Tuesday, October 21, 2008

ini adalah reminder

dari Butet Manurung aku tahu kalau airport tax di Bandara Sultan Thaha di Jambi adalah Rp 8000 waktu mengumpulkan bukti-bukti perjalanannya. dan aku jadi makin kagum setelah mengetahui kalau untuk keluar dari hutan tempatnya bekerja bersama Orang Rimba, setelah berjalan kaki berjam-jam Butet harus naik ojek cukup jauh, lalu naik travel lebih jauh lagi sebelum sampai ke bandara. Butet yang manis dan pembawaannya tenang ini benar-benar luar biasa.

Butet, adalah salah satu penulis Indonesia yang diundang dalam Ubud Writers and Readers Festival 2008. dan ia juga salah seorang yang setiap hari, minimal dua kali sehari, akan menerima sms-ku yang diawali dengan Ini adalah reminder. kata-kata berikutnya bisa apa aja. mulai dari sesi yang sebaiknya dihadiri, acara khusus yang mengundang beberapa penulis tertentu, sesi tambahan yang jadualnya berbeda dengan yang ada di buku program, dan lain sebagainya.

tugasku sebagai LO penulis Indonesia sebenarnya lebih seperti bergerak dari balik layar, kalo nggak bisa disebut kalong, karena mereka baru akan bertemu denganku setelah malam tiba, paling nggak setelah jam 6 sore. aku biasanya ikut serta di acara peluncuran buku, acara gratis untuk masyarakat, atau special events, karena jam-jam sesi utama terjadi saat jam kantor, yang tidak bisa kutinggalkan.

agak sayang sebenarnya, karena misalnya, aku jadi hanya menyaksikan hanya satu sesi-nya Guntur yang selalu penuh dipadati peminat dan kabarnya sempat berisi insiden soal penerjemahan yang membuat beberapa orang tersinggung berat. ah, aku kelewatan drama-drama yang seru begitu (maklum ya, yang aku tonton di TV cuma infotainment. kalau ingat)

pada hari pertama, dalam listku sebenarnya hanya ada 4 penulis saja. aku ketemu mereka secara singkat, tukeran nomor hp, lalu berpisah lagi dan sejak itu terhubung lewat sms dan telepon. tapi sejak hari pertama itu, sedikit demi sedikit daftarku berkembang. memasuki hari ke-3, aku sudah menjadi penghubung antara nyaris seluruh penulis Indonesia dengan manajer program Indonesia.

sejak itu, jempolku semakin miring karena kebanyakan mengetik sms. lalu mas Triyanto Triwikromo bisa berkomentar "smsmu selalu dimulai dengan 'ini adalah reminder'...".
tapi nggak sia-sia juga jempol miring ini. aku jadi tahu siapa saja yang akan datang memenuhi undangan dan jadual dan siapa saja yang berhalangan, seperti Reda Gaudiamo yang tiba-tiba mengalami masalah pencernaan, lalu harus istirahat setengah hari dan dengan terpaksa melewatkan Street Carnival di Jalan Gootama.

penting, karena dengan mengetahui siapa yang berhalangan, aku lantas bisa mengalokasikan penulsi lain untuk mengisi kekosongan itu. juga penting buat penulis karena mereka bisa mengirim pesan SOS jika sewaktu-waktu memerlukan sesuatu, mulai dari transportasi yang agak-agak susah diatur rapi karena di Ubud nyaris nihil transportasi umum, salah jalan dan keterusan seperti yang dialami Lily Farid waktu mencari SMP Ubud, atau saat Ayu Utami kesulitan menemukan tempat membeli oleh-oleh, sampai seruan untuk pertolongan pertama pada kesepian dan kebuntuan komunikasi.

seperti terjadi pada acara khusus In Praise of Wine and Women.
"apa nggak ada volunteer atau siapa yang bisa menemaniku? aku tenggelam dalam lautan orang asing" kata Dino Umahuk, penyair romantis-gombal (bisa juga disebut lebai) asal Ambon yang sekarang tinggal di Aceh, lewat sms. "aku mau menemanimu, tapi aku belum mandi" jawabku sebelum datang bersama tim SAR ke Casa Luna dua puluh menit kemudian.

agak mirip dengan kecemasannya tentang 'bagaimana cara pulang ke Ubud' waktu seharian berada di Denpasar untuk mempersiapkan acara pembacaan karya oleh Landung Simatupang di hadapan anak-anak SMU, dimana Dino harus menyanyikan musikalisasi puisinya. lagu yang kemudian mendadak jadi hits di kalangan penulis Indonesia, dan para penggembiranya.
Lagu doti-doti!

sejak itu, kami seperti menemukan bakat terpendam. para siswa SMU yang manis-manis merubungnya untuk berfoto bersama dan memintanya menandatangani antologi sastra UWRF. maka ia yang berangkat ke Ubud sebagai penyair, pulang ke Aceh dengan kemungkinan menjadi biduan, setidaknya kalau Linda Christanty jadi memproduseri-nya.

nah, waktu acara Street Carnival, secara tak sengaja, kupasangkan dia dengan Iyut Fitra, yang ternyata bisa menjadi tandem duet mautnya. kita bisa menyebutnya Fitra-Umahuk, seperti Abbot-Costello, atau Muller+Hess, atau bahkan Glenn Fredly-Dewi Persik (coba ketik 'duet maut ' di google). yang satu memainkan lagu sendu pada gitar, yang satu lagi berdiri membacakan puisi, baik itu puisinya sendiri, maupun puisi pasangan duetnya yang sedang menyanyi. pertunjukan ini ternyata digemari banyak orang. seluruh isi Jalan Gootama tumpah ruah ketika pertunjukan ini diteruskan, sampai akhirnya dihentikan.

hingga malam terakhir, ketika satu demi satu mereka mengkonfirmasi jadual penerbangan untuk meninggalkan Bali, aku masih dikirimi dan mengirim berbagai jenis sms dan menelepon kesana kemari. sampai lewat tengah malam dan dini hari menjelang waktu mereka mulai berpamitan. selamat jalan Mashuri, Faizi, kang Ahmad Tohari, Azhari, Dyah Merta, dan Andrea Hirata. terima kasih banyak, I'm having a great time!

1 comment:

Unknown said...

Sungguh menyenangkan seperti anda yang memiliki banyak teman dan selalu dapat memberikan yang terbaik kepada teman-teman nya. Saya yakin anda melakoninya semua peran dengan rasa yang sangat tinggi. Sangat menyenangkan dapat melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Salam

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...