Thursday, November 29, 2007

Tiga Stanza Untuk Gabriella. #1

"Saya pertama kali datang ke Indonesia tahun 65. Saya belajar Bahasa Indonesia di rumah sakit tempat saya bekerja sebagai Biologist. Saya sudah datang ke banyak tempat di Indonesia tapi sekarang tinggal di Jawa Tengah. Saya jatuh cinta pada Jawa Tengah. Hati saya ada di sini"



itulah yang dikatakan Gabriella Teggia di hadapan sekitar 100 undangan yang menghadiri pembukaan kembali Joglo Cipta Wening, sebuah museum yang menyimpan koleksi desain batik dari Imogiri dan daerah lainnya di Yogyakarta. entah buat yang lain, tapi aku merasa tersentuh, melihat seorang perempuan Italia dengan rambut berwarna pirang dan kacamata lebar berwarna kecokelatan menyatakan cintanya pada tanah Jawa dengan suara bergetar. baru tiga hari aku mengenalnya. tapi dalam tiga hari itu, aku menyaksikan bagaimana rasa cinta tidak hanya dilontarkan dalam kata semata, tetapi diwujudkan dalam berbagai hal yang menggugah.

ini kisah tiga hari yang mengharukan. dan kisah ini bagian pertamanya.

Malam itu aku tersuruk di jalan berbatu yang terjal. Jadi ini sebabnya aku diwanti-wanti untuk memakai ‘comfortable walking shoes’, batinku. Aku yakin suasana di sekitarku saat itu sangatlah indah. Andai aku bisa melihatnya. Tetapi jalan berbatu yang terjal itu hanya diterangi oleh lampu badai yang berselang setengah meter antara satu dan lainnya di dua sisi jalan. Nyalanya yang berkelap-kelip seperti kunang-kunang terperangkap dalam toples kaca sangatlah tidak memadai untuk memungkinkanku melihat landscape seperti apa yang sedang kulewati.

Kami menuju ke arah bayangan gelap yang menggumpal di kejauhan. Semakin dekat semakin jelas kulihat bahwa yang kami datangi itu adalah rumah-rumah joglo yang keseluruhan bangunannya terbuat dari kayu. Salah satunya berwarna hijau tosca dengan kusen berwarna cokelat tua. Staff yang mengantar kami memberikan kunci. Jadi inilah kamar… err, villa yang akan kuhuni. Dua malam ini, aku akan tinggal sendiri dalam sebuah rumah joglo. Apakah gadis-gadis yang sedang dipingit pada masa lalu diperlakukan semewah ini juga?

Kamar ini pantas menjadi kamarnya Nyai Dasima.





Dan bolehlah aku menganggap diriku sedang menjadi semacam Nyai Dasima di tengah perkebunan kopi di jantung Pulau Jawa. Ah, tapi Nyai Dasima tidak tinggal di perkebunan kopi karena ia dicintai setangah mati oleh seorang pembesar VOC. Mungkin lebih tepatnya, aku mendapatkan kamar Nyai Dasima di perkebunan milik Nyai Ontosoroh. Tokoh perempuan favoritku dalam kisah-kisah yang diceritakan Pramoedya. Tapi dalam kisahku ini, perkebunan kopi yang masih berkabut pada pukul 6 pagi ini dimiliki oleh Gabriella Teggia. Perempuan yang berkeras memintaku memanggilnya hanya dengan nama depan, tanpa sebutan ‘Ibu’ atau ‘Tante’, meskipun usia kami terpaut hampir 50 tahun.

Bayangkanlah sebuah perkebunan kopi yang terletak di lereng gunung. Dengan begitu banyak pohon besar, kebun bunga, kebun sayuran, dan kebun kopi. Kesemuanya tertata cantik, tapi juga dibiarkan tumbuh secara alami. Bayangkan membuka pintu joglomu dan melihat kabut tipis diantara dahan-dahan pohon, lalu bayangan samar gunung mengambang di atas hamparan puncak pohon. Bayangkan berada di sebuah tempat yang seperti membawamu kembali ke masa lalu, seratus atau seratus lima puluh tahun yang lalu. Lalu kamu terhanyut...



Percakapanku dan Gabri yang pertama adalah tentang mutiara. Yang kedua mengenai batik. Itu terjadi setelah aku bercerita padanya bahwa aku mengelola sebuah galeri seni dan gift shop yang berisi berbagai macam batik, kerajinan dan perhiasan. Ia adalah penyuka baroque, mutiara yang bentuknya tak sempurna. Kami juga membahas freshwater pearl berwarna kelabu yang kusematkan di lubang telinga dalam perjalanan bermobil ke Losari malam itu.





Aku mengalami waktu yang luar biasa selama dua malam menginap di Losari. Foto-foto kamar dan pemandangan yang sempat kuambil kusertakan disini. Kami selalu makan roti yang segar, baru keluar dari panggangan. Selalu makan sayuran yang masih terasa manis karena baru dipetik. Selalu menghirup udara yang bersih. Tentu disertai juga dengan mendengar cerita-cerita kocak yang kadang bikin aku merasa perlu untuk mengelus dada. Terutama kalau berkaitan dengan tamu-tamu yang berkelakuan aneh. Misalnya mengenai seorang tamu yang menolak dipindahkan pada saat Losari terpaksa 'ditutup' untuk sementara karena pada saat itu SBY datang dan menginap di sana. Kebayang kan betapa repotnya Gabri untuk menjelaskan pada tamu yang keras kepala bahwa kehendak seorang presiden dengan aturan protokoler yang sangat ketat tidak bisa dibantah.

"Bapak Presiden, Anda bisa menginap disini tapi harus berbagi dengan tamu yang lain"
kayaknya nggak mungkin kalo mesti ngomong begitu deh.

Saat-saat makan selalu ditemani dengan live music. Entah itu kelompok anak-anak muda (yang ternyata gitarisnya temanku) yang memainkan lagu-lagu Latin, kelompok warga desa yang memakai baju koko berwarna putih, memainkan lagunya Matta Band dalam gaya keroncong dengan penyanyi berkebaya lengkap, ataupun para pemusik Bossa Nova... selalu ada musik mengiringi makanan yang enak dengan porsi berlimpah ruah itu.

Tapi nggak ada yang ngalahin Spa-nya!
Aku mendapatkan pijatan dan facial selama 2 jam. Dan nyaris selama waktu itu, setiap kali si terapis mulai bekerja, segalanya jadi gelap dan hitam. Aku akan tertidur sampai tiba waktunya untuk membalik badanku.

Ah! kalian juga harus mencoba keindahan resort ini.

Monday, November 05, 2007

gloomy sunday

pada hari Minggu yang kelabu itu, aku makan siang dengan seorang teman di sebuah warung yang menyajikan masakan Jawa. kami duduk di kursi bambu yang diberi bantal-bantal besar dan empuk bersarung biru tua. tempat itu nyaman dan sesuai dengan percakapan kami yang ringan, meningkahi udara yang dingin dan tak bergerak.

langit sendu berwarna abu-abu, tak segaris pun warna biru terlihat. matahari bersinar muram. bahkan selepas pukul dua siang, suasana seperti ditawan pagi yang berkepanjangan. awan bermuatan hujan yang pekat menutup langit rapat-rapat, seperti lapisan gula pada kue Halloween yang menyeramkan. aku tak akan heran jika tiba-tiba segerombolan kelelawar bermata merah nyalang beterbangan di udara.

tapi yang muncul justru serombongan orang-orang Prancis yang berwajah sama bosan dan muramnya dengan suasana hari itu. mereka melihat ke arah kami dengan pandangan tanpa minat sambil terus bercakap-cakap.

kawan makan siangku ini dicurigai bisa berbahasa Perancis karena aku pernah mendengarnya bicara dalam bahasa itu. tapi dalam sebuah kesempatan ketika kami sama-sama menonton film, dia melakukan sebuah kesalahan fatal menerjemahkan judul filmnya yang berbahasa Prancis, sehingga kali ini aku tidak menanyakan padanya apa yang kira-kira orang-orang Prancis itu bicarakan.

"kamu lihat, orang-orang Prancis itu secara natural ekspresinya memang selalu bosan" katanya sambil memasang wajah bosan, yang menurutku kocak. aku terbahak melihat usahanya menirukan mereka.
"temanku bilang, orang-orang Prancis merasa bahwa matahari terbit dari bokong mereka, sehingga mereka selalu merasa bahwa mereka lebih baik daripada siapapun di dunia ini, dan apapun yang orang lain lakukan is soooo... boring!" kataku sambil menirukan ekspresi Anton Ego sebelum Remy mempersiapkan Ratatouille.

ekspresi orang-orang Prancis di meja seberang tidak berubah ketika makanan mereka datang, dan mereka menikmatinya sambil terus berbincang-bincang, tapi tetap tanpa tawa. aneh rasanya melihat 7 orang yang terus ngobrol tapi tidak ada satupun yang lucu untuk mereka. tapi memang wajah-wajah bosan itu senada dengan suasana hari ini, yang mengingatkanku pada sebuah lagu yang dikenal sebagai pengiring usaha bunuh diri dan kematian.

Sunday is gloomy, my hours are slumberless
Dearest the shadows I live with are numberless
Little white flowers will never awaken you
Not where the black coach of sorrow has taken you
Angels have no thought of ever returning you
Would they be angry if I thought of joining you?

lagu ini pertama kali muncul di muka bumi pada tahun 1933 sebagai Szomorú Vasárnap di Hungaria. merupakan karya komposer dan pemain piano autodidak, Rezső Seress yang juga meninggal akibat bunuh diri pada tahun 1968, hanya beberapa hari setelah perayaan ulang tahunnya yang ke 69.

ia bunuh diri karena menyadari bahwa setelah Gloomy Sunday meledak jadi hit pertamanya di berbagai negara, dia tidak akan pernah bisa menciptakan hit yang kedua.

sejak pertama kali muncul. lagu ini telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Perancis Finlandia dan Spanyol, dan dirilis dalam sekurang-kurangnya 7 versi lirik, oleh 56 penyanyi yang berbeda (termasuk diantaranya versi Heather Nova, Bjork, Ray Charles, Sarah Brightman dan Sinead O'Connor). versi Billie Holliday-lah yang membuat lagu ini sangat terkenal dan pada akhirnya menjadi versi standar interpretasi Gloomy Sunday, yang liriknya aku tuliskan diatas.

untunglah!
karena kalau yang jadi terkenal adalah terjemahan bebas versi Rezső Seress, aku tidak akan heran melihat orang-orang yang bekerja di claustrophobic cubicles di gedung-gedung tinggi segera melompat keluar menembus jendela kaca menuju jalan raya yang letaknya beberapa puluh meter di bawah mereka setelah mendengar lagu ini

It is autumn and the leaves are falling
All love has died on earth
The wind is weeping with sorrowful tears
My heart will never hope for a new spring again
My tears and my sorrows are all in vain
People are heartless, greedy and wicked...

Love has died!

The world has come to its end, hope has ceased to have a meaning
Cities are being wiped out, shrapnel is making music
Meadows are coloured red with human blood
There are dead people on the streets everywhere
I will say another quiet prayer:
People are sinners, Lord, they make mistakes...

The world has ended!

orang-orang Prancis di meja seberang masih terus berbicara dengan muram. mereka seperti sedang menghadiri rapat pembahasan sebuah proyek yang gagal total dan tidak bisa lagi diselamatkan. salah seorang diantara mereka memegang kalkulator dan dengan tekun menghitung. setelah beberapa menit barulah aku menyadari kalau ternyata mereka hendak membayar makanan yang mereka pesan. :D

ps. aku baru punya 8 versi Gloomy Sunday. ada yang mau kasih aku 48 versi yang lain nggak?
pps. buat yang punya pacar atau suami atau istri atau ayah atau ibu atau saudara Prancis, jangan marah ya? *wink*

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...