Wednesday, August 29, 2007

govinda

waktu dia pergi keluar negeri, aku minta dibawakan spot wand, semacam kosmetik untuk menghilangkan noda-noda di wajah. tadinya aku nggak menyangka cowok akan mau dititipi benda semacam itu. tapi dia menyanggupi.

waktu pulang, dia tidak berhasil menemukan benda yang aku maksudkan. dia bilang, dia sudah bertanya pada penjaga toko di setiap pusat perbelanjaan yang didatanginya, tetapi hasilnya nihil. mereka malah menyarankan padanya untuk pergi ke sebuah toko yang cukup terkenal. dia tahu, aku juga memakai produk dari toko itu.

lalu aku membuka bungkusan yang diulurkannya. dia memberiku concealer.
"fungsinya sama kan?" tanyanya.
aku mengangguk sambil bergumam tak jelas. bagaimana caranya menjelaskan perbedaan mendasar antara spot wand dengan concealer pada seorang laki-laki (yang nggak dandan), tanpa membuatnya merasa gagal menemukan barang yang tepat?

aku perhatikan lagi concealer itu tanpa membukanya. aku tau benda ini mestinya datang dengan berbagai tone warna yang nyaris sama dan hanya dibedakan oleh angka.
"kenapa milih warna yang ini?" tanyaku padanya
"kan itu warna kulit kamu" katanya dengan ringan, seperti menceritakan hal yang sudah jelas. gitu aja kok pake nanya sih? kira-kira gitu deh.

dan aku tersenyum. kamu memang laki-laki yang sensitif dan bisa mengerti perempuan, mas. nggak heran ada sederet nama (termasuk aku) yang rajin mendatangimu waktu perlu curhat. tapi kok masih belum ada yang bisa membuatmu berlabuh dan meletakkan sepeda juga kamera pada prioritas ke-sekian ya?

Thursday, August 23, 2007

ini Pak Nasir yang itu

aku disambut dengan senyum oleh tiga orang yang duduk di meja itu. tentu saja aku segera mendatangi Azlina, karena padanya aku berjanji untuk datang dan menemui teman-temannya dari Jakarta yang sedang ada di Ubud.

"this is Laura" katanya memperkenalkan gadis muda yang sibuk dengan pensil dan buku sketsa. wajahnya separuh asing namun bernuansa Asia. pastilah ia berdarah campuran.
"ini Pak Nasir" lelaki separuh baya itu tersenyum dan mengulurkan tangannya yang hangat.

aku duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, membaca menu yang disodorkan pelayan, memesan dan mulai terlibat dalam percakapan mereka. Laura masih sibuk berkutat dengan pensil dan buku sketsanya. sudah bertahun-tahun aku tidak menganggap sikap seperti itu sebagai tidak sopan. seniman yang baik adalah seniman yang mencurahkan hidupnya untuk berkarya.
seperti yang ditulis Laura di sampul buku sketsanya.

home is here.
home is where a pen is near.

ketika Pak Nasir bercerita mengenai "Tribute to Rumi" yang sedang dipersiapkannya untuk Ubud Writers and Readers Festival, barulah Laura bereaksi. tampaknya dia sudah Rumi overloaded, karena selama lebih dari sebulan ini, ia terus menerus mendengar Pak Nasir bicara mengenai Rumi, pada siapapun yang duduk dengannya. "No more Rumi!" katanya sebelum memutuskan pindah ke meja di sebelah.

kami tertawa.
sejujurnya aku hanya tau sedikit sekali tentang Rumi. dan sempat berpikir untuk mencari tahu lebih banyak. aku membuat mental note untuk membaca karya Rumi. segera.

pesananku datang dan aku mulai makan. sebenarnya, mereka sudah lebih lama sampai dan sudah menyelesaikan makan malam, karena aku lebih dulu menyempatkan datang ke pembukaan pameran "Luminescence"-nya Tisna Sanjaya di Tonyraka Gallery. sambil makan aku sempat bercerita tentang diriku, latar belakangku dan pekerjaanku pada Pak Nasir.

tampaknya ia tertarik, karena kemudian memutuskan untuk datang ke Komaneka hari ini.

ia kemudian bercerita tentang biografi seorang tokoh yang tengah ditulisnya. mula-mula aku mengalami kesulitan mengingat nama perempuan yang fotonya ia tunjukkan. tapi kemudian aku ingat, setelah ia memberi petunjuk tambahan. wah! dari cerita Pak Nasir, perempuan ini hebat sekali. dan dia pasti bukan penulis sembarangan kalau sampai mendapat kesempatan menulis biografinya.

Laura baru kembali ke meja kami setelah seseorang nyaris memindahkan kursinya yang saat itu kosong ke meja yang lain. ia lalu menunjukkan gambar yang dibuatnya. potret diri dengan kedua tangan tertangkup di telinga, meneriakkan "NO MORE RUMI!" dengan bulan sendu yang separuhnya tertutup awan di latar belakang. sementara di bagian bawah gambar dirinya, ia menulis "I was raw, I got baked and sold at Casa Luna"

kami semua tertawa melihatnya. Casa Luna itu Restoran dan bakery di Ubud, kalo ada yang nggak tau. dan adalah Rumi yang berkata "I was raw, I got cooked, I burned"

Laura kemudian menunjukkan buku sketsanya. karena Pak Nasir bilang kalau aku manager galeri seni dan mengkurasi pameran juga. sambil melihat drawing didalamnya, kami mulai bicara tentang Takashi Murakami. aku bilang padanya kalau menurutku Takashi adalah salah satu seniman paling penting di Asia saat ini karena karyanya merangkum pop culture, media massa dan sub culture sekaligus. karya-karyanya menjelaskan bagaimana generasi yang tumbuh pada dekade 80'an dan seterusnya dibesarkan di depan televisi, oleh kartun, anime dan manga. dan fenomena ini menurutku, tidak hanya terjadi di Jepang, tapi juga beberapa negara lain di Asia Timur dan Tenggara.
*lirik-lirik id-anime*

sampai kemudian aku menemukan salah satu halaman buku sketsa Laura berisi gadis berusia belasan, dengan ekspresi yang mengingatkanku pada Usagi Tsukino, yang bilang "Leo, do you, do you, do you want to?"
and I simply said "Franz Ferdinand"
Ha! kami ternyata sama-sama suka 4 cowok Scottish yang tergabung dalam grup post-punk itu:D

sementara Pak Nasir berurusan dengan bill (he said jokingly "di negara ini, membayar bill adalah urusan laki-laki"), Laura menulis alamat emailnya untukku, karena aku berjanji merekomendasikan bacaan tentang Takashi Murakami untuknya. ia menulis. Laura-NASIR TAMARA.

aku tertegun.

pantas wajah itu terasa familiar.
bertahun-tahun yang lalu, waktu masih SMP, setiap hari aku membaca artikel-artikel yang ditulis oleh Nasir Tamara, karena kami langganan koran Republika di rumah dan ia menjadi editor disana. wawasan dan pikiranku tumbuh bersama tulisan-tulisannya. aku belum sepenuhnya memahami apa yang kubaca saat itu, tapi setidaknya, tulisan Nasir Tamara yang paling mudah dibaca. dan tentu akibat kelihaian kamera, aku mengira ia lebih jangkung daripada waktu aku bertemu langsung dengannya tadi malam. dulu juga rasanya ia lebih kurus:p

it was nice meeting you, Pak Nasir.

Tuesday, August 21, 2007

I'm only happy when it rains

hujan yang nggak habis-habis sejak selepas tengah malam tadi, udara yang dingin menusuk tulang, orang-orang kantor sebelah yang permintaannya aneh-aneh dan telepon-telepon nggak penting sepanjang hari ini sukses bikin otakku membeku, lalu terus-terusan pengen ngemil. tapi kok ya pas Florentine Cookies-ku habis dan persediaan cemilan yang lainnya nggak dibawa hari ini.

bengong menatap tetes air jatuh diatas daun Heliconia Oranye di depan jendela. daun bambu dan daun kelapa juga basah kuyup terguyur hujan. di depan pintu duduk seorang cowok bule yang jangkung dan kurus, berkaus merah dan lagi bengong. sama-sama menatap langit yang sendu kelabu.

entah dari mana datangnya, di kepalaku melayang potongan lirik-lirik lagu yang disangkut-sangkutkan sama hujan. mungkin ini sisa kenangan waktu jaman sekolah dulu, suka menulis ulang dan menghafalkan lirik lagu, sambil menebak-nebak artinya, karena kalo diartikan pake kamus satu demi satu, setelah disambungkan malah jadi aneh.

malu-malu aku bertanya pada Oom Google dan katanya, ada sekitar 800 lagu yang bercerita tentang hujan, lebih dari 50 diantaranya berjudul Rain saja. dan ada lebih dari 5000 judul album yang didalamnya ada lagu yang pake kata hujan. tapi ini kan terbatas untuk lagu berbahasa Inggris dan mungkin berasal dari Amerika Serikat dan Inggris aja. jadi bangsanya "Tik...tik..tik...bunyi hujan diatas genteng" (lagu ini apa sih judulnya?) dan "Hujan di Malam Minggu" atau "Mendung Tak Berarti Hujan" (aduh, ini kok lagunya nggak ada yang keren sih) nggak termasuk dalam daftar ini.

salah satunya adalah lagu yang mengiringi masa pertumbuhanku, "November Rain" dari band legendaris yang nggak mungkin kamu nggak tau. itu adalah saat-saat aku duduk di depan televisi, mengagumi mata Gilby Clarke yang senantiasa berasap (smokey eyes), legam oleh eyeliner dan maskara.

'Cause nothin' lasts forever
And we both know hearts can change

And it's hard to hold a candle
In the cold November rain
We've been through this such a long long time

Just tryin' to kill the pain

inget nggak gadis berpakaian pengantin yang ada di dalam video klip lagu itu. cakep banget ya? dan katanya sih pas dia jadi model di klip itu dia masih pacaran sama Axl Rose.
mulailah aku bergosip:p

lalu disaat-saat itu juga, lagi heboh-hebohnya lagu "No Rain" dari band yang sampe sekarang masih nggak kupahami kenapa namanya begitu. Blind Melon. emang ada gitu melon yang bisa melihat, mengedip dan melirik?
sebenarnya lagu ini sama sekali nggak bercerita tentang hujan, karena toh judulnya aja nggak ada hujan. tapi memang lagunya bagus, dan ada kata-kata hujannya. nggak papa kan kalo diceritain juga?

All I can say is that my life is pretty plain
I like watchin' the puddles gather rain

And all I can do is just pour some tea for two
and speak my point of view

But it's not sane, It's not sane


Blind Melon sebenarnya band yang cukup oke, tapi berakhir tragis setelah ditinggal vokalisnya yang tewas akibat overdosis cocaine. jadi kayaknya ini juga satu-satunya lagu dari band tersebut yang aku kenal, karena sesudahnya mereka tak terdengar lagi.

nah, waktu aku SMP, ada kelompok vokal cheesy yang lagi ngetop banget, yang namanya Color Me Badd. berhubung pada masa itu aku masih gampang terombang-ambing dan kehilangan arah, walaupun rajin mendengarkan Metallica, aku masih sempat menghapalkan lagu "Close to Heaven" yang mereka nyanyikan dalam dua versi, English dan Spanish. niat yah, aku?
lagu mereka yang bernuansa hujan ini diambil dari album keempat mereka, sekaligus album terakhir yang aku ingat dari kelompok vokal ini. judulnya "The Earth, The Sun, The Rain"

I will love you for the earth at my feet
I will love you for the sun in the sky

I will love you for the falling rain...

I will love you for the heart that could break

I will love you for the dreams that we share
I will love you for the falling rain...

oh, alangkah romantisnya kalo ada yang menyanyikan lagu itu di telingaku, disaat hari sendu kelabu seperti ini. misalnya kalo yang nyanyi itu Andrea Casiraghi, dengan logat Monaco, dan rambut pirang yang berkibar-kibar dihembus angin gunung yang membuatku bergetar kedinginan ini... lalu...
ups! kok tiba-tiba ada adegan sensor berkelebat? kayaknya otakku kebanyakan berfantasi nggak penting nih...

jadi lebih baik kita membahas lagu yang lain saja:D

suatu ketika, di sebuah masa, salah satu mantanku sangat suka "Purple Rain" yang dinyanyikan oleh Prince. penyayi yang sureal dan dandanannya menurutku menyeramkan. dia ini kayak tokoh yang cuma eksis di Wonderland-nya Alice sehingga duluuu... aku terheran-heran kenapa dia begitu dipuja-puja. lha wong dandan aja nggak konsisten. pelihara cambang dan kumis dan jenggot tipis, tapi tetep pake lipstik dan eye shadow dan full make up seperti perempuan. mungkin ini yang namanya dandanan kalengan ya?

aku punya lagu ini setelah putus dengan orang itu. seolah-olah dia yang berusaha berbaik-baik ngomong sama aku, sementara aku males noleh sama sekali:D

I never meant to cause you any sorrow
I never meant to cause you any pain
I only wanted one time to see you laughing

I only want to see you laughing in the purple rain

Purple rain, purple rain

I only want to see you bathing in the purple rain

sejauh ini, nggak terbersit dalam pikiranku untuk bersedih-sedih, menangis bombay, dan meratapi sesuatu yang sudah pergi. jadi lagu tentang hujan yang pilu seperti lirik lagu di bawah ini, biasanya aku hindari. abis efeknya besar sekali, lho!
bahkan ketika dengerin lagu ini dibawah panas terik matahari, suasana bisa mendadak berubah jadi sedikit mellow. judulnya aja "Rain and Tears"

Rain and tears are the same
But in the sun, you've got to play the game

When you cry in winter time

You can pretend it's nothing but the rain


makanya lebih baik mendengarkan lagu comeback-nya tante Mariah Carey dari kehancuran yang memalukan menyusul album dan film berjudul Glitter yang gagal total dan membuatnya tampak sangat murahan. okelah, "Through The Rain" ini juga nggak terlalu berhasil. tapi setidaknya, ada semangat yang bisa bikin orang merasa lebih positif.

I can make it through the rain
I can stand up once again

On my own and I know

That I’m strong enough to mend

And every time I feel afraid

I hold tighter to my faith
And I live one more day

And I make it through the rain


bagian paling seru dari hujan sebenarnya adalah waktu kita bisa hujan-hujanan di tengah jalan, menari-nari sambil merasakan air membasahi seluruh tubuh, merasa seperti sedang dibasuh bersih oleh air yang dicurahkan langsung dari langit. seperti kata Thom Yorke di "And It Rained All Night"

And it rained all night and washed the filth away
Down New York airconditioned drains

The click click clack of the heavy black trains

A million engines in neutral

di seluruh penjuru dunia, hujan dipercaya sebagai perlambang kesuburan dan berkah. menurunkan rejeki dan kemakmuran bagi tanah yang menerima curahannya. maka ketika mendung dan hujan mulai turun, yang kita senandungkan adalah lirik-lirik "Paranoid Android" seperti Radiohead menyanyikannya:

Rain down, rain down
Come on rain down on me
From a great height
From a great height... height...
(yang diulang-ulang sampe ke bagian)
Come on rain down on me

dan bau tanah basah yang wangi segar setelah hujan. dan embun yang terbentuk di jendela. dan bunyi air yang gemericik di atas genting. dan minuman hangat yang mengepulkan asap disaat hujan. dan rinai tipis seperti jarum yang membuat kebun seperti diselimuti sari bunga. dan pelangi samar yang mengambang diatas lembah, sementara dari air sungai kabut naik perlahan. dan aku, adalah gadis yang sangat menyukai hujan.

Thursday, August 16, 2007

telepon genggam

Adis! kenapa harus pake nimpuk? skarang kepalaku benjol:(
duh! ditimpuk juga sama Mami Mira !

kemarin pagi dapet tendangan lewat YM untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang HP. sebenarnya ini topik yang tidak terlalu aku pikirkan, walaupun aku rada susah hidup tanpa HP. karena biasanya, aku mikirin HP cuma kalo udah waktunya harus ganti:D
eh ternyata, ada juga yang menimpuk aku lewat blognya.

baiklah, mari kita mulai melihat-lihat 10 hal tentang handphone-ku yang pernah dituduh mirip Vertu ini. halah...

Motorola E-398. ini HP#4 yang aku punya, setelah 6 tahun-an pakai telepon genggam. dan ini kayaknya juga yang pertama dari Motorola. sebelumnya pernah punya juga Erricson (waktu itu belum berduaan sama Sony) dan Siemens. warna handphone ini item.

jujur yah, aku tuh tipe orang yang memakai telepon genggam hanya buat sms-an dan nelepon aja. dan HP ini nggak ada Fasilitas 3G-nya. dan sampe hari ini, MMS di handphone ini pun belum kuaktifkan. siapa ya yang kemarin sempat mencarikan link untuk mengopreknya?
aku juga nggak pake GPRS. jadi sebenarnya, percuma punya handphone yang terlalu bergaya atau kebanyakan fitur. toh yang kupakai cuma sebegitu-begitu aja.
*menjadi malu*

kalo soal Wallpaper sih rada mendingan. aku lebih sering pake foto diri sendiri, tapi bisa juga pake gambar yang lain-lain. misalnya pernah pasang wajah Maksim Mrvica, trus pernah juga gambar Black Forest cake, foto ulet yang merambat di jendela kantor dengan latar belakang hamparan rumput (iseng banget kan?), atau gambar-gambar karakter dari kartun paling kocak sedunia, Family Guy.
kalo sekarang, aku pake foto wajahku yang dibikin jadi vektor. ini hasil karya JD Avianto. thanks yah, Anto!


didalamnya masih tetap Nomor yang sama dari sejak beli handphone untuk pertama kalinya, bertahun-tahun yang lalu. tapi ada cerita lucu dengan handphone dan nomor penuh kenangan itu. sehari setelah a bitter break up, aku jadi murung dan terdiam seribu bahasa. which in my case, is very serious... mengingat betapa cerewetnya aku di hari biasa. siang hari itu, tiba-tiba Papa ngajakin aku pergi ke toko handphone, membeli HP baru untuk dirinya sendiri, lalu memberi nomor dan menyerahkan telepon genggamnya padaku. mungkin itu caranya untuk bilang "Papa ikut sedih, nak. tapi dunia belum berakhir"

SMS terakhir yang aku terima datang dari Ibu Sarita Newson, mommy-nya Krishna. katanya pengen datang ke acara di Ubud hari Sabtu besok.

oya, tolong jangan tanya-tanya tentang Spesifikasi sama orang yang gaptek kayak aku. coba search spesifikasinya sama Uncle Google aja ya! (aku percaya kalo Google itu nama laki-laki, dan bukan Auntie)

selalu ON. soalnya aku jauh dari rumah orangtua. kalau ada apa-apa, supaya orang rumah mudah menghubungi. dan juga karena semakin banyak klien yang lebih suka menghubungi ke telepon genggam daripada ke kantor. jadi sebaiknya emang HP itu menyala terus.
oyah, aku juga suka ngobrol malem-malem di telepon:p
tapi kalo kehabisan batere pas nggak bawa charger ya, apa boleh buat...

Letak HP-ku di saku paling depan backpack yang setiap hari aku bawa-bawa ke kantor. kalo sedang di kantor, tergeletak di meja. kalo sedang jalan kesana kemari, ditaruh di saku celana depan, sebelah kiri dan kanan. kalo sedang ada ditengah party, selalu dalam vibrating mode, didalam tas kecil yang ditenteng-tenteng kesana kemari. aku nggak begitu suka pake pouch atau kantong handphone karena bikin kelamaan untuk menjawab panggilan yang masuk. dan aku nggak mau bikin orang lain menunggu. apalagi kalo teleponnya penting.

paling cepet, Batere-nya 24 jam sekali dicharge. itu terjadi kalo handphonenya kerja keras terima sms, telepon dan mengirim sms ato memanggil telepon lain. rata-rata, 2 hari sekali nge-charge. tapi pernah juga setelah 3 hari baru nge-charge lagi.

kalo ada hal kecil yang kayaknya bakalan gampang terlewat, aku sering pasang reminder di handphone deh. juga untuk waktu shalat suka pasang alarm disitu karena di Ubud nggak pernah denger adzan kecuali di TV. handphone ini disetel otomatis menghapus pesan yang umurnya udah 3 hari, jadi ada 18 SMS yang aku locked supaya nggak terhapus. ringtone yang sekarang terpasang adalah Eyes, lagunya Rogue Wave yang merupakan soundtrack serial Heroes, dan dikasihin ke aku sama Eko Juniarto. makasih ya, Oom Ganteng!

Nah! sekarang waktunya menimpuk beberapa orang yang kayaknya lebih peduli sama kecanggihan dan fitur handphone-nya daripada aku.
*kirim howler ke Ari, Didats, Henny dan tentu saja Saylow.

Tuesday, August 14, 2007

on marriage

"what do you see in paintings? how do you choose them" tanyaku padanya.
"I just love seeing them" dia terdiam sesaat, menarik napas, lalu meneruskan. "this is something that my wife and I can do together. I always working long hours, everyday. and she's at home. we often couldn't find a place to go for holiday because I don't like sitting around in the hotel room, doing nothing. but now, with paintings, we have a joined hobby. we could come here together, to see the paintings we like and build our collection " aku tersenyum padanya.
"thanks for giving us a reason to come, and doing something together" katanya lagi.
"you're most welcome. it's a pleasure" hanya itu yang bisa kukatakan untuk menjawab pengakuan Mr. Cheung yang apa adanya.

mereka sudah menikah selama lebih kurang dua puluh tahun, dengan tiga anak yang berusia remaja. dua putri kembar berumur 17 tahun, dan anak laki-laki berusia 15 tahun. Mr. Cheung berpembawaan serius, dan selalu fokus pada apapun yang dia inginkan. persistent juga, mengingat dia begitu rajin mengingatkan aku lewat telepon dan email bahwa dia sedang ingin mengoleksi karya salah satu seniman Indonesia yang aku kenal baik. Mrs. Cheung, dilain pihak, adalah a giggler. gampang tertawa dan lebih santai. tapi disisi lain, sangat keibuan dan penuh perhatian.

terlepas dari antusiasme mereka terhadap lukisan, atau jumlah uang yang mereka keluarkan untuk hobi ini, hal yang paling menyentuh buatku adalah waktu dan energi yang mereka luangkan untuk melakukan sesuatu bersama-sama dengan pasangan. menurutku, inilah pernikahan.

dan sepertinya, aku punya banyak cerita-cerita sejenis untuk dibagi. bulan lalu aja, ada sekian banyak cerita cinta yang singgah dalam hari-hariku, membuatku jadi bagian dalam hidup mereka, karena aku ada disana, menjadi saksi dan ikut terlibat.

salah satunya adalah Douglas dan Tracy yang mendatangiku pada suatu Jumat pagi, memintaku membantu mereka untuk renew their vow. ini seperti mengulang janji setia sehidup semati yang dulu pernah diucapkan waktu menikah, setelah pernikahan berlangsung selama beberapa waktu. aku nggak tanya udah berapa lama Douglas dan Tracy berumah tangga, tapi aku tahu anak gadis mereka, yang penampilannya seperti Sarah Michelle Gellar di Buffy the Vampire Slayer, sudah berusia 15 tahun. mereka melakukan upacara itu dalam adat Bali dua hari kemudian.

dan hasilnya memang tak kalah mengharukan. karena pada saat mengulang janji yang sudah saling mereka ucapkan dulu, aku ikut hanyut oleh pandangan Tracy yang berkaca-kaca. dan senyum Douglas yang tak mampu menyembunyikan kebahagiaan di dalam dirinya.

aku percaya kalau pernikahan adalah komitmen yang harus diperjuangkan setiap hari. karena ketika keseharian kita menjadi begitu rutin, ketika berbagai persoalan datang dan menghadang jalan panjang yang tengah ditempuh, hanya akal sehat dan kepala dingin yang bisa menyelamatkan sebuah pernikahan. agar kalimat perpisahan tidak begitu mudah diucapkan.

maka aku juga percaya kalau keputusan untuk menikah lebih banyak terkait dengan pikiran-pikiran rasional. gombal deh, semua kata cinta yang tertulis dalam buku-buku dan lagu-lagu, yang menggelora dan berapi-api menggairahkan. maybe it's just lust, just a desire. karena ketika api itu mulai mengecil nyalanya, hanya usaha menambah kayu bakar dan meniupkan oksigen yang akan dapat membesarkannya lagi.

then, it's not finding love. it's finding someone to spend the rest of your life with.

Monday, August 13, 2007

speak for myself

Skipping beats, blushing cheeks.
I am struggling.
Daydreaming, bed scenes in... the corner cafe.
And then I'm left in bits recovering tectonic tremblings.
You get me every time.

Why'd ya have to be so cute?
It's impossible to ignore you.
Must you make me laugh so much?
It's bad enough we get along so well.

akhir-akhir ini semakin sering dengerin Imogen Heap. tapi khusus lagu ini saja. dan apalagi dalam dua tiga hari terakhir pas aku sedang kehabisan kosakata dan mati gaya buat ngobrol sama bapak-bapak dan ibu-ibu dari Kraftangan. aku lebih sering memilih jalan di belakang, duduk di belakang, atau agak menyamping dan memisah dari rombongan. menyenandungkan lagu ini.

keanehan itu dimulai tiga malam yang lalu.
aku seperti sedang ada di kastil tua berdinding batu seperti yang dipake buat film Harry Potter itu loh. dan entah kenapa, aku blusukan ke tempat ini. mana ruangannya gelap, hanya diterangi lilin yang ditaruh di plangkringannya di dinding, atau di dalam benda seperti cawan baja yang ada pegangannya, supaya bisa dibawa-bawa. ruangan disitu gelapnya kayak dungeon tempatnya anak-anak Slytherin hangout dan juga tempatnya Snape mengajar.

trus di salah satu ruangan, diatas kasur tak berseprei, aku lihat orang yang aku kenal, babak belur seperti habis dipukuli. aku dekati, dan sepertinya memang sudah mau mati. mungkin nyiksanya kebangetan. aku pikir, kasih air aja deh, karena bibirnya udah kering dan pecah-pecah. boro-boro kepikiran mau kasih Lip Therapy saat itu, aku langsung mencari-cari benda yang kira-kira menampung air. tapi dasar orang itu apes, teko apapun nggak ada yang berisi air. keran air juga mati. termos yang bertutup rapat semuanya kosong. halah! apa di kastil ini nggak ada yang perlu minum ya?

kastil ini dipunyai sama gembong mafia yang tampaknya jahat sekali pun. masa ada orang disiksa nggak dikasih minum? well, namanya juga disiksa ya? dan namanya penjahat pasti jahat to? hanya di film-film Hollywood penjahat dikasih perasaan halus.

sekali lagi, aku nggak ngerti aku tuh siapa di cerita ini, dan ngapain aku keluyuran di kastil itu, begitupun kenapa aku nggak ditangkap sama para penjaga kastil. tapi yang jelas aku cukup nekat untuk ngedatengin si gembong mafia setelah nyasar-nyasar masuk ke ruangan yang nggak penting. si penjahat sedang main judi waktu aku sampai, dan dia setuju ngasih segelas air kalo aku menang judi.

aku ya, berjudi aja, asal nggak ditelanjangi kayak Drupadi di cerita Mahabharata itu. dan tentu saja aku menang! karena kayaknya dalam mimpi ini aku jadi jagoannya. tapi dasar penjahat, setelah aku menang dia mengingkari janji, dan malah ngasih benda-benda nggak berguna, bukannya air. huh!

aku betul-betul fristrasi dalam mimpi itu. this is actually a nightmare and a depressing dream.

mendekati jam 5 aku bangun. trus refleks aja ngecek hape.
pertama karena lagi di-charge dan mestinya udah penuh. kedua, karena kali aja ada fans yang kirim sms. secara saya ini bintang muda berbakat yang hampir naik daun (uhuk!)

dan ternyata memang ada yang sms. dan bagian akhir dari smsnya bikin aku kaget. dia bilang "aku haus" dan memang dalam mimpiku, dia yang aku perjuangkan supaya bisa dapat minum tadi malam.

tapi kok aku nggak berhasil menyelamatkannya ya?

pagi-pagi aku cerita ke Azlina, dan langsung tutup kuping waktu dia mulai menganalisis mimpi itu dengan cara seperti di The Interpretation of Dreams. ugh! aku kok pake lupa kalo dia ini Freudian. sigh!

Wednesday, August 01, 2007

kuis feminis

Ina, apakah kamu seorang feminis?
iya, aku bisa menyebut diriku sebagai feminis.

Dari mana kamu tahu tentang feminisme?
ada beberapa buku yang kubaca. di tahun-tahun awal baca teori feminisme, yang aku baca tulisan-tulisannya Gloria Steinem. dan aku suka banget gayanya menulis. sarkastik, penuh sindiran, penuh semangat, tapi juga halus dan sensitif. dia penulis yang brilian. beberapa tulisannya juga lucu, dalam konteks satire. Seperti misalnya A Bunny's Tale. buku lain yang juga aku suka adalah karyanya Mary F. Rogers, Barbie Culture. setelah baca buku ini, aku terkagum-kagum dengan kemampuan orang-orang Mattel dalam mempromosikan boneka buatannya. sekaligus juga sebel karena keberhasilan mereka itu, sama sekali nggak mendidik, dan menimbulkan obsesi yang salah tentang tubuh perempuan, image dan kecantikan.

Kalo tokoh feminisme di Indonesia, ada yang kamu suka?
ada banget. tau Gadis Arivia kan? menurutku dia keren.

Kenapa?
karena, nggak seperti bayanganku, dan seperti kebanyakan aktivis feminis yang selalu bersikap sebagai angry women, berpendapat bahwa a woman needs a man like a fish needs a bicycle, Gadis justru wanita yang sangat menyejukkan. contoh-contoh yang dia ambil juga sangat domestik (mengingat betapa feminis anti dengan hal-hal yang berbau domestik) seperti misalnya mendongeng untuk anak, dan melakukan hal-hal bersama keluarga. and I think it's sweet. aku udah capek sama aktivis feminisme yang selalu mengutuk dunia, penuh dendam dan menyalahkan laki-laki terus menerus, tanpa melakukan sesuatu yang konstruktif. juga udah capek sama yang asal ngelawan, lalu nggak peduli lagi sama nilai-nilai keluarga, moral dan agama. walopun tentu penafsiran tiap-tiap orang berbeda, tapi aku males aja sama yang asal ngelawan tanpa punya alternatif pembanding, atau bahkan nggak tau kenapa dan apa hal-hal yang sesungguhnya dia lawan itu.

Ada yang mau ditambahkan? kayaknya kamu masih bersemangat mo ngomong...
yang paling parah yang sok meneriakkan teori-teori feminisme, tapi dalam prakteknya, iya-iya aja waktu mengalami situasi hubungan yang merugikan, dimana dia disakiti secara mental, dan nggak punya posisi tawar. harusnya lebih gigih mengadvokasi diri sendiri, dan punya prinsip sebelum meributkan orang lain.

Dalam konteks kehidupan keluarga, ada nggak perempuan yang kamu kagumi?
keluarganya Ali Hewson. itu istrinya Bono. dia bisa sangat mengerti dan menghormati profesi suaminya, dengan cara-cara yang nggak biasa. dan menurutku asyik.

Menurut kamu, apa yang paling penting dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan?
saling menghormati dan melengkapi. kalo bicara tentang hubungan (relationship) biasanya lebih banyak pake perasaan, cinta seperti yang ditulis dalam buku dan lagu dan film-film itu. tapi sebenarnya, semua hubungan itu diikat oleh komitmen dan tanggung jawab. dan yang seperti itu berat. nggak cukup satu orang aja dalam sebuah hubungan untuk melakukan dan menyeimbangkannya.

*benerin kacamata item, trus ambil pulpen buat menandatangani notes yang disodorkan penggemar*

Sunday, July 29, 2007

Midnight in Jakarta

siapa sih yang nggak tersentuh, kalo melihat wajah-wajah yang pada mulanya ceria



setelah menunggu selama hampir tiga jam berubah menjadi lesu karena kantuk dan jemu



dan yang mereka tunggu adalah aku.
benar-benar mengharukan. Neng Qudsi, Jeng Henny, mBu dan Deden menungguku di Mc Donalds Pondok Indah malam itu. berharap bisa bertemu walaupun hanya sebentar (dan emang sebentar banget) dimalam ketika aku singgah ke Jakarta sebelum meneruskan perjalanan ke Palembang.

mereka tau nggak ya, kalo aku nggak makan fastfood?

di bandara, aku disambut oleh wajah Jeng Ningsih yang ceria, secerah warna kausnya malam itu. pelukannya hangat dan penuh rindu. begitupun tatapan Bunjems waktu menyongsongku di gerbang kedatangan. sama sekali tak terlihat lelah ataupun bosan. padahal yang dijemput itu aku. aduh, aku jadi berkaca-kaca lagi...



nggak ada kalimat yang tepat, atau kata-kata yang cukup untuk mewakili perasaanku yang campur aduk malam itu. aku hanya bisa memeluk mereka. nggak bisa ngomong apa-apa lagi. antara senang dan terharu, sekaligus sedih, karena ketemunya betul-betul nggak lama. sopir kantornya Henny (makasih ya, Pak!) harus segera pulang karena jam 4 pagi berikutnya harus bertugas lagi. padahal waktu itu sudah sekitar jam 23. si Neng juga nggak bisa lama karena besoknya harus ngantor (pada hari yang ke-4).



maka rombongan kecil kami, Odyssey yang berisi Bunjems, Pito (ini nama yang bikin Jeng Ningsih sering dikira laki-laki. padahal dia wanita Jawa yang anggun dalam balutan rok batik dan kebaya) dan pak sopir; diiringi mBu dan Deden di mobil satunya lagi (yeah, kami tidak mau mengganggu kemesraan kalian) bertolak menuju Bintaro. disana, Bunjems akan menciptakan keajaiban di dapur mungilnya.



sehingga kami bisa menikmati Steak Ayam paling enak yang pernah kumakan seumur hidupku. bukan hanya karena ayam dan bumbunya, tapi juga karena kasih sayang yang dicurahkan Bunjems lewat masakannya.
*peluk Bunjems erat-erat*



kami ngobrol sampai menjelang Subuh. sampai terlalu lelah untuk tertawa, walaupun agak nggak rela menyia-nyiakan waktu bertemu untuk tidur, meskipun hanya satu atau dua jam saja.

Henny.


neng Qudsi.


Bunjems.


Pitoresmi Pujiningsih.


Deden.


Iman.


terima kasih banyak. aku bahagia pernah kenal dan sempat bertemu dengan kalian. somehow, you make my life more beautiful.

Saturday, July 28, 2007

dua fragmen Kundera

dia menatapku dengan penuh minat ketika aku menyebutkan 'The Unbearable Lightness of Being'. tersenyum sesaat dan berkata bahwa dia pernah membuat sebuah film tentang salah satu fragmen dalam novel itu. aku bertanya apakah fragmen yang dimaksudkannya mengenai Tomas dan Tereza, atau tentang Sabina dan Franz. dia menjawab dengan kutipan.

...making love with a woman and sleeping with a woman are two separate passions, not merely different but opposite.
Love does not make itself felt in the desire for copulation (a desire that extends to an infinite number of women) but in the desire for shared sleep (a desire limited to one woman).


aku tersenyum semakin lebar. betapa menyenangkan menemukan orang lain yang menghargai fragmen dalam sebuah novel dengan serius. sehingga aku bisa memahami hal-hal macam apa yang dianggapnya penting. buatku, dalam beberapa hal, tulisan-tulisan Kundera setara dengan ensiklopedia, yang mampu memberi penjelasan untuk berbagai kebingungan. tentang cinta, tentang perasaan dan pikiran, hal-hal yang letaknya begitu dalam sehingga nyaris tak pernah bisa dikatakan kepada orang lain. dia lalu menceritakan film yang dibuatnya, lalu percakapan kami semakin meluas dan mengalir...

keesokan harinya, film maker dari Singapura yang baru kukenal itu memberiku 'Memories of My Melancholy Whores' karena ia menemukan bahwa aku menyukai Mrquez. katanya buku itu baru saja dia selesaikan. dan ia memberikannya padaku dengan keyakinan bahwa aku akan bisa menghargainya. di sampul bagian dalamnya, ia menuliskan "to find a Marquez lover in Ubud is just fantastic!..."

tadi siang, waktu membereskan buku-buku di rak, mataku tertumbuk pada 'The Unbearable Lightness of Being' dan teringat pada fragmen lain di dalamnya. sebuah pikiran Tereza yang pernah membuatku tertegun lama...

What is flirtation? One might say that it is behavior leading another to believe that sexual intimacy is possible, while preventing that possibility from becoming a certainty. In other words, flirting is a promise of sexual intercourse without a guarantee.


kali ini, aku tertegun lagi membaca kata-kata yang tercetak itu. tidakkah menakjubkan bahwa fragmen yang berbeda dalam novel yang sama akan mengingatkanku pada tokoh yang lain dalam hidupku baru-baru ini. apakah kali ini, ada ensiklopedia yang bisa menjelaskan padaku, apa yang sedang aku alami?

*colek-colek Milan Kundera*
kalo aku ke-ge-er-an gimana, Oom?

Tuesday, July 24, 2007

drama AirAsia

selama ini, rekorku naik pesawat adalah immaculate.

tidak pernah terlambat. tidak pernah ketinggalan, tidak pernah terburu-buru di bandara. yang ada malah datang kepagian. sampe-sampe bandaranya belum buka.

dan sekali ini, perjalananku bersama AirAsia, bertebar drama dimana-mana.

18 Juli 2007
pesawatku dari DPS ke Cagkarta (baca: CGK) ditunda keberangkatannya selama 30 menit lebih. hmmm... betapa aku resah dan gelisah, karena tahu di CGK, beberapa warga Kampung Gajah akan menunggu kedatanganku. lebih gelisah lagi karena dengan penundaan ini, rencana kopdar yang mestinya pukul 22-an, bener-bener dimulai pada waktu tengah malam. kasihan yang udah nungguin aku sejak jam 20 di Pondok Indah. pasti mukanya udah pada bete dan ngantuk. sambil pasang wajah agak sebal, aku setengah berharap sedang naik Firebolt, karena siapa tahu, jalannya pesawat bisa lebih dikebut:D

19 Juli 2007
setelah kopdar semalaman, pagi-pagi aku udah siap pergi ke Bandara Sukarno-Hatta lagi. aku udah duduk manis di mobil, ditemani Deden di sebelah kananku, dan Bunjemsserta seorang teman yang berperan menjadi chauffeur pagi itu. sambil mengingat-ingat sms mBu yang bernada khawatir sok perhatian, aku mendengarkan orang-orang di dalam mobil membahas soal jalan belakang.

setengah jam berlalu dan kayaknya mobil belum begitu jauh perginya dari rumah Bunjems. ah, tapi kan aku nggak tau jalan di Jakarta. jadi ya, aku tetep duduk manis walopun hati semakin berdebar-debar.

lalu dramanya dimulai.

macet tidak terelakkan. sayangnya tidak ada helikopter untuk menyelamatkanku dari deretan mobil yang menyemut, membentang sepanjang jalan. bahkan meskipun Bunjems menelepon, tidak ada Kapolres yang sanggup membersihkan jalan dari kendaraan yang menghalangi jalannya mobil kami. satu-satunya yang bisa dilakukan adalah memastikan aku sudah dapat check in clearance setibaku di bandara.

well, kalo nggak sama Bunjems dan her magical persuasion over the phone, nggak akan bisa aku dapat privilege untuk bisa melakukan city check in dari dalam mobil. mungkin di Indonesia ini, aku aja yang pernah city check in di AirAsia. sesuatu yang membuatku merasa penting. halah!

dan aku sampai di airport hanya 25 menit sebelum pesawat diberangkatkan. semua penumpang sudah duduk rapi dalam pesawat. petugas ground naik ke atas pesawat untuk memohon pada kapten pilot untuk menungguku. sementara itu, aku lari dari satu koridor ke koridor lain, menembus antrian, melewati eskalator sambil setengah berlari ditemani seorang petugas AirAsia berseragam merah. dan dijemput di depan ruang tunggu oleh seorang petugas guest service berpakaian hitam-hitam dengan garis merah di kerahnya. senyumnya manis dan badannya tertunduk waktu mengucapkan permintaan maaf.

pesawatku sudah berangkat, karena kapten pilot menolak menungguku lebih dari 10 menit.
huh! kalo pesawat yang delay, aku nggak dapat kompensasi. tapi aku telat dikit aja, langsung ditinggal dan tiketku hangus. betul-betul tidak adil.

dengan lunglai dan shock aku kembali ke counter AirAsia untuk menemui duty manager yang bertugas hari itu, dan menanyakan kemungkinan untuk pindah ke penerbangan berikutnya. duty manager yang tampan itu bernama Aribowo. wajahnya agak malas waktu menemuiku pertama kali. dan aku bisa mengerti itu, pasti banyak orang yang seperti aku. terlambat, lalu harus dia tangani, dan orang yang terlambat itu panik dan marah-marah. tapi aku sama sekali tidak berniat memarahi wajah tampan yang nyaris membuatku meleleh itu. I don't want to give him a hard time.

masih dalam keadaan shock karena ketinggalan pesawat dan ketemu cowok ganteng dalam waktu yang bersamaan, aku pasrah saja dan mengiyakan apapun yang disarankan mas Ari. *wink*

justru dia yang menyadarkan bahwa penerbangan berikutnya adalah jam 3 sore, dan akan lama sekali kalau aku menunggu pesawat AirAsia yang berikutnya ke Palembang tanpa mencoba mencari pesawat lain yang berangkat lebih awal. oh, ini gara-gara tatapan dan senyumnya yang begitu memukau:))

oya, hampir lupa untuk kuceritakan, yang terlambat dari sekian banyak penumpang di pesawat itu ada dua, aku dan mempelai laki-laki yang sedianya akan menikah dengan sahabatku. ia adalah salah satu orang yang menyebabkan aku harus melakukan perjalanan ini. jadi kita berdua, keliling terminal A lagi untuk cari tiket paling cepat ke Palembang setelah jam 11 siang. dapatlah tiket Lion Air jam 13.15

dengan senyum ramah mas duty manager bilang kalau sebenarnya dia sudah membooking tiket lagi untukku dan Mas Didik, sang mempelai laki-laki. tapi aku bilang nggak perlu, karena kami dapat yang lebih cepat. lagipula, setelah sampai di Palembang kami masih harus menempuh perjalanan darat selama 5 jam untuk sampai ke Lahat. dan sebelum aku mengucapkan terimakasih secara berlebihan, aku buru-buru berlalu dari hadapannya. kalau terlambat, bisa-bisa mas Didik harus mengemasku dalam botol supaya nggak berceceran.

sampai di Palembang di ujung siang yang panas itu, aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan dari saudara-saudara dan keluarga besar sahabatku
"kok bisa telat? kami yang dari Surabaya dan Bandung aja nggak telat"
yeah rite.

*colek-colek mas Ari*
eh, kalo ke Bali harus jadi mampir ya?!

23 Juli 2007
pesawat Sriwijaya Air-ku terlambat mendarat di Bandara Sultan Badarrudin II Palembang. memang hanya 15 menit. tapi itu membuatku mendarat 30 menit lebih lambat dari yang dijadualkan di Jakarta, dan aku hanya punya setengah jam untuk lari dari tempat baggage claim di terminal B ke terminal A, menembus antrian pintu masuk terminal keberangkatan A, check in dan pergi ke ruang tunggu.

jantungku berdegup amatlah kencangnya.

akhirnya aku check in aja di counter depan AirAsia. itu loh, yang tempat jualan tiket. dan udah sekalian sama bayar pajak bandara. tapi kata mas-mas yang mengurus tiketku, aku harus masukin bagasiku ke loket check-in nomor 1, karena tasku terlalau besar untuk dimasukkan ke dalam kabin.

padahal antrian di loket itu begitu panjang. masih ada 15 orang di depanku yang hendak check-in untuk naik pesawat ke Batam. uh-oh! aku melihat jam tangan dengan gelisah.
tapi lalu kulihat ada orang-orang yang keluar dari antrian dan pergi ke bagian belakang counter. rupanya ini kebijakan Air Asia supaya para penumpang tidak tertahan karena bagasinya. aku bergabung bersama mereka, dan dalam waktu kurang dari 10 menit, barang-barangku sudah aman dalam perjalanan ke bagasi pesawat, dan aku bisa pergi ke ruang tunggu. sayup-sayup kudengar pengumuman dari Air Asia lewat megaphone untuk para penumpang ke Bali supaya pergi ke bagian belakang counter 1 untuk mendaftarkan bagasinya.

begitu sampai di deretan ruang tunggu, aku dengar pengumuman yang menyatakan kalau penumpang AirAsia ke Denpasar bisa naik pesawat dari gate A7. aku agak heran, karena di boarding pass tulisannya gate A6. tetapi lantas diyakinkan karena tulisan di layar monitor gate A7 sesuai dengan flight code-ku. sampai di depan petugas gate, sudah ada 6 orang yang sedang berdebat tentang A6 dan A7 ini.

"jangan khawatir Ibu" katanya sambil mengambil boarding pass-ku dan menuliskan tiga garis tebal di bawah tulisan Gate A6. "kami yang akan bertanggung jawab. percaya sama saya. ada kesalahan komunikasi sehingga pengumuman yang diberikan petugas bandara salah. tulisan di boarding pass yang benar"

aku lantas mengajak 6 orang yang terdiri dari 2 orang India dan 4 orang bule itu untuk pergi ke gate A6 dan segera bergegas naik pesawat.

hari itu aku sampai di Denpasar 15 menit lebih awal daripada yang dijadualkan, dan sudah terlalu lelah setibanya di Ubud. hanya punya tenaga untuk mandi sebelum tidur.

oya, tulisan ini adalah yang pertama dari beberapa tulisan mengenai perjalananku ke Sumatera, 18-23 Juli 2007.

Monday, July 09, 2007

berita dari rumah

tadi pagi adikku mengirim berita pendek yang bikin aku kaget lewat Y!M.

A: Ulfa kecelakaan udah tahu?
D: nggak tahu
A: tangan dan kakinya patah
D: ha? kapan? kecelakaan sepeda?
A: kira-kira dua hari yang lalu
D: duh...ketabrak apa?
A: naik motor, dibonceng Winta, ketabrak mobil
D: waaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh
A: operasi di Solo.
D: Winta-nya gimana?
A: itu dia, belum ada yang nanyain kabarnya Winta

sigh...
Ulfa dan Winta itu dua sepupuku di Pacitan. Winta umur 14 tahun, kelas 2 SMP, anak Oom Suhar, adiknya Mama. sementara Ulfa umurnya 11 tahun, anak Tante Ninik, juga adiknya Mama. jadi mereka berdua ini masih kecil-kecil, naik motornya juga rada belum beres, udah turun ke jalanan.

apesnya, hari itu mereka terserempet Kijang. dan akibatnya sangatlah serius. kaki dan lengan kiri Ulfa patah dan harus dioperasi di RS. Dr. Oen, Solo. Ulfa jadi parah gitu karena kakinya tersangkut di bemper mobil. kubayangkan, pasti banyak juga baret-baret bekas aspal di tubuhnya yang kurus.

Winta sendiri ternyata tidak apa-apa. tapi beban mental dan rasa bersalah yang dia tanggung pasti sangatlah berat. apalagi karena dia pasti udah ngerti betapa runyam situasi di rumah tante Ninik saat ini. anak kedua tanteku masih kecil, umurnya baru 7 tahun. udah gitu, di rumah tante Ninik juga tinggal Mbah Putri yang sudah hampir 6 bulan ini praktis harus dirawat ekstra setelah terkena stroke. padahal Tante harus ada di Solo menunggui Ulfa.

waktu kuhubungi, Tante Ninik bilang kalau Mbah Putri sekarang dirawat di rumah Oom Suhar untuk sementara. Papa dan Mama serta adik laki-lakiku juga rencananya ke Pacitan besok. aku cuma bisa nitip buku-buku cerita buat Ulfa. kebayang kan, anak umur 11 tahun harus berminggu-minggu terbaring di tempat tidur, pasti bosan dan rewel setengah mati.

sekarang aku ngerti kenapa dulu Papa dan Mama bersikeras aku nggak boleh belajar naik motor pas SMP, walopun teman-temanku sudah naik motor ke sekolah.

eh, dimana ya, sepeda hitam berkeranjang yang kupakai waktu SMP dulu?

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...