PT. KAI berencana menghapuskan Kereta Ekonomi dan mengganti semua armada kereta api yang melayani penumpang di Jabodetabek dengan Kereta Rel Listrik atau yang selama ini dikenal sebagai Commuter Line. dan seperti sudah bisa diduga, protes dan sanggahan atas rencana ini membanjir. argumen utama para pemrotes adalah karena Kereta Ekonomi masih banyak diperlukan oleh kalangan bawah, yang tidak mampu. menghapuskan layanan Kereta Ekonomi dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil, pada masyarakat bawah.
buat yang belum pernah naik Kereta Ekonomi Jabodetabek, harga karcisnya adalah 1000 rupiah. dengan membayar harga ini, orang yang tinggal di Jakarta bisa pergi ke Depok, Bogor, Tangerang atau Bekasi, dan sebaliknya. perjalanan yang makan waktu 2-3 jam dengan mobil bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam saja. betapa murah!
dengan membayar 1000 rupiah, orang bisa naik kereta diesel yang tua, yang sudah lama sekali beroperasi dan sering rusak karena renta, sesuai umurnya. kereta-kereta ini pintunya nggak bisa ditutup lagi. sebagian karena engselnya karatan, sebagian karena macet dan rusak, sebagian lagi karena memang sebaiknya nggak ditutup. kenapa?
karena di dalam kereta suasananya kayak ketel uap. jendela nggak bisa dibuka. yang terbuka nggak bisa ditutup karena kacanya pecah. kipas angin tinggal sisa kerangkengnya aja. begitu pula dengan lampu. banyak orang yang ogah berdesak-desakan di dalam kereta ini. mereka lebih memilih berkerumun di dekat pintu, walaupun di bagian dalam belum terlalu penuh. paling tidak dekat pintu, masih ada sekelebat angin yang bisa mereka rasakan.
buat mereka yang mau lebih kena angin lagi, akan memilih naik ke atap gerbong kereta. apa mereka nggak takut jatuh lalu mati? ah, mati itu urusan Tuhan. pemerintah pun nggak boleh mengganggu kegiatan menumpang kereta di atap gerbong. suatu kali PT. KAI memasang bandul-bandul besar yang mencegah orang naik ke atap kereta. mereka yang menentang bilang upaya ini sebagai melanggar hak asasi penumpang yang ingin duduk di atap.
apakah mereka membeli karcis? sebagian besar tidak. buat apa beli karcis kalo bisa gratisan 'kan?
berhubung keadaannya begini, makin lama Kereta Ekonomi makin nggak karuan bentuk dan rupanya. makin sering rusak, berarti biaya perawatannya makin mahal. tapi karena tiketnya hanya 1000 rupiah dan banyak yang nggak bayar, biaya operasional yang harus ditanggung PT. KAI tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan dari karcis. kalau harga karcis dinaikkan, tentu nggak sebanding pelayanan, bentuk dan rupa kereta yang didapatkan dengan harga karcis yang harus dibayar.
sebetulnya, untuk perjalanan sejauh itu, harga karcis 1000 rupiah masuk akal nggak sih?
menurutku kok nggak, ya? bandingkan dengan ongkos naik angkot atau bis kota. sangat tak sebanding. tapi kereta sudah terlanjur lengket dengan cap murah dan transportasi rakyat. walaupun harga karcisnya udah keterlaluan murah, dinaikkan pun ongkosnya tak boleh. tak semua rakyat mampu dan mau membayar!
dan orang jadi protes lebih karena mereka bisa protes. siapa yang pernah protes atas tarif ojek yang semena-mena dan lebih mahal daripada tarif taksi? ada yang pernah protes ke Gedung DPR dan Bundaran HI karena ini?
rencana PT. KAI adalah mengganti gerbong-gerbong Kereta Ekonomi dengan gerbong baru yang ber-AC. yang bersih, lebih aman dan nggak bolak-balik rusak. yang pintunya bisa dibuka, yang toiletnya berfungsi dan bersih. konsekuensinya? harga karcis kereta akan naik, menyamai harga karcis Commuter Line saat ini. tapi ya gitu, banyak yang protes.
menurutku, kasus ini adalah satu saja dari sekian banyak kasus yang mirip. bahwa setiap kali, kita diingatkan untuk membela kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat miskin, kepentingan orang yang tidak mampu, kelas bawah.
yang mau kutanyakan sekarang, siapa sih rakyat miskin itu? dan apakah mereka benar-benar perlu dibela?
sampai ketika menulis postingan ini, aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang lupa, bahwa ada biaya operasional dan maintenance yang harus dibayar. kalau bahasa financial planner, mereka akan bilang "angka nggak akan bohong"
makanya menurutku, yang paling masuk akal adalah; pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk membangun infrastruktur transportasi massal, termasuk perbaikan, perawatan rel kereta dan gerbong kereta api, serta membayar sebagian biaya tiket kereta, supaya masih tetap ada Kelas Ekonomi. nah, harga tiket untuk Kelas Ekonomi bisa tetap lebih murah, tapi harus lebih mahal daripada sekarang, katakan 4 atau 5000, jadi lebih memper, gitu.
terakhir, dan ini yang paling penting: yang sebetulnya mampu bayar tiket KRL 8000, jangan pura-pura nggak mampu. gengsi, dong!
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
No comments:
Post a Comment