Saturday, August 01, 2009

adventure series: study, culture and identity



hingga saat pertama kali kakiku menjejak pelataran gedung Drift 21 dan 23 tempat Summer School berlangsung, aku selalu membayangkan yang indah-indah saja tentang bersekolah di luar negeri. pergi ke tempat yang jauh, yang lebih terdengar bagaikan tamasya. hidup di tempat yang sama sekali berbeda, yang diterjemahkan sebagai ratusan lembar foto bernuansa Eropa. memakai bahasa Inggris dan belajar bersama dosen yang easygoing serta teman-teman dari berbagai latar belakang dan warna.

yeah, this is a perfect description of a movie set which combines 90210, Dawson's Creek and Gossip Girl. and if your study is related to witchcraft and wizardry, you can put Harry Potter series on the list. not to mention extra music from Hairspray and High School Musicals.
oh, the list is infinite


cukup aku aja deh yang punya bayangan tolol kayak begitu. bisa kuliah di luar negeri itu bukan sekedar tujuan, tapi adalah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh kerja keras, bersimbah peluh dan kadang air mata.
dari apa yang aku alami, Utrecht Summer School is a big deal. puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh penjuru dunia datang ke kota ini untuk mengisi liburan musim panas mereka dengan mengambil kelas (yang salah satunya) European Culture and Identity. dengan kelas ini, mereka akan bisa mendapatkan 4 kredit, yang bisa ditransfer ke universitas mereka masing-masing. dari pengakuan beberapa diantara mereka, universitas tempat mereka kuliah mendorong mereka untuk melakukan hal semacam ini. di kelasku aja ada beberapa mahasiswa dari University of Florida, Oklahoma, Hong Kong University, Chinese Hong Kong University, Salzburg, dan seterusnya, dan seterusnya...

kuliah biasanya dimulai pada jam 9 pagi, dan seluruhnya baru selesai sekitar jam 4 sore. di sela-selanya tentu ada waktu untuk ngemil dan makan siang, tapi banyak juga yang mempergunakannya untuk membaca bahan kuliah, menulis paper, bikin riset untuk tugas dan kerja kelompok. jadwal yang cukup padat dan tugas-tugas yang datang silih berganti selain ujian di akhir summer school yang durasinya sekitar 14 hari ini membuat setiap orang harus bekerja keras supaya bisa berhasil dengan baik di kelas.

aku makin sadar waktu harus bikin essay 500 kata untuk membuktikan bahwa Arsitektur bukanlah contoh yang tepat untuk menjelaskan ketegangan antara romantisme dan positivisme. after collecting resources here and there, I practically spent almost 24 hours to read and discuss my findings with my roommate, before each of us found plenty sentences to make a decent paper and prepare ourselves for a solo debate in the class the next day. aku beruntung karena setelah kelas dibagi menjadi 6 kelompok besar, aku dan Hee Rim --teman sekamarku, secara nggak sengaja mendapat judul paper yang sama, jadi kami bisa diskusi bareng dan nulis papernya berdasarkan preferensi masing-masing.

however, the debate itself was tough.
dan aku rasa seluruh mahasiswa di kelompok seminarku sepakat kalau kami berdua sama-sama gigih, dan karenanya pantas dapat sekantong kue yang enak sebagai hadiah karena menyajikan debat terbaik di kelas. fiuh!



ada satu kelas yang jadi highlight buat aku adalah tentang Agama dan Ritual di Eropa dan Bahasanya, yang aku dapatkan waktu kami sekelas pergi ke Belgia. Summer Course-ku yang judulnya "European Culture and Identity" ini diselenggarakan bersama oleh Utrecht University dan University of Antwerp. di tempat yang kedua itulah, aku mendapat penjelasan tentang perkembangan kehidupan di Eropa, yang seiring dengan perkembangan agama dan bahasa yang dipergunakan, terjadi pula perubahan pada bentuk perkotaannya. ini agak sulit dijelaskan dengan kata-kata karena memang sifatnya sangat 'lokal' dan harus dialami sendiri supaya bisa menyerapnya dengan pas. lagian, kesadaranku akan hal ini nggak hanya datang dari kuliah aja, tapi juga dari apa yang aku lihat di beberapa kota yang sempat aku datangi, dan museum-museumnya.



jadi gini, agama Kristen sebetulnya mulai berakar di Eropa pada masa Romawi, karena kiprah Constantine I yang menganjurkannya. perkembangannya yang sangat luas kemudian mempengaruhi kebudayaan Eropa. terbukti, museum seni di seluruh Eropa memajang lukisan dan patung dari masa Renaissance dan seterusnya, yang sebagian besar adegannya diangkat dari cerita-cerita dalam injil, atau kisah yang berkaitan dengannya. hal ini juga mempengaruhi arsitektur, misalnya yang terus bisa kita saksikan sekarang adalah bangunan gereja yang arsitekturnya bisa dikenali mulai dari gaya Romawi, Gothic, Art Nouveau, Art Deco dan seterusnya. lalu, agama jugalah yang mendorong terjadinya penjelajahan samudera yang mengantarkan pada berdirinya misi gereja di berbagai belahan dunia dan dalam banyak hal, pada akhirnya penjelajahan itu mengantarkan pada terjadinya kolonialisasi. kolonialisasi yang kemudian memberi mereka modal besar untuk membangun dan tumbuh jadi negara yang maju. pengaruh ini aku saksikan di semua kota yang aku datangi, dan makin kusadari waktu aku pergi ke museum. duduk di kelas pada hari itu, rasanya aku tercerahkan.

dalam gambarku ini, bisa dilihat bahwa meskipun strukturnya mirip dan kental dengan nuansa Kristen, bangunan-bangunan yang aku ambil gambarnya ini tidak semuanya gereja. ada Peace Palace di Paris yang terletak di depan Saint Chapele, gereja yang disebut-sebut dan hadir dalam novel dan film 'Da Vinci Code', lalu ada gedung universitas, dan bahkan Binnenhof, pusat pemerintahan Belanda. keindahan arsitektur luar dalam ini menunjukkan betapa agama bisa jadi pemicu berkembangnya sebuah peradaban, terutama pada masa dimana segala kegiatan memang dimaksudkan sebagai bagian dari ritual keagamaan. bukan begitu?

dua lukisan yang aku pasang disini aku lihat di Musée du Louvre. yang pertama karya Raphael, dan yang kedua adalah karya Veronese, yang dipajang di seberang Monna Lisa. lukisan 'Coronation of The Virgin' menggambarkan peristiwa saat Bunda Maria naik ke surga dan dinobatkan menjadi Ratu, sementara 'The Wedding Feast at Cana' adalah peristiwa di mana Yesus dan pengikutnya diundang ke pesta pernikahan di Cana, lalu anggurnya habis. saat itulah Yesus meminta supaya orang-orang mengisi gentong dengan air dan Yesus mengubah air dalam gentong itu menjadi anggur. itu adalah mukjizat pertamanya.

terlalu banyak yang harus diceritakan tentang ilmu dan pencerahan. jadi aku pikir sebaiknya kamu pergi sendiri dan belajar juga di Belanda.
*wink*

3 comments:

roomzy said...

andaikan aku bisa sekolah di belanda...

Ranti Miranti said...

bagus tulisannya... ;)

menjadikosong said...

wara-wiri ke blogmu seakan tak pernah bosan, I enjoy every words

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...