Thursday, July 24, 2008

rasa jogja

buat orang-orang yang punya ingatan fotografis seperti Karl Lagerfeld, sangatlah mudah untuk merekam segala hal yang terjadi di sekitar mereka melalui mata. maka tak heran, Lagerfeld menghabiskan hari-harinya di usia dua puluhan dengan duduk manis dalam penampilan yang selalu overdressed di salah satu meja di Café de Flore, membalik-balik majalah fashion sambil terus menerus membuat sketsa, merekam setiap orang yang lalu-lalang, matanya mencatat pakaian yang dikenakan setiap orang yang ditemuinya, mengamati setiap perubahan, setiap nuansa.

aku penasaran apakah dia pernah mengalami keadaan otak yang berkelimpahan gambar seperti yang kualami beberapa hari yang lalu saat berada di Jogja?

selama tiga hari itu, aku melihat terlalu banyak karya, membaca terlalu banyak ulasan tentang seni, bertemu terlalu banyak orang (baca seniman) baru, dan akhirnya, prosesor otak ini seperti kehilangan kecepatan bergerak.

dan saat perekam gambarku agak malas bekerja, justru perekam rasa yang jadi lebih aktif.

di pagi saat kedatanganku, aku disambut oleh nasi putih hangat yang ditemani tumis pare bercampur tempe, ikan nila goreng kering dan tempe goreng. siangnya, di dekat ISI Jogja aku makan gado-gado yang enak banget. katanya sih, gado-gado ini adalah cabang dari penjual yang sama, yang sudah lebih dulu beroperasi di Colombo. daerah Colombo, maksudnya, bukan di Sri Lanka.
malemnya, berpedas-pedas makan bawal dan tempe penyet. sambelnya itu loh, tak terlupakan. pedas yang menendang dan sangat mengena di lidah, apalagi ditambah dengan sariawan yang waktu itu lagi nempel di sisi kanan lidah. lengkaplah sudah.

eh, setelah itu terima sms kalo ada yang badannya solider sama aku. dan ikutan sariawan juga. *terharu*

hari berikutnya, sarapan paginya nggak kalah seru.
tau daun pepaya 'kan? mungkin banyak yang nggak suka karena rasanya yang pahit luar biasa. tapi pagi itu, aku makan buntil daun pepaya, bersama dengan sate sapi yang manis gurih, dan telur mata sapi. sapi yang kedua nggak ada hubungannya sama sapi yang pertama. tapi kenapa telur ceplok namanya mata sapi yah? kenapa bukan mata hewan lain? macan atau jerapah, misalnya.

lalu siangnya, aku ada meeting marathon di Jalan Kaliurang. ditemani oleh Thai beef salad, jus semangka dan iga bakar bumbu kecap, sambel ijo dan sup sayuran. obrolan yang berat-ringan dengan berganti-ganti orang nggak mengurangi kenikmatan makan siang itu. yang jadi masalah hanya satu. pisau yang diberikan padaku lebih tepat disebut pisau roti.

malamnya aku makan soto ayam kampung yang katanya bikinan surabaya, sambil nungguin waktu masuk ke dalam bioskop untuk nonton Kung Fu Panda.

di hari terakhir, aktivitas pagi dimulai dengan gudeg lengkap. suwiran ayam opor, sambel goreng krecek, cabe utuh yang memudar jadi oranye karena panas selama terjerang di atas api... semua yang mengingatkan kita pada gudeg, dan kelezatannya.
siangnya, aku menemukan soto ayam kampung lagi. kalo yang ini sih gaya Jogja, dengan berbagai tambahannya seperti sate telur puyuh, tempe goreng, dan juga potongan paha serta dada ayam yang digoreng. enak juga!

*ngelirik ke atas*
akibat lapar yang menyerang setiap dua jam sekali ini, segala makanan terasa enak, enak juga dan enak banget. uhm, apa sebaiknya makan cookies dan minum susu hangat sebelum tidur malam ini yah?

No comments:

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...