Tuesday, November 10, 2009

maxidress is still in season


sejak akhir tahun lalu, aku makin sering melihat gaun-gaun semacam ini berseliweran di jalan-jalan. sebetulnya kalau diingat baik-baik, tahun 2007-an juga udah ada sih yang pakai maxi-dress macam ini, tapi tentu saja saat itu, hanya segelintir ultra-ultra chic aja yang memakainya. seiring berjalannya waktu, wabah yang penyebarannya disulut oleh, diantaranya, Diane von Furstenberg ini, semakin menyebar.

tapi memang, saat satu model baju sudah mulai keliatan menyebar luas dan semakin banyak yang pakai, tiba-tiba bentuknya jadi makin aneh, dan makin nggak pantas pakai. sepertinya memang ada semacam konspirasi, bahwa bentuk pakaian yang bagus, enak dilihat dan bikin semua yang lihat mengiri menganan, hanya disediakan buat the certain beautiful people who sway and steer the world under their gaze.

lalu tiba-tiba, muncul maxi dress berwarna ungu tua dengan motif belang macan warna hitam. atau warna merah ngejreng dengan motif belah ketupat besar-besar dalam berbagai warna, kuning, hijau, biru, ungu, oranye, kombinasi yang begitu mencengangkan dan tak terbayangkan bisa tercipta.

dan kalau gaun-gaun yang menyilaukan mata semacam ini aku temui di acara resital piano anak-anak, aku hanya bisa mengasihani anak itu, bukan salahnya sehingga ia harus berada di tengah-tengah kecelakaan mode semacam ini.


sebetulnya, pilihan maxidress yang sangat beragam baik bahan maupun motif membuatnya bisa dipakai oleh nyaris semua bentuk tubuh. bisa menutupi bagian bawah badan yang terlalu besar, menyamarkan perut yang tidak rata, dan memberi volume pada tubuh yang terlalu kurus. tapi jenis gaun ini memang sebaiknya tidak dipakai oleh mereka yang bertubuh pendek, karena bisa membuat pemakainya jadi seperti tenggelam.

dan karena ini gaun musim panas, paling cocok dipadukan dengan sendal yang tipis dan terbuka tanpa hak, atau sepatu wedges untuk acara malam yang lebih formal.

Saturday, October 24, 2009

Bersama Thomas Heatherwick untuk Indonesia


Tahun 2004. Mataku tertumbuk pada sebuah artikel mengenai program istimewa di Design Museum, London. "Thomas Heatherwick Conran Collection at the Design Museum: The intersection of mundanity, necessity and the sublime" kata-kata yang provokatif sekaligus menimbulkan kernyitan di dahi. Apa urusannya sampe mundanity bisa dengan leluasa masuk ke Design Museum?

Artikel itu rupanya mengenai pameran terbaru yang didanai oleh Terence Conran Foundation, di mana yayasan ini menyediakan £30,000 agar kuratornya, Thomas Heatherwick, bisa mengumpulkan 1000 benda yang karena desain (dan kegunaannya) menjadi barang-barang yang ingin dimilikinya. "Things I want to live, with. Things people should live with" katanya. Dan tidak seperti pameran desain yang lain, yang isinya barang-barang yang bentuknya begitu bagus sampe nggak kebayang gimana cara makenya, pameran ini sarat oleh benda-benda sehari-hari yang fungsional, sekaligus didesain ciamik. Misalnya dental floss buatan Jepang yang bisa dipakai membersihkan gigi hanya dengan satu jari, Pop Tarts, peti mati berbahan kardus, atau benang gelasan (senar yang dilapisi kaca) supaya bisa menang waktu adu layang-layang. Hebat, dia sampai tahu senjata andalan anak-anak yang main layangan di Indonesia:))

Gara-gara baca artikel ini, aku jadi pengagum Thomas Heatherwick dan tertarik untuk mencari tahu lebih banyak tentang Design Museum, membaca semua keterangan yang ada di dalamnya, dan selama beberapa hari kemudian sibuk mengaduk-aduk isi perpustakaan desainer yang menulis tentang sederet desainer berbakat dan karya-karyanya yang menarik. Mulai dari Manolo Blahnik si empu sepatu, sampai The Experimental Jetset yang salah satu desainnya nempel di kaus hitam favoritku yang bertuliskan:
John&
Paul&
Ringo&
George.
Semua orang tahu nama belakang mereka.

Tahun demi tahun berganti dan setiap kali aku menemukan Thomas Heatherwick bikin karya baru yang lebih menarik dari sebelumnya. Dia terus melaju. Benang merah dari keseluruhan karya itu adalah desain yang sederhana, tapi eksekusinya mengejutkan. Lipatan, gulungan, helaian pita, ledakan kembang api. Siapa lagi sih, selain dia, yang bisa memikirkan The Rolling Bridge untuk dipasang di Paddington Basin-London? Jembatan biasa yang nggak terlalu gede karena tempatnya sempit, tapi sewaktu-waktu bisa digulung kalau ada kapal mau lewat. Ribuan orang yang sengaja datang cuma buat ngeliat jembatan itu digulung (sampai diputuskan untuk menggulungnya tiap Jumat, ada atau gak ada kapal yang lewat) pasti punya hal yang sama di kepala mereka. "Kok kepikir ya?" Gak heran Heatherwick disebut-sebut sebagai 'orang paling kreatif di Inggris'.



Pendekatannya itu dikerjakan melalui pemilihan bahan yang cermat dan penyelesaian yang sangat rinci. Dan hal ini bisa diterapkan pada segala bidang, mulai dari bangunan East Beach Café atau display toko Harvey Nichols yang seolah-olah dibuat dari helaian pita; monumen B of the Bang yang yang seperti dibuat dari sumpit raksasa dalam bentuk pijaran kembang api; gedung-gedung bisnis kreatif di Universitas Aberystwyth, yang tulisan dalam situsnya mirip dengan bahasanya Arwen dari Lord of the Ring, membuatku percaya kalau universitas ini adalah tempat belajar para peri, jembalang dan goblin; sampai tas ritsleting buatan Longchamp.



Mengikuti perkembangan karir Heatherwick membuatku kerap memikirkan desain dari sisi ide dan fungsi. Disadari atau tidak, hampir setiap benda yang kita pegang dan pergunakan sehari-hari, semuanya dirancang oleh seseorang. Tapi sekedar desain bagus saja nggak cukup. Untuk jadi sesuatu yang bisa dibuat dalam jumlah massal, harus ada ide kuat yang mendasari suatu benda, ditunjang dengan fungsi benda itu. Lalu harus ada yang bisa menerjemahkan desain itu sehingga layak dikembangkan, bisa jadi trend, mengubah cara pandang orang, atau membuat hidup lebih nyaman. Aku bicara tentang iPod, celak berbentuk pasta yang dipulaskan dengan sikat, kemasan roll-on deodorant yang tutupnya ada di bawah, pisau lipat serbaguna, peralatan makan bayi yang bisa berubah warna sesuai suhu, sampai cetakan es batu yang menempel dalam kulkas dan bisa diputar supaya langsung lepas dan tertampung. Sejak beberapa tahun yang lalu, aku tertarik untuk belajar Manajemen Desain, utamanya untuk industri kreatif.

Menurutku, Indonesia punya potensi industri kreatif yang luar biasa. Bakat, perajin yang terampil dan tekun, serta pasar yang sangat besar. Semua hal ini bisa dihubungkan oleh suatu manajemen desain yang efektif dan bisa membaca perkembangan. Aku yakin manajemen desain adalah salah satu kunci keberhasilan Inggris sebagai negara dengan industri kreatif yang paling maju di dunia. Itu sebabnya, menurutku, belajar dalam bidang ini, langsung di negara yang telah menghasilkan desainer menakjubkan seperti Heatherwick, akan memberi landasan yang kokoh, terutama dalam pendekatan dan pola pemikiran, sehingga dapat diterapkan dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia. Dan yang sama menariknya, adalah terbukanya kesempatan untuk bisa bekerja sama dengan orang-orang paling kreatif dalam bidangnya, lalu mengubah dunia.

Tuesday, October 13, 2009

puisi-puisi cinta

pada Kompas Minggu, 30 November 2008, puisi Iyut Fitra dimuat di halaman Sastra.

SESEORANG YANG TERUS BERLARI
:Dino Umahuk

kau tentu ingat ketika kita bercakap di tepi kolam sebuah hotel
gerimis turun ragu dan matamu merah lindap setelah beberapa botol wine
"aku lelah untuk terus berlari. tapi dari kota ke kota ledakan itu terus memburu!" ujarmu menyingkap badan.
ada beberapa bekas luka menghitam "ini bunga dari pertikaian!" diam kubuang puntung rokok ke dalam kolam
sebagaimana teman madura kita yang juga tak percaya.
bahwa rusuh yang tumbuh di tubuhmu adalah rasa cinta pada tuhan:
"aku telah berkali berganti nama demi kebenaran!" hentakmu memecah botol
aku memungut derainya. di dalamnya kulihat wajahmu yang tercabik
simpang-simpang dari arah matahari yang tak jelas

kita berpisah juga. kau seorang ambon yang dulu ke jakarta dan sekarang di aceh
di payakumbuh kotaku yang sunyi kubayangkan seseorang terus berlari memanggul marah.
puisi-puisi di pundaknya berceceran sepanjang jalan
"kurasakan tempat tidur seperti papan bertabur paku. merebahkan nasib sama saja menikam tubuh. engkau dan aku menumpuk sengketa setinggi gunung..." tulismu dalam pesan yang ngilu.
kuingat sepasang bule australia yang bertengkar di seberang kolam.
kita seolah-olah ingin berdansa karena tertawa
tapi bukankah pertengkaran-pertengkaran serupa itu yang kita cemaskan?

kau tentu ingat ketika kita bercakap di tepi kolam sebuah hotel
aku takut ledakan-ledakan itu juga sampai ke kotaku

Payakumbuh, November 2008

setahun kemudian, dalam buku kumpulan puisinya yang ketiga, 'Mahar Cinta Lelaki Laut', Dino Umahuk mencantumkan puisi ini:

LEDAKAN ITU TELAH SAMPAI DI KOTAMU
:Iyut Fitra

Di koran minggu, kau tuliskan untukku sebuah puisi
Tentang seseorang yang terus berlari memanggul amarah
Demi mencari hakikat hati dan pintu-pintu menuju Ilahi
Berganti nama berpindah kota mengaitkan nasib di ujung belati
Ada sisa luka menghitam dari dalam dada hingga ke muka
Aku seorang Ambon yang memecah botol itu, masih kau simpan derainya?

Dari kotamu sepucuk puisi semakin rapat merangkul kawan
Aku ingat kita sering makan di Warung Putri Minang
Kegilaan membaca puisi dan lagu sendu di pesta jalanan
Naik motor sewaan sambil sering tersasar arah tersalah alamat
Atau bercakap dan baca puisi di tepi kolam dan aku mabuk

Sepasang bule Australia itu bertengkar karena cinta aku tahu
Mereka dalam kemabukan saling membakar hingga berubah jadi cemburu
Tak perlu kau cemaskan karena kita punya luka sendiri yang lebih nyeri
Luka yang membuhul dari ujung ke ujung negeri semoga tidak di kotamu

Koran minggu kubaca berulang seolah hendak merapal mantera
Lalu keharuman aroma puisimu bertebaran seisi kamar
Kubayangkan kau sedang bersandar di batang ara melepas dahaga
Menikmati panorama ngalau indah, mungkin berkhayal
Tentang gadis berkebaya kuning dan merah hati
Atau berumah di Istana Asserayah Hasyimiah yang barangkali

Aku selalu ingat percakapan di tepi kolam hotel itu
Kau tahu ledakan-ledakan itu telah sampai di kotamu, ledakan puisi

Banda Aceh, Desember 2008

setelah membaca kedua puisi itu, aku tiba-tiba paham rasanya menjadi mak comblang yang berhasil. tak kusangka, upaya mempertemukan mereka untuk tampil di festival jalanan tahun lalu ternyata berujung bahagia. puisi-puisi cinta ini begitu romantis dan mesra, penuh kiasan terselubung, bahasa intim yang hanya dipahami oleh dua insan yang sedang memadu asmara. LOL.

kedua puisi ini adalah rekaman kisah antara Lelaki Ternate, 35, 175/65, Islam, penyair, cokelat gelap, berpenampilan menarik, agak pendiam, baik, sabar, penyayang, pengertian, perhatian, apa adanya, sehat jasmani dan rohani, merokok, ngebir, senang musik, pecinta alam, suka traveling. yang tahun lalu telah dipertemukan dan ditambatkan hatinya pada Pria Minang, 41, 165/57, Islam, penyair, sawo matang, rambut gondrong, agak pendiam, jujur, setia, taat, tanggung jawab, penyayang, perhatian, pengertian, terbuka, tidak materialistis, apa adanya, sehat jasmani dan rohani, senang baca, tidak terlibat narkoba. ROFL.

aku doakan semoga keduanya selalu rukun senantiasa, langgeng dan berbahagia sampai tua:))

Wednesday, October 07, 2009

ode untuk kadek

laki-laki muda yang tampan dan bertubuh jangkung itu jelas sedang terluka hatinya. pundaknya rebah, tatapnya sayu tersaput sisa-sisa air mata yang menggantung gelap pada kantung di bawah kelopak matanya. geraknya serba salah tak menentu. tanpa senyum. membisu.

ia mengenakan kemeja hitam bergaris tipis merah jambu, berkain senada, dengan ikat kepala batik membebat dahinya. tanpa wajah yang mencerminkan hati remuk redam itu, orang tentu dapat diyakinkan bahwa ia sesungguhnya hanya berniat menemui gadisnya. kunjungan tanda kasih yang biasanya menimbulkan debar menyenangkan. namun saat ini kedatangannya berselimut kepedihan. saat ini adalah kali terakhirnya bisa menatap wajah gadisnya.

laki-laki muda itu seolah tak hendak beranjak dari sisi sang gadis yang terbujur kaku. keduanya saling membisu dan tak akan pernah bisa bertukar kata lagi, tak mungkin bisa bertukar senyum kembali. dalam ketenangannya yang mengiris hati, gadis yang terbaring dengan mata terpejam itu tampak tenteram. seluruh kesakitan dan nyeri yang sempat bersemayam di tubuhnya pupus sudah. ia seolah sedang tidur amat lelap dan tanpa mimpi.

laki-laki tampan yang patah hatinya itu menyadari pandang yang beredar dari sekeliling ke arahnya. pandang prihatin dan trenyuh atas kepahitan yang ia rasakan hari ini, dan tak akan terlupa seumur hidupnya. belum genap seperempat abad ia menghirup hawa dunia, tapi kebahagiaannya telah terenggut pergi bersama gadisnya yang juga masih sangat muda. duapuluh dua.

teriring alunan angklung yang menusuk kalbu dengan haru, semilir angin pekuburan di bawah langit biru dan awan berserak, bersama semerbak dupa dan taburan kelopak-kelopak bunga, dan linangan air mata tanpa isak laki-laki tampan yang bergeming di samping lubang makam, wajah dan tubuh gadis yang telah membisu lenyap ditelan bumi.

bertahun-tahun ia telah menahan kesakitannya. kini ia melepaskan semua. selamat jalan, gadis manis. kamu telah berjuang dengan gagah berani. pergilah dengan tenang. doa kami menyertaimu...

Friday, October 02, 2009

yang tumpul tanpa hati

dalam benak sejumlah reporter dan pembaca berita di TV, rupanya terinstall sebuah layar teleprompter yang lebih kurang bentuknya seperti layar komputer yang dijalankan dengan DOS. setiap kali ia melaporkan suatu kejadian dan harus ngarang, layar itu akan muncul dan memandunya berbicara. sayangnya, teleprompter itu sudah kuno, terlalu usang, maka tak heran, pertanyaan yang keluar dari mulut sejumlah reporter dan pembaca berita di TV yang sedang kubahas ini, terdengar nggak pantas dan nyata-nyata tolol.

"bagaimana perasaan Bapak setelah mengetahui anak Bapak meninggal dalam gempa ini, Pak?"
"bagaimana perasaan Bapak karena tidak mendampingi anak Bapak saat gempa terjadi?"
"apakah para orangtua murid yang sedang menunggu kepastian berita mengenai anak mereka yang tertimbun puing-puing terlihat cemas, begitu?"
"bagaimana jika ternyata keadaan berkata lain dan anak Bapak tidak berhasil diselamatkan dari reruntuhan?"

dalam teleprompter otak mereka yang dangkal dan tumpul, dalam hati mereka yang tak punya rasa, para reporter dan pembaca berita ini rupanya mengajukan pertanyaan dengan jawaban berganda dan pilihannya kira-kira begini:
a. yagitudeh...
b. sedih, tapi saya sudah pasrah, ini semua kehendak Allah
c. biasa aja, sih. ini juga kalo istri saya gak ngotot kesini, mendingan saya tidur di rumah.
d. kalo memang meninggal, itu berarti kesempatan buat saya bikin anak lagi.
e. saya sih agak berdebar-debar karena habis ini pasti banyak bantuan datang
f. semua jawaban benar

bahkan ketika yang diwawancarainya sudah tersedu-sedu berlinang air mata, rentetan pertanyaan itu tak kunjung berhenti. seolah tangis hanya sekedar jeda iklan. pertanyaan dialihkan sebentar pada orang di sebelahnya, lalu ketika tangis narasumber yang dimaksud sudah reda, mic segera diacungkan lagi pada yang bersangkutan dan pertanyaan berikutnya segera terlontar.

media kita, terutama yang bersikeras menyebut dirinya media berita meskipun melaporkan hal-hal serius dengan gaya infotainment dan drama sinetron, benar-benar memerlukan pasokan baru reporter dan pembaca berita dengan kemampuan otak yang lebih baik.

Friday, September 11, 2009

adventure series: mengenang Langnau am Albis



bagaimana harus kukenang Langnau?
desa sunyi di lembah Sihltal yang tampak bagai kartupos, hembusan angin sejuk pegunungan dan lolongan serigala yang sayup-sayup terdengar dari Wildpark Langenberg yang pintu masuknya hanya berjarak sepuluh menit jalan kaki dari rumah. hutan konservasi yang juga berisi kijang, rusa, kambing gunung, rubah, berbagai jenis hewan pengerat dan kucing hutan. celotehan ramai anak-anak TK, bayi-bayi dan ibu-ibu yang bertukar gosip dalam bis yang membawa mereka pulang dari playgroup yang letaknya hanya berselang dua bangunan dari sebuah rumah jompo berdinding batu dan berhalaman taman bunga. keramahan pasangan yang aku kunjungi, serta anjing mereka, Raya, yang mendadak kegirangan setiap saat dan melupakan tata krama yang dipelajarinya di sekolah, persis seperti anak kecil yang sibuk cari perhatian saat ada tamu datang ke rumah.

jalan-jalan beraspal halus yang lengang dan kanan-kirinya ditumbuhi pepohonan dan rimbunan berbagai jenis semak berry, buah-buahnya yang luruh mewarnai trotoar dengan cairan merah tua, ungu, biru tua nyaris hitam. setiap saat kami lengah, dengan serta merta Raya akan menyurukkan kepalanya ke dalam semak, mengunyah berry sampai sari-sarinya berlelehan dari sela-sela mulutnya. dan karena udara hari itu teramat panas, setiap beberapa meter sekali, Raya akan melompat masuk ke dalam selokan yang airnya sejernih air PAM di negaraku, cockier spaniel berbulu gondrong itu tampak begitu bahagia di dalam air karena berhasil mengenyahkan gerah yang melingkupinya. dalam suhu 25˚C, tak hanya manusia, binatang di Swiss pun merasa kegerahan.

dan saat ia melihat burung terbang rendah, darah pemburu yang mengalir dalam diri anjing sejenisnya menggelegak. membuatnya meloncat dan mengejar burung-burung malang itu sambil menyalak-nyalak ganas. berhasil atau tidak, tak berapa lama kemudian ia akan kembali dengan mulut yang nyengir lebar, lidah kemerahan terjulur, terengah-engah...

atau, rumah petani yang hanya lima belas menit jalan kaki jauhnya dari halaman tempat aku menyantap bolu pandan yang manis-gurih dan teh beraroma buah yang wangi segar. dengan kandang kuda, kandang sapi, hamparan gandum yang menguning keemasan, kebun apel yang dahan-dahannya merunduk diberati buah, dan gundukan balok-balok jerami... aku seperti melihat penjelmaan peternakan nenek bebek dari album komik Donal karya Walt Disney.

dan masakan Wisnu yang mengagumkan. sarapan tanpa cela, pilihan restoran yang cermat untuk makan siang yang tak terlupakan... belum pernah aku makan makanan vegetarian seenak itu, serta hidangan santap malam yang sampai sekarang masih kuingat kelezatannya, Veal Schnitzel and Spaghetti Milanese. aku bertekad suatu hari bisa menemukan daging sapi selembut itu untuk dibuat jadi masakan yang sama.

desa yang hanya berjarak sekitar 15 menit naik mobil dari pusat kota Zurich ini juga mudah dijangkau dengan kereta api dan bus. dari stasiun Zurich, naik kereta S-Bahn Zürich di peron S4. sesampai di Langnau-Gattikon 21 menit kemudian, naik bus Zimmemberg, yang bisa membawa kita sampai ke berbagai pelosok lembah Sihl.

Thursday, September 10, 2009

adventure series: Beyeler Fondation

kami berjalan melintasi koridor berdinding kaca. lorong-lorong panjang ini menghubungkan beberapa ruangan pameran luas, berlantai kayu dan berdinding putih yang memajang karya-karya sejumlah seniman terkenal dari Eropa dan Amerika. di sebelah kiri kami, dari balik dinding kaca, terhampar pemandangan ke arah kebun dan kolam sarat teratai yang bermekaran, nuansa ungu-merah muda ditingkahi hijau daun dan kesegaran musim panas menghadirkan permainan warna yang luar biasa cantik, yang sontak membuatku berkomentar:

"look! it's a perfect canvas of Cézanne, or Monet!" kataku kagum.
"and look what you got on the wall" kata Markus sambil tertawa kecil, seperti geli sendiri karena berhasil memberiku kejutan.

dan di dinding itu, aku melihat triptych karya Monet. memanjang 4,5 meter dan lebar 1,5 meter. anggun bermandikan cahaya matahari musim panas yang menyirami atap kaca tembus pandang dan 900 keping brise-soleil yang melindunginya. Monet seolah memindahkan pemandangan di kebun Beyeler Fondation ke dalam kanvasnya. warna-warna yang saling berpadu maupun kontras, biru, hijau, kuning, merah muda, ungu, diterakan dengan sapuan yang lembut dan ringan seperti kibasan selendang sutera berwarna-warni pelangi milik seorang penari balet yang menjelma jadi bidadari.



kompleks Fondation Beyeler dibangun untuk mewadahi The Beyeler Collection, sekitar 200 karya seni yang berhasil dikumpulkan oleh pasangan suami istri Ernst dan Hildy Beyeler, yang selama 50 tahun sukses sebagai pemilik galeri di Eropa. kompleks museum, ruang pameran, restoran, klub seni, dan art shop ini terletak di desa Riehen, sekitar 20 menit dari Basel, Swiss. tempat ini dahulu dikenal sebagai Berower Park, wilayah hunian bagi kalangan terpandang sejak abad ke-13, dan dokumentasi pemilik-pemilik sebelumnya dapat ditelusuri sampai tahun 1620 saat kompleks ini dimiliki oleh seorang saudagar kain.

pada tahun 1976, komunitas Riehen mengambil alih seluruh kompleks ini, dan saat pasangan Beyeler menyerahkan koleksi mereka dibawah perlindungan sebuah yayasan, diputuskan untuk membangun sebuah museum sehingga seluruh koleksi ini dapat dipertontonkan pada publik. bangunannya yang sekarang adalah karya arsitek terkenal Italia, Renzo Piano, yang juga merancang Centre Georges Pompidou di Paris dan Shard London Bridge Tower. Bayeler Fondation di Riehen diresmikan tahun 1997.

singkatnya, ini adalah tempat yang istimewa yang dirancang oleh orang yang istimewa dan berisi koleksi yang istimewa.



aku datang ke sana untuk melihat pameran khusus karya-karya salah satu seniman Swiss yang paling terkenal, Alberto Giacometti. seniman multitalenta yang dikenal sebagai pematung, pelukis, penggambar sketsa yang luar biasa, sekaligus seorang seniman cetak. pameran itu dikuratori oleh Ulf Küster, yang membuatku terkagum-kagum sama kemampuannya menguasai ruang dan display karya.

selain itu, aku seperti mengunjungi ruang pamer seniman-seniman yang selama ini nama dan karyanya hanya aku lihat dari buku-buku, katalog dan website saja. nggak heran, karena pasangan Beyeler adalah pemilik galeri yang sangat terkenal, mereka pernah bekerja sama dengan banyak seniman ternama, dan sebagian karya mereka itu aku lihat dengan mata kepala sendiri, sampai-sampai otakku ini terseok-seok harus mengingat dan mencerna begitu banyak karya hebat pada saat yang bersamaan. tingkat kemabukan yang nantinya jadi modal penting dalam kunjungan ke Musée d'Orsay dan Musée du Louvre.

selain Monet yang udah aku ceritakan di atas, ada pula karya Wassily Kandinsky, Ellsworth Kelly, beberapa karya Picasso --mulai dari saat ia masih melukis potret dengan gaya realis sampai karya Cubism-nya yang mendunia, satu kanvas besar Pollock yang siap mencengkeram dan menghempaskanmu dalam keruwetan tak berujung, patung Rodin.

sebuah lukisan Mark Rothko yang dipasang dalam ruangan bercahaya minim, yang memaksamu untuk menatapnya selama beberapa menit sebelum retina mata terbiasa pada keremangan. lalu tiba-tiba, persegi-persegi dalam lukisan itu jadi lebih menonjol bagai layar 3D serta entah bagaimana, lukisan itu diam-diam tampak berkilauan. aku terheran-heran. ada pula karya seniman modern Belanda, Piet Mondrian, figur-figur warna-warni dalam lukisan Henri Matisse, juga karya-karya Rousseau, Fernand Léger, Miro dan Francis Bacon, seniman Inggris yang kontroversial itu.

sejujurnya, Beyeler Fondation membuatku betah. dan kalau bukan karena sudah lewat jam makan siang dengan perut yang semakin sulit diajak berunding, aku masih enggan beranjak dari kumpulan benda-benda indah yang mengelilingiku dalam museum ini. sebelum pulang, kami menyempatkan makan siang di Restaurant Berower Park yang hanya beberapa puluh langkah jauhnya dari bangunan utama Fondation, untuk menyantap Bündner Gerstensuppe. sup biji barley, khas orang-orang di pegunungan Swiss, yang rasanya gurih, creamy dan panas mengepul itu cocok berteman beberapa kerat roti bawang. sebuah cara yang nikmat untuk mengakhiri siang yang melelahkan, sambil menanti redanya hujan yang tiba-tiba mengguyur Riehen, menurunkan suhu beberapa derajat, menjadikan angin bertambah kencang, dan berhasil membuatku menggigil.

Thursday, August 06, 2009

adventure series: little slice of heaven



kue kecil berwarna-warni yang sangat ringan. bentuknya seperti burger mini, yang mula-mula membuatku menyangka, bentuknya inilah yang membuat dia diberi nama Luxem-burger-li:). katanya, kue ini dibuat juga di Paris, dengan sebutan macaron. tapi kalo menurut orang Swiss sih tetep aja, Luxemburgerli yang hanya ditemui di toko kue dan cokelat Sprüngli di Zurich ini yang paling lebih yummy.

warnanya disesuaikan dengan isinya. cokelat untuk mocca, berbintik untuk capuccino, kuning untuk jeruk, merah jambu untuk strawberry, putih untuk vanilla dan seterusnya. bagian yang bentuknya seperti bun itu ternyata renyah lembut dan rasanya sangat ringan. berpadu sempurna dengan krim isian yang manis dan kaya, sekaligus gurih lezat. pada setiap gigitan, kita bisa merasakan kue mungil ini meleleh di dalam mulut, memberi sensasi kenikmatan yang luar biasa. smooth and soft, delicious and dreamy.

tak heran ada yang menyebutnya a little slice of heaven.

Saturday, August 01, 2009

adventure series: study, culture and identity



hingga saat pertama kali kakiku menjejak pelataran gedung Drift 21 dan 23 tempat Summer School berlangsung, aku selalu membayangkan yang indah-indah saja tentang bersekolah di luar negeri. pergi ke tempat yang jauh, yang lebih terdengar bagaikan tamasya. hidup di tempat yang sama sekali berbeda, yang diterjemahkan sebagai ratusan lembar foto bernuansa Eropa. memakai bahasa Inggris dan belajar bersama dosen yang easygoing serta teman-teman dari berbagai latar belakang dan warna.

yeah, this is a perfect description of a movie set which combines 90210, Dawson's Creek and Gossip Girl. and if your study is related to witchcraft and wizardry, you can put Harry Potter series on the list. not to mention extra music from Hairspray and High School Musicals.
oh, the list is infinite


cukup aku aja deh yang punya bayangan tolol kayak begitu. bisa kuliah di luar negeri itu bukan sekedar tujuan, tapi adalah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh kerja keras, bersimbah peluh dan kadang air mata.
dari apa yang aku alami, Utrecht Summer School is a big deal. puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh penjuru dunia datang ke kota ini untuk mengisi liburan musim panas mereka dengan mengambil kelas (yang salah satunya) European Culture and Identity. dengan kelas ini, mereka akan bisa mendapatkan 4 kredit, yang bisa ditransfer ke universitas mereka masing-masing. dari pengakuan beberapa diantara mereka, universitas tempat mereka kuliah mendorong mereka untuk melakukan hal semacam ini. di kelasku aja ada beberapa mahasiswa dari University of Florida, Oklahoma, Hong Kong University, Chinese Hong Kong University, Salzburg, dan seterusnya, dan seterusnya...

kuliah biasanya dimulai pada jam 9 pagi, dan seluruhnya baru selesai sekitar jam 4 sore. di sela-selanya tentu ada waktu untuk ngemil dan makan siang, tapi banyak juga yang mempergunakannya untuk membaca bahan kuliah, menulis paper, bikin riset untuk tugas dan kerja kelompok. jadwal yang cukup padat dan tugas-tugas yang datang silih berganti selain ujian di akhir summer school yang durasinya sekitar 14 hari ini membuat setiap orang harus bekerja keras supaya bisa berhasil dengan baik di kelas.

aku makin sadar waktu harus bikin essay 500 kata untuk membuktikan bahwa Arsitektur bukanlah contoh yang tepat untuk menjelaskan ketegangan antara romantisme dan positivisme. after collecting resources here and there, I practically spent almost 24 hours to read and discuss my findings with my roommate, before each of us found plenty sentences to make a decent paper and prepare ourselves for a solo debate in the class the next day. aku beruntung karena setelah kelas dibagi menjadi 6 kelompok besar, aku dan Hee Rim --teman sekamarku, secara nggak sengaja mendapat judul paper yang sama, jadi kami bisa diskusi bareng dan nulis papernya berdasarkan preferensi masing-masing.

however, the debate itself was tough.
dan aku rasa seluruh mahasiswa di kelompok seminarku sepakat kalau kami berdua sama-sama gigih, dan karenanya pantas dapat sekantong kue yang enak sebagai hadiah karena menyajikan debat terbaik di kelas. fiuh!



ada satu kelas yang jadi highlight buat aku adalah tentang Agama dan Ritual di Eropa dan Bahasanya, yang aku dapatkan waktu kami sekelas pergi ke Belgia. Summer Course-ku yang judulnya "European Culture and Identity" ini diselenggarakan bersama oleh Utrecht University dan University of Antwerp. di tempat yang kedua itulah, aku mendapat penjelasan tentang perkembangan kehidupan di Eropa, yang seiring dengan perkembangan agama dan bahasa yang dipergunakan, terjadi pula perubahan pada bentuk perkotaannya. ini agak sulit dijelaskan dengan kata-kata karena memang sifatnya sangat 'lokal' dan harus dialami sendiri supaya bisa menyerapnya dengan pas. lagian, kesadaranku akan hal ini nggak hanya datang dari kuliah aja, tapi juga dari apa yang aku lihat di beberapa kota yang sempat aku datangi, dan museum-museumnya.



jadi gini, agama Kristen sebetulnya mulai berakar di Eropa pada masa Romawi, karena kiprah Constantine I yang menganjurkannya. perkembangannya yang sangat luas kemudian mempengaruhi kebudayaan Eropa. terbukti, museum seni di seluruh Eropa memajang lukisan dan patung dari masa Renaissance dan seterusnya, yang sebagian besar adegannya diangkat dari cerita-cerita dalam injil, atau kisah yang berkaitan dengannya. hal ini juga mempengaruhi arsitektur, misalnya yang terus bisa kita saksikan sekarang adalah bangunan gereja yang arsitekturnya bisa dikenali mulai dari gaya Romawi, Gothic, Art Nouveau, Art Deco dan seterusnya. lalu, agama jugalah yang mendorong terjadinya penjelajahan samudera yang mengantarkan pada berdirinya misi gereja di berbagai belahan dunia dan dalam banyak hal, pada akhirnya penjelajahan itu mengantarkan pada terjadinya kolonialisasi. kolonialisasi yang kemudian memberi mereka modal besar untuk membangun dan tumbuh jadi negara yang maju. pengaruh ini aku saksikan di semua kota yang aku datangi, dan makin kusadari waktu aku pergi ke museum. duduk di kelas pada hari itu, rasanya aku tercerahkan.

dalam gambarku ini, bisa dilihat bahwa meskipun strukturnya mirip dan kental dengan nuansa Kristen, bangunan-bangunan yang aku ambil gambarnya ini tidak semuanya gereja. ada Peace Palace di Paris yang terletak di depan Saint Chapele, gereja yang disebut-sebut dan hadir dalam novel dan film 'Da Vinci Code', lalu ada gedung universitas, dan bahkan Binnenhof, pusat pemerintahan Belanda. keindahan arsitektur luar dalam ini menunjukkan betapa agama bisa jadi pemicu berkembangnya sebuah peradaban, terutama pada masa dimana segala kegiatan memang dimaksudkan sebagai bagian dari ritual keagamaan. bukan begitu?

dua lukisan yang aku pasang disini aku lihat di Musée du Louvre. yang pertama karya Raphael, dan yang kedua adalah karya Veronese, yang dipajang di seberang Monna Lisa. lukisan 'Coronation of The Virgin' menggambarkan peristiwa saat Bunda Maria naik ke surga dan dinobatkan menjadi Ratu, sementara 'The Wedding Feast at Cana' adalah peristiwa di mana Yesus dan pengikutnya diundang ke pesta pernikahan di Cana, lalu anggurnya habis. saat itulah Yesus meminta supaya orang-orang mengisi gentong dengan air dan Yesus mengubah air dalam gentong itu menjadi anggur. itu adalah mukjizat pertamanya.

terlalu banyak yang harus diceritakan tentang ilmu dan pencerahan. jadi aku pikir sebaiknya kamu pergi sendiri dan belajar juga di Belanda.
*wink*

Tuesday, July 28, 2009

adventure series: tale from musée d'orsay

siapakah ibu yang paling terkenal di dunia?

waktu pertanyaan ini aku ketikkan di papan pencari google, keluarlah daftar yang kira-kira berisi Bunda Teresa (yang meskipun nggak punya anak kandung tapi jadi ibu untuk ribuan anak di Kolkatta, India), Daphna Edwards Ziman yang menginisiasi program PBB untuk anak-anak, Chilren United Nations, atau mereka yang jadi korban kekejaman Nazi di Eropa pada Perang Dunia II, seperti misalnya Gerda Klein dan Raja Weksler. nama-nama lain dalam daftar ini adalah para selebritis yang juga jadi ibu, baik ibu kandung maupun ibu adopsi, seperti Angelina Jolie dan Cindy Crawford. entah kenapa Madonna nggak disebut. padahal kalau menurut Bruno, Angelina Jolie dan Madonna ada di tingkatan yang sama:

"Angelina's got one, Madonna's got one, now Bruno's got one"

tapi di Musée d'Orsay, ibu yang paling terkenal adalah 'Ibunya Whistler' atau judul resminya 'Arrangement in Grey and Black No.1'. setelah lihat gambarnya, mungkin udah pada nggak asing lagi sama ibu yang satu ini, karena selain wajah dan posturnya pernah menghiasi permukaan perangko, dia juga pernah main film bareng dengan Rowan Atkinson dalam karakternya sepanjang masa Mr.Bean dan filmnya; Bean: The Ultimate Disaster Movie.



lukisan ini adalah karya James McNeill Whistler seorang seniman kelahiran Amerika Serikat, dan lukisan ini disebut-sebut sebagai ikon seni rupa Amerika. tapi meskipun begitu, lukisan ini hampir nggak pernah dipajang di Amerika, karena dibuat di Inggris dan setelahnya dipajang di Paris, mulai dari dinding Musée du Luxembourg lalu kemudian ke seberang sungai Seine, Musée d'Orsay.

selain lukisan ini, dalam museum yang mula-mula merupakan stasiun kereta Gare d'Orsay ini utamanya menyimpan berbagai koleksi seni rupa Perancis, mulai dari lukisan, patung, foto sampai furniture. tapi yang paling menarik perhatianku adalah koleksi karya-karya seniman aliran impressionis-nya yang cukup lengkap dan sangat menarik. terutama karya-karya Edgar Degas, Pierre Renoir, Claude Monet, Édouard Manet dan Paul Cézanne.

aku beruntung karena waktu datang ke sana, sebagian besar karya-karya terkenal itu sedang berada di tempat, nggak jalan-jalan atau dipinjem institusi lain yang mengadakan pameran. aku melihat satu seri studi dan karya Degas yang diinspirasi oleh kelembutan dan kehalusan gerak para penari balet. yang paling menarik, sudut pandang yang dipakai oleh Degas lebih ke sudut pandang fotografi dengan pendekatan yang sama sekali lain dengan angle yang dipergunakan oleh rata-rata para pelukis yang semasa dengannya. selain lukisan, Degas juga membuat sejumlah patung, diantaranya patung ini: 'Small Dancer Aged 14'.



karya lain yang masih terus aku inget sampai sekarang adalah 'Luncheon on the Grass'-nya Manet. dari sejak pertama kali ngeliat lukisannya, aku udah merasa aneh karena mbak cantik yang agak montok dan telanjang ini justru melihat ke arah depan, pada yang melihat lukisannya, dan bukannya pada dua orang laki-laki yang ada di sebelahnya, yang jelas-jelas tampak sedang ngobrol. lagipula, posenya telanjang itu tempatnya kok ya nggak tepat banget, duduk di rumput gitu 'kan banyak sekali semut dan serangganya. nah, antara si seniman memang mau menunjukkan kalau perempuan ini bersikap 'berani' menghadapi dunia. atau memang dia ingin mengacuhkan kedua lelaki di sebelahnya, yang juga tampaknya terlalu sibuk sama dunia mereka sendiri, tanpa mempedulikan ketelanjangan perempuan cantik ini. yea, beginilah akibatnya kalau masuk museum tanpa panduan audio. lebih sibuk menduga-duga dengan pikiran sendiri:D



karya terakhir yang mau aku ceritakan, dibuat oleh Renoir, dewanya impressionisme, menurutku. wah, lukisan-lukisannya begitu manis dan romantis, dengan pencahayaan lembut dan warna-warna yang berpadu cantik, bikin aku mabuk kepayang. yang paling manis tentu lukisan ini: 'Dance at The Moulin de la Galette', yang menunjukkan kecerdasannya dalam menangkap warna, bayangan dan jatuhnya cahaya matahari di berbagai permukaan bidang, lalu melukisnya dengan tepat. cantik yah?!



akhirnya setelah mati-matian antri karcis di depan museum (karena entah kenapa, sepanjang musim panas, ribuan orang tiap harinya berpikir museum adalah tempat yang chic untuk menghabiskan hari), berkeliaran selama beberapa jam di dalamnya, dan susah payah menuju jalan keluar, pada jam 15: 30 aku yang sempoyongan karena lapar cepat-cepat mencari restoran yang masih buka. menyantap makan siang yang terlambat, enak banget dan mahal! sebelum kembali berkelana di belantara Paris.

Monday, July 27, 2009

adventure series: mourning day

seperti hari-hari sedih lainnya, hari itu sangat kelabu. mendung memenuhi angkasa, hujan tak henti mengguyur bumi sejak subuh. Langnau yang kecil dan permai seolah sedang berduka, duka yang diseret-seretnya sampai ke jalan raya antar kota yang menghubungkan Zurich dan Basel.

hujan membasahi pucuk-pucuk hutan cemara, menjadikan puncak gunung diselimuti kabut. laporan cuaca menyebut angka 12˚C dengan perkiraan terjadinya hujan badai di sejumlah kawasan Swiss. aku bayangkan binatang-binatang di Langenberg, wild park yang kami lewati saat keluar kompleks perumahan tadi, para beruang bulu cokelat, rusa bertanduk panjang, kucing hutan dan serigala, semua meringkuk kedinginan dan agak kebingungan. kemarin cuaca begitu cerahnya. ada apa gerangan?

rupanya hari ini hari sedih. 
dua bom meledak di Jakarta. di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton Mega Kuningan. kabar yang membuatku terpekur saat pertama kali mendengarnya di radio. penyiarnya berbahasa Jerman, jadi aku hanya bisa mendengar kata Jakarta-Indonesia-Marriott-hotel-Ritz-Carlton-bom yang diulang-ulang beberapa kali. Markus yang menerjemahkan isi beritanya padaku.

aku berduka. 
semoga mereka yang tak berdosa dan terenggut nyawanya mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. mereka pantas mendapat tempat yang terbaik dan keadilan di dunia, agar kematian mereka tidak sia-sia.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...