rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa mengaku jadi orang yang paling dekat, paling paham, paling kenal, paling mengerti. mungkin bahkan tak pantas menyebut diri teman baik. meski setelah sekian lama, dia tak bisa ingat lagi kapan perkenalan terjadi, lalu jalinan cerita panjang itu bermula dan selalu ada di tempat semestinya.
dia tak bisa mengaku terlibat atau punya keterlibatan dalam setiap proyek yang pernah disajikan di hadapannya, meski semua, semua aktor, aktris, musisi, dan mereka yang sejenis, akan bilang bahwa penontonlah yang paling penting. karena tanpa penonton mereka bukan siapa-siapa, bukan apa-apa.
lalu bagaimana dia membuktikan bahwa mereka punya percakapan-percakapan? punya kedekatan dan jalinan dari tahun demi tahun yang berkelindan? dan apakah semua ini perlu pembuktian, jika yang bisa bersaksi atas ikatan yang terjalin dari lakon demi lakon, panggung yang berganti, nyala lampu yang tak sama, adalah yang menyebabkan kehilangan itu? yang kini sudah tak bisa berteriak lantang, atau menulis kata-kata lagi?
bagaimana dia menjelaskan bahwa tahun demi tahun merayap perlahan saat dia menyaksikan penajaman dan pematangan, kemampuan yang diasah hingga tiba-tiba khalayak menjulukinya bintang? ketika orang memandang dengan cara yang tak lagi sama. dia merasakan kehilangan itu, kehilangan kepastian untuk menyaksikannya dalam jadwal terberi, di atas panggung, sekali lagi. menautkan simpul dari ikatan yang sudah menahun, tak berkira panjangnya. kehilangan janji untuk bisa mengalami segala yang dia cerna dengan indera dan perasaannya dari bangku dalam ruangan dengan AC yang kadang-kadang terlalu dingin, dan jika sial, di sebelah orang lain yang menyebalkan. yang adalah juga bagian dari pengalaman itu. dan yang kini tak akan kembali lagi.
sampai kapan perih bersemayam di sini?
No comments:
Post a Comment