Wednesday, April 29, 2009

Pak Janggut dan Komunitas Global

Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk mengunjungi tempat-tempat baru. Dalam penelusuran dan pengembaraannya itu, ia selalu menemukan berbagai petualangan yang mengasyikkan, mendebarkan dan fantastis. Sejak kali pertama kami berkenalan, ia langsung menceritakan berbagai petualangannya, kapan pun kami bertemu.

Seperti layaknya pengelana, kawan saya ini hidup sederhana. Nyaris setiap kali kami bertemu, ia memakai pakaian serba hijau tua, kontras dengan rambut dan jenggotnya yang memutih. Bahkan sepatunya pun berwarna hijau, seperti topi berhias bulu warna oranye yang selalu melekat di kepalanya. Di bahunya tersandang sebuah buntelan, yang dibawanya dengan bantuan sepotong kayu.

Saya tidak tahu berapa lama dia sudah hidup sebagai pengelana. Saya hanya mengetahui dia telah melakukan ini selama bertahun-tahun. Dan sebagai gadis kecil yang tahu bersopan santun, saya tak pernah menanyakan usianya. Saya bersyukur karena di usia yang tampaknya sudah tidak muda lagi, tak terlihat tanda-tanda petualangannya akan segera diakhiri. Selama bertahun-tahun, sekali dalam sepekan, saya bertemu dengannya. Setiap pertemuan selalu mengesankan, dan sepanjang waktu saya tidak berjumpa dengannya, saya akan mengingat-ingat kisah yang dia ceritakan, memutar ulang gambarannya di kepala saya, berharap saya ikut serta dalam petualangannya itu.



Namanya Pak Janggut.
Di negara asalnya ia bernama Douwe Dobbert. Ia adalah tokoh ciptaan Piet Wijn dan Thom Roep, pembuat komik dan penulis cerita dari Belanda. Bersama Pak Janggut dan buntelan ajaib yang selalu menyediakan apa saja yang ia butuhkan, saya berkelana mengelilingi Eropa, Jepang, Afrika, Amerika dan bahkan Negeri Satwa. Saya dikenalkan pada berbagai tokoh dengan bermacam-macam kepribadian. Mulai dari yang iseng, usil dan sering bertengkar seperti tiga penyihir Pompit, Rika dan Domoli; yang pemberani dan tabah seperti Nana si gadis Afrika, yang manis seperti Omika; yang lucu seperti si burung Dodo, yang pengetahuannya luas seperti Kuping Pengingat, bahkan yang jahat dan tak kunjung jera berbuat onar seperti Ludo Lampart dan Wredulia si penyihir.

Tak hanya orang-orang yang kami temui, Pak Janggut juga membawa saya menelusuri keindahan alam dan kekayaan plasma nutfah yang beragam di berbagai belahan dunia. Hutan dan sabana di Afrika, musim salju ganas di Eropa, laut Selatan yang misterius, hal-hal yang hanya bisa ditemui pada lansekap dan rumah di Jepang. Tak seorang pun dapat menyangkal betapa cerita Pak Janggut mengandung nilai pendidikan dan moral yang sangat kaya. Nirkekerasan, anti perbudakan, anti rasialisme, sensitif gender, kemurahan hati untuk berbagi, pelajaran tentang karma, usaha untuk menghadapi dan mengalahkan rasa takut, hanyalah sebagian dari sekian banyak nilai-nilai yang bisa dipelajari dari cerita ini, lengkap dengan pengetahuan dan tambahan wawasan yang sangat berguna. Dalam hal ini, Pak Janggut memberikan dasar bagi setiap anak yang membacanya, termasuk saya, dasar pengetahuan dan nilai yang memungkinkan saya untuk mengenal dunia dengan segala keragamannya tanpa harus pergi keluar dari rumah.

Dalam semangat yang sama, saya menangkap hal-hal serupa juga ditawarkan oleh pendidikan di Belanda. Tentu dengan kedalaman dan penekanan tertentu pada beberapa hal. Kekuatan utama tentu terletak pada kualitas pendidikan dengan standar internasional. Hal ini disebabkan oleh struktur pendidikan yang lebih sempurna, penguasaan ilmu yang lebih baik, tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi dan budaya belajar yang jauh lebih matang daripada yang ada di Indonesia. Pendidikan yang berkualitas akan memberikan pengetahuan dan wawasan yang memadai untuk berhubungan dan bersaing di tingkat global.

Aspek lain dari pendidikan dengan standar internasional adalah pertemuan dan pengalaman langsung untuk bergaul di tingkat global, karena standar pendidikan yang tinggi mengundang hadirnya mahasiswa internasional, yang saat ini di Belanda jumlahnya mencapai kisaran 70,000 orang. Angka ini merupakan catatan untuk mahasiswa yang pendidikannya disponsori oleh pemerintah. Belum termasuk yang membiayai pendidikannya secara mandiri, atau melalui jalur swasta. Menjadi mahasiswa di Belanda berarti belajar dan dapat berinteraksi dengan begitu banyak mahasiswa internasional dengan beragam karakter dan kebudayaan yang datang dari lebih dari 45 negara di dunia. Ini tentu membuat kemampuan akademik dan kemampuan bahasa teruji.

Menyoal bahasa, yang ditahbiskan sebagai bahasa internasional tentu adalah Bahasa Inggris. Laporan Newsweek mengenai bahasa menyebutkan bahwa trend pemakaian bahasa tidak berada dalam satu jalur yang lurus dengan pertambahan populasi. Jadi dalam sekurangnya dua dekade dari sekarang, bukan bahasa China atau India yang jumlah penuturnya paling banyak di dunia, melainkan bahasa Inggris. Artikel tersebut bahkan menyebut kepastian bahwa perbandingan jumlah penutur dwi-bahasa (bilingual) dengan penutur asli (native speaker) adalah 3:1. Artinya, sebagian besar warga dunia akan bicara dalam Bahasa Inggris dengan variasi ragam lisan yang membentang dari Afrika sampai Asia, termasuk Australia dan Amerika Latin. Fenomena ini bahkan dapat dijumpai di negara-negara yang memiliki huruf dan bahasanya sendiri, seperti Jepang, Korea dan China. Dengan 1402 program studi internasional yang 1388 diantaranya diajarkan sepenuhnya dalam bahasa Inggris, struktur pendidikan di Belanda jelas disusun dalam langkah yang sejalan dengan kecenderungan masa kini.

Keseluruhan aspek tersebut dirangkum dalam sejarah kebudayaan dan kaitan erat antara Indonesia dan Belanda. Saya yakin banyak mahasiswa Indonesia yang seketika merasakan kedekatan Belanda sebagai rumah kedua segera setelah mereka sampai di sana karena riwayat peradaban yang saling bersinggungan dalam banyak hal ini. Terlebih berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan pemerintah Belanda, mampu menunjang kebutuhan setiap mahasiswa Indonesia. Hingga selain jarak yang jauh dari tanah air dan cuaca yang berbeda, setiap mahasiswa Indonesia dapat menjadi dirinya sendiri, dan merasakan keakraban yang melekat pada berbagai sudut bangunan tua, peninggalan sejarah dan keramahan yang bersahabat.

Artinya, pendidikan di Belanda mampu memberikan modal yang menyeluruh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga seseorang mampu menjadi bagian dari komunitas global secara utuh. Berdiri sejajar dan terlibat pada upaya-upaya global untuk menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik. Dan pada saat yang sama, peningkatan kualitas itu juga disertai dengan kesadaran untuk tetap berakar pada jati diri dan kebudayaan Indonesia.

46 comments:

M Fahmi Aulia said...

termasuk budaya korupsi?
hihihih... ;-)

conspiracy said...

pak janggut itu ngajarin orang yang berjiwa bebas jadi jomblo petualang.

kalo bagi orang matre, pak janggut itu menyuburkan fantasi dapet uang emas tanpa bekerja, cukup rogoh buntelan ajaib.

*eh*

Unknown said...

Aku juga suka Pak Janggut!
Dulu sempet pengen jadi petualang berkat Pak Janggut. Menurutku Pak Janggut sama Doraemon, mirip. Tapi kalo Pak Janggut lebih seru dan lebih ada pesan yang ditanamkan.

Pak Janggut juga hebat, keliling dunia jalan kaki :) Dulu sempet pengen jadi olahragawati yang kuat supaya bisa jalan kaki keliling dunia bagai Pak Janggut, tapi apa daya, nyatanya malas :)

Tapi setuju kalo Pak Janggut menimbulkan rasa cinta alam. Hihihi, gambar2nya keren dan alami banget, rasanya lebih indah daripada gedung pencakar langit.

Kodok bicara FTW!

awan said...

jadi inget, dulu paling nunggu-nunggu baca cerita pak janggut kalo lagi nungguin bobo.

kagum sama cerita petualangannya

D said...

Entah kenapa kalo aku denger pak Janggut yang pertama kali terasosiasi di pikiran adalah lada hitam.

*binun*

Syahmin. S said...

cerita jadul nih. waktu TK ama SD sering berebutan Bobo ama adek tiap awal minggu :D

Anonymous said...

yang jelas... pak janggut itu berjanggut...

Andika Triwidada said...

Pendidikan di Belanda memang hebat. Salah satu contoh kasus kecil: orang Indonesia belajar S3 kehutanan ke sana, padahal di Belanda mana ada hutan?

Unknown said...

kalo semangat petualangan untuk mencari ilmu seseorang udah tinggi sih, di manapun pasti bisa berhasil.

cuman kalo gw liat, di belanda ada ikatan historis juga. makanya ga ada salahnya belajar di sana.

*hiks*
koq gw jadi inget ama pastoor di gereja gw dulu (Pastoor W. de Bruin) , kebetulan beliau orang belanda, dan banyak mengajarkan "managerial skill" yang bagus banged

cokelat said...

Menyinggung peradaban Belanda, maka boleh dibilang bahwa Belanda sudah Go Green sejak ratusan tahun yang lalu.

Saat di Inggris terjadi revolusi industri yang ditandai dengan berkembang biaknya mesin-mesin industri yang notabene tidak ramah lingkungan, Belanda maju karena kincir angin! :)

Kincir angin adalah motor dari revolusi industri hijau di Belanda.

Kincir angin bisa dipakai untuk memindahkan air danau rendah ke dataran yang lebih tinggi. Kincir angin bisa dipakai untuk menggiling tepung.

Dan yang terpenting, kincir angin bisa dipakai untuk mekanisasi penggergajian kayu secara besar-besaran, sehingga Belanda bisa memproduksi kapal kayu dengan rate sekitar 50 kapal per tahun!

Jadi, boleh dibilang kincir anginlah yang "berjasa" bagi Belanda untuk mengenal dunia dengan segala keragamannya. Juga berjasa bagi Belanda untuk bisa menguasai lahan-lahan di belahan bumi yang jauh, termasuk Hindia Timur.

Dan dulu, itu semua mereka lakukan tanpa mesin industri yang menyebarkan polusi, melainkan dengan mesin bertenaga alam.

Kenapa ya cara ini tidak dipelajari untuk dimanfaatkan di negara2 berkembang seperti Indonesia? Bukankah banyak penuntut ilmu yang belajar ke Belanda? Apakah kincir angin memang sudah tidak efisien lagi? Kalau tidak efisien, mengapa teknologi ini bisa mengantar mereka menguasai Indonesia?

*lho kok jadi OOT*

acha_gtx said...

yang ogut suka dari pak janggut itu pesan-pesannya yang bagus dan ngga berkesan menggurui

mahéndra said...

european comics are always fun to read, especially this one. don't get me wrong, superheroes are great, but ordinary heroes are just way better, at least for me. hihi.

inaterne said...

@ivo
point taken. aku baru sadar kalau teknologi kincir angin yang kayaknya baheula itu sebenarnya sangat mutahkir dan tepat untuk segala jaman.

wah! dan baru sekarang terpikir lagi untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan dengan biodiesel, sinar matahari dan lain sebagainya.

angin di Indonesia cukup kencang 'kan yah?!

dodi said...

Pak Janggut adalah tempat disalurkannya semangat yang tak terbawa VOC saat singgah beberapa lamanya di sini.

Naif Al'as said...

Pak Janggut itu seorang petualang. Dan setuju sama Acha, pesan moralnya asik juga.

Tk. Kiridit said...

saya belum pernah baca cerita atau komiknya pa janggut, jadi gak banyak bisa memberi komentar disisi kisahnya, kebanyakan saya baca komik silat lokal

yang ingin saya komentari atau tanyakan adalah, kenapa musti pa janggut, bukankah banyak cerita dari negeri sendiri yang tidak kalah menariknya

tapi sudahlah, itu kan pilihan, penjajahan belanda memang luar biasa, betul kata mas Andika, belanda memang hebat saya dengar cerita dari teman, bahwa catatan budaya sunda disana lengkap ... ck ck ....

NIF said...

Wah, saya belum baca komiknya.

Btw, pengen kuliah di Belanda tapi blom ada duitnya. :((

Anonymous said...

kirain tadinya mau ngomongin karl may :P
sama-sama petualang

Dian Ina said...

alasannya sederhana, Tk.Kiridit. tulisannya harus bertema Studi di Belanda: ticket to a global community. saya anggap komik Pak Janggut bisa jadi analogi sederhana untuk menjelaskan hal-hal yang sesuai dengan tema itu.

ini 'kan komik yang sarat muatan pendidikan dan berasal dari Belanda. yang menciptakan karakter dan membuat ceritanya orang Belanda.

saya dulu selalu membacanya sebagai sisipan bersambung di majalah Bobo

Enda Nasution said...

yang berhubungan dengan janggut akan saya dukung sepenuh hati

hidup janggut!

rd Limosin said...

errr... apa beda janggut sama jenggot?

*makan krupuk*

Anonymous said...

jadi pengen baca pak janggut! hmmm ... blognya menarik, dari segi tampilan juga isi, aku baca jadi ga bisa berenti2 ehehe :-P

salam kenal ya, saya sesama peserta kompetiblog

Anonymous said...

setuju ma nadya di atas. Blognya asik, tulisannya lancar dibaca.

Btw, Pak Janggut itu dari bobo ya? saya dulu langganan tapi kok nggak bisa ingat ya...

Hmm, yasud.

Sebagai orang Indonesia yang nggak tahu malu, saya akan segra nyari bajakannya di internet.

Meluncur ke TKP!!

froz! said...

wuih! menang euy!

selamat ya jeng :)

yanuar said...

waahh.. menang rek..
makan-makan...

Ben said...

congrats!
MAKAN-MAKAN!™

Ace said...

MAKAN-MAKAN!!!

erika said...

hai Dian Ina!
Inget ga duluuuu pernah nulis ini di shout boxnya : .. kalo gitu saya aja deh yang dikasih beasiswa. nanti saya pasang logo kantor kamu di blog saya. *memanfaatkan peluang*

mungkin itu cuma jawaban iseng, mungkin itu cuma caramu untuk merespon komen yg mampir di blog

But then...it all came true! Masang logo (dan menulis tentunya) and you won!

So it's true what people say "be careful with what you wish for" :)
Congrats! Congrats! Congrats

Ardho said...

SELAMAAATTT!!! :)

makan-makan disini ya! hihi ditunggu lhoo :D

Dody Setia_one said...

selamat ya...

http://dodiksetiawan.wordpress.com

Anonymous said...

Wah selamat ya atas kemenangannya ...
Gara2 baca tulisannya aku jd terinspirasi buat browsing cerita pak Janggut de

Dian Ina said...

@Erika,

saya serius waktu itu karena udah mulai ngumpulin berkas buat daftar Master Arts-Heritage di Maastricht, berharap dapat beasiswa Stuned.

Saya diterima Universiteit Maastricht, tapi nggak masuk shortlist Stuned tahun ini. Jadi, saya menganggap short course ini baru down payment*wink*

But yes, all wishes are meant to be come true. See you soon, yah!

entry said...

selamat ya udah menang kompetisi studi ke belanda :)

salam kenal dari nasriza :)

maztrie said...

ehhhhhmmmmm....
Mo koment apa yach dah ada semuanya sih diatas....!
:(
Yowis selamat aja dech bisa ketemu meneeer meneer Londo yang ngganteng...
Bravoooo

Cyber Katrox said...

Selamat ya... bisa jalan2 ke Belanda

david gultom said...

selamat jadi juara kompetiblog…
ditunggu cerita2nya selama di belanda..
salam kenal..
main2 ke blog saya yah..

saylow said...

aku berasa jahat sekali, when I don't follow you so much Na. Masak kamu ampe menang ng'blog kayak gini lebih dulu tahu Riri daripada aku. Yang temennya kamyu kamyu kamyu khan akyu akyu akyu!

Dian Ina said...

no worries, hunnybuch. you're just busy being love bird making the swine got flu:D

luhde said...

ah, dian kan udah kebal ma londo-londo ya...

t.e.3.k.4 said...

congrats yah buat summer schoolnya

salam kenal ^^

Unknown said...

Pak Janggut? duh jadi kangen baca ceritanya, salah satu serial yang saya ikutin di majalah Bobo..

selamat ya..

titiw said...

Nice story..!! No wonder you win in this competition. Congrats dear!! :)

Unknown said...

wahh..saya ingin seperti mbak Ina dehh.. ceritamu menginspirasii mbak..gag salah kalo menang..terus berkarya mbak

Unknown said...

selamat ya.., tinggal bagi-bagi ilmunya dari summer course-nya, karena semakin diamalkan dan disebarkan, anda akan semakin pintar..

Sulaiman said...

kak, brp total kata yang disyaratkan saat kakak ikut kompetisi ini?

Unknown said...

Agen Bandar66 Online
Agen Super10 Bandar Ceme
Judi Sakong BandarQ
Trik Menang Judi Online

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...