Wednesday, December 19, 2007

Tiga Stanza Untuk Gabriella. #2



tempat itu dulunya adalah sebuah sekolah dasar. akibat keberhasilan program KB, jumlah siswanya turun drastis dan pada akhirnya terpaksa ditutup. semua bangunannya masih lengkap. ruang kelas yang kosong, mungkin dengan bangku dan meja di dalamnya, kini jadi tempat sapi-sapi yang kehujanan berteduh. jadi tempat penggembala menyimpan jerami.

dulu, itu adalah sebuah SD Inpres yang ideal. dengan arsitektur yang sama dari Sabang sampai Merauke, dan halaman luas yang membentang sampai kejauhan, dibatasi oleh jalan berbatu dan sawah penduduk.

di jalan berbatu itu, dari kejauhan kulihat Andrea mendekati kami dari atas sepedanya, dengan rambut pirangnya yang berkibar-kibar dan earphone tertancap di liang telinga. senyumnya melebar setelah sosok kami memasuki jarak pandangnya. jalan berbatu itu terhubung dengan Losari, dan semakin menjadikan bangunan SD yang terlantar ini sebagai tempat yang ideal untuk menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan batik.

dalam waktu yang tak lama lagi, orang akan bisa berkunjung ke tempat ini sebagai bagian dari tur setengah hari yang diawali dengan trekking keliling desa, belajar sedikit tentang batik, dan diakhiri dengan makan siang.

sebetulnya itu ideku.



satu-satunya hal yang kusesali dari masa kecil yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain adalah keadaan yang tidak memungkinkan aku untuk sering bertemu dengan nenekku. akibatnya, aku tidak mewarisi keterampilannya membatik. kalau saja kami sering bertemu, tentu aku sudah bisa meyakinkannya untuk mengajariku, meskipun ia menganggap keterampilan itu sudah ketinggalan jaman dan nggak perlu lagi diturunkan pada anak dan cucunya.

aku ingat waktu aku berumur 10 tahun, dalam satu kesempatan yang sangat jarang, kami sekeluarga menghabiskan sebulan liburan di Pacitan. di rumah Mbah Milatin dan Mbah Kayat yang bersebelahan di Peden, aku menemukan beberapa ibu dan nenek yang sedang membatik. waktu itu aku sedang jalan-jalan sama Mbah Kakung yang masih sehat.

kini yang tersisa tinggal Mbah Kayat. dan setelah nenekku terkena serangan stroke tahun lalu, hanya itu satu-satunya ingatanku tentang membatik.

justru di Bali hidupku bersinggungan lagi dengan batik. melihat, menyentuh, mengagumi dan mempelajarinya setiap hari. seperti deja vu yang terjadi selalu dan terus, ketertarikan dan ikatan yang kurasakan pada batik datang dari bawah sadarku. kalau aku punya kehidupan lain sebelum kehidupan saat ini, boleh jadi pada kehidupan lain itu aku dan batik memang tak terpisahkan.

dan luapan rasa itu membuncah tanpa ampun, sebuah tong kayu yang diisi terlalu penuh sehingga permukaan airnya menjilat bibir tong -nyaris tumpah, seluruh ingatan, haru dan sesal bercampur aduk menjadi satu ketika aku mengunjungi rumah tempat warga desa Gemawang membatik siang itu.

untuk menyambut kedatangan kami yang bergaya seperti turis, dengan jins dan t-shirt dan kacamata hitam, mereka semua memakai batik tulis yang mereka buat sendiri. pakaian apa yang lebih istimewa dari pada sesuatu yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan orang yang memakainya.

warga desa ini sudah mulai membatik sejak dua tahun yang lalu, atas dorongan Gabriella Teggia dan Yayasan Losari. sebelumnya, di sekitar daerah itu sama sekali tidak ada orang atau komunitas yang membuat batik. kalau kuingat-ingat, memang belum pernah kutemui literatur yang menyebut bahwa di Kabupaten Semarang dikenal motif atau jenis batik tertentu. CMIIW, ya...

mereka yang membatik menggabungkan diri dalam satu kelompok dan berkegiatan di rumah salah satu warga desa, tempat kami dijamu kue pancung siang itu. pembagian tugasnya sederhana, sebagian besar laki-laki memusatkan perhatian pada pengolahan kain, pembuatan pola, dan pewarnaan. sementara para perempuan yang tangannya tetap lebih banyak membatik. keheningan dalam ruangan tempat membatik begitu terasa, sampai aku khawatir justru kedatangan kami yang membuat keheningan itu pecah, dan membuyarkan konsentrasi.



aku mendengar suara canting beradu dengan wajan kecil tempat malam dipanaskan, mendengar suara nafas dihembuskan pada malam yang cair sebelum diterakan.



mereka memulainya dari awal. mulai dari mengolah kain, membuat pola, menerakan malam, dan mewarnai batik dengan bahan-bahan alami. salah satu pola baru yang dikembangkan, bermotif kopi yang merupakan tanaman yang banyak dijumpai di sekitar tempat ini. saat ini, terutama, mereka sedang berusaha keras menguasai teknik pewarnaan dengan nila, tanaman yang dengan mudah bisa dijumpai di sawah, tapi banyak yang tidak tahu kegunaannya.



padahal hanya sekitar satu abad yang lalu, Jawa terhisap habis oleh politik tanam paksa VOC. nenek moyangku membangun Belanda dengan menanam nila. dengan ingatan yang pendek, kita begitu mudah melupakan sejarah dan warisan nilai-nilai.

kadang aku takut memikirkan begitu banyak hal yang lenyap karena kita tidak ingat lagi.

Thursday, December 13, 2007

yang 2007 aja belum beres

eh, si Ari nge-tag aku supaya bikin resolusi tahun 2008.

hum... ada sih temen yang bilang kalo resolusi tahun 2008-nya adalah berhenti bikin resolusi karena toh nggak ada juga yang diberesin. hihihi... itu terjadi pada semua rencanaku untuk menulis, yang memang lebih banyak hancur berantakannya, daripada jadi rapi dan bagus dan selesai, untuk bisa dinikmati.

tapi kayaknya nggak ada salahnya juga bikin resolusi yang kira-kira cukup masuk akal untuk dilaksanakan dan bisa terwujud dalam waktu satu tahun. walopun ehm, salah satu resolusiku tahun ini kayaknya akan ada hubungannya dengan sapi terbang dan serba nggak pasti.

dan inilah mereka, aku susun berdasarkan huruf abjad.

BELAJAR. ingin kembali ke sekolah dan belajar lagi di jenjang S2. kayaknya aku udah ceritakan juga di atas situ, tuh. sekarang ini memang memasuki masa yang sangat menyita waktu dan perlu kerja keras lebih, karena itu... aku harus:

lebih DISIPLIN. lebih rajin bangun pagi, lebih rajin menepati jadual yang dibuat sendiri, lebih bisa memanajemen waktu daripada sekarang ini, karena kayaknya banyak kekacauan terjadi dalam hidupku akibat aku suka menunda-nunda dan nggak serius sama deadline yang udah aku bikin sendiri. payah.

untuk rencana yang berhubungan dengan HIDUP, aku ingin bisa mengambil keputusan untuk spend the rest of my life with someone. doain ya?!

LIBUR. ingin punya waktu sebulan, tanpa ngantor, dan hanya dipakai untuk menulis, membaca, memotret, traveling dan memasak.

tapi selain libur, juga tetap harus KERJA, dan bisa punya satu bisnis kecil sendiri, yang bukan mlm, dan melayani berbagai permintaan sesuai dengan kemampuan melakukan sidejobs, yang range-nya dimulai dari mengorganisir acara, kunjungan dan project, manajemen artis, menulis, menerjemahkan dan berbicara di hadapan publik, sampai berbelanja.
oya, aku juga berencana untuk mengerjakan sebuah art and culture project yang menarik.

aku juga berniat jadi lebih TERAMPIL, dengan belajar bikin masakan Thailand. kenapa Thai food? karena rasanya enak dan segar dan nggak overcooked seperti rata-rata masakan Indonesia (kecuali Indomie).

dari sisi kesehatan TUBUH, aku bertekad harus bisa mengenyahkan jerawat dan punya muka yang bersih dan sehat. anyway, muka kan cuma satu. walopun setahun ini aku udah bisa bikin buku tentang hidup bersama jerawat.

yang terakhir dan yang paling penting adalah soal VOLUNTARY works. aku lagi ngumpulin duit untuk beli iPod [red] supaya bisa ikut patungan beliin obat untuk mereka yang terpapar HIV/AIDS. aku harap aku bisa menyumbangkan uang lebih banyak untuk orang lain yang memerlukan. jadi tolong doain supaya rejeki tetap lancar supaya aku bisa lebih banyak memberi yaaa...

okeh, sekarang ini waktunya mengalihkan tag ini ke 8 perempuan yang lain. yaitu Astri, Neng Quds, Bunda, Jeng Henny, Joan, Jeng Mira, Rara dan Suster Golda.

Thursday, December 06, 2007

I shop, therefore...

whoever said money can't buy happiness simply didn't know where to go shopping

perintahnya sederhana.
"Jeng, tolong belanja barang-barang untuk welcome bags buat beberapa tamu yang akan datang dari Australia beberapa hari lagi"
ada 11 orang dewasa dan 1 anak perempuan berumur dua tahun yang harus dibelikan hadiah-hadiah yang kemudian dimasukkan dalam tas untuk tiap-tiap orang.

tapi ketika aku membaca salinan email yang setelah diprint panjangnya jadi 3 halaman itu, aku jadi terdiam. gimana nggak, pertama karena usia orang yang harus dibelikan hadiah berkisar antara 40-50 tahun. susah bener menerka apa yang mereka mau.
kedua, salah satu diantara mereka berulang tahun dan karenanya harus dibelikan hadiah yang spesial. tanpa keterangan mendetail siapa orang ini, kecuali namanya dan sebutan birthday boy. ketiga, karena disana-sini petunjuk itu berisi "use your creativity" atau "you choose yaa"

dan nggak boleh salah.
ini seperti menjual kucing dalam karung dan yang dijual harus kucing yang sesuai dengan selera pembelinya.

maka di hari Minggu yang gerah itu, dengan salinan email, notes, pena dan uang yang dimasukkan dalam amplop dokumen besar berwarna cokelat, aku menjelajah Kuta, Denpasar, Sukawati dan Ubud untuk menemukan semua barang yang harus kumasukkan dalam semua welcome bags.

aku mengawalinya dengan membeli beberapa buah buku sesuai pesanan untuk hadiah spesial. kuputuskan untuk membeli buku tentang Batik Pesisir untuk birthday boy yang ternyata seorang fashion stylist. karena merasa sudah cukup dengan Periplus Galeria, aku nggak berkeliling lagi, lalu terus ke Carrefour Sunset Road untuk membeli printilan kecil macam kartupos, pena, mosquito repellent (ada yang untuk anak ternyata) ... sampai kemudian sadar kalau perlu membeli stationery yang lebih lucu dan menarik, mestinya aku ke Gramedia.

maka aku kembali lagi ke Galeria. betul-betul pintar.

di Gramedia Galeria aku berkutat di section yang menjual dekorasi dan hiasan bernuansa Natal untuk menemukan kertas-kertas tebal untuk membuat kartu yang akan jadi identitas tiap tas, tali untuk menggantung kartu-kartu itu, bunga-bunga berwarna perak untuk menghiasnya, serta kertas daur ulang oranye yang cantik untuk membungkus kado, lengkap dengan pita dan kartu khusus untuk Eva, si kecil yang berumur 2 tahun. aku membeli juga spidol 10 warna dan buku sketsa polos untuk dibuat scrapbook.

suntuk di Galeria, aku meneruskan pencarian ke Jalan Sulawesi, tempat aku memasuki berbagai toko dan memilih, menawar, membongkar, memilih dan menawar lagi sebelum membayar tiap helai sarung batik, kain destar dan selendang yang kubeli. mungkin sekitar 5 atau 6 toko kumasuki. tak semuanya berhasil kutawar murah. di sini aku senang sekali karena bisa menemukan batik tulis bermotif Lokcan (Phoenix) yang monokrom dengan dasar putih dan pewarnaan indigo biru tua untuk Gary, the birthday boy. seperti Fawkes, semua burung Phoenix berumur panjang. itu doaku untuk Gary.

seterusnya aku naik ke lantai 3 Pasar Badung buat mencari kebaya mungil untuk si kecil. aku menemukan satu yang berwarna putih dengan bunga-bunga oranye, disesuaikan dengan bawahannya yang juga oranye. cantik sekali. aku cuma berharap ukurannya nggak terlalu kecil.

sebelum terlalu sore, aku bergegas ke Jalan Teuku Umar untuk membeli handphone. segala urusan makan siang dan ngemil dan minum aku lakukan di salam mobil untuk menghemat waktu. di toko selular aku dilayani perempuan muda yang tampangnya agak males-malesan waktu aku minta handphone GSM yang paling gampang dipakai dan paling murah.
"390 ribu" katanya.
aku lalu mengikutinya ke tempat dimana handphone itu berada. dan menemukan bahwa ada handphone lain yang harganya 370 ribu. "kalo yang ini barangnya ada?" tanyaku.
dia mengangguk agak malas-malasan.
"oke, kalo gitu saya beli lima"
senyumnya jadi cerah sebelum beranjak mengambilkan benda yang kuminta.

jadilah perempuan itu kuminta untuk mengeset hp, memasukkan berbagai nomor ke dalamnya, memprogram ringtone-nya dan lain-lain. sayang jaringan XL waktu itu lagi down, sehingga dia nggak bisa sekalian melakukan registrasi atas nomor-nomor baru. uhm, itu berarti aku yang barus melakukan registrasi.

selama menunggu, aku sempat membeli penyambung dari colokan kaki tiga ke colokan kaki dua untuk chargernya. aku menyebut benda itu moncong babi. tapi sebenarnya nama benda itu apa sih?

dari Sulawesi aku pergi ke Sukawati. membeli kipas kayu kecil, tas untuk memuat semua barang dan dompet manik-manik yang nantinya akan diisi dengan sabun natural. ini mungkin toko yang paling cepat ngasih potongan harga. karenanya aku nggak berlama-lama disana. lalu langsung ke Ubud.

setelah ngedrop barang-barang di rumah, aku pergi berkeliaran di toko-toko sekitar Ubud untuk membeli dupa harum dan korek api, pita perak, hitam dan kuning untuk mengikat berbagai benda, amplop untuk kartu pos, syall sutra sintetis dari Cina, syall batik tulis Madura yang tinggal satu-satunya, serta peta Bali untuk semua orang. berikutnya masih ditambah gaun batik kecil yang desainnya sangat manis untuk Eva, serta pulsa telepon untuk semua handphone baru.

waktu semuanya udah selesai dibeli, badanku rasanya udah makin menipis dan layu. padahal aku masih harus makan malam sama Iman, lalu ketemuan lagi sama Vincent, Nikki dan Sari di Ubud Hanging Garden yang tempatnya di hutan belantara nun jauh di ujung Payangan sana.

tapi aku sangat menikmati belanja hari itu. walaupun memang belanja yang paling enak adalah beli untuk diri sendiri, sesuai selera sendiri, tanpa khawatir kehabisan uang. dan ketika belanja untuk orang lain jadi lebih rumit dan sulit.

PS. kalo ada yang nggak suka belanja, karena ribet dan karena nggak tau mesti beli apa dimana, kabarin aku aja. kalo hari baik dan aku sedang nggak sibuk dan moodnya lagi pas, aku mau kok jadi personal shopper lagi!:D

PPS. quote yang diatas itu pertama kali aku tahu dari signature-nya Blub. tapi ternyata itu quote dari Bo Derek, perempuan yang canggih. hihihihi...

Thursday, November 29, 2007

Tiga Stanza Untuk Gabriella. #1

"Saya pertama kali datang ke Indonesia tahun 65. Saya belajar Bahasa Indonesia di rumah sakit tempat saya bekerja sebagai Biologist. Saya sudah datang ke banyak tempat di Indonesia tapi sekarang tinggal di Jawa Tengah. Saya jatuh cinta pada Jawa Tengah. Hati saya ada di sini"



itulah yang dikatakan Gabriella Teggia di hadapan sekitar 100 undangan yang menghadiri pembukaan kembali Joglo Cipta Wening, sebuah museum yang menyimpan koleksi desain batik dari Imogiri dan daerah lainnya di Yogyakarta. entah buat yang lain, tapi aku merasa tersentuh, melihat seorang perempuan Italia dengan rambut berwarna pirang dan kacamata lebar berwarna kecokelatan menyatakan cintanya pada tanah Jawa dengan suara bergetar. baru tiga hari aku mengenalnya. tapi dalam tiga hari itu, aku menyaksikan bagaimana rasa cinta tidak hanya dilontarkan dalam kata semata, tetapi diwujudkan dalam berbagai hal yang menggugah.

ini kisah tiga hari yang mengharukan. dan kisah ini bagian pertamanya.

Malam itu aku tersuruk di jalan berbatu yang terjal. Jadi ini sebabnya aku diwanti-wanti untuk memakai ‘comfortable walking shoes’, batinku. Aku yakin suasana di sekitarku saat itu sangatlah indah. Andai aku bisa melihatnya. Tetapi jalan berbatu yang terjal itu hanya diterangi oleh lampu badai yang berselang setengah meter antara satu dan lainnya di dua sisi jalan. Nyalanya yang berkelap-kelip seperti kunang-kunang terperangkap dalam toples kaca sangatlah tidak memadai untuk memungkinkanku melihat landscape seperti apa yang sedang kulewati.

Kami menuju ke arah bayangan gelap yang menggumpal di kejauhan. Semakin dekat semakin jelas kulihat bahwa yang kami datangi itu adalah rumah-rumah joglo yang keseluruhan bangunannya terbuat dari kayu. Salah satunya berwarna hijau tosca dengan kusen berwarna cokelat tua. Staff yang mengantar kami memberikan kunci. Jadi inilah kamar… err, villa yang akan kuhuni. Dua malam ini, aku akan tinggal sendiri dalam sebuah rumah joglo. Apakah gadis-gadis yang sedang dipingit pada masa lalu diperlakukan semewah ini juga?

Kamar ini pantas menjadi kamarnya Nyai Dasima.





Dan bolehlah aku menganggap diriku sedang menjadi semacam Nyai Dasima di tengah perkebunan kopi di jantung Pulau Jawa. Ah, tapi Nyai Dasima tidak tinggal di perkebunan kopi karena ia dicintai setangah mati oleh seorang pembesar VOC. Mungkin lebih tepatnya, aku mendapatkan kamar Nyai Dasima di perkebunan milik Nyai Ontosoroh. Tokoh perempuan favoritku dalam kisah-kisah yang diceritakan Pramoedya. Tapi dalam kisahku ini, perkebunan kopi yang masih berkabut pada pukul 6 pagi ini dimiliki oleh Gabriella Teggia. Perempuan yang berkeras memintaku memanggilnya hanya dengan nama depan, tanpa sebutan ‘Ibu’ atau ‘Tante’, meskipun usia kami terpaut hampir 50 tahun.

Bayangkanlah sebuah perkebunan kopi yang terletak di lereng gunung. Dengan begitu banyak pohon besar, kebun bunga, kebun sayuran, dan kebun kopi. Kesemuanya tertata cantik, tapi juga dibiarkan tumbuh secara alami. Bayangkan membuka pintu joglomu dan melihat kabut tipis diantara dahan-dahan pohon, lalu bayangan samar gunung mengambang di atas hamparan puncak pohon. Bayangkan berada di sebuah tempat yang seperti membawamu kembali ke masa lalu, seratus atau seratus lima puluh tahun yang lalu. Lalu kamu terhanyut...



Percakapanku dan Gabri yang pertama adalah tentang mutiara. Yang kedua mengenai batik. Itu terjadi setelah aku bercerita padanya bahwa aku mengelola sebuah galeri seni dan gift shop yang berisi berbagai macam batik, kerajinan dan perhiasan. Ia adalah penyuka baroque, mutiara yang bentuknya tak sempurna. Kami juga membahas freshwater pearl berwarna kelabu yang kusematkan di lubang telinga dalam perjalanan bermobil ke Losari malam itu.





Aku mengalami waktu yang luar biasa selama dua malam menginap di Losari. Foto-foto kamar dan pemandangan yang sempat kuambil kusertakan disini. Kami selalu makan roti yang segar, baru keluar dari panggangan. Selalu makan sayuran yang masih terasa manis karena baru dipetik. Selalu menghirup udara yang bersih. Tentu disertai juga dengan mendengar cerita-cerita kocak yang kadang bikin aku merasa perlu untuk mengelus dada. Terutama kalau berkaitan dengan tamu-tamu yang berkelakuan aneh. Misalnya mengenai seorang tamu yang menolak dipindahkan pada saat Losari terpaksa 'ditutup' untuk sementara karena pada saat itu SBY datang dan menginap di sana. Kebayang kan betapa repotnya Gabri untuk menjelaskan pada tamu yang keras kepala bahwa kehendak seorang presiden dengan aturan protokoler yang sangat ketat tidak bisa dibantah.

"Bapak Presiden, Anda bisa menginap disini tapi harus berbagi dengan tamu yang lain"
kayaknya nggak mungkin kalo mesti ngomong begitu deh.

Saat-saat makan selalu ditemani dengan live music. Entah itu kelompok anak-anak muda (yang ternyata gitarisnya temanku) yang memainkan lagu-lagu Latin, kelompok warga desa yang memakai baju koko berwarna putih, memainkan lagunya Matta Band dalam gaya keroncong dengan penyanyi berkebaya lengkap, ataupun para pemusik Bossa Nova... selalu ada musik mengiringi makanan yang enak dengan porsi berlimpah ruah itu.

Tapi nggak ada yang ngalahin Spa-nya!
Aku mendapatkan pijatan dan facial selama 2 jam. Dan nyaris selama waktu itu, setiap kali si terapis mulai bekerja, segalanya jadi gelap dan hitam. Aku akan tertidur sampai tiba waktunya untuk membalik badanku.

Ah! kalian juga harus mencoba keindahan resort ini.

Monday, November 05, 2007

gloomy sunday

pada hari Minggu yang kelabu itu, aku makan siang dengan seorang teman di sebuah warung yang menyajikan masakan Jawa. kami duduk di kursi bambu yang diberi bantal-bantal besar dan empuk bersarung biru tua. tempat itu nyaman dan sesuai dengan percakapan kami yang ringan, meningkahi udara yang dingin dan tak bergerak.

langit sendu berwarna abu-abu, tak segaris pun warna biru terlihat. matahari bersinar muram. bahkan selepas pukul dua siang, suasana seperti ditawan pagi yang berkepanjangan. awan bermuatan hujan yang pekat menutup langit rapat-rapat, seperti lapisan gula pada kue Halloween yang menyeramkan. aku tak akan heran jika tiba-tiba segerombolan kelelawar bermata merah nyalang beterbangan di udara.

tapi yang muncul justru serombongan orang-orang Prancis yang berwajah sama bosan dan muramnya dengan suasana hari itu. mereka melihat ke arah kami dengan pandangan tanpa minat sambil terus bercakap-cakap.

kawan makan siangku ini dicurigai bisa berbahasa Perancis karena aku pernah mendengarnya bicara dalam bahasa itu. tapi dalam sebuah kesempatan ketika kami sama-sama menonton film, dia melakukan sebuah kesalahan fatal menerjemahkan judul filmnya yang berbahasa Prancis, sehingga kali ini aku tidak menanyakan padanya apa yang kira-kira orang-orang Prancis itu bicarakan.

"kamu lihat, orang-orang Prancis itu secara natural ekspresinya memang selalu bosan" katanya sambil memasang wajah bosan, yang menurutku kocak. aku terbahak melihat usahanya menirukan mereka.
"temanku bilang, orang-orang Prancis merasa bahwa matahari terbit dari bokong mereka, sehingga mereka selalu merasa bahwa mereka lebih baik daripada siapapun di dunia ini, dan apapun yang orang lain lakukan is soooo... boring!" kataku sambil menirukan ekspresi Anton Ego sebelum Remy mempersiapkan Ratatouille.

ekspresi orang-orang Prancis di meja seberang tidak berubah ketika makanan mereka datang, dan mereka menikmatinya sambil terus berbincang-bincang, tapi tetap tanpa tawa. aneh rasanya melihat 7 orang yang terus ngobrol tapi tidak ada satupun yang lucu untuk mereka. tapi memang wajah-wajah bosan itu senada dengan suasana hari ini, yang mengingatkanku pada sebuah lagu yang dikenal sebagai pengiring usaha bunuh diri dan kematian.

Sunday is gloomy, my hours are slumberless
Dearest the shadows I live with are numberless
Little white flowers will never awaken you
Not where the black coach of sorrow has taken you
Angels have no thought of ever returning you
Would they be angry if I thought of joining you?

lagu ini pertama kali muncul di muka bumi pada tahun 1933 sebagai Szomorú Vasárnap di Hungaria. merupakan karya komposer dan pemain piano autodidak, Rezső Seress yang juga meninggal akibat bunuh diri pada tahun 1968, hanya beberapa hari setelah perayaan ulang tahunnya yang ke 69.

ia bunuh diri karena menyadari bahwa setelah Gloomy Sunday meledak jadi hit pertamanya di berbagai negara, dia tidak akan pernah bisa menciptakan hit yang kedua.

sejak pertama kali muncul. lagu ini telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Perancis Finlandia dan Spanyol, dan dirilis dalam sekurang-kurangnya 7 versi lirik, oleh 56 penyanyi yang berbeda (termasuk diantaranya versi Heather Nova, Bjork, Ray Charles, Sarah Brightman dan Sinead O'Connor). versi Billie Holliday-lah yang membuat lagu ini sangat terkenal dan pada akhirnya menjadi versi standar interpretasi Gloomy Sunday, yang liriknya aku tuliskan diatas.

untunglah!
karena kalau yang jadi terkenal adalah terjemahan bebas versi Rezső Seress, aku tidak akan heran melihat orang-orang yang bekerja di claustrophobic cubicles di gedung-gedung tinggi segera melompat keluar menembus jendela kaca menuju jalan raya yang letaknya beberapa puluh meter di bawah mereka setelah mendengar lagu ini

It is autumn and the leaves are falling
All love has died on earth
The wind is weeping with sorrowful tears
My heart will never hope for a new spring again
My tears and my sorrows are all in vain
People are heartless, greedy and wicked...

Love has died!

The world has come to its end, hope has ceased to have a meaning
Cities are being wiped out, shrapnel is making music
Meadows are coloured red with human blood
There are dead people on the streets everywhere
I will say another quiet prayer:
People are sinners, Lord, they make mistakes...

The world has ended!

orang-orang Prancis di meja seberang masih terus berbicara dengan muram. mereka seperti sedang menghadiri rapat pembahasan sebuah proyek yang gagal total dan tidak bisa lagi diselamatkan. salah seorang diantara mereka memegang kalkulator dan dengan tekun menghitung. setelah beberapa menit barulah aku menyadari kalau ternyata mereka hendak membayar makanan yang mereka pesan. :D

ps. aku baru punya 8 versi Gloomy Sunday. ada yang mau kasih aku 48 versi yang lain nggak?
pps. buat yang punya pacar atau suami atau istri atau ayah atau ibu atau saudara Prancis, jangan marah ya? *wink*

Tuesday, October 30, 2007

hujan di jakarta nggak romantis. tapi...

mobil yang kami tumpangi membelok ke kanan setelah melewati Masjid Al Furqon. lalu berhenti di gang yang bagian kirinya menjadi tempat parkir tidak resmi. Abi memarkir mobil yang kami pinjam dari kantornya Mami Mira tepat di belakang mobil Dodi, si wartawan salah satu koran nasional terkemuka.

"ini tempat syuting film Mengajar Matahari, Jeng" begitu kata Dodi memberi penjelasan padaku yang datang dari daerah. yeah, Bali is daerah buat warga ibukota. sementara aku masih sibuk dengan lenganku yang terkena bentol-bentol merah meriah secara misterius selama Pesta Blogger di Blitz. bentuknya seperti habis terkontaminasi ulat bulu.

penawar gatalku, Oom Ganteng, sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. hanya beberapa saat sebelum lenganku meradang lagi.

kenapa berjuta-juta orang betah tinggal di Jakarta, nggak pernah aku ketahui sebabnya. kota ini begitu kotor, panas, lembab, macet, sumpek, pengap dan seperti kehabisan nafas. kalau tidak bisa disebut tak layak huni. kalau bukan karena harus menghadiri sesuatu, kalo bukan karena punya teman-teman yang menyenangkan seperti kalian (siapapun boleh ngerasa, deh!) aku nggak akan sengaja, bela-belain pergi ke Jakarta.

di Ubud, hujan akan terasa romantis. tapi hujan di Jakarta, seperti yang terjadi beberapa hari ini, akan segera menenggelamkan kota itu dalam banjir, dan liputan yang menyayat di televisi.

sementara Dodi sibuk menelepon Herry, empunya rumah yang akan kami kunjungi... aku, Bunda, Abi, Surur, Starchie dan Deden masih terus tertawa dan bercanda. tawa kami surut waktu tahu kalau ternyata deretan Rumah Susun di Kebon Kacang ini sama sekali bukan deretan Rumah Susun Tanah Abang yang kami cari.

dengan penuh rasa penyesalan, Dodi meminta maaf dan berjanji membawa kami ke tempat yang benar. kali ini aku duduk di bangku depan tempat penumpang di mobilnya. dengan serius sambil membuka pintu mobil, aku bilang padanya:
"aku bawa pedang setan lho..."

insiden itu hanyalah salah satu tanda bahwa Dodi dan Didik memang sehati dalam hal nyasar. mungkin mereka memang berjodoh. dan juga salah satu hal yang membuat perjalanan ke Jakarta kali ini lebih berkesan.

semuanya berawal sehari sebelumnya, tepatnya pada Jumat sore menjelang malam.

segera setelah pesawatku mendarat di tarmac yang basah akibat hujan deras sore itu, aku bergegas keluar dan menelusuri koridor, lalu lari menuju Ari yang sudah menantiku di gerbang kedatangan. senang rasanya melihat sahabatku itu tampak segar dan sehat. bahkan punya perut! hihihihi...

kami lalu berkendara ke Plasa Semanggi. tempat dimana sejumlah warga Kampung gajah sudah menunggu kedatanganku. perjalanan ini cukup lancar dan terbebas dari kemacetan yang membayangi seperti momok di kegelapan. aku dengan gembira mengabarkan melalui sms dan telepon ketika jarak mobil Ari dengan Plasa Semanggi tinggal 5500 meter lagi. tapi ternyata di Jakarta, 5500 meter itu lebih jauh daripada di Bali ya?

di Food Court lantai 3, ada Henny, Indra, Lea, Jim, Hky (yang sempat kupercaya sebagai Bimo), Markum, Jay, Deden, dan Trinie! belakangan, ada juga Tonyer dan Setiawan yang lantas diikuti oleh Anda.





kami terus ngobrol sampai Food Court tutup, dan diteruskan dengan ngopi dan ngobrol lagi di salah satu coffeshop di lantai bawah, yang tutup jam 11, dan lagunya nggak banget. sebetulnya musik dan suara penyanyinya lumayan. tapi karena musik dan penyanyi kukuh berada di nada dasar yang nggak sama, jadi ya fals. udah gitu volumenya kenceng banget.

"Mbak, kasih tau sama penyanyinya supaya mengecilkan volume. kalo nggak mau ngecilin, nyanyinya jangan fales..."

malam itu aku pulang ke rumah dengan perasaan riang, apalagi karena berhasil membuat Dika ikut menginap di BSD. seperti yang sudah-sudah, aku tidur di kamar Ochie yang terletak di sebelah ruang tamu dan bertirai warna biru.

tapi mBu yang berjanji datang kopdar dan berniat jadi tetanggaku untuk dua malam, ternyata malah cuma mengirim sms yang berisi pemberitahuan harus pergi ke Tasik.

kopdar Jumat malam itu... diteruskan dengan kehebohan selama Pesta Blogger yang sudah aku ceritakan panjang lebar dalam tulisanku sebelumnya. keramaian besar terjadi disini, dan pasti sudah banyak yang menceritakan di blognya masing-masing. mungkin juga dengan ditambahi komentar tentang betapa riuh-rendahnya gajah-gajah dari ID-Gmail.

tapi kalian jadi pada pengen subscribe kan?
*wink*

yang aku harus ceritakan juga adalah After Party yang kami buat untuk melengkapi Pesta Blogger 2007:D. nyasar bersama Dodi adalah bagian dari perjuangan untuk menemui Kakak Fatih, putra pertama Herry dan Ira, yang lahir beberapa minggu yang lalu, dan baby showernya diadakan bertepatan dengan Pesta Blogger. dari rencana yang hanya "ngopi-ngopi bersama beberapa warga Kampung Gajah", ternyata kumpul-kumpul itu berkembang jadi 25 orang menyerbu Rumah Susun Tanah Abang (yang jadi tempat syuting 'Mengejar Matahari') tanpa ngopi. hihihihi...

selain aku dan rombongan yang nyasar (sengaja disebut terus buat Dodi), ada juga Jay, Kak Andry, Blub, Tub, Pak Andika , Abud (yang dicurigai membuatku gatal-gatal), DAH, Setiawan, Ananda, Preman Cupuw, Edwin, Naif, Jipeng, Lea, Indra, dengan disusul kemunculan Jeng Enda yang disambut dengan tempik sorak serta tepuk tangan meriah. Tonyer datang belakangan sih, tapi nggak ada yang tepuk tangan buat dia.

rumah yang mungil itu penuh sesak oleh tawa dan canda.





setelah menyapa Kakak Fatih, kami meneruskan acara dengan melakukan After Party #2 di Apartemen Semanggi, markas Pak Andika and friends selama di Jakarta. Jeng Enda yang kelelahan dan Kak Andry yang datang bersama partner melepaskan diri dari rombongan yang bergerak untuk makan malam di Cwie Mie, tempat dimana Nugie mendadak bergabung. sementara Abi, Surur dan Starchie pulang ke Bandung bersama mobil sponsor.

acara penting dalam After Party ini adalah menyaksikan ID-Gmail setelah di-hack habis-habisan oleh Oom Ganteng yang walaupun sakit cukup parah, nggak bisa berhenti online disela-sela kesengsaraannya akibat keracunan makanan. ia mengirimkan 123 thread yang masing-masing berisi satu foto hasil jepretannya pada Pesta Blogger siang itu. mengharukan juga sebenarnya. karena dalam keadaan sakit itu pun, Oom Ganteng bela-belain datang ke Pesta Blogger. dan lalu sakit lagi.
*kirim selimut bulu*

keesokan harinya, aku melewati gerbang keberangkatan menuju ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta dengan rasa sedih yang menggumpal. nggak pernah cukup rasanya waktu untuk bertemu dengan kalian.

foto yang di Plangi, yang bikin Markum. foto yang di Rusun punyaan Herry.

Monday, October 29, 2007

pb2007: menyemat wajah pada nama

bahasa kerennya, kopdar.
saat ketika orang-orang yang selama ini saling bicara melalui ketikan di tuts keyboard mereka, dari ribuan meja yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, berkumpul di satu tempat selama lebih dari 6 jam. nggak semuanya, memang. tapi mengumpulkan sekitar 500 blogger di satu tempat yang sama, bukanlah pekerjaan yang gampang.

dan panitia Pesta Blogger 2007 sudah melakukan kerja yang luar biasa untuk menyelenggarakan pertemuan itu. bisa membuat Menteri Kominfo Muhammad Nuh merasa tertarik dan terlibat. bisa mendapatkan dukungan dari begitu banyak pihak. well done, Enda Nasution. nggak percuma aku jadi manajer fans clubnya. hihihi.



sekalian aku mau menyelipkan pesan sponsor. jangan lagi-lagi mengira Enda itu perempuan. malu dong, menyebut diri sendiri blogger tapi nggak melakukan fact check sebelum menulis. jelas-jelas foto Enda terpasang di blognya. lengkap dengan jenggot yang asli dan bukan tempelan.

aku sampai di lokasi Pesta Blogger hanya beberapa menit sebelum panitia berseru-seru supaya semua peserta masuk ke dalam ruangan. udah gitu harus pake acara online dulu karena aku lupa sama entry code-ku. rasanya seperti menjadi anggota sekte rahasia yang terlibat ritual penting. sebutkan kata sandinya untuk bisa masuk ke dalam ruangan.



sekitar 30 orang warga Kampung Gajah berkumpul dan terlibat Pesta Blogger hari ini. sebagai mailing list yang bukan komunitas blogger tetapi menguasai dunia persilatan, kami memiliki keuntungan dari segi jumlah dan volume suara. makanya dengan senang hati kami ikut bersorak dan bertepuk tangan untuk blogger-blogger dari daerah dan komunitas lain, yang jumlahnya lebih sedikit. dan ketika nama ID-Gmail disebut oleh MC, atau pada bagian akhir pidato ketua panitia... tepuk tangan, sorakan dan teriakan kami terdengar membahana. tentu saja aku termasuk salah satu yang paling ramai dan paling norak-norak bergembira.

apakah kamu juga mendengar medley "I love you, Enda" yang kami kumandangkan?



setelah sesi pertama dan makan siang, diadakan semacam focus group discussion yang kalo ndak salah hari itu disebut sebagai break-up session. aku harap tidak ada yang berpasangan dan jadi putus gara-gara ikut disalah satu sesi bersama-sama, yaaa...

aku mengunjungi semua break up session kecuali yang membahas Blog Perempuan. menurutku, kategori blog perempuan itu sendiri semestinya tidak ada. apalagi kalau dikaitkan dengan stereotyping isu dan hal-hal yang dibahas dalam blog. mengapa harus digarisbawahi sebagai blog perempuan, hanya karena yang menulis perempuan? kalo dasarnya perbedaan gender, kenapa tidak ada blog laki-laki? apakah perempuan sebegitu terbelakang dan perlu 'disantuni' dengan komentar dan link? sehingga harus ditulis dengan garis bawah. ini blog perempuan.

lalu disebut juga blog perempuan sebagian besar isinya tentang masakan, anak dan fashion. wah, ini pengkotak-kotakan yang berbahaya. dan bisa tergelincir pada generalisasi yang salah kaprah. menurutku, penulis yang baik adalah mereka yang menulis mengenai hal-hal yang betul-betul mereka ketahui, atau mereka kuasai. biasanya, penulis seperti inilah yang akan menjadi penulis yang berhasil. Arundhati Roy menulis tentang orang-orang India. begitu pula dengan Kiran Desai. meskipun Kiran kini tinggal di Amerika Serikat. mereka menulis tentang hal-hal dan orang-orang dimana mereka berakar dan memiliki pengalaman.

dan jika para blogger yang menulis tentang masakan karena gemar memasak, atau menulis tentang fashion karena suka belanja pakaian dan menjadi fashionable, kenapa harus diberi tag blogger perempuan dan hal-hal yang dibahas dalam blog perempuan? dan tidak ada tag blog laki-laki dan blogger laki-laki untuk hal-hal yang berbau otomotif, misalnya.
aku yakin para blogger laki-laki yang sudah mempunyai anak juga akan dengan senang hati bercerita tentang anak mereka dalam blog.
trust me, I know.

hal kedua yang membuatku urung menyampaikan pendapat dalam salah satu break up session adalah pertanyaan-pertanyaan seperti... topik apa yang sebaiknya kita tulis dalam blog? topik seperti apa yang akan memancing banyak komentar? apakah sebaiknya blog kita berisi tentang current issues atau tetap menjadi personal blog?

sejujurnya, pertanyaan-pertanyaan jenis ini yang membuat aku seringkali merasa kalau milis lain emang nothing™. kenapa? karena warga Kampung Gajah menurutku sudah melewati tahap itu dan ada di level yang lebih tinggi, sehingga bisa menulis dengan kebebasan tertentu. tanpa ikatan isu, tanpa tekanan komentar, tanpa pikiran "mau menulis hal-hal yang kira-kira bikin orang berkunjung, kirim komen dan ngelink".

please, menulislah karena kamu tergerak. menulislah karena kamu merasa terlibat. menulislah karena kamu ingin berbagi. menulislah, karena itu hal yang kamu sukai.

maka dalam Pesta Blogger 2007 ini, hal yang paling aku nikmati adalah saat-saat ketika pertama kali bicara dengan orang-orang yang tulisannya aku baca. yang menyapaku di mailing list dan kusapa balik. yang sudah berkali-kali bicara denganku di Yahoo Messenger baik secara personal maupun beramai-ramai saat arisan. eh, nggak lupa ngobrol bentar sama Wimar Witoelar juga:-)







aku bisa menyematkan wajah pada nickname dan ID mereka.
aku bisa yakin bahwa aku bicara pada satu sosok yang solid dan nyata. karena pada akhirnya, aku berjumpa dan berbincang dengan mereka secara langsung. tentu dibumbui tawa lebar berkepanjangan.

terima kasih, gajah-gajah Jakarta. terima kasih Pesta Blogger 2007.
:D

All photos by Oom Ganteng yang memang ganteng dan nggak kayak oom-oom. Tapi foto mencari entrycode is by Abud dan fotoku sama Oom Ganteng is by Herry.

Monday, October 22, 2007

sekelumit segalanya

liburan lebaran sudah selesai.
tadi pagi para reporter di TV melaporkan kalau jalan-jalan di Jakarta belum sepadat biasanya. lalu lintas belum mengalami kemacetan, Jakarta belum pulih. dan blog ini belum diupdate sejak tanggal 1 Oktober. sampai-sampai ada yang menyindir dengan memberi komentar berlebaran di tulisan yang sama sekali tidak bercerita tentang lebaran.

*tendang yang nyindir, hihihi*
eh, tapi maafin lahir dan batin juga yaaa...

tidak menulis setelah sekian lama, membuat otakku sedikit beku dan jari-jariku rada lupa sama tempat tuts di keyboard. dari tadi ngetik salah terus. padahal yang diketik cuma junk oneliner. gimana coba kalo panjang?
anyway, aku sempat punya khayalan muluk akan menulis selama berlibur di Malang dan Pacitan. tentu saja gagal total. aku hanya berhasil mendownload email-email yang masuk ke account kantor (kalo nggak, bisa-bisa aku terkubur ratusan email) dan memberi makan Puff, my magic dragun fluff friend. hayooo... yang pada kecanduan facebook, apakah binatang piaraannya udah pada dikasih makan?

tapi tadi malem otakku udah sedikit terasah setelah nonton Sur Mes Lèvres, film Perancis yang adalah gabungan dari genre drama, thriller dan crime. jalan ceritanya tertata dengan baik dan detail yang ada dalam film itu semuanya dipikirkan dan dieksekusi dengan baik. walapun semua cerita tentang tokoh-tokohnya 'selesai', tapi nggak berakhir dengan memaksa, dan sama sekali nggak cheesy. aku sangat lega waktu Carla dan Paul akhirnya berhasil. mengingat segala kerepotan yang mereka alami;)

buat Trinie Lupin, mungkin kalo kamu nonton film ini, kamu akan lebih memahaminya dengan baik, daripada aku:) jangan lupa kalo nonton harus bersama orang yang menyenangkan, dan yang membuatmu merasa nyaman. karena teman nonton yang asyik itu sangat penting!

jadi sekarang ini, aku mau bercerita tentang segala macam hal yang teringat dari liburanku selama 8 hari penuh. hari-hari yang bikin Iman (bukan kamu, mBu) protes karena ditinggalin kantor begitu lama. heran, sekretaris ditinggal bosnya pergi kok malah bete. yang jamak sih mestinya hepi berat.

tapi sebelum bercerita, marilah memakai blotting tissue untuk membersihkan minyak dari wajah di hari yang panas dan gerah ini.

Makanan buatan Mama
hal yang paling utama dan paling penting dari liburan adalah kesempatan makan yang enak, banyak, gratis dan bisa dipilih sendiri menunya. aku sudah menyiapkan list yang isinya daftar masakan yang sangat susah kutemukan di Ubud (atau Bali) dan kalopun kutemukan, rasanya nggak seenak buatan Mama. setiap hari, aku nggak pernah merasa lapar, karena Mama memasak ini itu dan aku akan makan dengan riang dan gembira. mau naik berapa kilo juga boleh deh. toh aku turun 4 kg selama Ramadhan. aku sampe terharu deh. selama seminggu itu, di meja nggak pernah ada ayam broiler di meja. Opor dan masakan lain yang berbahan dasar ayam dibuat dari ayam kampung karena aku alergi ayam broiler. lalu di hari terakhir, selain Lemper isi daging, Mama juga membuat Sayur Nangka yang sedappp!!! sebagai ganti lodeh nangkaku yang hilang. Mama juga sempat bikin Tong Seng, Rawon, Bihun Goreng yang juara!, Kering Tempe, Sayur Buncis dan Tahu yang enak dimakan dengan lontong, juga Sup Sayuran, dan Ikan Layur segar yang digoreng kering ditemani sambal kecap.
sigh, sementara seminggu ini aku harus detox untuk membersihan sistem pencernaan dengan hanya minum jus dan air putih. tapi aku kok cerita tentang berbagai makanan ini ya?




tapi foto-fotonya adalah foto cemilan tradisional waktu lebaran. minus Kolang kaling manis berwarna hijau yang harum dan enak banget. keripik-keripik dan rengginang ini sengaja aku upload untuk Joan.

Warisan
bagian ini aku tulis sekalian buat memperingati diriku sendiri.
sesama saudara sedarah itu, bagaimanapun juga nggak akan bisa terhapus hubungannya. jangan hanya sewaktu muda aja jadi saudara kandung, tapi setelah besar nggak mau bicara satu sama lain karena masalah harta. I believe that blood is thicker than water.
buat orang-orang tua yang merasa punya warisan juga, sebaiknya sejak awal menulis surat wasiat. supaya ketahuan siapa yang mendapatkan apa dan berapa banyak, di sebelah mana.

liburan ini, aku menyaksikan kisah nyata yang berlaku seperti cerita shitnetron yang paling ngetop dan paling digemari. karena ada perebutan harta, intrik dengan wanita ketiga dan kedengkian. tinggal kurang polisi dan penjahat aja untuk jadi film India.

KAPAN???
tentu saja pertanyaan ini keluar. hihihi...
dan karena aku udah tau pertanyaan ini akan keluar, aku sudah menyiapkan berbagai versi jawaban sesuai dengan jenis pertanyaan yang diajukan, dan intensitas rasa ingin tahu yang bersangkutan.
kalo yang bertanya membahasnya dengan serius dan penuh nada kekhawatiran, aku juga menjawabnya dengan serius, dengan nada yang menenangkan.
"tentu saja menikah itu aku pikirkan. tapi kalau belum ada yang bisa diajak berpikir tentang itu, jadinya kan absurd tuh. kayak lukisan abstrak tanpa bentuk. ya nggak?"

nah, kalo yang bertanya nadanya sedikit menggoda, dan biasanya dilakukan tetangga dan tante-tante yang masih muda, serta mengaku udah gatal pengen bantu-bantu kalo Papa-Mama bikin hajatan, aku bilang
"segera, tante. siap-siap rewang ya??"
kalo mereka melanjutkannya dengan tanya
"calonnya siapa? orang mana?"
aku akan menjawab dengan nada yakin
"tinggal satu itu yang saya belum tahu, tante. kalau persiapan yang lain sih udah beres"

kalo yang bertanya menambahi dengan ucapan "jangan terlalu milih-milih"
aku akan bilang "jodoh itu kan Allah yang menentukan, tante. walopun aku milih, kalo nggak sesuai dengan ketentuannya Allah, nggak akan bisa jadi. cuma nggak tau nih, apa masih nyasar atau gimana, kok nggak datang-datang jodohnya. oyah, tante kan udah naik haji... dibandingkan sama aku mestinya doanya tante lebih makbul. boleh titip salam, tolong tanyain jodohku udah sampe dimana?"

tapi jawaban standarnya sih begini
"nanti kalo udah ada kepastian, pasti dikasih tau, Pakdhe (atau panggilan yang lain, disesuaikan dengan yang bertanya). jangan khawatir. pasti dikabarin, bikin press conference dan ngundang orang-orang. belum pernah main ke rumah di Malang kan?"

Rumah Nenek
keluarga besarku berasal dari Pacitan. Papa dan Mama sama-sama lahir dan besar disana. tapi tahun ini, di rumah keluarga Papa sudah nggak ada Mbah lagi karena Mbah Kakung dan Putri sama-sama sudah meninggal. tahun lalu, selain Mbah Putri dari Papa dan Mama, aku masih punya Eyang Putri, nenek buyutku yang juga neneknya Mama.



tahun ini, rumah Mbah Putri dari Mama dan Papa sama-sama kosong. dari keluarga Papa karena barusan meninggal Mei lalu, sementara dari Mama karena pindah ke rumah Bulik. sedih banget deh melihat dua rumah yang dulu begitu hidup dan meriah dan penuh warna, sekarang jadi sunyi senyap dan mati. huhuhu...

tapi memang perubahan itu nggak bisa dicegah ya?
setelah Paklik dan Bulik-ku menikah, pekarangan yang dulunya halaman luas dan jadi tempat menanam buah dan sayur disulap jadi rumah. sementara Mbah Kakung dan Putri semakin tua, sampai akhirnya rumah induk ditutup, menjadi kos-kosan yang sepi tak bertuan selama penghuninya mudik ke kampung masing-masing.

Pantai dan Dermaga





Pacitan itu terletak di tepi Samudera Hindia. lautnya hijau dan ombaknya besar. pasirnya putih. banyak ikan. seumur hidupku, aku selalu ingat, kapanpun bisa makan ikan sebanyak-banyaknya di Pacitan. pas lebaran hari kedua , pasar sudah buka dan aku pergi membeli ikan sama Mama. kami belanja Layur, ikan gurih yang tipis memanjang berwarna perak dengan kepala berbentuk segitiga. tapi di kedai Budhe Karti ada juga Tuna segar (yang pasti enak dibuat Spicy Tuna Salad), ikan Abon, ikan Kakap Merah dan ikan Singapur yang lebih kecil tapi warnanya mirip. selain itu masih ada udang segar yang merona menggoda dan cumi-cumi yang menghitam berkubang tinta.

setiap hari selama di Pacitan, aku selalu pergi ke pantai. berjalan-jalan sepanjang pasir dan membiarkan kakiku basah disapu ombak yang rajin berdatangan.
sayangnya, aku nggak pergi ke dermaga tempat ikan-ikan diturunkan setiap pagi, yang letaknya hanya 200 meter dari tempat pelelangan ikan. abisnya, kapal-kapal itu datangnya pagi banget sih. dan kalo mau ikan yang rasanya masih manis karena baru turun dari kapal nelayan, harus mau duduk tertusuk angin laut yang dingin pada pukul empat pagi!
jadi aku cuma foto-foto aja di deket dermaga. dan juga di pantai.

Tasya Miranda
teman baiknya Mama selama beberapa bulan terakhir. matanya lentik dan senyumnya manis. suka makan kerupuk, es krim dan cokelat. setiap hari ia akan datang untuk melihat ikan di aquarium di ruang tengah kami. dia akan minta seseorang untuk menyeret kursi makan ke dekat aquarium supaya bisa berdiri diatasnya, memandang ikan-ikan dari tempat yang lebih nyaman. dia belum bisa membedakan panggilan untuk Mama dan Papa, jadilah Tasya memanggil Papa dengan "Bu Hanan" instead of "Pak Hanan", hihihi.
maklum, umurnya baru dua tahun setengah. anak Oom Ivan yang jarak tempat tinggalnnya cuma serumah dari rumah Mamaku. selain ikan, dia juga suka kucing, burung dan ayam. terbukti waktu aku ajak pergi ke Pasar Burung di belakang hotel Splendid Inn, dia sibuk mendatangi kandang dan sangkar berbagai binatang sambil bilang "ini kucingnya Chaca. ini ayamnya Chaca. ini burungnya Chaca" satu-satunya binatang yang dia takuti di pasar itu, dan nggak dia tanyakan "itu apa, mbak?" adalah kura-kura. pelukannya mengerat dan agak panik waktu aku menggendongnya melewati kandang kura-kura.
kalo ada Tasya, kegemaranku berkhayal akan tersalurkan dengan baik. dia akan mengajakku naik ke lengan sofa sambil bilang "ayo naik kuda!" dan aku akan berkuda dengannya ke arah tembok. "kita kemana, mbak?" tanyanya.
"kita pergi nabrak tembok" jawabku.



tapi memang ngobrol sama anak seumur dia itu absurd. mungkin seperti bercakap-cakap dengan Andy Warhol. coba nonton Factory Girl, deh. suatu sore aku sedang menyetrika pakaian dan dia ikutan masuk ke dalam kamar yang dulunya kamar adik laki-lakiku. di dinding penuh ditempeli poster klub bola, kesebelasannya, pemain bintangnya dan berbagai logo kesebelasan sepak bola. ampun deh... sesorean aku harus menjawab pertanyaan "itu siapa?" yang nggak ada habisnya. kalo pas ada namanya sih aku tinggal baca. tapi kalo namanya nggak ketulis? aku nggak tega buat kasih jawaban ngawur. Mama yang lewat di depan pintu kamar sambil ketawa bilang
"sabar ya, mbak. nggak boleh capek jawabnya, dan nggak boleh nggak dijawab lhoo"
yeah, rite.

dua hal yang paling aku ingat dari Tasya Miranda adalah suara tawanya yang khas dan serak basah "Hohoho" dan seruannya waktu masuk ke dalam rumah, atau waktu ada yang mengganggunya. "Hoy!".
hihihihi, dik Tasya boleh main bajak laut sama mbak Ina, kalo gitu. ahoy matey!

KFC?
bangunan ini aku temukan di Taman Dayu, di tengah-tengah jalan antara Surabaya dan Malang. sebetulnya dulu Taman Dayu itu komplek perumahan yang punya konsep keren banget. mendekatkan diri pada alam, serba natural dan hijau dan sehat. tapi karena ternyata orang-orang yang punya gaya hidup seperti itu dan punya duit untuk beli rumah disitu jarang yang bersedia tinggal di tempat yang out of nowhere, trus udah gitu ada kolam lumpur raksasa yang bikin ribuan orang maleeeeessss banget kalo harus melewati jalan panjang nan macet antara Surabaya dan Malang (tepatnya di sekitar Porong) jadilah Taman Dayu bergeser kelas menjadi komplek perumahan yang nggak ada bedanya dengan komplek lain yang lebih murahan.
itu sih analisaku digabungkan dengan analisa Papa soal keberadaaan KFC yang bentuknya nggak banget di bagian depan kompleks Taman Dayu ini. arsitekturnya menggabungkan antara kubah masjid dengan La Sagrada Familia. hasilnya?
bisa dilihat sendiri.





wah!
tidak terasa sekarang udah sore banget yaaa... padahal tulisan ini tadi kumulai waktu tengah hari. disambil dengan angkat telepon, meeting informal, chatting, balas pesan-pesan di facebook, dan memikirkan ide untuk copywriting satu iklan. tentu saja idenya masih belum dapat. jadi harus diteruskan dengan bertapa di kamar malam ini, sambil membongkar bahan yang sudah terkumpul.

Minal Aidin wal Faidzin yaaa...
Maafin aku lahir dan batin atas segala salah kata, salah kutip dan salah tulis di blog ini. juga kalo-kalo ada yang nggak berkenan di shoutbox dan gambar-gambarnya.

Monday, October 01, 2007

cumi goreng tepung

sepanjang Ramadhan ini, aku lebih sering memasak sendiri di rumah, daripada beli makanan jadi di warung. kalau waktunya harus tetap di kantor sampai selepas waktunya buka (yang juga beberapa kali terjadi) atau ada undangan berbuka puasa bersama (walaupun yang mengajak makan bersama belum tentu juga berpuasa), itu bisa dihitung sebagai berkah Ramadhan, karena gratisan!

jangan tanya apakah aku bisa masak. tapi jangan juga meragukan kemampuanku. masakanku memang sebaiknya hanya aku sendiri yang makan karena pertama, penampilannya suka nggak kompak, sama sekali nggak sesuai dengan rasanya. dan kedua, aku takut ada yang keracunan:D
tapi sebetulnya minggu lalu aku udah ada kemajuan. waktu bikin pudding dengan resepnya Bara Pattiradjawane, 5 orang lain yang ikut menghabiskannya kelihatan masih sehat-sehat aja sampai sekarang.

nah, beberapa hari yang lalu aku mencoba membuat cumi goreng tepung, tanpa melakukan riset secara seksama, bagaimana sebaiknya memperlakukan, membumbui dan menggoreng cumi itu. akibatnya, berantakan. cuminya amis nggak karuan, bentuknya lebih seperti potongan jantung pisang daripada cumi. jangan tanya kok bisa jadi hancur gitu bentuknya, karena aku juga nggak tau sebabnya. pokoknya kacau deh.

hari ini aku membaca-baca resep di internet dan menemukan kalo ternyata bikin cumi goreng tepung memang nggak semudah yang aku pikir sebelumnya. ada proses ini itu yang harus dikerjakan, dan cukup memakan waktu. pantesan kalo beli harganya mahal. ternyata itu sebabnya.

moral of the story... mendingan minta ditraktir cumi goreng tepung ajah!

Saturday, September 29, 2007

I hope you wore Red yesterday



And if the darkness is to keep us apart
And if the daylight feels like it's a long way off
And if your glass heart should crack
And for a second you turn back
Oh no, be strong



You're packing a suitcase for a place none of us has been
A place that has to be believed to be seen
You could have flown away
A singing bird in an open cage
Who will only fly, only fly for freedom

Walk on, walk on
What you've got they can't deny it
Can’t sell it, can’t buy it
Walk on, walk on
Stay safe tonight

And I know it aches
And your heart it breaks
And you can only take so much
Walk on, walk on

Lyrics by U2.Walk On. From the album "All That You Can't Leave Behind
Images taken from NYT website

Thursday, September 27, 2007

yang tertinggal dari minggu lalu

yang sedang memegang kamera itu Jim Goldberg, salah satu anggota Magnum Photo yang prestisius dan pemenang Henri Cartier-Bresson International Award 2007. Jim kedua yang aku kenal setelah Jim Geovedi. di sebelahnya, berdiri Doug Dubois. Dubois kedua yang aku ketahui setelah Eugene Dubois, yang mengumumkan penemuan Pithecanthropus erectus.

pertemuan dengan Jim dan Doug terjadi secara tidak terduga pada suatu Sabtu siang yang berangin di awal bulan Ramadhan. sampai kadang-kadang aku merasa, selain penuh berkah, Ramadhan di Bali lebih menantang karena begitu banyak godaan terhidang. misalnya menemani Jim dan Doug makan siang:D

menyaksikan fotografer hebat yang sedang bikin foto-foto di Bali untuk New York Times ini memang menakjubkan. luar biasa. aku terkagum-kagum sampai lupa ngajakin foto bareng.
ah!

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...