Tuesday, June 03, 2014

I am a Mozillian

My late mother in law told me this story:

"When I was 12 or 13 –this was in the 50's—my dad worked in the vicinity of the Presidential Palace. So we had a special pass, that we could use to go to the Palace through the back door. This was during President Soekarno's reign. One time, when I was there, in the Palace's backyard after dropping some snacks my mom had sent for the President's afternoon tea, he saw me and waved me to come closer. He looked at me and asked:
"How old are you? Are you in school?"
"I'm 12, I'm in junior high, first year"
He looked at me intently, and said something I never forget to this day
"You're so lucky because you can go to school. Many kids your age can't, because they don't have enough. Once you finish your school, please share your knowledge with everyone from Sabang to Merauke. They're all your brothers and sisters"


The story sticks. She told me "I think the memory of that conversation assured me to be what I am today." As a matter of fact, she was an activist who traveled tirelessly all over Indonesia, to the most remote area, to promote various issues such as prenatal and postnatal care for mothers and newborns, as well as reproductive health until the end of her life.

Until today, I think there are still many people living with limited resources in Indonesia, something that prevent them from pursuing higher education. Not only because of financial reasons, but also because they lack access to modern facilities, new books, and internet. I see the web as an unlimited resource for everyone.

I always have this 'itch' in me to do something more for the community, and it's been my fuel in activism and working with community-based organisations. And when I heard the story, I was convinced to share what I have with others. To stand for a big cause that can be spread and shared with many people from different walks of life.

That was how I started to become a Mozillian in 2011.
Because it is a cause, a community, a foundation and a corporation built to provide an open web for everyone. Where people can contribute all they have and all they can, as well as using all of those shared resources for good reasons. Because Mozilla believes in doing good, and believes in privacy when you are using the web.

This year, I pledged a bigger commitment with Mozilla by becoming a Mozilla Reps. I was approved as one of Mozilla Reps in Indonesia on Mozilla's birthday, March 31st. Such an auspicious day to start doing more and giving more for the community. I want to become Reps because I am passionate about community and using community-based organisation to make changes. In doing so, I started my Mozilla Reps program by engaging with students from vocational schools in Indonesia.

Internet users in Indonesia grow rapidly every year. And for the past 10 years, I saw a phenomenon of how Indonesian youngsters have huge interest in the Internet and its technology. Many of them started this passion at the very young age, by enrolling to vocational high schools, and majoring in Computer Engineering (combined with Network or Software pathway, or both). However, many of these schools—especially the ones in small cities, lack access and information to enrich their education. I see education and the Internet as their hope and means to bridge the gap between their living situations and the outside world.

Working with students in different areas in Indonesia is building a connection to the future. I believe that this new generation of technology savvy youngsters possess the skill required to create the next Indonesian world-class IT professionals.

So if you see me and other ReMo traveling to different islands in Indonesia in the coming years, bringing Mozilla projects to students from Sumatera to Papua, you know that we're sharing our knowledge and expertise. That I am working with communities from Sabang to Merauke because I am a Mozillian and they are all my brothers and sisters.

Friday, April 11, 2014

kota yang bisa kau sentuh


In New York!
Concrete jungle where dreams are made of
There's nothing you can't do
Now you're in New York!
These streets will make you feel brand new
Big lights will inspire you

--Empire State of Mind, Alicia Keys' part

lagu ini seperti angin yang berhembus di mana-mana menjelang keberangkatanku ke New York. aku mendengarnya diputar di radio saat naik taksi, di mal-mal, di radio dalam mobil bapak, jadi soundtrack episode tertentu serial yang diputar di TV kabel. seperti merayakan pertemuanku yang pertama dengan kota yang untuk seterusnya akan punya tempat khusus dalam hatiku.

tapi setelah aku sampai, barulah benar-benar kumengerti arti dari lagu itu. terutama bagian yang menegaskan bahwa semuanya mungkin. tak ada yang mustahil di New York, dan tiap hari terasa baru. baik hidup maupun kotamu.

karena setiap bagian kota yang besar menjulang dan melingkupi langkah-langkahmu itu bisa disentuh dengan mudah. tiap gedung tinggi, tiap bangunan megah dan luas, semuanya terasa dapat dijangkau, diraih. kota ini ada dalam genggaman kita karena tiap permukaannya bisa diraba, dan karenanya kita percaya bahwa semua mungkin.

aku tinggal di Midtown, kawasan yang riuh rendah dan sibuk tanpa kecuali, sepanjang waktu. suara-suara sudah dimulai pukul 4 pagi ketika truk-truk pengangkut sampah lewat, maju mundur membersihkan tumpukan plastik berisi sampah berbagai jenis. lalu kicau burung terdengar ramai, dan mobil yang lalu-lalang makin bertambah seiring naiknya matahari. kalau jendela apartemenku di lantai 8 kubuka, sayup-sayup bisa kudengar suara 'klik-klak' sepatu hi-heels, beradu dengan trotoar yang menghubungkan 1st dan 2nd Avenue. masih banyak yang memakai sepatu bertumit tinggi di sini. meskipun, sungguh! susah banget jalan kaki kesana kemari dengan tumit setinggi lebih dari 5cm!

dan jalan-jalan di Manhattan yang tampak selalu berubah, memang membuat hari-hari terasa baru. aku datang di awal September, ketika semua toko memajang diskon khusus Labor Day. Tak lama kemudian, kartu-kartu ucapan serta hadiah mulai disusun untuk menyambut Halloween, yang terasa semakin intensif saat Oktober menjelang. dua minggu sebelum akhir bulan, sudah ada tanda-tanda kedatangan para arwah di toko-toko, restoran, dan rumah-rumah. sarang labar-laba, lentera labu, hantu-hantuan yang mengintip dari balik penjuru, dan banjir kostum di jalanan. karena meskipun kamu berkostum Wonder Woman, dalam suhu 7 atau 10˚C kamu tetap harus jalan kaki ke stasiun subway.

tak lupa kemeriahan Columbus Day, Halloween, Thanksgiving yang tahun lalu berbarengan dengan Hannukah dilanjutkan oleh Black Friday, Cyber Monday, satu minggu penuh untuk belanja sebelum Natal, lalu seminggu lagi untuk merayakan Natal dan Tahun Baru. rasanya hampir setiap minggu aku menemukan ada yang berubah di tiap sudut jalan. ada alasan lain untuk menoleh, untuk membeli, berpesta, berfoto-foto dan menjadi turis di kotamu sendiri. tidakkah itu terdengar baru?

mungkin bentuk gedung-gedung itu masih akan sama untuk waktu yang lama. tapi bahkan rona hitam dalam mantel-mantel yang dipakai semua orang setelah Halloween, bisa tampak berbeda setiap harinya. there are 50 shades of black, afterall!



Thursday, April 10, 2014

squirrels in the park

tiba-tiba aku teringat pada tupai-tupai di New York. yang berkeliaran bebas di taman dan seolah-olah jinak, mendekati manusia-manusia yang sedang menikmati taman yang tenang, angin sepoi dan sinar matahari yang hangat saat cuaca sedang baik.

di New York aku menjumpai mereka di taman-taman, dalam berbagai warna. yang satu ini, tupai bertubuh kecoklatan dengan ekor mekar berwarna kelabu muda. sebagian yang lain berwarna cokelat sedikit lebih gelap dan ekornya kemerahan. ada pula yang seluruh tubuhnya berwarna kelabu.

jika tak sedang ingin bermain-main di dahan pohon, mereka akan turun ke rerumputan yang menghampar. seperti sedang berada di sebuah pertunjukan, tupai-tupai itu akan berlompatan, lalu seperti saling memberi isyarat dengan tupai lainnya, menegakkan badan, mengamati sekeliling, lalu sibuk sendiri lagi.

tupai yang satu ini sedang menegakkan badan dan memandang waspada ke arah orang-orang di Central Park waktu aku memotretnya, di suatu hari Selasa yang sejuk, tak lama setelah aku sampai di New York. 

yang menurutku istimewa adalah tupai-tupai di Fort Tryon Park, taman di sekitar kawasan Washington Heights dan Hudson Heights. dari ujung kepala sampai ujung ekor, warnanya hitam kelam. warna matanya yang juga hitam tampak berkilauan. selain di area itu, aku tak menemukan lagi tupai-tupai berwarna hitam di tempat lain. meskipun ayahnya Rod --keluarga yang mengundangku merayakan Thanksgiving di Philadelphia--bilang, di daerah Bryn Mawr di pinggiran kota Philadelphia itu, juga ada banyak tupai hitam.

apa ada yang pernah melihat tupai berwarna hitam legam di Indonesia?

Friday, March 07, 2014

kehilangan


tadi pagi mendadak aku tertarik sama obrolan teman yang animator di salah satu perusahaan swasta di kota ini. dia mengeluhkan hilangnya satu software yang sering dia gunakan: xsi. dia bilang, teknologi software ini memang paling maju, kalau dibandingkan dengan maya atau 3ds max. dua software yang terakhir ini dimiliki oleh autodesk. 

si teman animator cerita kalo autodesk lalu membeli xsi. tak lama kemudian, xsi mulai dipreteli fitur-fiturnya, dan diberikan sebagai bonus, untuk pembelian maya atau 3ds max. dan akhirnya, keluar pengumuman bahwa xsi tidak akan mengeluarkan update lagi. supaya aku paham, si animator ini bilang "xsi dimatikan"

aku berkomentar bahwa kalau dua software lainnya kemudian ditempeli fitur-fitur xsi, mestinya nggak jadi masalah. tapi temanku bilang, tetap lain. karena tiga softwate ini ibarat tiga anak yang kepribadiannya lain-lain. si anak yang tadinya di luar rumah diadopsi, lalu bajunya dilucuti dan diberikan ke dua anak yang lainnya. setelah itu, si anak angkat nggak dikasih makan. tak lama kemudian, diracun sekalian. 

sampai di sini aku mulai menangkap penghancuran yang diceritakan temanku. konsepnya mirip sama apa yang dilakukan Richard Gere dalam Pretty Woman untuk perusahaan-perusahaan yang dibelinya. dipreteli, lalu dipecah jadi kecil-kecil. mungkin kita harus mengirim Julia Roberts untuk menyelamatkan xsi!

tapi rasa kehilangan itu, aku bisa memahaminya. kehilangan yang muncul karena ikatan kita yang sulit dijelaskan pada benda-benda mati. barangkali benar bahwa aku lebih sedih mendengar Michael Jackson meninggal, daripada ketika baju yang aku suka ketumpahan bleach di tukang laundry dan rusak selamanya. tapi toh aku tetap punya ikatan-ikatan tertentu dengan benda-benda milikku, yang mengelilingiku, dan ketika kubawa-bawa bisa membuatku merasa betah, di manapun aku berada. 

aku ingat suatu ketika selama berminggu-minggu aku merasa salah kostum karena lipstik bodyshop no.14 yang aku sudah kupakai bertahun-tahun mendadak lenyap dari peredaran. aku sempat membeli dua lipstik lain selama rentang waktu itu. tapi rasanya masih nggak benar juga. tapi kenapa kehilangan-kehilangan itu begitu mengganggu? sementara benda-benda mati adalah sesuatu yang mestinya mudah digantikan. 

barangkali karena di bawah sadar kita, setiap hari kita menyiapkan diri untuk menghadapi kehilangan paripurna yang tak bisa kita sangkal, dan tak bisa kita lawan. kehilangan yang tak dapat kita kendalikan. kematian orang-orang yang penting untuk kita. di sekitar kita. 

sementara benda-benda itu, yang kita kendalikan dan kuasai sepenuhnya, dapat kita perkirakan kepergiannya. rata-rata usia komputerku 5 tahun. telepon genggam sedikit lebih cepat kadaluwarsanya; 3 tahun sudah kuganti. tapi ketika menghadapi kehilangan-kehilangan yang tak kurencanakan, aku masih gagap. dan ketergantungan pada benda-benda mati itu juga, kurasa, yang membuatku akan merasa nyaman tinggal di suatu tempat baru. selama aku dikelilingi benda-benda milikku. 

bagaimana denganmu?
kehilangan benda apa yang menyesakkan dadamu?

Monday, July 08, 2013

pelajaran dari Eko Nugroho

6 Juli 2013, aku pergi ke Dia-lo-gue di Kemang untuk hari terakhir pameran Postcard Revolution #3-nya DGTMB, di mana Eko Nugroho mengundang siapapun mengirim karya seukuran postcard lalu memamerkannya berkeliling.

kemarin adalah hari terakhir acara pameran itu dan Eko datang untuk artist talk, ia bicara tentang karyanya dan mempresentasikan slide show yang berisi pameran-pameran yang pernah dibuatnya, karya-karya yang pernah dipamerkannya, dan proyek-proyek yang pernah ia buat dan menurutnya menarik. ia mulai misalnya dengan pameran tunggalnya di Cemeti Art House tahun 2002, yang jadi awal karir kesenimanannya, yang kemudian memberinya kesempatan untuk melakukan residensi di berbagai negara, juga melakukan proyek-proyek yang menarik. termasuk proyeknya dengan Louis Vuitton.

proyek dengan Louis Vuitton itu: membuat karya yang kemudian dijadikan desain untuk syal edisi khusus yang akan dipasarkan secara internasional mulai Juli ini. proyek semacam ini memang bukan hal yang baru buat LV, sebelumnya mereka pernah melakukan kolaborasi serupa dengan perupa internasional seperti Takashi Murakami dan Yayoi Kusama. jadi terasa lebih spesial sebetulnya, karena tidak banyak seniman yang ditawari kesempatan semacam ini, dan Eko adalah seniman Indonesia pertama mendapatkannya.

setelah artist talk, beberapa orang --termasuk aku, duduk semeja dengannya dan ngobrol. sebelum akhirnya pembicaraan diambil alih oleh dua orang yang mengaku jurnalis dan ingin membuat tulisan tentang Eko Nugroho. aku mendengarkan pertanyaan-pertanyaan mereka, dan mengamati bagaimana Eko dengan sabar dan menyeluruh menjawab semua pertanyaan itu datu demi satu.

salah satu pertanyaannya adalah; apa saran yang akan Eko berikan kepada seniman muda yang sedang memulai karirnya. jawaban pertanyaan itu membuatku tertegun.
Eko bilang, ada dua hal yang bisa dia sarankan. pertama tetap fokus pada tujuan dan tetap melakukan apa yang ingin dilakukan. ia menambahkan bahwa melakukan hal ini di Jakarta sama sekali tidak mudah. di kota ini, orang harus punya pekerjaan untuk bisa bertahan hidup, karena semua serba mahal. dan waktu berjalan lebih cepat karena untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain perlu waktu lama. tapi kalau memang kita punya minat, punya passion untuk melakukan sesuatu, kita harus terus melakukannya. meluangkan 20 persen waktu kita untuk melakukan hal yang kita minati. lalu mengumpulkannya pelan-pelan, misalnya tetap melukis sampai karya terkumpul lalu bisa mulai mengadakan pameran. karena seni perlu ditunjukkan pada publik. untuk melihat penerimaan publik dan mereview perkembangan karya yang kita buat.

aku jadi teringat pada tulisan-tulisanku, blog ini, dan bagaimana setelah mulai tinggal di Jakarta aku makin jarang menulis. aku meredup dan kehilangan produktivitasku yang biasa karena terlalu sibuk dengan hal-hal rutin di masa kini sehingga hampir kehilangan hal yang paling aku minati; menulis.
sampai saat ini aku masih sedikit tertegun dan memikirkannya. aku rasa aku harus melakukan sesuatu dan mengambil keputusan yang penting soal ini.

terima kasih, Eko Nugroho.

Tuesday, April 09, 2013

the bathroom


sebelum akhirnya memutuskan untuk mengecat dinding kamar mandi menjadi seperti gambar di atas, tampaknya si pemilik penginapan sudah melakukan survei di seluruh kota Jogja untuk memastikan bahwa belum ada yang terpikir untuk mengecat dinding kamar mandinya seperti ini. dapat pula diduga bahwa ada dua faktor yang menyebabkan akhirnya motif ini yang dipilih oleh si seniman dan pemilik kamar mandi. pertama, keinginan membuat motif batik baru, yang selama ini belum pernah dibuat. tentu saja hal ini dipengaruhi kenyataan bahwa Jogja adalah salah satu pusat batik di Indonesia. kedua, minat yang tinggi terhadap lukisan abstrak, karena kecenderungannya untuk jadi klasik dan tak lekang oleh waktu. lukisan abstrak akan selalu trendi sepanjang masa, tak kenal musim dan cuaca. sekali dicat begini, dinding ini tak perlu diganti-ganti lagi catnya tiap menjelang hari raya. 

untuk memastikan bahwa kualitas-kualitas yang disebutkan di atas terjaga, sang seniman memastikan bahwa semua palet warna, baik primer, sekunder maupun tersier digunakan. mereka yang melihat lukisan ini bisa menemukan apapun warna kesukaan mereka di dalamnya. hal ini selaras dengan posisinya yang ditempatkan di kamar mandi, di hotel pula! 
keberadaan karya ini berarti siapa pun dapat diterima dan diakomodir dalam ruangan yang telah didekorasi dengan maksimal ini. tidak ada warna yang ditolak, begitu pun tidak ada tamu atau penikmat lukisan yang dilarang ikut menikmati karya ini. egaliter dan mencerminkan keterbukaan tanpa disekat batas-batas latar belakang apapun. 

bagi yang penasaran dan ingin ikut menikmati karya ini, silakan datang ke Jl. Suryodiningratan, Yogyakarta. 

---catatan ini merupakan pesanan si Indie

Friday, April 05, 2013

dua sen soal kereta ekonomi

PT. KAI berencana menghapuskan Kereta Ekonomi dan mengganti semua armada kereta api yang melayani penumpang di Jabodetabek dengan Kereta Rel Listrik atau yang selama ini dikenal sebagai Commuter Line. dan seperti sudah bisa diduga, protes dan sanggahan atas rencana ini membanjir. argumen utama para pemrotes adalah karena Kereta Ekonomi masih banyak diperlukan oleh kalangan bawah, yang tidak mampu. menghapuskan layanan Kereta Ekonomi dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil, pada masyarakat bawah.

buat yang belum pernah naik Kereta Ekonomi Jabodetabek, harga karcisnya adalah 1000 rupiah. dengan membayar harga ini, orang yang tinggal di Jakarta bisa pergi ke Depok, Bogor, Tangerang atau Bekasi, dan sebaliknya. perjalanan yang makan waktu 2-3 jam dengan mobil bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam saja. betapa murah!

dengan membayar 1000 rupiah, orang bisa naik kereta diesel yang tua, yang sudah lama sekali beroperasi dan sering rusak karena renta, sesuai umurnya. kereta-kereta ini pintunya nggak bisa ditutup lagi. sebagian karena engselnya karatan, sebagian karena macet dan rusak, sebagian lagi karena memang sebaiknya nggak ditutup. kenapa?

karena di dalam kereta suasananya kayak ketel uap. jendela nggak bisa dibuka. yang terbuka nggak bisa ditutup karena kacanya pecah. kipas angin tinggal sisa kerangkengnya aja. begitu pula dengan lampu. banyak orang yang ogah berdesak-desakan di dalam kereta ini. mereka lebih memilih berkerumun di dekat pintu, walaupun di bagian dalam belum terlalu penuh. paling tidak dekat pintu, masih ada sekelebat angin yang bisa mereka rasakan.
buat mereka yang mau lebih kena angin lagi, akan memilih naik ke atap gerbong kereta. apa mereka nggak takut jatuh lalu mati? ah, mati itu urusan Tuhan. pemerintah pun nggak boleh mengganggu kegiatan menumpang kereta di atap gerbong. suatu kali PT. KAI memasang bandul-bandul besar yang mencegah orang naik ke atap kereta. mereka yang menentang bilang upaya ini sebagai melanggar hak asasi penumpang yang ingin duduk di atap.

apakah mereka membeli karcis? sebagian besar tidak. buat apa beli karcis kalo bisa gratisan 'kan?

berhubung keadaannya begini, makin lama Kereta Ekonomi makin nggak karuan bentuk dan rupanya. makin sering rusak, berarti biaya perawatannya makin mahal. tapi karena tiketnya hanya 1000 rupiah dan banyak yang nggak bayar, biaya operasional yang harus ditanggung PT. KAI tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan dari karcis. kalau harga karcis dinaikkan, tentu nggak sebanding pelayanan, bentuk dan rupa kereta yang didapatkan dengan harga karcis yang harus dibayar.

sebetulnya, untuk perjalanan sejauh itu, harga karcis 1000 rupiah masuk akal nggak sih?
menurutku kok nggak, ya? bandingkan dengan ongkos naik angkot atau bis kota. sangat tak sebanding. tapi kereta sudah terlanjur lengket dengan cap murah dan transportasi rakyat. walaupun harga karcisnya udah keterlaluan murah, dinaikkan pun ongkosnya tak boleh. tak semua rakyat mampu dan mau membayar!
dan orang jadi protes lebih karena mereka bisa protes. siapa yang pernah protes atas tarif ojek yang semena-mena dan lebih mahal daripada tarif taksi? ada yang pernah protes ke Gedung DPR dan Bundaran HI karena ini?

rencana PT. KAI adalah mengganti gerbong-gerbong Kereta Ekonomi dengan gerbong baru yang ber-AC. yang bersih, lebih aman dan nggak bolak-balik rusak. yang pintunya bisa dibuka, yang toiletnya berfungsi dan bersih. konsekuensinya? harga karcis kereta akan naik, menyamai harga karcis Commuter Line saat ini. tapi ya gitu, banyak yang protes.

menurutku, kasus ini adalah satu saja dari sekian banyak kasus yang mirip. bahwa setiap kali, kita diingatkan untuk membela kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat miskin, kepentingan orang yang tidak mampu, kelas bawah.
yang mau kutanyakan sekarang, siapa sih rakyat miskin itu? dan apakah mereka benar-benar perlu dibela?

sampai ketika menulis postingan ini, aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang lupa, bahwa ada biaya operasional dan maintenance yang harus dibayar. kalau bahasa financial planner, mereka akan bilang "angka nggak akan bohong"

makanya menurutku, yang paling masuk akal adalah; pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk membangun infrastruktur transportasi massal, termasuk perbaikan, perawatan rel kereta dan gerbong kereta api, serta membayar sebagian biaya tiket kereta, supaya masih tetap ada Kelas Ekonomi. nah, harga tiket untuk Kelas Ekonomi bisa tetap lebih murah, tapi harus lebih mahal daripada sekarang, katakan 4 atau 5000, jadi lebih memper, gitu.
terakhir, dan ini yang paling penting: yang sebetulnya mampu bayar tiket KRL 8000, jangan pura-pura nggak mampu. gengsi, dong!



Monday, April 01, 2013

notes from the kitchen

punya dapur itu mengubah banyak hal.
memiliki dapur berarti memiliki pusat kehidupan dalam sebuah rumah. menurutku, segala hal yang terjadi di dalam rumah sangat ditentukan oleh dapurnya. salah satu yang paling membekas adalah serial The Cosby Show. cerita keluarga Afro Amerika kaya: The Huxtable, yang bertahun-tahun ditampilkan di televisi. aku tumbuh menonton cerita yang menampilkan dinamika keluarga panutan Amerika itu, yang nyaris setiap episodenya diawali dari adegan-adegan di dapur. dalam dapur keluarga ini, berbagai isu dibahas. persoalan-persoalan sekolah, keluarga, sampai hal-hal berat seperti disleksia, bahkan kehamilan remaja.

di rumah nenekku, dapur juga jadi pusat kehidupan rumah.
segera setelah bangun pagi, semua penghuni rumah akan menuju dapur untuk menghangatkan badan di tungku yang telah mengepulkan asap sejak sebelum subuh. nenekku pasti sudah menjerang air dan menanak nasi. nasi aron yang dipindahkan dari dalam panci menuju kerucut anyaman bambu sudah mengepulkan kabut tipis yang naik ke bubungan atap. dari seberkas cahaya matahari yang menyela genteng kaca dan jatuh ke samping tungku, aku bisa melihat asap dandang yang meliuk-liuk seperti menari.

dapur itu selalu remang sepanjang hari, seperti dapur-dapur lain di desa pada masa kecilku.
lantainya tanah yang gelap pekat menghitam, dan jadi licin basah kalau ada air yang tumpah. di bagian kanan setelah pintu masuk, ada amben bambu yang buatku luaaaas banget. sehingga kita masih bisa duduk walaupun ada beberapa karung berisi gabah ditumpukkan di situ. selain dipakai duduk-duduk saat memarut kelapa, memetik dedaunan untuk sayur dan mengiris bumbu, kadang-kadang kalo ngantuk berat, kakekku sering leyeh-leyeh di situ. sambil menikmati angin yang bertiup dari jendela di atasnya.

dari langi-langit di atas amben ada para-para bambu tempat nenekku menyimpan segala perkakas masak yang besar, menggantungkan keranjang besi berisi telur dan bahan-bahan kering. kadang-kadang ada daun kelapa yang setengah kering dijajarkan di para-para itu juga. setelah daunnya kering benar, tulang daunnya diambil untuk jadi lidi. biasanya itu berarti sate ayam, atau sapu lidi akan dibikin. aku lebih suka yang pertama.

di ujung ruangan di seberang pintu masuk, ada pintu lain yang mengarah ke perbatasan halaman tetangga. dari situ biasanya muncul bude atau anak bude tetangga sebelah dengan segala keperluannya. pada masa kecilku, di desa kami semua orang adalah saudara. aku akan diundang makan di mana-mana kapanpun berjumpa. sayangnya setelah kami semua dewasa, tak ada yang ingat lagi pada hal itu, dan pelan-pelan kami menjadi tetangga, atau sekedar pernah ketemu saja.

dekat pintu belakang itu, diletakan dua gentong besar air, yang dipakai untuk mencuci piring. nyuci piring di sini agak repot. air harus dipindahkan ke baskom dulu. baskom pertama untuk membasahi piring supaya gampang disabuni, dan untuk bilasan pertama karena sabunnya masih terasa licin. baskom kedua berisi air bersih untuk membilas sampai piring terasa kesat. nenekku sangat efektif dan efisien soal air. aku sendiri lebih suka air yang mengalir saat mencuci piring.
ini salah satu hal yang tidak bisa kami jembatani hingga akhir hayat beliau.

di pojok kiri, ada ruangan lain yang lebih kecil.
aku sendiri tak begitu paham apa fungsi ruangan kecil ini saat dibuat. yang jelas, pada masa kecilku, ruangan ini berisi tumpukan karung gabah hasil panen dan ember-ember yang sangat terlarang untuk disentuh. ember-ember itu berisi telur-telur bebek dalam rendaman air garam dan balutan arang bergaram serta kulit padi. setelah dua atau tiga minggu, telur-telur itu akan dikeluarkan, dikukus dalam dandang sampai lamaaaaa, lalu semua orang akan kebagian telur asin yang enak.
telur asin yang kami makan adalah yang pecah atau retak saat dikukus. telur-telur yang bagus dan licin sempurna akan berangkat ke pasar bersama nenekku untuk dijual atau diantar ke pemesannya.

sebuah meja dan empat kursi kayu diletakkan di tengah ruangan di dekat tiang. kami makan bersama di dapur ini. kami menerima saudara dan teman dekat keluarga di meja makan di tengah dapur ini. aku menemani kakek buyutku ngopi dan menghisap rokok berbalut daun jagung dan beraroma kemenyan-nya di meja ini. bersama ubi atau pisang kukus.

dari dapur ini, aku mengalami banyak hal yang sampai kini masih lekat dalam ingatan.

aku belajar mencintai urap dengan bumbu kelapa muda parut yang tebal dan panjang yang rasanya gurih segar karena baru dipetik dari pohon. aku belajar mengulek sambal dengan cobek tanah liat dan ulekan kayu. aku tergila-gila pada sambal bawang putih dan cabe rawit yang pedas menggelora, yang dimakan bersama tempe goreng panas-panas dan nasi putih pulen mengepul.

aku menemukan bahwa untuk orang-orang dari gunung yang jadi buruh tani, yang penting adalah porsi nasi yang menggunung. lauknya nggak masalah. dan yang penting pedas!
itu kuketahui ketika nenekku membuat sayur santan berisi potongan tempe dan tahu dan daging ikan, yang diberi cabe rawit utuh kira-kira setengah kilogram. sayur itu akan dikirim ke sawah untuk makan siang para buruh tani, bersama beberapa bakul besar nasi.
bertahun-tahun kemudian aku baru paham, orang miskin terbiasa mematikan indra pengecap mereka dengan cabe. supaya mereka tetap merasa makan enak tanpa harus keluar banyak uang untuk bumbu dan bahan makanan yang rasanya istimewa.

dari dapur ini aku mengenal sayur bobor bayam dan kangkung. aku bertemu dengan daun katuk, lembayung atau daun kacang, kecipir, dan kembang turi. aku juga dikenalkan pada impun, semacam teri manis gurih yang biasanya dipepes atau dibuat bothok. gurihnya membuatku sekarang merindukannya.

dan di dapur ini, aku juga belajar bekerja sama dan hubungan yang setara.
kakekku setiap pagi memarut kelapa, memotong kayu bakar dan dahan kelapa, mengambil air, dan seringkali dari dapur aku melihatnya mencuci pakaian.

di kemudian hari aku mengetahui, di banyak rumah tangga, laki-laki tidak biasanya masuk dapur untuk mengerjakan urusan-urusan rumah. mereka tak boleh masuk dapur karena dianggap meruntuhkan kejantanan mereka. mereka akan membiarkan nenek, ibu, istri atau anak perempuan mereka menyelesaikan semua urusan, sementara mereka juga menambahi pekerjaan dengan perintah-perintah minta dilayani. yang juga merembet ke hal-hal lain di luar urusan dapur. yang membuat perempuan-perempuan dalam rumah tangga semacam itu jadi orang yang selalu dinomorduakan dan tak pernah jadi spesial.

aku selalu bersyukur karena dapur gelap hitam berjelaga itu memberiku kenangan dan bekal yang berbeda.


Saturday, March 16, 2013

yes, this season sucks




hasil polling American Idol tadi malam sangat mengecewakan. 
kontestan 10 besar yang kujagokan, Curtis Finch, Jr. harus pulang di minggu pertama pertarungan finalis (kontestan 10 besar) karena jumlah suara yang mendukungnya paling sedikit. 

dan ini menyebalkan karena diantara kontestan-kontestan laki-laki yang lain, misalnya Lazaro atau Devin, si Curtis ini keliatan jauh lebih berbakat dan kemampuannya lebih besar. penguasaan panggungnya luar biasa, gaya menyanyinya jelas dan distinctive, dan yang terutama, saat dia menyanyi, bisa dirasakan energi yang dia pancarkan ke penonton, membuat kita seperti membeku dalam momen itu bersamanya. 

Mahen bilang, soal gayanya itu, banyak dipengaruhi oleh karakter gospel yang memang nempel banget ke Curtis. seperti Joshua Ledet, kontestan tahun 2012 yang jadi nomer 3, Curtis juga anak seorang pendeta. 

I knew it. aku udah merasakannya sejak awal. American Idol tahun ini memang rasanya beda banget dengan --terutama, kontes yang sama dalam 2 tahun terakhir. sejak awal kulihat, pelaksanaannya sudah terasa bermasalah, dan itu bisa kita lihat dalam beberapa hal. 

pertama, juri-jurinya. 
setelah dipastikan bahwa Steven Tyler dan Jennifer Lopez nggak akan balik lagi menjadi juri tahun ini, Randy Jackson didampingi oleh Mariah Carey, Nicki Minaj dan Keith Urban. 
sejak episode pertama, audisi di kota pertama, sudah terlihat bahwa Mariah dan Nicki kayak bensin sama api. kalo dideketin akan bikin letupan-letupan yang membakar. entah sekedar strategi dagang yang sudah diskenario atau memang benar-benar terjadi, Nicki dan Mariah berantem melulu. 

Mariah yang selalu menampilkan diri sebagai diva yang sikapnya I-have-seen-it-all dan impossible to impress, ketemu dengan Nicki yang menggunakan setiap kesempatan untuk mencemooh Mariah, dan nggak segan menggunakan peserta sebagai alat dalam olok-oloknya. 
misalnya gini, nih: waktu ada peserta yang maksudnya mau nyanyi dengan falseto, dan jadinya fals beneran, Nicki berkomentar: "wow, your range is even wider than Mariah Carey"

memang di episode-episode berikutnya yang begini-begini bisa dikurangi dan Nicki lebih behave dan lebih fokus sama penjurian. but the damage is done. peseta yang lolos audisi jadi seperti ke kanan dan ke kiri, karena selera penjurian yang beda-beda tapi sekaligus saling tumpang tindih. 

kenapa? ada faktor Keith Urban di sini. ia jadi lebih fokus sama hal-hal selain teknis menyanyi dan pemanggungan, jadi yang membahas sisi teknis hanya Randy saja. 
sementara itu, Nicki hanya tertarik sama kontestan yang aneh banget atau gila banget. dan Mariah sibuk sama dirinya sendiri. nggak terjadi relasi saling isi dan saling melengkapi antara kerja satu juri dengan juri lainnya. 

kedua, kontestannya.
well, ini masih ada hubungannya sama juri juga, sih. 
menurutku tahun ini para kontestan yang lolos seleksi adalah mereka yang beda banget sama apa yang selama ini dihasilkan oleh American Idol. penyanyi baru berbakat yang mengejar mimpi untuk menyajikan musik yang menyenangkan dan bisa dinikmati oleh banyak orang. musik yang bikin orang juga bahagia melihatnya. 
bukan sekedar beda dengan cara yang aneh, atau gila. 
nggak, mestinya yang dicari bukan peniru Lady Gaga baru. 

bandingkan dengan musim sebelumnya, di mana sejak sebelum 10 besar pun, para kontestan sudah punya kecenderungan yang kuat dalam aliran musik yang mereka pilih masing-masing. jadi kita bisa lihat variasi yang seru dan dengan kualitas yang setara hingga setiap minggu kita selalu dapat kejutan yang seru.

dua hal ini berakibat pesan campur-aduk yang sampai ke penonton, sehingga penonton juga kacau dalam memilih kontestan. korban pertamanya: Curtis. dengan menyedihkan, dan tanpa pertolongan juri, ia terpaksa pulang di minggu pertama eliminasi para finalis. 
benar-benar menyebalkan. 

sekarang andalanku tinggal satu aja. Angie Miller yang jago main piano, jago ngarang lagu, dan punya kualitas jadi superstar. semoga setelah ini para penonton di Amerika Serikat bisa memilih dengan bijak, supaya yang akhirnya menang memang yang benar-benar pantas. 

Monday, October 01, 2012

tentang 2 gadis bangkrut dan korupsi



Sejak akhir tahun lalu, aku mulai nonton serial buatan CBS berjudul "2 Broke Girl$". sitkom buatan CBS ini bercerita tentang kehidupan dua orang pelayan sebuah restoran kecil di bilangan Williamsburg, Brooklyn, New York.

Pelayan pertama, Max Black, berasal dari kalangan pekerja rendahan yang miskin sepanjang hidupnya. Sementara pelayan kedua, Caroline Channing, sebelumnya hidup sebagai gadis kaya raya, sosialita sebagai anak pemilik perusahaan investasi terbesar di kota itu. Caroline bangkrut setelah ayahnya ditangkap polisi lalu dijebloskan ke penjara akibat skandal Ponzi Scheme yang dijalankannya. Setelah kejadian itu, Caroline harus meninggalkan mansion dan seluruh barang mereka yang disita di Manhattan, pindah ke Brooklyn dan memulai hidup baru.

Pertemuan Max dan Caroline dan kudanya Chestnut, serta perjuangan mereka membangun bisnis cupcake diceritakan sedikit demi sedikit setiap episode. Caroline yang seumur hidupnya tak perlu mengerjakan pekerjaan rumah tangga apapun, seperti belajar dari nol, dengan bantuan Max. Perubahan hidup itu begitu drastis, mulai dari hal-hal sepele seperti perbedaan jenis tisu gulung atau keripik kentang antara yang dahulu selalu dimiliki Caroline hingga keharusan mengganti dokter gigi juga toko tempat berbelanja pakaian, dari department store mewah, ke charity shop. Caroline seperti sedang mejalani hidup di sisi gelap bulan.

Dalam rencana mereka memiliki bisnis cupcake sendiri, Caroline menyebut bahwa mereka memerlukan dana sebesar $250,000 agar bisa membuka toko. Selama uang tersebut belum terkumpul, mereka harus tetap menjadi pelayan, sambil membuat cupcake dan menjajakannya dalam setiap kesempatan. Cupcake buatan Max selama ini dijual hanya di restoran tempat mereka bekerja. Maka di akhir setiap episode, akan ditulis berapa banyak uang tabungan yang mereka miliki dalam mencapai $250,000. Kadang bertambah, kadang berkurang.  

Sejak episode pertama, serial yang lucu dan penuh satir serta ejekan ras yang mengena dan kadang-kadang keterlaluan ini, mengingatkanku pada soal hukuman pada para tersangka korupsi di Indonesia. Kenapa para koruptor itu tidak jadi miskin setelah tertangkap?

Apa yang dilakukan terhadap tokoh Martin Channing dalam serial ini adalah apa yang seharusnya dilakukan pada para koruptor. Selain pelakunya dijebloskan ke dalam penjara, semua asetnya harus dibekukan sampai sidang pengadilan selesai menentukan berapa lama ia harus dipenjara. Lalu, koruptor harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Kalau aset-aset lancar yang dimilikinya tidak mencukupi untuk membayar krugian itu, maka aset-aset tetapnya harus dilelang di hadapan publik dan uang yang dihasilkan dapat digunakan untuk menutupi kerugian itu.

Aku justru nggak pro sama hukuman mati untuk para koruptor. Karena tampaknya mereka tidak takut mati. Mereka lebih takut miskin, sehingga selama bertahun-tahun berusaha memupuk kekayaan, tanpa peduli dari mana asalnya, dan apakah itu hak mereka atau bukan. Dimiskinkan, tentu, adalah momok bagi mereka. Kalau belum sempat dihukum secara sosial, dipermalukan karena jadi maling uang negara, belum sempat hidup susah, terus langsung dihukum mati yang artinya terbebas seketika dari tanggung jawab di dunia, kok kayaknya gampang bener.

Jelas-jelas tindakan memiskinkan itulah yang harus dilakukan supaya pelakunya jera, dan jadi pengingat untuk orang-orang lain yang barangkali mau coba-coba melakukan kejahatan yang sama. Sederhana dan efektif. Tapi kenapa di sini nggak ya?

*masih geram baca berita terpidana korupsi tidak dipecat dari PNS, malah dapat promosi pula*

Wednesday, May 02, 2012

MayDay

tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional dan seperti bisa diharapkan sejak bertahun-tahun lalu, hari tersebut hampir selalu dirayakan oleh para buruh (utamanya buruh pabrik) dengan mengadakan demo besar-besaran. sebelum aku tinggal di Jakarta, isu semacam ini masih terasa berjarak denganku. bukan karena nggak peduli, tapi lebih karena dampak yang kurasakan akibat demonstrasi yang terjadi nyaris tak ada. 


tahun ini, rupanya demo besar-besaran ini mencapai babak baru, bukan hanya dari segi jumlah, melainkan juga dari sisi penyelenggaraan. sejak pagi dilaporkan di berbagai media online, radio serta televisi, lalu diperkuat tweet dan email dari teman-teman di timeline serta mailing list, puluhan bahkan ratusan (ada kabar bahwa disediakan parkir yang mampu menampung hingga 2500 bis di Parkir Timur Senayan) bis pariwisata memasuki Jakarta dari berbagai penjuru. tiap bus penuh sesak oleh para buruh yang akan berdemo. oya, mereka pun memakai seragam beraneka warna. kabarnya, demonstrasi akbar tahun ini juga dimeriahkan oleh hiburan di Gelora Bung Karno. yang diundang Slank! serta ada pula acara dangdutan di Tugu Proklamasi. 


tapi ada juga yang bilang, buat masuk ke acara Slank di GBK, para buruh harus membayar Rp 30.000,-. entah benar atau tidak.


akibatnya sudah dapat diduga, sejak pagi ribuan orang mengeluhkan kemacetan yang luar biasa melalui berbagai jejaring sosial. lebih parah lagi, penyediaan transportasi yang oke itu tidak disertai pemikiran taktis soal parkirnya. bis-bis itu diparkir di jalur busway di sekitar Sudirman. jadi bisa dibayangkan betapa kacaunya. beberapa trayek Transjakarta akhirnya dibatalkan pada hari itu. dan inilah yang bikin aku gerah. karena mereka yang naik busway (dan atau harus naik kendaraan umum lainnya) juga sama-sama buruh. bener beda seragam dan beda tempat kerja, tapi tetap buruh-buruh juga. jadi kenapa untuk menuntut hak dan kesejahteraan para buruh, demonstrasi yang dilakukan harus mengganggu hak buruh lainnya?

kalo ngomongin buruh dan demonstrasinya, aku jadi ingat beberapa hal yang patut diceritakan. masih tentang buruh juga, tapi dari sudut pandang yang kira-kira letaknya sebelah kiri agak turun dikit 15-an derajat. sebagian cerita itu, aku tulis ulang di sini.

temen yang kerja di perusahaan konveksi yang lumayan gede di Bandung cerita; kalo abis hari gajian, di depan pabrik mendadak jadi pasar kaget. dan para buruh pulang dijemput oleh keluarganya. semua ingin langsung berbelanja di pasar kaget itu. lalu nanti sampai di rumah udah dengan semua belanjaan dari pasar kaget, dan dalam 10 harian, upah yang mereka terima amblas dengan sukses. 

ada juga yang perusahaannya ngasih upah nggak sampai setaraf UMR, kurangnya kira-kira 15% dari standar yang ditetapkan pemerintah itu. tetapi pada setiap shift kerja, semua karyawan mendapatkan satu kali makan, buffet style, jadi boleh ambil sepuasnya, sekalian dengan makanan kecil sebagai penutup yang menunya berbeda tiap hari, mulai dari buah segar, es doger, sampai es kacang ijo. selain itu, juga ada fasilitas asuransi kesehatan yang full coverage di rumah sakit terdekat, sesuatu yang bahkan sulit didapatkan para karyawan dengan penghasilan lebih besar. mulai dari rawat jalan sampe rawat inap dan melahirkan sampai anak ketiga, semua ditanggung oleh asuransi kesehatan itu. 

satu lagi cerita yang aku tau, dari sebuah pabrik yang memiliki 500-an buruh. GM pabrik itu melihat bahwa hampir setiap buruh cuma punya satu tujuan tiap tahun, mudik lebaran. jadi, sebelum lebaran mereka nabung-nabung sendiri sedikit demi sedikit, lalu nanti pas lebaran, hasil menabung yang tak seberapa dan THR akan dibawa pulang mudik, foya-foya, lalu balik lagi ke pabrik dalam keadaan tak punya uang sama sekali, atau bahkan minus alias ngutang. jadi tahun berikutnya, GM tersebut 'memaksa' buruh untuk menabung lewat koperasi pabrik. jumlah gaji yang diterima berkurang karena potongan iuran bulanan koperasi. pembagian hasil usaha koperasi dilakukan menjelang lebaran.

lain lagi yang terjadi di sebuah perusahaan di jogja yang punya restoran, travel, dan penginapan, pemiliknya cerita ke aku kalo dia sering prihatin dengan gaya hidup karyawannya. upah udah jelas nggak seberapa, tapi prioritas pertama mereka adalah hp! dan motor. untuk motor, karena menabung hanya untuk membayar uang muka, waktu harus bayar cicilan jadi pada keteteran. lalu disita-lah motor itu. yang nggak bikin mereka kapok. karena akan terulang kembali beberapa bulan berikutnya. 
masih menurut si bos, para karyawannya ini bahkan lebih sering ganti hp daripada si pemilik perusahaan itu. lebih canggih-canggih pula hpnya. 

hal yang mirip juga aku temukan waktu masih di Bali. suka bingung sama mereka yang aku tau penghasilannya lebih rendah daripada aku, tapi kalo beli kebaya hampir selalu brokat Prancis dan kain batiknya tulis, bahkan tulis-sutra! padahal brokat prancis itu per potong bahan kebaya paling murah sekitar  Rp 750,000. dan hampir tiap hari raya (yang ada banyak dan bermacam-macam), mereka akan membeli set kebaya-kain baru. aku sendiri baru punya brokat Prancis dari seserahan! hihihi. 
selain itu hp-nya juga canggih-canggih dan kalo ada hp jenis baru yang jadi trend, mereka akan langsung ganti. justru mereka terheran-heran karena selama bertahun-tahun aku tetap pake Siemens E-398, sampai ia menua dan benjut-benjut. lalu bagaimana mereka melakukannya? intinya sih berani berhutang (hingga puluhan juta) dan membeli segala hal secara kredit. 

menurutku, sih... dari cerita-cerita tadi, kesejahteraan itu bukan hanya soal membesarkan jumlah upah para buruh. tetapi juga memberdayakan mereka. mendidik, mengajarkan disiplin dan konsistensi, memperbaiki pola pikir, membudayakan pengelolaan uang dengan cara baik, hidup bersih dan lebih sehat supaya tak gampang sakit... dan itu semua aku yakin nggak bisa dicapai hanya melalui demonstrasi. 

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...