih nyata. tentu saja Idapon nggak lupa menjepretkan kameranya seperti yang biasa dia lakukan.

waktu DJ Steevy memainkan set trance dan breakbeat-nya, aku dan Cozi sempat ngobrol. dia mengaku terkejut karena dari wajah dan penampilanku, dia pikir seleraku lebih 'tradisional' dan aku akan bosan dengan suasana pesta malam itu. aku tertawa dan bilang kalo beberapa tahun yang lalu, aku biasa berkeliling klub mendatangi berbagai rave scene karena terlibat menyelenggarakan scene untuk DJ dan musisi elektronik di Indonesia. Cozi, you're wrong. aku ada di rave scene bukan karena alkohol atau drugs, tapi karena musiknya. ada ketetapan yang ritmis dalam musik elektronik yang memberiku kenyamanan. aku suka mendengarkannya sambil memejamkan mata, lalu membiarkan tubuhku bergerak sesuai irama. saat perpindahan lagu dan aku membuka mata, rasanya sama seperti waktu aku bangun pagi dalam keadaan segar, atau baru saja melakukan relaksasi dalam kelas yoga. kalau musiknya bagus sekali, dan DJ-nya bisa mengendalikan crowd, aku bisa sampe meneteskan airmata haru dalam suasana rave scene yang hingar bingar.

Image hosted by Photobucket.com

aku dan Idapon baru keluar dari Casa Pasta jam 1 dini hari, setelah Gus Til menyelesaikan set tribalnya dan mengijinkan kami pulang. waktu pertama kali pamitan, Gus Til bilang kami harus tinggal dulu sampai setnya selesai. dan tak lama kemudian, dia memainkan beberapa remix untuk lounge, yang memaksa beberapa gadis berkebaya yang tadinya berada di tempat itu untuk pembukaan restoran, turun melantai. wah! kalo nggak di Ubud, mana pernah ada ibu pemilik restoran berkebaya merah dengan konde sebesar tampah berada di sofa sebuah bar sementara gadis-gadis berkebaya melantai!

ngomong-ngomong, DJ Cozi itu ibu dari dua anak dan berusia 38 tahun sekarang. masih keren ya?!

Monday, December 19, 2005

singapore:on signing system and toilets

setelah terguncang-guncang selama hampir setengah jam, SQ 143 yang aku tumpangi mendarat di bandara Changi. awan tebal menyelimuti angkasa Singapura hari itu. setiap kali menembus gumpalan yang kelihatannya lembut dan empuk itu, pesawat bergetar dan berguncang. ini merupakan perjalanan menembus awan yang paling parah yang pernah kualami dan kebetulan saat pertama kalinya aku ke Singapura. big thanks to Mr. Amar Darira buat supportnya untukku sehingga aku bisa sampai disini. ini juga pertama kalinya aku naik Singapore Airlines (soalnya tiketnya mahal) dan pesawatnya memang benar-benar nyaman, pramugarinya pun ramah-ramah. dua setengah jam perjalanan sebagian besar kuhabiskan dengan mendengarkan Ministry of Sound di channel rock .

Image hosted by Photobucket.com

On Signing System
walopun pertama kali pergi, aku berangkat sendiri. diatas pesawat, rasanya aku sedang memulai perjalanan menjelajah a la Pramuka. "jangan lupa bawa peta!" begitu pesan pak Koman padaku sebelum aku berangkat. sebetulnya aku agak ragu karena aku ini payah dalam memahami arah. dan bawa-bawa peta itu bikin aku jadi turis banget! susahnya, aku nggak bisa bayangkan daerah yang akan aku jelajahi dengan peta itu seperti apa, seluas apa?
belum lagi kedatanganku ini sarat dengan pekerjaan. bawa-bawa karya pula. makanya perjalanan ini bener-bener seperti bertualangnya Lima Sekawan. atau Sapta Siaga. bedanya aku sendiri.

kalo biasanya di kota manapun aku pergi aku bertemu dan diantar-antar oleh teman, disini teman karibku adalah signing system. Singapura yang serba teratur, dilengkapi dengan berbagai tanda yang mudah dibaca dan dipahami. sayangnya, aku ini masih belum terbiasa dengan tanda-tanda seperti itu. jadi ya tetep aja aku nyasar-nyasar. kalo nggak karena kelewatan baca tanda, nyasar karena nanya sama orang yang salah. *ahahaha*

Image hosted by Photobucket.com

dimanapun, apapun apapun ada tandanya. dengan menemukan dan membaca tanda yang diperlukan, dijamin seluruh area akan dipahami dengan baik. Changi yang gedenya minta ampun jadi nggak seberapa menakutkan. mengikuti ban berjalan sampai hall luas dengan antrian di depan petugas imigrasi. setelah semua urusan kartu kedatangan, periksa paspor dan lain sebagainya beres, aku mengambil barang di belt yang ditunjukkan oleh monitor TV, sesudahnya menemukan counter SIA Stopover Holiday dan menunggu driver untuk hotel transfer.

setelah pengalaman pertama dengan signing system di Changi, aku jadi lebih pede menelusuri setiap tempat yang harus aku datangi di Singapura dengan jalan kaki dan naik kereta. maka bekalku berkeliling dan menyelesaikan tugasku di Singapura adalah kunci kamar hotel, paspor, peta, uang pecahan S$ 2 (untuk naik MRT), air mineral dan HP. semuanya masuk dalam tas tanganku, atau dalam backpack.

Toilet-Toilet-Toilet
selain keteraturan yang serba thoughtful itu, aku juga sangat menikmati toilet bersih yang ada kemanapun aku pergi. secara aku ini beser, jadi sebentar-sebentar perlu kamar mandi. maka berbahagialah hatiku karena toiletnya kering, bersih dan wangi. kerannya nggak ada yang rusak dan beberapa bahkan nyentor air secara otomatis, tanpa harus ditekan tombol atau handle penyiram airnya.

Image hosted by Photobucket.com

aku jadi kenal toilet di Changi, di People's Park Centre, Chinatown, di stasiun MRT Chinatown, Dhoby Ghaut, City Hall dan Orchard, di Singapore Art Museum, di Takashimaya, di Night Safari dan di Chinatown Heritage Centre. hihihihi... kok kayaknya kerjaanku cuma ke toilet yah? anyway, itu karena aku dendam sama keran toilet di terminal keberangkatan di Bandara Ngurah Rai yang rusak dan airnya nyemprot sehingga aku sukses masuk pesawat dengan hampir separuh badan basah. nggak sopan!

Call Your Ex

Image hosted by Photobucket.com

di Singapura aku mendatangi pameran Angkatan Pelukis Aneka Daya (Association of Artists of Various Resources-APAD), yaitu persatuan seniman muda Melayu-Singapura. pamerannya diadakan di ARTrium@MICA Building di Hill Street. salah seorang diantaranya, Harman, adalah seniman yang pernah berhubungan denganku waktu aku membantu project kolaborasi seniman Singapura dan Indonesia hampir tiga tahun yang lalu.

aku dan Harman belum pernah bertemu muka. kami janjian lewat sms dan dia langsung bisa mengenali aku waktu aku sampai di MICA.
"call your ex" katanya membaca pin yang tersemat di tas punggungku.
"is this from Irwan Ahmett's project? Change Yourself?" tanyanya lagi
wah! senangnya ketemu dengan orang yang referensinya sama. Harman menemaniku berkeliling lalu ngopi di Ya Kun Kaya Toast, kami ngobrol tentang seniman di Jogja yang kami kenal, project kolaborasinya dengan seniman Bandung di Selasar, project baru yang sedang dia rencanakan... dan tentu saja petunjuk praktis untuk bisa sampai ke Kinokuniya di Takashimaya-Orchard dengan segera.

Image hosted by Photobucket.com

dengan beban pekerjaan, sebelum ke MICA aku ke Raffles dan bertemu dengan Angeline dan Sally di Artfolio Artspace. meeting yang disambung dengan makan siang di restoran China-Thailand bernama Shanghai yang masakannya enak banget. didepan restoran itu, ada toko interior bernama Cream, yang memajang lukisan Hanafi. aku merasa pulang ke rumah. feels like home banget deh, dikelilingi lukisan karya seniman Indonesia:D

sayangnya aku nggak sempat ke Esplanade. padahal kilau bangunan yang atapnya seperti durian itu seperti memanggil-manggil dari kejauhan. aku simpan Esplanade untuk kunjunganku berikutnya.

Waktunya Jadi Turis
kalo aku jadi turis, kemana aku pergi?
pertama, ke Night Safari. sejak pertama kali baca brosurnya, aku udah terpikat. betapa menyenangkan mengunjungi kebun binatang dimalam hari, rasanya lebih menegangkan dan bikin penasaran. yang lebih menggoda lagi adalah karena binatang-binatangnya dilepas dialam terbuka, dan tidak seperti Taman Safari di Indonesia, tram yang membawa para pengunjung berkeliling sama sekali nggak berjendela. antara binatang dan manusia, hanya dipisahkan oleh psychological borders. dan ya, Night Safari benar-benar menyenangkan. harga tiketnya yang minta ampun mahalnya (S$ 45) setara dengan hal-hal menarik yang aku dapatkan.
satu hal lagi yang aku perhatikan adalah, kepandaian mereka untuk mencari dan mengolah dana. beberapa binatang dilabeli telah diadopsi oleh sejumlah perusahaan, misalnya These tigers are adopted by Tiger Balm. cerdas!

kedua, ke toko buku.
kadang-kadang kupikir surga itu pastinya penuh buku, dan sekali kamu menginginkan satu buku, maka buku itu akan ada di tanganmu. dan kamu bisa membacanya dengan senang hati. oh, aku nggak akan bisa lupa betapa menyenangkan rasanya bisa kesasar diantara rak-rak yang tinggi dan sarat dengan buku di Popular@Bras Basah Road, Kinokuniya@Takashimaya dan Borders!
di Borders, boleh baca buku apa aja dari pagi sampai malam. boleh dengerin CD juga sepuas-puasnya. dikasih sofa pula biar makin betah. nah, satu yang paling ajaib adalah, harga bukunya lebih murah daripada di QB atau Periplus. kok bisa yah? aku terheran-heran sendiri sambil tetap kegirangan.
aku beli Walden-nya Thoreau, Close Range:Brokeback Mountain-nya Annie Proulx, The Known World-nya Edward P. Jones dan The God of Small Things-nya Arundhati Roy. sampe sekarang aku masih bisa merasakan betapa ringan hatiku waktu keluar dari toko-toko buku itu.

Image hosted by Photobucket.com

ketiga, Orchard Road. ini adalah jalan yang wajib didatangi di Singapura. aku nggak tertarik untuk belanja sebenarnya. tidak untuk baju, atau sepatu, atau kosmetik. walaupun harus kuakui, aku sempat berbinar-binar melihat toko Shanghai Tang, tapi langsung mundur teratur waktu tau jas flannel hijau gelap yang kutaksir harganya S$559. setelah itu, aku lebih menikmati hiasan-hiasan natal yang dipasang disegala penjuru Orchard. dimalam hari, jalan ini seperti bertabur glitter berwarna warni. di siang hari, ia terlihat semarak. seperti akan ada pesta besar yang hendak digelar disini. Orchard sudah berdandan, dan ia cantik sekali.

Warisan Sejarah dan Kebudayaan
tempatku tinggal di Miramar Hotel, Havelock Road kamar 1620 letaknya nggak jauh dari Chinatown. Chinatownini adalah salah satu wilayah konservasi dibawah pengawasan Singapore National Heritage Board. ini memungkinkanku melihat sejumlah tempat yang dirawat dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya Singapura.

Image hosted by Photobucket.com

sebelum menelusuri sudut-sudut Chinatown, aku pergi ke Singapore Art Museum. disana sedang ada pameran lukisan Gao Xingjian, seorang penulis Cina yang mendapatkan Nobel Sastra pada tahun 2000. karya-karyanya dipajang di dua lantai di salah satu sayap Singapore Art Museum. judul pamerannya Gao Xingjian Experience. ruang pamernya berlantai kayu dan karyanya semua hitam puitih. aku seperti tersedot dan dilingkupi keteduhan yang dipancarkan oleh karya-karya itu. mereka seperti sedang berusaha menciptakan keheningan yang abadi di ruangan itu. kadang-kadang karyanya bersenandung lirih, kadang seperti merintih, tapi semuanya dilakukan dengan pelan-pelan, nyaris tanpa suara. sejuk, tenang dan teduh...

yang paling mengharukan adalah menemukan karya-karya seniman Indonesia dalam kondisi luar biasa baik dalam Art Of Our Time. mulai dari Raden Saleh, sampai Widayat. Gerakan Seni Rupa Baru diwakili replika 'Ken Dedes' karya Jim Supangkat, sampai karya Agung Kurniawan. semuanya terawat, dan yang lebih mengagumkan, ini adalah karya-karya dari seri yang sangat kuat secara konsep dan mungkin tidak dikenal di pasaran. tidak pernah pula kulihat beredar balai lelang. hampir menetes air mataku menyadari bahwa orang-orang di negara lain lebih tau bagaimana merawat dan menjaga kekayaan seni rupa Indonesia.

Image hosted by Photobucket.com


mengawali penjelajahan budayaku di Chinatown, aku pergi ke Chinatown Heritage Centre. bangunannya adalah ruko yang terletak ditengah-tengah Pagoda Street yang sibuk. siapapun yang pergi ke Singapore, aku sarankan pergi kesini. menarik sekali. bangunan ini menunjukkan padaku bagaimana para imigran dari Cina berjuang hidup, mulai dari perjalanan yang penuh bahaya, kerja keras yang nyaris tiada akhir dan ancaman the four evils yang selalu membayangi hidup mereka. semua hal dalam museum ini adalah bukti kerja keras mereka. banyak diantaranya perempuan.

salah satu yang bikin aku geleng-geleng kepala adalah kesaksian seorang pembantu rumah tangga (majie) tentang caranya menjaga kesehatan...
"setiap kali aku merasa sakit, aku akan ambil seekor kecoak yang lagi berkeliaran. aku bersihkan, lalu aku telan dengan teh cina. setelah itu aku pergi tidur. biasanya keesokan harinya aku udah lebih segar"

Image hosted by Photobucket.com

aku juga pergi ke Sri Mariamman Temple, sebuah kuil India di South Bridge Road, dan Kelenteng Thian Hock Keng yang dulunya jadi tujuan pertama para imigran yang baru saja merapat di Telok Ayer, untuk mengucapkan terima kasih dan bersyukur pada Tuhan karena sudah sampai ke Si Lat Po dengan selamat. aku juga jalan-jalan di sekitar Club Street, tempat expatriat yang tinggal di Chinatown, dan Amoy Street, yang katanya dulu dikenal sebagai lokalisasi. aku jadi ingat kata Amoy dipakai untuk menyebut gadis-gadis muda keturunan Tionghoa di Pontianak. padahal aslinya itu adalah sebutan dalam bahasa Inggris untuk Xiamen, pelabuhan di propinsi Fujian. didekat tempat ini, tepatnya sebelum Mosque Street, juga ada Masjid Jamae Chulia, yang cantik dan berwarna hijau.

akhirnya, aku harus pulang dan mengakhiri petualanganku, dengan kaki yang pegal-pegal luar biasa dan badan letih akibat berjalan kaki kemana-mana di siang hari sementara malamnya aku nggak begitu bisa tidur.
sebelum aku akhiri, aku mau mengucapkan terima kasih buat Peter, penjaga toko HP di People's Park Centre yang bantuin aku banget dengan HP dan SIM card baruku, buat Dani dan Diana dari SIA Stopover Holiday, buat concierge di Miramar Hotel yang selalu aku mintain tolong, dan buat door-man di Raffles untuk semua bantuannya padaku.

Monday, December 12, 2005

epilogue

you may never read this. and we may never see each other again. not after what had happened. but still, I feel an urgency to speak up.

yes, I don't feel comfortable to know that she doesn't know that I was in the town. it made me feel uneasy and awkward as she's also keeping in touch with me. both of you, more than any other business partner that I have, are having better appreciation of what I'm doing. I never have a glimpse of thought that something like this may occured. it is an honor to have this opportunity. and whatever I say can never enough to express my gratitude for your generosity. and beacuse of that, I prefer to limit this relationship in professional context, for the sake of fine arts.

I've told you that I'm dating out someone seriously. and the last thing that I would do is hurting him and make him disappointed, even if he never find it out. I always respect you and I hope that you will understand and respect me too.

Monday, November 28, 2005

yuli, taman dan hanafi

setelah dua tahun, akhirnya kami bertemu lagi. yuli prayitno. terakhir aku ketemu dia di magelang waktu aku jadi asisten buat salah satu pameran yang dikuratori mikke. dua malam yang lalu, waktu kami ketemu di ARMA, aku nyaris nggak mengenalinya. satu yang kuingat, adalah suaranya yang berat. kalo hanya denger suaranya, bisa jadi orang berpikir kalo sosok yuli akan seperti pak raden. tapi sama sekali enggak. yuli kurus, bermata sempit, berkulit terang dan senyumnya tenang. jadi suaranya yang ber-ton-ton beratnya itu memang jadi ciri sendiri.

kami berdua akhirnya berjalan bersama-sama mengelilingi tempat pameran. melihat dan mengomentari karya-karya sambil bercerita tentang kisah masing-masing. yuli pernah tinggal dan bekerja selama setahun di bali. dan tiba-tiba ada banyak hal yang kami bicarakan. tentang karyanya, perjuangannya memasang karya dari darga gallery ke gaya fusion , penyesalannya atas pilihan bekerja di bali, pekerjaanku, kehidupannya, kehidupanku, pilihan untuk tetap berada di jalan ini, yang kerapkali terasa berat... begitu banyak, walopun aku dan yuli sebenarnya sama sekali nggak akrab. mungkin suasana yang mendukung, mungkin karena setelah pembukaan kami beramai-ramai pergi ke warung opera dan menikmati pertunjukan jazz oleh balawan sampai lewat tengah malam, mungkin karena dia bersikukuh untuk mengeluarkan dompet dan membayar apa-apa yang dia pesan walopun kami duduk semeja dengan para pemilik galeri dan beberapa seniman terkenal...

Image hosted by Photobucket.com

selain dengan yuli, summit bali biennale ini membuatku semakin dekat dengan taman. pande ketut taman, selama beberapa tahun terakhir tinggal di muntilan, magelang. sejak akhir oktober, taman memindahkan studionya untuk sementara ke bale banjar pande dan praktis setelah libur idul fitri, aku membantu taman mengerjakan karya instalasinya, "menyentuh langit". setiap pagi menjelang siang, aku akan pergi ke banjar pande. memotret proses kerja mereka. lalu sorenya, aku akan menunggu mereka di galeri untuk merakit bagian-bagian instalasi yang sudah dikerjakan hari itu.

instalasi itu panjangnya enambelas meter dan bagian yang paling tinggi sekitar dua setengah meter. mula-mula rangka bambu, lalu ikatan-ikatan jerami untuk alas atas, ikatan jerami untuk ornamen struktur, sampai akhirnya ratusan figur yang dibuat dari adonan tepung beras yang digoreng. hari demi hari, aku mengikuti proses dan merekam nyaris semuanya. setiap hari aku berdiskusi panjang lebar dengan taman. memahami caranya berpikir, memahami konsep karyanya yang sarat dengan tradisi bali, menemukan lagi semangat komunal yang sudah nyaris lenyap dari dunia nyata. ada banyak sekali yang kudapat dan aku pelajari, dan diatas segalanya adalah percakapanku dengan taman. walaupun kami bicara dengan bahasa yang berbeda, namun kami punya pemikiran dan pemahaman yang sama.

Image hosted by Photobucket.com

bali biennale pun mempertemukanku lagi dengan hanafi dan masa lalu. hanafi memasang dua buah lukisan dan satu karya instalasi di tonyraka gallery. instalasinya adalah sebuah ban kulit yang dijalankan oleh motor besar dan di ban kulit itu tertulis penanda waktu. itu adalah sebuah jam, alat ukur waktu, tapi bentuknya penyok, menandakan waktu yang molor, yang melebar dan menyempit dan jam itu tidak menunjuk pada satu waktu tertentu. masa yang dilewatinya tidak terukur. badannya yang terbuat dari besi berkarat. mungkin ia sudah ada untuk waktu yang lama. mungkin baru saja.

di galeri yang sama, beberapa seniman dari jawa timur memasang karyanya juga. aku tidak akan berusaha menghapuskan sejarah. ya, mereka adalah seniman yang pernah bekerja sama denganku. seniman yang pernah mengkritik pedas event-event yang aku buat, yang pernah mempertanyakan krredibilitas dan kemampuanku. yang -menurut mereka, lebih baik dariku dan menguji aku. sebelum naik mobil dan kembali ke rumah, aku bilang sama hanafi.
"mas, datang kesini seperti kembali ke masa lalu"
"iya. memang. dan sekarang waktunya kamu kembali ke masa kini"

Tuesday, November 22, 2005

ya, ini tentang aku

hidup dan berinteraksi dengan orang banyak punya berbagai konsekuensi, yang sama banyaknya dengan hidup terisolasi. untuk bisa hidup lebih nyaman diantara berbagai konsekuensi itu, aku menerapkan beberapa aturan untuk diriku sendiri.

pertama, aku berusaha untuk jadi orang yang fair. di kehidupan nyata atau di dunia maya aku akan dengan langsung dan jelas menyampaikan pujian, masukan, kritik, atau bahkan keberatan. biasanya pada orang yang bersangkutan. dengan teman atau keluarga, staf atau tim yang selevel denganku, bahkan dengan atasan, aku berani bicara yang perlu disampaikan. aku nggak suka gosip atau bergunjing di belakang.

kedua, aku berusaha bertanggungjawab sama semua yang aku ucapkan. baik itu secara lisan maupun tulisan. itu berarti, setiap tulisanku di blog, di email yang masuk ke kampung gajah (selama metadatanya nggak diubah sama gajah yang usil), di arisan, atau percakapan lewat Y!M adalah tanggung jawabku.

dari dua hal diatas, aku harap seluruh warga kampung gajah mengetahui bahwa, semua tulisanku dalam percakapan dengan bunda endhoot yang diposting oleh bunda ke kampung gajah adalah tanggung jawabku. dan ya, setelah diposting, (dan aku mengetahui pemostingan itu) aku menjadi orang yang fair (menurutku) karena nggak hanya sekedar bicara di belakang. sekedar ngobrol PM tentang orang lain. tentang apa yang tertulis disana, bisa dibaca dengan hati-hati dan kepala dingin di archive milis kita.
(aku belum belajar bikin link, jadi cari aja sendiri di arsip kampung gajah)

lalu kalau dengan itu, lilis merasa mempunyai masalah denganku, secara pribadi aku persilahkan dia untuk menghubungiku lewat email, lewat blog ini, atau lewat Y!M dengan id: nomadelfia

Friday, November 18, 2005

story from kopdar series

setelah dapet foto-foto, barulah sekarang aku menampilkan cerita Kopdar TS2 disini, lengkap dengan kisah pra kopdar dan pasca kopdar. selamat menikmati

------

kopdar V.1

tanggal 30 oktober, tepat jam 4 sore, GA 341 mendarat di juanda. aku bergegas keluar dari gerbang kedatangan dan mencari-cari wajah mereka; bunda, benny dan doni. airport penuh sesak oleh keluarga TKI. pasti banyak TKI yang mudik disaat menjelang lebaran seperti ini. dan setiap TKI dijemput oleh satu dusun. no wonder...

kuhidupkan hp dan sms bunda langsung masuk. mereka masih di jalan. sebentar lagi sampai, katanya. kira-kira 15 menit kemudian, bunda memintaku berjalan kearah terminal keberangkatan, dekat restoran padang yang memisahkan terminal kedatangan dan keberangkatan. katanya, mereka ada disana.

kudorong trolley-ku. sebenarnya bawaanku nggak banyak, tapi udah capek rasanya mengangkat-angkat barang-barang ini sejak tadi siang. ah... itu dia, mereka menungguku dan melambai dari kejauhan. aku tertawa membalas, lalu gedubrak! trolleyku menabrak pajangan majalah didepan sebuah toko. kesan pertama yang nggak meyakinkan.

dari bandara, kami menuju tempat makan bebek goreng. sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya kami tertawa. casper pasti gatel-gatel badannya sepanjang sore itu. aku nggak tau apakah enda juga ngerasain kalo kami ngobrolin dia. aku sempat nelpon casper juga, ngasih tau kalo udah ketemu sama mereka bertiga. nggak ngobrol lama, cuma ketawa-ketawa aja.

10 menit sebelum sampai di bebek goreng, azan maghrib berbunyi. aqua dari garuda aku minum. sepanjang jalan, benny berperan jadi supir sekaligus pemandu wisata, yang menunjukkan padaku kemegahan kota surabaya. cuih!!!

bebek goreng itu ramenya minta ampun! nggak ada yang bisa makan dengan tenang dan berlama-lama, karena sudah banyak orang yang mengantri di belakang mereka. benny bertugas memesan bebek goreng, sementara doni memesan minuman. waktu doni menyerahkan makanan pada kami, seorang pembeli memesan bebek goreng pada doni. bersungut-sungut, doni langsung bilang sama kami, tepat di depan si pembeli "emangnya tampangku kayak penjual bebek goreng apa?"
hihihihi... si mas pembeli langsung malu dan minta maaf. aku dan bunda ngakak.

dari bebek goreng, kami menuju mc donalds. mau apa? nongkrong aja. sebagai anak muda yang baik, walopun makannya tradisional, minumnya tetep junk drink! sempat juga bicara dengan koh fahmi si raja bonga-bonga lewat telepon. seperti biasa, setelah aku suruh dia bicara dengan bahasa manusia, doni menyuruhnya beli honda jazz.

dari mc donalds, kami menuju bandara lagi. karena benny nggak mau nganterin aku pulang ke malang. jadi setelah kopdar, barulah aku ketemu dengan papa dan mama, yang menjemputku di terminal kedatangan, jam 8 malam. ampun, pa... ina memalsukan jam kedatangan supaya papa nggak usah nungguin ina kopdar.
alesaaaaaaannn!

****

kopdar V.2

aku melihat jam di hpku dengan gelisah. udah hampir jam 11, kenapa namaku belum dipanggil juga??? pagi itu, sebelum berangkat ke TS 2 aku harus membereskan pasporku dulu. dan tentu saja, karena antriannya nggak gitu jelas, yang melewati jalur benar seperti aku ini, sedikit-sedikit antriannya disela sama para calo yang bawa 25 map sekaligus... yang boleh panggil-panggil petugas lewat lubang loket, dan bahkan masuk ruang pelayanan paspor. imigrasi sux! ah, mental pegawai negeri sux!

selepas jam 11 aku baru naik bis malang-surabaya. dijalan sempat sms-an dengan venus yang katanya masih menunggu sendirian sejak dua jam yang lalu. aku membalasnya dengan pandangan prihatin, sambil lega dalam hati karena belum terlambat untuk ikut kopdar jatim 31 oktober di taman safari 2. begitulah nama resminya.

turun dari ojek, aku menelepon bunda dan sekejap kemudian, suster menghampiriku. gajah yang lain pada bersorak. apa boleh buat... kalo selebriti yang datang, para penggemar memang jadi susah mengendalikan diri. dengan lugunya, aku nggak tau kalo pria berkupluk yang bajunya berlapis-lapis itu adalah venus, walopun aku udah salaman dengannya. ah... diketawain lagi deh...

Image hosted by Photobucket.com

setelah menunggu sebentar, kami naik ke bis yang dicat loreng seperti zebra, dan mulai mengelilingi taman safari. pak sopir ini hafal nama lokal, nama latin dan sejarah hidup tiap-tiap jenis binatang di TS 2. karena kepiawaiannya membalas candaan kami, para gajah meminta suster untuk menginvitenya ke gmail, biar bisa subscribe id-gmail dan jadi donlennya suster. ihihhihi...

Image hosted by Photobucket.com

aku duduk dengan bunda, dan kami berdua ketawaaa, terus. doni agak terkendali hari ini karena bida ikut. bhagonk sibuk berkomentar ini itu dengan gak kalah cerewet. budi rejected jadi bulan-bulanan juga. ah, tapi tetap venus yang lebih banyak dikerjain. bagaimana pun juga, dia dan suster pemeran utama cerita ini. doni dan benny ambil banyak sekali foto. mulai dari yang bagus, sampe yang ngawur seperti kupasang disini. sementara itu, arief dan pika sibuk sendiri di belakang. oiii! puasa ooiiii!!!

Image hosted by Photobucket.com

setelah berkeliling dengan mobil, kami menjenguk anak suster, yang sama sekali nggak mirip venus maupun didats. jelas aja karena itu anak orangutan.
mmm... tapi item-itemnya mirip sapa yaaa?
lalu kami juga nonton pertunjukan gajah, linsang, burung dan monyet di beberapa arena berbeda. taman safari sepi hari senin itu, jadi kami benar-benar leluasa. aku, bunda, budi dan bhagonk masuk juga ke dalam rumah hantu. satu-satunya hal yang menakutkan adalah karena kereta-nya tidak berangkat dalam satu rangkaian, tapi satu-satu! shock juga mendapati bhagonk dan budi hilang ditelan kegelapan rumaha hantu. dimana merekaaaaaa???



sore itu jam 4, kami sempat juga menggelar arisan live, dengan topik 'antara venus, suster, didats dan cute girl'. walopun jumlahnya nggak sebanyak kopdar jakarta, atau bandung, kopdar jatim memang lebih keren dan lebih berkualitas.

maghrib menjelang waktu kami beranjak dari TS 2. kopdar ini masih bersambung dengan buka puasa di malang.

Image hosted by Photobucket.com

****

kopdar V.3

aku ikut di mobilnya bunda. bersama bunda, bhagonk yang belum merokok dari pagi dan budi rejected yang belum merokok sejak bayi. kami menuju malang dengan bercakap-cakap seru dan bercanda-ria. walopun mulutku udah capek ketawa, tapi siapa yang bisa nggak ketawa di kampung gajah?

atas pilihan venus, kami pergi ke pulosari, dan memutuskan makan di ayam goreng yang mirip kfc cara gorengnya. maksudku, karena ayamnya dibalut tepung. ini karena ada beberapa orang yang kalo makan mie aja, belum makan namanya, jadi harus makan nasi. awalnya, sebenarnya aku menawarkan cwi mie aja.
di pulosari, aku dan bunda mula-mula mau makan satu paket bersama, tapi karena porsi kentangnya kecil, bunda pesen satu paket lagi. ayo makan, bun! nyam...nyam...

venus makan sampe gobyos alias keringetan. bukan karena pedas, bukan karena panasnya udara malang, tapi karena gerah digodain doni, bhagonk, benny dan dudi yang datang belakangan, tapi nggak kalah semangatnya dalam mengganggu venus. waktu makan ini, doni seringkali jadi speechless dan amnesia mendadak karena waktu godain venus sering salah ucap membongkar trik-trik kancil lelaki. padahal 'kan ada bida...

Image hosted by Photobucket.com

foto-fotoan tentu saja tetap dilakukan mengingat tanpa skrinsyut adalah basbang. setelah berfoto untuk terakhir kalinya, kami lalu pulang.
mula-mula venus yang kami antarkan ke terminal. dia sudah gelisah saja sejak jam 7 malam. entah janjian sama siapa dia. setelah itu rombongan berangkat ke riverside untuk mengantarkan aku pulang. kami berpisah di pagar rumahku, masih dalam keadaan tertawa-tawa.

aku pergi tidur jam 11 malam itu. kakiku lemas dan badanku gemetar kehabisan tenaga setelah tertawa selama 10 jam. betul-betul kopdar yang tak terlupakan!

****

kopdar V.4

pukul 18.20 tanggal 8 november aku sampai di juanda. petualanganku selama libur lebaran hampir usai. besok pagi, aku udah harus balik lagi ke dunia nyata. bekerja seperti biasa.
taklama kemudian, benny datang menemuiku di terminal keberangkatan, membawa dua CD berisi foto-foto kopdar TS 2 darinya dan dari doni. aku sempat memperkenalkan benny pada papa yang mengantarku, sebelum aku memasuki gerbang keberangkatan tepat pukul 18.30.

sampai di depan petugas check-in, aku baru tau kalo ternyata flightku di-delay. nggak tanggung-tanggung. dari boarding jam 19.00 menjadi jam 21.30. aku langsung sms benny supaya dia jangan pergi dulu. dia lalu mengajakku jalan-jalan keluar bandara. ya, kataku. aku mau ke rawon kalkulator.

dari bandara kami menuju darmo, untuk menjemput doni di kantor radio-nya. doni ternyata udah menyelesaikan editan video yang sedang dia kerjakan, dan bisa meninggalkan tempat sembari menunggu hasil rendering. kami menuju rawon kalkulator, tapi tutup. ke nasi goreng juga tutup, tampaknya semua makanan enak masih belum buka hari itu. sampai akhirnya memutuskan ke resto sera, karena kata benny, sayang sekali kalau ke surabaya dan nggak makan makanan khas surabaya.

makan malam bersama bida, doni dan benny berlangsung aman dan lancar. setelah makan, kami menurunkan doni dan bida di DJ FM lagi sebelum menuju bandara. kami semua berpisah dengan ucapan... "sampai jumpa di dunia maya"

Sunday, November 13, 2005

jazz at the galleries

urs ramseyer and trio dari basel, swiss datang ke bali untuk bali jazz festival. sebagai bagian awalan dari event itu, ada road show jazz at the galleries yang diadakan di galeri santrian dan komaneka.
selain urs pada piano, ada dominik pada bass dan ... pada drum. mereka memainkan musik yang soft dan smooth, dengan beberapa komposisi ballad dan funk juga. meski tanpa vokalis, tapi lagu-lagu yang mereka mainkan bisa disampaikan melalui bahasa instrumen dengan baik.

komposisi terakhir yang mereka mainkan, 'peace' betul-betul lembut dan menyentuh. seperti hembusan angin yang sejuk disela-sela kelopak daun yang muda dan hijau. menyejukkan. merasuk sampai kedalam hati.

Image hosted by Photobucket.com

konser ini direkam live dan nantinya akan beredar dalam bentuk CD. aku nggak tau apakah CDnya akan diedarkan juga di Indonesia atau nggak. yang jelas, karena urusan rekam-merekam itu, aku jadi harus extra strict sama para penonton. begitu musik dimainkan, siapapun yang terlambat nggak boleh naik ke ruang pertunjukan. mereka boleh naik waktu jeda diantara lagu, supaya langkah kaki (sepatu hak tinggi di lantai marmer)nya teredam tepuk tangan. dan benar saja, separuh dari penonton malam ini datang terlambat. ah, dulu di LIP, kalo datang saat pintu sudah ditutup, jangan harap boleh masuk.

mayoritas yang datang adalah expatriat. percaya atau nggak, kebiasaan jeleknya dalam menonton pertunjukan betul-betul memalukan. banyak sekali yang keras kepala tentang mematikan hp. atau malah bersikeras mau naik ke ruang pertunjukan pada saat musisi bermain. dan sedikit yang berbesar hati mau mendengarkan kata-kata stafku dibawah. aku sampai heran, mereka pikir apa baik untuk jadi sok-sok-an gitu?

pelajaran buat semuanya. buatku juga. menonton pertunjukan dengan tertib itu bukan hanya menghormati musisi ato performernya, tapi juga menghormati diri sendiri. oleh karena itu, sebaiknya;
1. datang tepat waktu
2. mematikan. sekali lagi mematikan, bukan sekedar silent mode telepon selular.
3. diam selama pertunjukan kecuali perlu (untuk bertepuk tangan atau tertawa kalo lucu)

Monday, November 07, 2005

menjaga silaturrahmi di hari lebaran

berikut ini adalah cara-cara menjaga silaturahmi yang selalu aku terapkan setiap kali lebaran di pacitan. cara ini aku pakai karena ada banyak sekali saudara di pacitan dan masing-masing sangat jarang aku temui.

1. mau diajak salaman dan tersenyum. walau siapapun yang datang, dan bagaimanapun rupanya, terlebih orang tua. seringkali aku nggak kenal siapa-siapa yang datang itu. tapi mereka tau siapa aku. anaknya si ini dan si itu. bagaimana waktu aku masih kecil dan seterusnya. jadi untuk amannya, salaman dan tersenyumlah. kembangkan jiwa selebritimu.

2. numpang mandi. rumah embah yang dari papa selalu ramai. sekurang-kurangnya ada 24 orang berkumpul sekaligus, di rumah yang kamar mandinya cuma dua. kalo lagi males ngantri, aku lebih memilih ke rumah bude pandi, sepupu papa, atau ke rumah mas muh, sepupuku. masing-masing di depan dan samping rumah embah.

3. kalo udah dateng, jangan lupa tanya sama yang punya rumah, "masak apa hari ini?". semua merasa senang kalo kita mau makan di rumahnya. kata mama-papaku, itu karena setelah embah kakung meninggal, sodara papa udah jarang ngumpul. jadinya kalo ada anaknya yang mau datang, dan makan di rumah. mereka senang. aku juga senang kok, dapet menu beda-beda terus...

4. pamit kalo mo pulang. setiap kali udah mau pergi dari pacitan, walopun cuma ketemu di depan rumah, selalu nyempatin untuk pamit sama yang dekat-dekat. biasanya kalo udah gitu, dapet oleh-olehnya makin banyakkk!

selamat idul fitri yaaa!
maafin aku lahir dan batin...

Saturday, November 05, 2005

kalo nenekmu nomail

masih pagi sekali. sambil agak ngantuk-ngantuk karena baru bangun, aku duduk di bale, nungguin tanteku masak. waktu selalu berjalan lambat di pacitan. sejurus kemudian nenekku datang dan duduk di sebelahku. tangannya mengusap-usap punggungku. aku diam saja. lalu mulailah ia berkata

"kowe ki kok senengane dadi pikirane simbahmu"
"kenapa mbah mikirin aku, aku baik-baik saja" jawabku.
"piye ale arep ora mikir. wong kowe ki iso kerjo negeri kok malah senengane ning swasta"
"aku nggak mau jadi pegawai negeri. ntar aku bisa tersiksa"
"lha nek saiki kowe ora tersiksa?"
"nggak, aku bahagia"
"ngopo kowe ki ra gelem dadi pegawai negeri?"
"dan harus bayar 50 juta? aku nggak punya duit segitu"
"sopo sing kondo mbayar? ibumu, bulikmu ki ra ono sing mbayar"
"aku udah kerja. kerjaanku menyenangkan, kenapa harus ganti?"
"padanane mbahmu iki kan sekolahe TK. kowe sing luwih pinter. luwih nduwe pertimbangan. saiki sepiro-piro gedhe bayarmu, alehmu kerjo koyo embuh. mangkat peteng mulih peteng"
"nggak kok. aku kerja jam 9 sampe jam 5. nggak sampe malem"
"nek dadi pegawai negeri jam 2 wis iso mulih. ibumu, bulik-bulikmu ki kabeh kerjo negeri yo iso urip, iso nyekolahke kowe barang. anggepane nek kerjo negeri ki kerjo ora kerjo yo tetep dibayar. nek swasta ki nek kowe loro, ora kerjo, yo terus ora dibayar"
"mbah, udah deh... jangan nyuruh-nyuruh aku jadi pegawai negeri. aku tuh udah sebel banget sama pegawai negeri yang selalu nggak pernah ngerjain kerjaannya tanpa bayaran tambahan. bikin paspor aja, aku disusah-susahin karena bayarnya sesuai aturan, 260 ribu. yang bayar 700 ribu sehari selesai" aku malah jadi inget sama urusan paspor yang masih nyangkut itu. nggak sopaaaannn!!!
"yo, kowe ki kan luwih pinter. mbah iki ale mikir paklikmu kelar koyo embuh"

aku diem. udah males ngomong. tanteku menyuruh nenekku pergi dengan alasan di rumah nenekku (yang emang sebelahan dengan rumah tante) ada tamu.
duh, ini pasti gara-gara omku nggak pulang waktu lebaran, walopun cuma kerja di jakarta. heran, udah dua tahun ini setiap ketemu yang dibahas ituuuu-itu terus. apa nggak ada yang lain yah?

emang susah punya embah yang nomail. mana tau dia kerjaanku tiap hari nge-junk aja. tetep dibayar penuh, dan kalo sakit kantor yang bayarin biayanya.

Tuesday, November 01, 2005

hairdresser imam dari salon jonathan

atas petunjuk ayin, hari ini aku pergi ke salon jonathan, di deket plasa dieng, malang, buat ngeberesin rambutku yang udah kayak rambut megaloman.
begitu masuk ke salon itu dan bilang kalo mo potong rambut, aku langsung ditanya; "mau yang 25 ribu ato 45 ribu mbak?"
pertanyaan yang aku jawab dengan pertanyaan. ternyata bedanya harga itu disebabkan oleh hairdresser yang berbeda. si gondrong fauzi berharga 45 ribu, sementara si rambut pendek imam berharga 25 ribu. sekilas lihat, aku memutuskan memilih imam, karena aku liat si gondrong itu rambutnya berwarna tembaga dan bentuknya kayak rambut lionmaru, yang malah lebih parah daripada rambutku. rambut imam lebih potongannya lebih bertekstur dan lebih tertata.

waktu aku ngantri, nunggu dicuci rambutnya, imam yang sudah selesai memotong rambut duduk di dekatku sambil bawa koran. sementara fauzi setelah selesai memotong rambut malah godain mbak-mbak resepsionis. alah...

kusapa dia, dan bertanya apa dia yang memotong rambut. aku sedang buka-buka model rambut dan bertanya pada dia apakah model itu cocok buatku. dia minta ijin meraba rambutku, lalu kami mulai berdiskusi sampai akhirnya memutuskan satu model rambut. dia bertanya apakah aku mau dipotong sekarang. aku bilang aku harus dicuci rambut dulu. dan dia bilang dia yang akan mencuci rambutku sekalian.

demikianlah hairdresser imam mencuci rambutku dengan hati-hati, lalu mulai memotong rambutku. aku suka karena dia bekerja dengan serius dan konsentrasi. segitu konsennya sampe waktu aku coba ngobrol sama dia, dia sama sekali nggak denger.
ya, dia mungkin kurang jago menurut orang yang bikin harga, tapi aku tau kalo dia ngerjain setiap orang dengan kecermatan dan ketelitian seperti yang dia kasih waktu ngerjain rambutku, bakalan banyak yang jadi langganannya.

pada dasarnya rambutku agak ikal. itu berarti panjangnya waktu basah dan waktu kering berbeda karena setelah kering akan naik dan memendek. sehabis diberi krem, disteam dan dibilas, imam memblow lurus rambutku dan memotongnya lagi. kali ini dengan gunting untuk memberi tekstur potongan dan menipiskan bagian depan. dengan cara ini, rambutku nggak kependekan dan jatuhnya waktu kering benar-benar pas. aw! aku suka potonganku yang baruuu!

setelah semuanya selesai, dia yang lebih dulu mengucapkan terima kasih. aku tersenyum padanya dan mengucapkan terima kasihku. yang kayak gini nih yang dibilang cece mimi sebagai service by heart. hey imam! kamu masuk blogku hari ini.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...