"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Monday, March 07, 2016
obsesi: pisang goreng
hubunganku dengan pisang bisa dibilang sangat baik, tapi rumit. soalnya aku nggak terlalu tertarik sama pisang yang dimakan sebagai buah. artinya, pisang yang tidak melewati proses pemasakan sebelum disantap. terutama karena alasan rasa yang ditinggalkan. jadi antara rasa pisang yang enak yang pernah ada di dalam mulut dan rasa yang ditinggalkannya setelah masuk ke dalam perut, saling nggak cocok. yang menyebabkan aku nggak suka pisang sebagai buah. ini berarti aku juga nggak suka sama pisang yang dijadikan jus, atau smoothie, atau banana split.
tapi aku tergila-gila pada pisang goreng. betapapun nggak sehatnya. hahah.
dalam cuaca apapun, pisang goreng selalu enak. aku bisa membayangkan enaknya sekarang.
dan meskipun pada umumnya aku menghindari makan gorengan, tapi aku nggak pernah bisa menolaknya. pisang-pisang goreng terbaik menurutku dibuat dari pisang kepok, terutama yang warnanya kuning. pisang kepok putih sebetulnya lumayan juga, meskipun lebih sering jadi makanan burung. tapi pisang kepok kuning atau yang kemerahan rasanya lebih mantap! lebih manis dan daging buahnya punya rasa gurih, sementara yang putih agak lebih 'kosong' rasanya. sepa, gitu kata mbahku yang berbahasa jawa.
kalau dalam bahasa inggris, pisang-pisang yang harus dimasak dulu, apakah itu digoreng, direbus, atau dijadikan kolak, biasa disebut plantain sementara yang dimakan langsung ya banana. pada umumnya, aku suka pisang yang sudah dimasak. dalam berbagai bentuk. selain pisang goreng ada pisang kukus, kolak pisang, carang gesing --pisang yang dipotong-potong dan dimasak dengan gula merah dan santan lalu dikukus dalam bungkusan daun pisang, nagasari, pisang sira, pisang bakar dan macam-macam lagi.
untunglah aku dilahirkan di negara yang kaya jenis pisang. atau apakah kesukaan pada pisang ini adalah hasil dari caraku dibesarkan di negara ini? mungkin dua-duanya benar.
tapi bayangkan betapa membosankan kalau di setiap pasar dan swalayan hanya ada satu jenis pisang. pisang ambon yang tak bisa digoreng, dikukus, dikolak, apalagi dibakar. bagaimana nasib mereka yang lebih suka pisang mas atau pisang susu? dan kalau tak ada lagi pisang batu, kita tak mungkin lagi menyantap rujak cingur dengan rasa lengkap.
aku juga pasti akan sangat kehilangan kalau tak ada lagi pisang tanduk, pisang raja, pisang kepok kuning atau pisang nangka. jenis-jenis plantain kesukaanku itu. sayangnya ini sekarang makin banyak terjadi. entah karena kota besar ini kurang kreatif atau bagaimana, di mana-mana orang lebih suka menjual (dan membeli!) pisang chavendis yang membosankan itu.
bisa dibilang, pisang goreng adalah 'makanan berdosa' buatku. guilty pleasure yang sulit ditolak, karena kenikmatannya tak bisa diingkari. dan godaan itu datang setiap hari karena di gedungku ada kedai yang menjual pisang goreng enak. pisangnya selalu pisang raja, atau pisang tanduk yang matangnya pas sehingga sejak gigitan pertama, kita sudah bisa merasakan manisnya pisang yang alami, tanpa banyak bantuan dari gula yang membalut tepung pisang goreng itu. penjual pisang goreng di gedungku ini juga nggak berlebihan memberi tepung. dia bukan tipe penjual yang bikin pisang goreng segede telapak tangan orang dewasa, tapi isinya tepung melulu. dan pisang goreng ini jenis yang dibelah-belah tanpa terputus, bukan yang dipotong-potong. yang berarti pisangnya masih dalam kondisi baik. hasilnya, pisang goreng berukuran sedang yang tepung tipis garing dan renyah, dengan pisang yang manis dan juicy di dalamnya. yum!
karena enaknya, setiap kali ia menggoreng, dalam waktu beberapa menit saja, pisang-pisang itu sudah ludes. kadang harus ditungguin, supaya masih kebagian. atau mengandalkan keberuntungan.
menulis ini bikin aku ingin makan pisang goreng. yuk?!
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...