"pun medaging nike?"
"pun"
demikian Ajik Yoga dan Mbak Ayu bercakap-cakap sepanjang perjalanan kami menuju acara resepsi pernikahan salah seorang staff pada sore yang basah karena hujan tak berkeputusan sejak siangnya. itu pertanyaan yang selalu terlontar, dan jawabannya nyaris selalu bisa ditebak; pun yang berarti sudah, untuk pertanyaan yang berarti apa sudah mengandung?
memprihatinkan? iya. tapi percaya atau tidak, hal seperti ini sudah bukan sesuatu yang perlu diributkan disini. beberapa staff yang masih lajang pernah bercerita padaku tentang bagaimana orangtua mengetahui kalau anak-anaknya sudah seksual aktif sejak sebelum menikah, dan hal itu jadi rahasia umum. istilah kumpul kebo memang masih ada, bukan sebagai frase yang bernilai negatif, tapi sekedar sebuah istilah, membedakan dengan yang sudah menikah.
oya, fenomena ini tidak terjadi hanya di Denpasar (yang dianggap jadi rusak karena populasi pendatang), atau tempat-tempat yang jadi tujuan turis seperti Kuta dan Ubud. hal ini terjadi merata di seluruh pulau. sebagian besar menikah karena sudah terlanjur hamil. memang aku belum pernah menemui laki-laki yang nggak mau bertanggung jawab, lalu kabur atau nggak mau menikah, atau perempuan yang nggak mau dinikahi.
yang aku lihat adalah tumbuhnya keluarga baru dengan tanpa perencanaan. yang sering aku temui misalnya begini: pinjam uang ke LPD (semacam koperasi simpan pinjam) untuk menikah karena pacar sudah hamil, sebelum hutang lunas terbayar anak sudah lahir dan hutang semakin menumpuk karena membesarkan anak memang perlu biaya besar, lalu seterusnya hidup dari menggali lubang untuk menutup lubang...jangan bicara tentang kesiapan mental dan psikologis untuk jadi orangtua. jauuh...
apakah ini terjadi karena nilai-nilai agama sudah semakin terkikis? iya. apakah terjadi pergeseran standar moralitas? iya. tapi aku nggak mau membahas itu. buatku, hal-hal seperti ini adalah pilihan pribadi, yang mulai dari pilihan sampai resikonya wajib ditanggung sendiri. tapi gimana sih kalo bisa memilih tapi nggak ngerti resikonya?
benar sekali! aku sedang bicara tentang minimnya pendidikan kesehatan reproduksi buat remaja. sesuatu yang sangat-sangat penting untuk dilakukan kalo udah bicara tentang seks. kenapa? karena kesehatan reproduksi nggak melulu tentang berhubungan seks. tapi juga tentang pengenalan organ reproduksi, perkembangannya, perawatannya, pengaruhnya pada perilaku (yang sifatnya hormonal), pengelolaan dorongan seks, dan seterusnya...dan seterusnya...
aku mulai berdiskusi tentang seks dengan Bu Mansri setelah salah seorang Ibu di Banjar Pande dalam usia 60-an divonis kanker rahim stadium tiga. meskipun dua dari empat anak dan salah seorang menantunya adalah dokter, namun Ibu tersebut tidak pernah didorong untuk memeriksakan diri. 37 tahun telah berlalu sejak terakhir kali dia pergi ke dokter kandungan, untuk memasang IUD dalam program KB Lestari. yang kayak gini-gini ini loh, yang bahaya. idealnya, kalo udah seksual aktif kan mesti rutin papsmear, jadi kalo ada gejala apa-apa, bisa langsung ketahuan.
kenapa? karena penyakit apapun yang timbul di alat reproduksi perempuan, gejalanya nggak pernah keliatan sebelum parah. ini berlawanan dengan laki-laki yang baru gejala aja, sakitnya udah luar biasa, jadi bisa langsung mencari pengobatan. buat perempuan, gejalanya paling cuma keputihan. dan keputihan itu, secara umum semua perempuan pernah mengalami. biar cuma sekali seumur hidup.
anyway, sebelum aku makin panjang nulis dan melantur kemana-mana, mendingan aku akhiri aja. buat yang sudah menikah, atau belum menikah tapi sudah seksual aktif, coba lebih rajin memeriksakan diri. buat yang belum menikah dan merasa pengetahuan kesehatan reproduksinya rendah. belajarlah! kenali resikonya, supaya bisa mengambil pilihan yang tepat.
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Saturday, April 15, 2006
Thursday, April 13, 2006
wisata baju bekas
aku pergi ke Sekaten bersama orang-orang dari rumah Cemorojajar malam itu. Mbak No', Abe, Muna, ditambah Desti dan Didit. sebenarnya agak mengherankan buatku kenapa mereka mengajakku kesini. Sekaten itu bukan tempat hangout mereka, itu udah pasti. setengah penasaran, aku mengiyakan saja ajakan mereka untuk pergi kesana. setelah mobil diparkir dekat Alun-alun Utara, barulah aku dapat jawaban dari Didit kenapa kami pergi ke tempat itu.
"kamu tau awul-awul? kita mau pergi kesana"
awul-awul itu tempat jualan baju bekas alias second hand yang diimpor entah dari negara mana. dinamai awul-awul karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja sehingga jadi berantakan, alias awul-awulan. dan kalo memilih juga harus meng-awul-awul bajunya dari tumpukan. got it?
dan mulailah kami menjelajah dari satu tempat penjualan baju bekas ke tempat yang lain. modelnya sebagian besar konservatif, tapi banyak juga yang unik. rok, kemeja, celana panjang, jaket, sweater, bahkan sackdress! ada juga berbagai macam t-shirt dengan tulisan yang nggak biasa. per potong dijual dengan harga yang mencengangkan. Rp 3500, Rp 5000, Rp 10.000 per tiga potong... wah! pokoknya bikin kalap. Mbak No' dan Didit yang memimpin pencarian kami malam itu. setiap temuan harus di-approve dulu oleh mereka, sebelum dikumpulkan waktu membayar.
buat yang nggak tau, Mbak No' itu bekerja mengurus wardrobe di sejumlah production house. karena itu, dia terus menerus berurusan dengan pakaian dan asesoris untuk para bintang sinetron dan bintang film dalam setiap produksi. wardrobe semacam itu didapatkan dari macam-macam tempat. bisa pinjaman dari perancang busana, bisa pinjaman dari butik-butik atau distro atau departement store... dan bisa juga dari awul-awul. Mbak No' mengenal dengan baik awul-awul di Bandung, Jakarta dan Jogja, yang sering jadi tempatnya memilih dan membeli puluhan pasang pakaian untuk produksi film atau sinetron. setelah dibeli, pakaian-pakaian itu dilaundry, atau di dry clean (proses ini bisa lebih mahal daripada harga beli bajunya). lalu ada juga yang ditambahi asesoris dan pernak pernik seperti payet, ganti kancing, tambah bisban, pita disana-sini sambil dipaskan dengan tubuh si aktris.
setelah itu semua beres, barulah syuting bisa dilakukan. selesai syuting, pakaian itu biasanya jadi inventaris production house yang bersangkutan. kalo baju-baju pinjaman ya... harus dikembalikan.
disalah satu tempat, kami melihat sebuah gaun putih panjang digantung. gaun itu berkerah tinggi, berlengan panjang, penuh rimpel dan renda, dengan pita satin di bagian pinggangnya. bahannya tipis, tetapi berlapis-lapis, sehingga nggak transparan lagi. persis seperti gaun yang dipakai di film The Ring. kalau di Indonesia, mungkin yang pakai gaun itu Suzanna. kami minta Mbak No' untuk beli gaun itu. bahkan mendesaknya. harusnya memang Mbak No' yang beli karena gaun itu bagus sekali. keren! tapi Mbak No' menolak dengan alasan tepat.
"aku nggak lagi bikin sinetron horor!"
dalam perjalanan pulang, dengan tubuh gatal penuh debu... aku membayangkan para pemain sinetron yang kelihatan mentereng di TV. kalo mereka pake baju yang lucu dan unik, dan bukan yang keliatan murahan, lalu nggak ada tulisan sponsor wardrobe itu.... aha! aku tau darimana baju-baju itu berasal.
"kamu tau awul-awul? kita mau pergi kesana"
awul-awul itu tempat jualan baju bekas alias second hand yang diimpor entah dari negara mana. dinamai awul-awul karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja sehingga jadi berantakan, alias awul-awulan. dan kalo memilih juga harus meng-awul-awul bajunya dari tumpukan. got it?
dan mulailah kami menjelajah dari satu tempat penjualan baju bekas ke tempat yang lain. modelnya sebagian besar konservatif, tapi banyak juga yang unik. rok, kemeja, celana panjang, jaket, sweater, bahkan sackdress! ada juga berbagai macam t-shirt dengan tulisan yang nggak biasa. per potong dijual dengan harga yang mencengangkan. Rp 3500, Rp 5000, Rp 10.000 per tiga potong... wah! pokoknya bikin kalap. Mbak No' dan Didit yang memimpin pencarian kami malam itu. setiap temuan harus di-approve dulu oleh mereka, sebelum dikumpulkan waktu membayar.
buat yang nggak tau, Mbak No' itu bekerja mengurus wardrobe di sejumlah production house. karena itu, dia terus menerus berurusan dengan pakaian dan asesoris untuk para bintang sinetron dan bintang film dalam setiap produksi. wardrobe semacam itu didapatkan dari macam-macam tempat. bisa pinjaman dari perancang busana, bisa pinjaman dari butik-butik atau distro atau departement store... dan bisa juga dari awul-awul. Mbak No' mengenal dengan baik awul-awul di Bandung, Jakarta dan Jogja, yang sering jadi tempatnya memilih dan membeli puluhan pasang pakaian untuk produksi film atau sinetron. setelah dibeli, pakaian-pakaian itu dilaundry, atau di dry clean (proses ini bisa lebih mahal daripada harga beli bajunya). lalu ada juga yang ditambahi asesoris dan pernak pernik seperti payet, ganti kancing, tambah bisban, pita disana-sini sambil dipaskan dengan tubuh si aktris.
setelah itu semua beres, barulah syuting bisa dilakukan. selesai syuting, pakaian itu biasanya jadi inventaris production house yang bersangkutan. kalo baju-baju pinjaman ya... harus dikembalikan.
disalah satu tempat, kami melihat sebuah gaun putih panjang digantung. gaun itu berkerah tinggi, berlengan panjang, penuh rimpel dan renda, dengan pita satin di bagian pinggangnya. bahannya tipis, tetapi berlapis-lapis, sehingga nggak transparan lagi. persis seperti gaun yang dipakai di film The Ring. kalau di Indonesia, mungkin yang pakai gaun itu Suzanna. kami minta Mbak No' untuk beli gaun itu. bahkan mendesaknya. harusnya memang Mbak No' yang beli karena gaun itu bagus sekali. keren! tapi Mbak No' menolak dengan alasan tepat.
"aku nggak lagi bikin sinetron horor!"
dalam perjalanan pulang, dengan tubuh gatal penuh debu... aku membayangkan para pemain sinetron yang kelihatan mentereng di TV. kalo mereka pake baju yang lucu dan unik, dan bukan yang keliatan murahan, lalu nggak ada tulisan sponsor wardrobe itu.... aha! aku tau darimana baju-baju itu berasal.
Saturday, April 08, 2006
parcel kenyataan
kenapa sih ada yang suka bawa berita sedih dan mengawalinya dengan bertanya, lagi good mood atau bad mood? apa aku harus dalam mood yang buruk untuk menerima berita sedih? biar nothing to loose gitu kali ya? toh udah terlanjur buruk moodnya. ataukah harus dalam mood yang baik, supaya berita sedihmu bisa merusak moodku?
kenapa sih berita sedih sering diawali dengan pertanyaan semacam itu?
lalu kalau kamu sudah tau berita yang kamu bawa bukan berita gembira, kenapa kamu harus mengawalinya dengan 'aku punya berita yang mungkin akan bikin kamu sedih'? tau nggak? rasa yang ditimbulkan pernyataan itu, sama seperti saat Tom menunggu jatuhnya palu godam raksasa dari atas kepalanya karena muslihat Jerry. pengetahuan bahwa rasa sakit, rasa sedih itu akan datang, membuatnya jadi terasa lebih menyakitkan, karena yang ditunggu adalah nyeri. penantiannya pun, bikin hati jadi ngilu. atau kamu pikir, kalau dibungkus pita satin warna biru, bingkisan kesedihanmu jadi lebih indah? lebih enak ditelan?
apalagi kalau kemudian kamu menanyakan dampak dari berita sedihmu itu padaku.
"bagaimana dengan kamu setelah mendapat berita ini?" hey! apa kamu sedang menguji ketahananku? itu sama seperti bertanya pada korban kecelakaan yang jelas-jelas kakinya putus "apakah kamu baik-baik saja?"
of course I'm not OK!
kadang-kadang aku pikir pertanyaan "apakah kamu baik-baik saja" yang ditanyakan pada orang yang sedang nggak baik-baik saja adalah pertanyaan yang dibuat untuk menyiksa. sudah jelas aku akan sedih. sudah jelas dia tau kalo yang dia bawa bukan berita bahagia. apa sih maumu? memastikan bahwa aku sedih dengan berita darimu, tepat seperti dugaanmu?
itu pertanyaan keparat!
lain kali kalau kamu punya berita sedih, sampaikan saja dengan kalimat berita. seperti berita duka cita di koran, atau reportase bencana alam di televisi. aku akan sedih atau nggak, aku kecewa, berdarah-darah atau terbahak-bahak sampai tersedak, biar aku sendiri yang mengurusnya.
kenapa sih berita sedih sering diawali dengan pertanyaan semacam itu?
lalu kalau kamu sudah tau berita yang kamu bawa bukan berita gembira, kenapa kamu harus mengawalinya dengan 'aku punya berita yang mungkin akan bikin kamu sedih'? tau nggak? rasa yang ditimbulkan pernyataan itu, sama seperti saat Tom menunggu jatuhnya palu godam raksasa dari atas kepalanya karena muslihat Jerry. pengetahuan bahwa rasa sakit, rasa sedih itu akan datang, membuatnya jadi terasa lebih menyakitkan, karena yang ditunggu adalah nyeri. penantiannya pun, bikin hati jadi ngilu. atau kamu pikir, kalau dibungkus pita satin warna biru, bingkisan kesedihanmu jadi lebih indah? lebih enak ditelan?
apalagi kalau kemudian kamu menanyakan dampak dari berita sedihmu itu padaku.
"bagaimana dengan kamu setelah mendapat berita ini?" hey! apa kamu sedang menguji ketahananku? itu sama seperti bertanya pada korban kecelakaan yang jelas-jelas kakinya putus "apakah kamu baik-baik saja?"
of course I'm not OK!
kadang-kadang aku pikir pertanyaan "apakah kamu baik-baik saja" yang ditanyakan pada orang yang sedang nggak baik-baik saja adalah pertanyaan yang dibuat untuk menyiksa. sudah jelas aku akan sedih. sudah jelas dia tau kalo yang dia bawa bukan berita bahagia. apa sih maumu? memastikan bahwa aku sedih dengan berita darimu, tepat seperti dugaanmu?
itu pertanyaan keparat!
lain kali kalau kamu punya berita sedih, sampaikan saja dengan kalimat berita. seperti berita duka cita di koran, atau reportase bencana alam di televisi. aku akan sedih atau nggak, aku kecewa, berdarah-darah atau terbahak-bahak sampai tersedak, biar aku sendiri yang mengurusnya.
Friday, April 07, 2006
kamu bisa takut. aku juga
aku takut anjing. betul-betul takut anjing. ini bukan sesuatu yang aku buat-buat, atau sesuatu yang kadang-kadang datang, lalu kadang-kadang pergi. jadi pertanyaan seperti "kamu kan udah setahun tinggal di Ubud, kok masih takut anjing?" atau "kamu takut anjing karena kamu muslim ya?" sama sekali nggak relevan buat aku. aku pikir kalaupun aku ikut sekte terlarang semacam Aum Shinrikyo dan tinggal di Pegunungan Andes pun, aku tetap akan takut anjing. ketakutan itu nggak dibentuk oleh dimana aku tinggal, atau apa kepercayaanku. ketakutan itu dibentuk oleh anjing. jadi, kalau makhluk bernama anjing itu nggak ada, ketakutan itu pun akan sirna. seberapa sulit sih memahami hal ini?
makanya aku paling nggak suka kalau ada yang bilang sama aku bahwa aku nggak boleh menunjukkan ketakutanku, karena ketakutan itu akan membuat anjing mendekatiku. kalau kamu tau aku takut anjing, dan kamu teman yang baik yang nggak takut anjing, tentunya kamu akan mengusir anjing yang datang mendekatiku. bukannya menyuruhku menghilangkan ketakutanku lalu ada percakapan macam ini
"santai aja. kalo kamu santai, kamu nggak akan takut"
"mana bisa aku santai, itu anjingnya mendekat"
"iya,karena kamu takut"
"tapi kan itu anjing"
"ya, biarin aja... jangan takut"
damn!
aku takut. takut itu perasaan yang manusiawi. kenapa jadi seolah-olah aku yang salah karena takut? apa dipikirnya ada remote yang bikin ketakutanku bisa sirna karena kalimat tolol nggak bermakna seperti "santai aja jangan takut"? aku tau betul aku takut pada anjing karena mereka selalu membuatku merasa terancam. akan datang saatnya, ketika aku merasa mereka tidak lagi mengancamku, dan pada saat itulah aku akan bisa menerima kehadiran anjing itu. itu sebabnya aku paling takut sama anjing di jalanan. aku nggak mengenal mereka, aku nggak tau apakah mereka akan menyerang atau tidak. dan ketidaktahuan itu membuatku merasa lebih terancam.
beberapa anjing yang berhasil melewati proses ini diantaranya Ikke Nurjanah, anjingnya Marzuki dan Ellen... yang cukup pintar untuk menjaga jarak, paling dekat setengah meter denganku. sehingga aku cukup tenang dan mau menyapanya dari jauh.
lalu ada Rambo, anjingnya Aji dan Georgie... yang setelah pernah sekali aku biarkan mengendusku, nggak pernah berusaha mendekatiku lagi. tidak pula untuk minta dielus, atau ditepuk-tepuk kepalanya.
Poppy, Dogi, Popeye... dan anjing-anjing Pak Koman dan Bu Mansri lainnya. saat-saat pertama kali aku datang, tuan rumah dan penghuni rumah yang lain selalu mengusir anjing-anjingnya, atau menemaniku sehingga anjing-anjing itu tau kalau aku bukan orang asing. ini sikap yang paling aku hargai dari para pemilik anjing karena sangat membantuku dalam proses berkenalan dengan anjing mereka. sampai tiba saatnya aku bisa bilang sama anjing-anjing itu
"hus! Poppy! ini aku. jangan berisik! ssshhh!"
oya, aku juga nggak suka harus bersih-bersih kalo sampe dijilat anjing, karena sangat merepotkan. jadi sedekat apapun dengan seekor anjing, aku akan selalu bilang sama mereka:
"kamu boleh deket aku, tapi jangan menjilat yaaa!"
makanya aku paling nggak suka kalau ada yang bilang sama aku bahwa aku nggak boleh menunjukkan ketakutanku, karena ketakutan itu akan membuat anjing mendekatiku. kalau kamu tau aku takut anjing, dan kamu teman yang baik yang nggak takut anjing, tentunya kamu akan mengusir anjing yang datang mendekatiku. bukannya menyuruhku menghilangkan ketakutanku lalu ada percakapan macam ini
"santai aja. kalo kamu santai, kamu nggak akan takut"
"mana bisa aku santai, itu anjingnya mendekat"
"iya,karena kamu takut"
"tapi kan itu anjing"
"ya, biarin aja... jangan takut"
damn!
aku takut. takut itu perasaan yang manusiawi. kenapa jadi seolah-olah aku yang salah karena takut? apa dipikirnya ada remote yang bikin ketakutanku bisa sirna karena kalimat tolol nggak bermakna seperti "santai aja jangan takut"? aku tau betul aku takut pada anjing karena mereka selalu membuatku merasa terancam. akan datang saatnya, ketika aku merasa mereka tidak lagi mengancamku, dan pada saat itulah aku akan bisa menerima kehadiran anjing itu. itu sebabnya aku paling takut sama anjing di jalanan. aku nggak mengenal mereka, aku nggak tau apakah mereka akan menyerang atau tidak. dan ketidaktahuan itu membuatku merasa lebih terancam.
beberapa anjing yang berhasil melewati proses ini diantaranya Ikke Nurjanah, anjingnya Marzuki dan Ellen... yang cukup pintar untuk menjaga jarak, paling dekat setengah meter denganku. sehingga aku cukup tenang dan mau menyapanya dari jauh.
lalu ada Rambo, anjingnya Aji dan Georgie... yang setelah pernah sekali aku biarkan mengendusku, nggak pernah berusaha mendekatiku lagi. tidak pula untuk minta dielus, atau ditepuk-tepuk kepalanya.
Poppy, Dogi, Popeye... dan anjing-anjing Pak Koman dan Bu Mansri lainnya. saat-saat pertama kali aku datang, tuan rumah dan penghuni rumah yang lain selalu mengusir anjing-anjingnya, atau menemaniku sehingga anjing-anjing itu tau kalau aku bukan orang asing. ini sikap yang paling aku hargai dari para pemilik anjing karena sangat membantuku dalam proses berkenalan dengan anjing mereka. sampai tiba saatnya aku bisa bilang sama anjing-anjing itu
"hus! Poppy! ini aku. jangan berisik! ssshhh!"
oya, aku juga nggak suka harus bersih-bersih kalo sampe dijilat anjing, karena sangat merepotkan. jadi sedekat apapun dengan seekor anjing, aku akan selalu bilang sama mereka:
"kamu boleh deket aku, tapi jangan menjilat yaaa!"
Wednesday, April 05, 2006
masjid kusam dan kampus berpagar
kampus Universitas Gajah Mada, bukan lagi kampus yang kukenal ketika aku melewatinya sore itu. waktu aku masih kuliah disini, suasana kampus selalu ramai, bahkan menjelang senja dan malam hari, bukan hanya karena masih ada kuliah, tapi juga karena ada banyak mahasiswa yang menghidupkan suasana kampus dengan berbagai kegiatan. sampai jauh malam. kadang-kadang sampai menginap. kampus jadi semacam rumah kedua tempat berkumpul dan menghasilkan hal-hal yang kreatif dan menarik.
dari pergaulan kampus yang semacam itu, yang nggak hanya dikotak-kotak oleh angkatan dan jurusan, aku mengenal Forum Musik Fisipol. sebuah komunitas yang kemudian mengajarkan banyak hal padaku tentang bekerja di dalam tim. tentang mengelola ide dan menjadikannya kegiatan yang terstruktur. tentang hidup dalam komunitas, yang hampir sama dengan kehidupan di dunia nyata. tentang bagaimana mengelola hubungan dan memanajemen kemampuan diri sendiri, maupun orang lain.
aku belajar bikin acara dari kampus, nego dengan artis, bikin pentas, mengelola kepanitiaan, uang puluhan juta, proses kerja percetakan, mengurus publikasi, mengurus perijinan, berhadapan dengan polisi kalo lagi bikin kegiatan, mencari sponsor, mengelola hubungan dengan sponsor, mengejar deadline, memanajemen acara, mengelola jalur komunikasi, membuat kegiatan yang interaktif, mengaktualisasikan konsep... semuanya aku pelajari dalam komunitas dari kampus. kemampuan yang sekarang ini sangat menunjang apa yang aku kerjakan. semua berangkat dari Kandang Babi, dibawah Pohon Mangga dekat Tapal Kuda Fisipol.
tapi sekarang kampus itu hening, lengang dan berpagar. nggak ada kehidupan setelah jam kuliah. jalan ditutup dimana-mana. mau lewat pun susah. mau ke Masjid Kampus dari arah Fisipol aja nggak bisa. harus keluar dulu, lewat perempatan Santikara. ah! Rektor baru yang nggak funky! apa sih masalahmu?
sampai di Masjid Kampus, aku lebih sedih lagi. masjid yang belum ada 10 tahun umurnya ini sudah terlihat kusam. lampu logam yang menggantung di depan mimbar berkarat nggak di-krom. dari empat kamar kecil di tempat wudhu perempuan, dua diantaranya bertuliskan 'rusak', dan satu lagi 'sedang dalam perbaikan'. keran wastafel juga patah berkarat tak disentuh. catnya kusam, disana sini ada rembesan air hujan. kap lampu yang putih penuh kotoran, mungkin serangga, mungkin debu, menghitam nggak dibersihkan. dari dalam masjid, terlihat kubahnya juga penuh kotoran. mungkin terbawa air hujan... tapi yang jelas masjid ini nggak terawat.
maintenance alias perawatan memang bukan hal yang mudah. di Komaneka aku belajar betapa perawatan itu seringkali jauh lebih sulit daripada membuat. daripada membangun. tapi apakah pantas sebuah masjid yang dirancang dan dibangun dengan sangat baik, pada akhirnya terlantar tak terawat? usang karena cuaca. usang karena ketidakpedulian...
aku sedih.
dari pergaulan kampus yang semacam itu, yang nggak hanya dikotak-kotak oleh angkatan dan jurusan, aku mengenal Forum Musik Fisipol. sebuah komunitas yang kemudian mengajarkan banyak hal padaku tentang bekerja di dalam tim. tentang mengelola ide dan menjadikannya kegiatan yang terstruktur. tentang hidup dalam komunitas, yang hampir sama dengan kehidupan di dunia nyata. tentang bagaimana mengelola hubungan dan memanajemen kemampuan diri sendiri, maupun orang lain.
aku belajar bikin acara dari kampus, nego dengan artis, bikin pentas, mengelola kepanitiaan, uang puluhan juta, proses kerja percetakan, mengurus publikasi, mengurus perijinan, berhadapan dengan polisi kalo lagi bikin kegiatan, mencari sponsor, mengelola hubungan dengan sponsor, mengejar deadline, memanajemen acara, mengelola jalur komunikasi, membuat kegiatan yang interaktif, mengaktualisasikan konsep... semuanya aku pelajari dalam komunitas dari kampus. kemampuan yang sekarang ini sangat menunjang apa yang aku kerjakan. semua berangkat dari Kandang Babi, dibawah Pohon Mangga dekat Tapal Kuda Fisipol.
tapi sekarang kampus itu hening, lengang dan berpagar. nggak ada kehidupan setelah jam kuliah. jalan ditutup dimana-mana. mau lewat pun susah. mau ke Masjid Kampus dari arah Fisipol aja nggak bisa. harus keluar dulu, lewat perempatan Santikara. ah! Rektor baru yang nggak funky! apa sih masalahmu?
sampai di Masjid Kampus, aku lebih sedih lagi. masjid yang belum ada 10 tahun umurnya ini sudah terlihat kusam. lampu logam yang menggantung di depan mimbar berkarat nggak di-krom. dari empat kamar kecil di tempat wudhu perempuan, dua diantaranya bertuliskan 'rusak', dan satu lagi 'sedang dalam perbaikan'. keran wastafel juga patah berkarat tak disentuh. catnya kusam, disana sini ada rembesan air hujan. kap lampu yang putih penuh kotoran, mungkin serangga, mungkin debu, menghitam nggak dibersihkan. dari dalam masjid, terlihat kubahnya juga penuh kotoran. mungkin terbawa air hujan... tapi yang jelas masjid ini nggak terawat.
maintenance alias perawatan memang bukan hal yang mudah. di Komaneka aku belajar betapa perawatan itu seringkali jauh lebih sulit daripada membuat. daripada membangun. tapi apakah pantas sebuah masjid yang dirancang dan dibangun dengan sangat baik, pada akhirnya terlantar tak terawat? usang karena cuaca. usang karena ketidakpedulian...
aku sedih.
Tuesday, April 04, 2006
sebuah liburan dan satu perayaan
anak muda jaman sekarang tuh aneh ya? ketemu sama sambungan internet bisa hepi banget sampe, kayaknya, melebihi ketemu sama orang
02.04.06
20.39
aku senyum-senyum sendiri baca sms itu. balasan atas smsku tentang betapa senangnya nggak fakir bandwith lagi setelah 5 hari di Jogja harus pindah-pindah dari satu warnet ke warnet yang lain, ato nongkrong di kantor Ronny yang sama aja fakirnya.
5 hari di Jogja itu adalah gabungan dari Birthday Package+Nyepi Package+Osaka Project, karena selain berlibur menghindari Nyepi yang sangat sepi di Bali, juga harus mengerjakan beberapa hal untuk persiapan presenntasi besar-besaran di Osaka. baru sekali ini hadiah ulang tahunku adalah liburan. karenanya aku bener-bener berterima kasih sama Pak Koman dan Bu Mansri yang memberiku tiket pesawat Denpasar-Jogja-Denpasar.
lucunya, semua tiket yang aku dapatkan adalah pesawat pagi. terbang pagi adalah sesuatu yang selama ini belum pernah aku lakukan. paling pagi biasanya jam 9 atau jam 10. kemarin itu misalnya, harus berangkat ke bandara jam 4 karena pesawatnya jam 6. what a sleepy trip!
udah gitu, di malam ulang tahun dan di hari ulang tahunnya, ada yang ngajakin makan. makasih banyak buat Yuli dan Mas Yudi atas makan-makannya. dan... yang paling heroik tentu saja Casper, setelah mati-matian berebut tiket, yang sempat nggak dapat juga sampe harus ganti hari, dia berhasil sampai di Jogja, lalu bersama denganku menyusuri jalan-jalan kenangan, dibawah siraman hujan, persis seperti hari-hari di tahun yang telah lewat. ah, Casper memang laki-laki yang dicintai hujan. sejak tahun 2000, setiap kali janjian ketemu, hujan selalu turun. meskipun itu bukan musimnya. entah dari mana datangnya. kali ini, gerimis sudah mengguyur Jogja sejak malam sebelum kedatangannya, menggila pada malam ketika kami bertemu dengan Sujud di Kedai Kebun, dan berhenti seketika saat aku berangkat ke Denpasar. ya, perempuan yang dicemburui hujan udah nggak ada sih...
lalu aku juga sempat diajak jalan-jalan sama Bu Melani ke Muntilan. itu bener-bener seru! mengunjungi studio Pande Ketut Taman yang baru saja dibangun di tepi sebuah sungai berbatu-batu besar. tempat yang sangat romantis sekaligus dramatis. diatas tebing sungai, sebatang pohon tumbuh disebelah batu seukuran meja makan, batu yang sangat ideal untuk dijadikan prasasti. permukaannya halus digerus cuaca, angin berhembus diatasnya, air gemercik dibawahnya... luar biasa!
aku menerima CD Balawan yang Magic Fingers dari Bunda Endhoot. Didats yang membawanya dan aku sudah menandak-nandak gembira sebelum kecewa menemukan CD-nya ketinggalan di rumah Saylow dan yang terbawa cuma case-nya.
*injak-injak Didats*
Norwegian Wood-nya Haruki Murakami aku dapat dari Wine yang menemukannya di Kinokuniya KLCC setelah aku gagal memperolehnya di Periplus maupun di QB. buku yang ditulis dengan halus sekali sampai aku sayang membacanya. takut cepet tamat. bayangin aja ada orang nulis paragraf kayak begini
...I didn't give a damn about the scenery that day. I was thinking about myself. I was thinking about the beautiful girl walking next to me. I was thinking about the two of us together and then about myself again. I was at that age, that time of life when every sight, every feeling, every thought came back, like a boomerang, to me. And worse, I was in love. Love with complications. Scenery was the last thing on my mind...
Original Soundtrack-nya The Sound of Music diberikan Mbak Ratna di Kedai Kebun. waaaahh... kalo dengerin itu, dimanapun tempatnya, aku merasa ruangan di sekitarku berubah jadi padang rumput dinaungi gunung yang pucuknya berselimut salju, dengan kawanan domba nun jauh disisi yang lain, dan seekor anjing putih berlarian... serasa ingin membentangkan tangan, merasakan udara mengalir melalui sela-sela jemariku....
sebuah tas merah yang cantik aku terima dari Abe. bagian depannya ada sablon wajah 4 cowok berpose a la band rock n roll. tulisannya besar-besar MUCUNDAIYI69. aku curiga ini adalah sebuah band dan namanya diinspirasi oleh Mukundan 69, sebuah petisi tentang keinginan bunuh diri sebagai sebuah hak (hak untuk hidup versus hak untuk mati) yang dibuat oleh seseorang bernama M. Mukundan, karena dia sudah merasa mencapai segala yang diinginkannya dalam hidup.
Oliver di Hawaii, Bang Iir dan bang Bike mengirim email. Titis di Norway, Ayin, Ari, Anto, Wine dari Malaysia, Onet dan Ditta sambil menyanyi a la paduan suara meneleponku untuk mengucap selamat. Ronny dan Donal, Yuli dan Elis mengucapkannya secara langsung.
dari Kampung Gajah seperti biasa Bunda Endhoot yang memulai, berturut-turut kemudian ada Didik, Didats, Suster, Mami Mira, Fahdi, Surur, Lea, Jeng Enda, Koh Fahmi, Adis, Yanuar, Rita, Fajri, Lilis, Vini, Ardho, Benny, Oom Ivo, Oom Husni, Edi, Jeng Hendro, Isdah, Lu Zi Peng, Rara dan Arie.
sms-sms yang aku terima dari Anto, Abe dan Didit, Ita, WM, Bank Bumiputera, Joan, Didik, Koh Fahmi, Toni, Marc Anthony, Naomi, Taufik, Yuli, Rully dan dua nomor yang nggak kukenal, semuanya kucatat.
rasanya aku udah kehabisan ucapan terima kasih, bahkan jika kurangkai semua kata yang ada di dunia, belum cukup untuk mewakili perasaanku, kebahagiaanku, atas semua yang aku dapatkan dari mereka yang aku sebutkan namanya diatas. terima kasih banyak. aku senang sekali.
02.04.06
20.39
aku senyum-senyum sendiri baca sms itu. balasan atas smsku tentang betapa senangnya nggak fakir bandwith lagi setelah 5 hari di Jogja harus pindah-pindah dari satu warnet ke warnet yang lain, ato nongkrong di kantor Ronny yang sama aja fakirnya.
5 hari di Jogja itu adalah gabungan dari Birthday Package+Nyepi Package+Osaka Project, karena selain berlibur menghindari Nyepi yang sangat sepi di Bali, juga harus mengerjakan beberapa hal untuk persiapan presenntasi besar-besaran di Osaka. baru sekali ini hadiah ulang tahunku adalah liburan. karenanya aku bener-bener berterima kasih sama Pak Koman dan Bu Mansri yang memberiku tiket pesawat Denpasar-Jogja-Denpasar.
lucunya, semua tiket yang aku dapatkan adalah pesawat pagi. terbang pagi adalah sesuatu yang selama ini belum pernah aku lakukan. paling pagi biasanya jam 9 atau jam 10. kemarin itu misalnya, harus berangkat ke bandara jam 4 karena pesawatnya jam 6. what a sleepy trip!
udah gitu, di malam ulang tahun dan di hari ulang tahunnya, ada yang ngajakin makan. makasih banyak buat Yuli dan Mas Yudi atas makan-makannya. dan... yang paling heroik tentu saja Casper, setelah mati-matian berebut tiket, yang sempat nggak dapat juga sampe harus ganti hari, dia berhasil sampai di Jogja, lalu bersama denganku menyusuri jalan-jalan kenangan, dibawah siraman hujan, persis seperti hari-hari di tahun yang telah lewat. ah, Casper memang laki-laki yang dicintai hujan. sejak tahun 2000, setiap kali janjian ketemu, hujan selalu turun. meskipun itu bukan musimnya. entah dari mana datangnya. kali ini, gerimis sudah mengguyur Jogja sejak malam sebelum kedatangannya, menggila pada malam ketika kami bertemu dengan Sujud di Kedai Kebun, dan berhenti seketika saat aku berangkat ke Denpasar. ya, perempuan yang dicemburui hujan udah nggak ada sih...
lalu aku juga sempat diajak jalan-jalan sama Bu Melani ke Muntilan. itu bener-bener seru! mengunjungi studio Pande Ketut Taman yang baru saja dibangun di tepi sebuah sungai berbatu-batu besar. tempat yang sangat romantis sekaligus dramatis. diatas tebing sungai, sebatang pohon tumbuh disebelah batu seukuran meja makan, batu yang sangat ideal untuk dijadikan prasasti. permukaannya halus digerus cuaca, angin berhembus diatasnya, air gemercik dibawahnya... luar biasa!
aku menerima CD Balawan yang Magic Fingers dari Bunda Endhoot. Didats yang membawanya dan aku sudah menandak-nandak gembira sebelum kecewa menemukan CD-nya ketinggalan di rumah Saylow dan yang terbawa cuma case-nya.
*injak-injak Didats*
Norwegian Wood-nya Haruki Murakami aku dapat dari Wine yang menemukannya di Kinokuniya KLCC setelah aku gagal memperolehnya di Periplus maupun di QB. buku yang ditulis dengan halus sekali sampai aku sayang membacanya. takut cepet tamat. bayangin aja ada orang nulis paragraf kayak begini
...I didn't give a damn about the scenery that day. I was thinking about myself. I was thinking about the beautiful girl walking next to me. I was thinking about the two of us together and then about myself again. I was at that age, that time of life when every sight, every feeling, every thought came back, like a boomerang, to me. And worse, I was in love. Love with complications. Scenery was the last thing on my mind...
Original Soundtrack-nya The Sound of Music diberikan Mbak Ratna di Kedai Kebun. waaaahh... kalo dengerin itu, dimanapun tempatnya, aku merasa ruangan di sekitarku berubah jadi padang rumput dinaungi gunung yang pucuknya berselimut salju, dengan kawanan domba nun jauh disisi yang lain, dan seekor anjing putih berlarian... serasa ingin membentangkan tangan, merasakan udara mengalir melalui sela-sela jemariku....
sebuah tas merah yang cantik aku terima dari Abe. bagian depannya ada sablon wajah 4 cowok berpose a la band rock n roll. tulisannya besar-besar MUCUNDAIYI69. aku curiga ini adalah sebuah band dan namanya diinspirasi oleh Mukundan 69, sebuah petisi tentang keinginan bunuh diri sebagai sebuah hak (hak untuk hidup versus hak untuk mati) yang dibuat oleh seseorang bernama M. Mukundan, karena dia sudah merasa mencapai segala yang diinginkannya dalam hidup.
Oliver di Hawaii, Bang Iir dan bang Bike mengirim email. Titis di Norway, Ayin, Ari, Anto, Wine dari Malaysia, Onet dan Ditta sambil menyanyi a la paduan suara meneleponku untuk mengucap selamat. Ronny dan Donal, Yuli dan Elis mengucapkannya secara langsung.
dari Kampung Gajah seperti biasa Bunda Endhoot yang memulai, berturut-turut kemudian ada Didik, Didats, Suster, Mami Mira, Fahdi, Surur, Lea, Jeng Enda, Koh Fahmi, Adis, Yanuar, Rita, Fajri, Lilis, Vini, Ardho, Benny, Oom Ivo, Oom Husni, Edi, Jeng Hendro, Isdah, Lu Zi Peng, Rara dan Arie.
sms-sms yang aku terima dari Anto, Abe dan Didit, Ita, WM, Bank Bumiputera, Joan, Didik, Koh Fahmi, Toni, Marc Anthony, Naomi, Taufik, Yuli, Rully dan dua nomor yang nggak kukenal, semuanya kucatat.
rasanya aku udah kehabisan ucapan terima kasih, bahkan jika kurangkai semua kata yang ada di dunia, belum cukup untuk mewakili perasaanku, kebahagiaanku, atas semua yang aku dapatkan dari mereka yang aku sebutkan namanya diatas. terima kasih banyak. aku senang sekali.
Monday, April 03, 2006
kos putri muslim ibu suti handari
tempat kosku waktu kuliah dulu, sekarang kosong. begitulah yang dikatakan Elis padaku waktu aku baru aja naruh tasku di kamarnya. sebelum akhirnya dia sendiri pindah dari kos kami di daerah Kentungan ke Wirosaban karena lebih dekat ke temoat kerjanya, yang masih tersisa hanya tinggal dua orang. itu berarti, setelah aku lulus dan pindah dari sana, tidak ada anak baru lagi yang masuk dan tinggal di kos itu.
aku mulai tinggal di kos itu waktu aku baru dua bulan kuliah. setelah ujian mid term-ku yang pertama. aku memutuskan tinggal disana karena Ayin udah tinggal disana lebih dulu. berturut-turut, yang pernah tinggal disana dan aku kenal antara lain adalah Mbak Rita dan Mbak Pri dari KG, Mbak Ani dari Biologi, Mbak Ceplies dari Sastra, Umi dari IAIN, Elis dari Sastra, Ayin anak Fisipol, Ipeh dan Kuni, kakak beradik, Ida dari Sastra, Lala dan Nunung dari Teknik, Ratna dari UII, Candra dari Fisipol, Inna Sastra Perancis yang lalu pindah ke Hukum UII, Mutmainah yang cuma sekelebatan tinggal disana...Nana yang selalu rajin, rapi dan sangat pendiam serta beberapa nama yang lain, yang aku udah nggak begitu ingat...
aku tinggal disana, di Jalan Kaliurang Km.6 Pandega Asih IV/7 Sari Asih, Yogyakarta 55281 selama aku kuliah, dikurangi dua bulan waktu tinggal di Jalan Monjali. karena itulah semua teman tau dimana kosku dan dimana mencariku. ya, karena aku nggak pernah pindah. di kamar nomor 10 yang berada di dekat pintu belakang ke rumah ibu kos. di hadapanku ada bangunan tembok yang dulunya berisi ayam-ayam peliharaan ibu kos. dibalik tembok itu ada pohon Matoa yang rasanya enak sekali. buat yang nggak tau Matoa, ini adalah buah yang bentuknya mirip Klengkeng, dengan rasa mirip Leci, tapi bisa sampe segede Rambutan. berair dan segar. yum!
kos kami mengelilingi kebun yang besarnya lumayan juga. berisi pohon Rambutan dan Mangga. makanya kalo udah waktunya musim Mangga, kami selalu menemukan cara untuk menikmati Mangga itu sebelum ibu kos memanennya. hihihi... abisnya suka pelit sih! masa satu dua buah aja nggak boleh diambil. Oya, ada pohon sawo juga, yang buahnya sangat manis. ah... buah yang ngambilnya sembunyi-sembunyi selalu lebih manis karena pake acara deg-degan... oh! di depan kos, ada pohon Delima dan Srikaya. kalo yang ini, nggak ada yang berani ambil karena si ibu tau betul berapa jumlah buahnya. ehehe... pasti gampang ketahuan:D
sebenernya ibu kosku itu orang yang selalu kesepian. dia tidak menikah, lalu memiliki beberapa anak asuh, yang sayangnya nggak pernah aku lihat menengok si ibu lagi. sekali dua, saudara-saudaranya datang. tapi itu juga nggak lama, karena si ibu suka uring-uringan nggak jelas. di tahun-tahun terakhir aku tinggal disana, dia mengalami sakit pengapuran tulang, membuat tubuhnya yang cukup gemuk nyaris nggak bisa dibawa berpindah kemana-mana. kasihan sekali.
anyway, walopun pelit, tapi sebenernya si ibu ini selalu pengertian juga. sikap yang paradoks tapi menguntungkan. aku ingat aku dulu suka telat bayar kos... tapi juga nggak pernah diusir ato gimana... walopun dia selalu bilang "kamu kan mestinya bayar di muka, bukan di belakang!". yang paling parah waktu aku KKN dan aku lupa kalo kosku udah habis. hihihihi... balik dari KKN, panjang lebarlah pidatonya untukku...
aku mulai tinggal di kos itu waktu aku baru dua bulan kuliah. setelah ujian mid term-ku yang pertama. aku memutuskan tinggal disana karena Ayin udah tinggal disana lebih dulu. berturut-turut, yang pernah tinggal disana dan aku kenal antara lain adalah Mbak Rita dan Mbak Pri dari KG, Mbak Ani dari Biologi, Mbak Ceplies dari Sastra, Umi dari IAIN, Elis dari Sastra, Ayin anak Fisipol, Ipeh dan Kuni, kakak beradik, Ida dari Sastra, Lala dan Nunung dari Teknik, Ratna dari UII, Candra dari Fisipol, Inna Sastra Perancis yang lalu pindah ke Hukum UII, Mutmainah yang cuma sekelebatan tinggal disana...Nana yang selalu rajin, rapi dan sangat pendiam serta beberapa nama yang lain, yang aku udah nggak begitu ingat...
aku tinggal disana, di Jalan Kaliurang Km.6 Pandega Asih IV/7 Sari Asih, Yogyakarta 55281 selama aku kuliah, dikurangi dua bulan waktu tinggal di Jalan Monjali. karena itulah semua teman tau dimana kosku dan dimana mencariku. ya, karena aku nggak pernah pindah. di kamar nomor 10 yang berada di dekat pintu belakang ke rumah ibu kos. di hadapanku ada bangunan tembok yang dulunya berisi ayam-ayam peliharaan ibu kos. dibalik tembok itu ada pohon Matoa yang rasanya enak sekali. buat yang nggak tau Matoa, ini adalah buah yang bentuknya mirip Klengkeng, dengan rasa mirip Leci, tapi bisa sampe segede Rambutan. berair dan segar. yum!
kos kami mengelilingi kebun yang besarnya lumayan juga. berisi pohon Rambutan dan Mangga. makanya kalo udah waktunya musim Mangga, kami selalu menemukan cara untuk menikmati Mangga itu sebelum ibu kos memanennya. hihihi... abisnya suka pelit sih! masa satu dua buah aja nggak boleh diambil. Oya, ada pohon sawo juga, yang buahnya sangat manis. ah... buah yang ngambilnya sembunyi-sembunyi selalu lebih manis karena pake acara deg-degan... oh! di depan kos, ada pohon Delima dan Srikaya. kalo yang ini, nggak ada yang berani ambil karena si ibu tau betul berapa jumlah buahnya. ehehe... pasti gampang ketahuan:D
sebenernya ibu kosku itu orang yang selalu kesepian. dia tidak menikah, lalu memiliki beberapa anak asuh, yang sayangnya nggak pernah aku lihat menengok si ibu lagi. sekali dua, saudara-saudaranya datang. tapi itu juga nggak lama, karena si ibu suka uring-uringan nggak jelas. di tahun-tahun terakhir aku tinggal disana, dia mengalami sakit pengapuran tulang, membuat tubuhnya yang cukup gemuk nyaris nggak bisa dibawa berpindah kemana-mana. kasihan sekali.
anyway, walopun pelit, tapi sebenernya si ibu ini selalu pengertian juga. sikap yang paradoks tapi menguntungkan. aku ingat aku dulu suka telat bayar kos... tapi juga nggak pernah diusir ato gimana... walopun dia selalu bilang "kamu kan mestinya bayar di muka, bukan di belakang!". yang paling parah waktu aku KKN dan aku lupa kalo kosku udah habis. hihihihi... balik dari KKN, panjang lebarlah pidatonya untukku...
Sunday, April 02, 2006
laksa yang gagal
sering, ajakan itu terselubung datangnya. hadir dan dihadirkan lewat kalimat-kalimat ambigu yang maknanya selalu lebih dari satu, dan dapat saja tumpang tindih, ketika makna yang satu menimpali makna yang lain, lalu membuatnya jadi bias.
tak jarang, ajakan itu terlihat seperti spontan. dilontarkan seakan muncul begitu saja dari udara. barangkali rangkaian kata yang melayang dari pasangan-pasangan yang sedang bercakap-cakap di sebuah cafe yang nyaman memberimu inspirasi untuk menyampaikan ajakan itu. barangkali kamu sudah merencanakannya baik-baik sebelum kita bertemu, seperti membungkus barang pecah belah sebelum kamu mengirimkannya lewat titipan kilat, lengkap dengan tulisan 'fragile' di bagian luar kotaknya.
berkali-kali, ajakan itu terasa menyesak seperti desakan yang dikirimkan bleganjur untuk mengiringi rombongan pembawa bade ke pura dalem. menyentak-nyentak, tak memberi ruang untuk berpikir. senyummu menghantarkan gelombang demi gelombang yang memancarkan kehangatan memintasi meja yang memisahkan dudukku darimu. godaan manis yang diletakkan tepat didepan mata. seperti baliho bergambar segelas jus jeruk yang mengembun disebuah perempatan yang sarat kemacetan ditengah hari yang terik.
apakah kamu mengendus penolakan?
apakah kamu membaca pikiran yang berkecamuk di dalam kepalaku?
apakah kamu melihatku berdiri diluar garis itu?
apakah kamu melihatku mengayunkan kaki, lalu berhenti sebelum menapak dan memutuskan untuk berdiri diluar garis itu?
apakah yang kamu maksudkan seperti yang aku bayangkan? tanyamu dengan tatapan mata yang bisa mencairkan bongkah-bongkah makanan beku. kayaknya lain, kataku memberanikan diri menentang tajam matamu. karena aku adalah common people, sementara kamu adalah common people wannabe...
fragmen caramel cream macchiato
ministry of cafe, prawirotaman
22.15
tak jarang, ajakan itu terlihat seperti spontan. dilontarkan seakan muncul begitu saja dari udara. barangkali rangkaian kata yang melayang dari pasangan-pasangan yang sedang bercakap-cakap di sebuah cafe yang nyaman memberimu inspirasi untuk menyampaikan ajakan itu. barangkali kamu sudah merencanakannya baik-baik sebelum kita bertemu, seperti membungkus barang pecah belah sebelum kamu mengirimkannya lewat titipan kilat, lengkap dengan tulisan 'fragile' di bagian luar kotaknya.
berkali-kali, ajakan itu terasa menyesak seperti desakan yang dikirimkan bleganjur untuk mengiringi rombongan pembawa bade ke pura dalem. menyentak-nyentak, tak memberi ruang untuk berpikir. senyummu menghantarkan gelombang demi gelombang yang memancarkan kehangatan memintasi meja yang memisahkan dudukku darimu. godaan manis yang diletakkan tepat didepan mata. seperti baliho bergambar segelas jus jeruk yang mengembun disebuah perempatan yang sarat kemacetan ditengah hari yang terik.
apakah kamu mengendus penolakan?
apakah kamu membaca pikiran yang berkecamuk di dalam kepalaku?
apakah kamu melihatku berdiri diluar garis itu?
apakah kamu melihatku mengayunkan kaki, lalu berhenti sebelum menapak dan memutuskan untuk berdiri diluar garis itu?
apakah yang kamu maksudkan seperti yang aku bayangkan? tanyamu dengan tatapan mata yang bisa mencairkan bongkah-bongkah makanan beku. kayaknya lain, kataku memberanikan diri menentang tajam matamu. karena aku adalah common people, sementara kamu adalah common people wannabe...
fragmen caramel cream macchiato
ministry of cafe, prawirotaman
22.15
Wednesday, March 29, 2006
menggali kenangan
jam 7 pagi ini aku meninggalkan Rumah Senang di Poncowinatan dengan bertumpuk perasaan. tadi malam, obrolanku, Jambul dan Yudi baru selesai sekitar jam 2 pagi. obrolan marathon yang berpindah-pindah tempat dari Sagan, Kridosono, ke Poncowinatan. setelah itu aku tidur di kamar Caca sementara mereka meneruskan nonton sepakbola. dulu aku sering sekali aku baru pulang di pagi hari setelah semalaman begadang ngelembur kerjaan, online atau hanya ngobrol aja. dari kawasan Bulaksumur dengan Casper pagi-pagi naik motor dengan wajah kuyu kurang tidur, baru pulang waktu orang-orang pagi memulai hari mereka adalah hal yang biasa terjadi.
Rumah Senang adalah tempat berkumpul selama bertahun-tahun. tempat kami tumbuh dan memilih jalan. tempat bertemu dan merayakan pertemuan. tempat berpisah sekaligus kehilangan. Melancholic Bitch, band yang selama tiga tahun pernah coba aku jalankan waktu kami masih sama-sama muda dan mau menang sendiri, kini sering berkumpul disini. Jambul pemain bassnya. selain itu ada Yosi, Ugo, Yenu dan Aan. Tadi malam, aku ketemu dengan Jambul dan Yenu. pagi ini Aan datang sebelum aku pergi. dan kami masih bicara dengan cara yang sama. masa laluku kembali lagi...
ternyata motornya udah ada di toko. kamu belum pernah kesana ya? tempatnya di samirono, ruko tamara di depan stadion ikip yang belum jadi yang dipakai buat parkinsound. tokonya dua tingkat dan warnanya merah hitam sama seperti yang di babarsari. nanti kamu cari vina yang jaga toko
28.03.2006
11.34
berada di jogja adalah pulang. bertemu dengan teman-teman yang seperti keluarga dan dengan senang hati membantuku menemukan segala yang kuperlukan. setelah Elis memintaku tinggal bersamnya di Wirosaban dan menjemputku di bandara, lalu Abe yang mencarikan motor untukku sehingga aku bahkan nggak perlu memikirkan dimana menyewa dan ini itu. tinggal terima beres aja.
pagi ini rute yang aku lewati dari Poncowinatan sampai Wirosaban adalah tonjolan di permukaan jalan Mangkubumi. suatu kali ditengah malam aku pernah bocor ban disini dan Ferdi yang menolongku. jalan Malioboro yang belum bangun di pagi hari dan jalan Pasar Kembang yang sekarang jadi dua jalur, daerah di belakang Alun-alun Utara, jalan-jalan di dalam benteng... Langenastran, Langenarjan... terus sampai Alun-alun Selatan, warung makan yang biasa aku datangi bersama Yossie sebelum ke rumah Jogokaryan, sepanjang jalan Panjaitan, melewati Suryodiningratan yang jadi tempat berkumpul para ska-ers selain di Sayidan, Rumah Seni Cemeti, rumah Jogokaryan yang dulu pernah jadi tempat bekerja tiap hari, tempat singgah, tempat berteduh... tempat Bjork dan Portishead mengalun setiap hari. dan Gorillaz waktu album pertamanya dirilis... memintas jalan Parangtritis dan memasuki jalan Menukan... sampai Wirosaban. satu demi satu ingatan hinggap di benakku.
teman-teman yang sudah jadi keluarga itu... the city I knew like the back of my hand... yang sudah begitu lama udaranya nggak aku hirup lagi. aku akan menghabiskan hari-hari ini dengan menggali kenangan yang masih tersisa, atau menjolok yang pernah digantungkan dan lupa diambil kembali.
Rumah Senang adalah tempat berkumpul selama bertahun-tahun. tempat kami tumbuh dan memilih jalan. tempat bertemu dan merayakan pertemuan. tempat berpisah sekaligus kehilangan. Melancholic Bitch, band yang selama tiga tahun pernah coba aku jalankan waktu kami masih sama-sama muda dan mau menang sendiri, kini sering berkumpul disini. Jambul pemain bassnya. selain itu ada Yosi, Ugo, Yenu dan Aan. Tadi malam, aku ketemu dengan Jambul dan Yenu. pagi ini Aan datang sebelum aku pergi. dan kami masih bicara dengan cara yang sama. masa laluku kembali lagi...
ternyata motornya udah ada di toko. kamu belum pernah kesana ya? tempatnya di samirono, ruko tamara di depan stadion ikip yang belum jadi yang dipakai buat parkinsound. tokonya dua tingkat dan warnanya merah hitam sama seperti yang di babarsari. nanti kamu cari vina yang jaga toko
28.03.2006
11.34
berada di jogja adalah pulang. bertemu dengan teman-teman yang seperti keluarga dan dengan senang hati membantuku menemukan segala yang kuperlukan. setelah Elis memintaku tinggal bersamnya di Wirosaban dan menjemputku di bandara, lalu Abe yang mencarikan motor untukku sehingga aku bahkan nggak perlu memikirkan dimana menyewa dan ini itu. tinggal terima beres aja.
pagi ini rute yang aku lewati dari Poncowinatan sampai Wirosaban adalah tonjolan di permukaan jalan Mangkubumi. suatu kali ditengah malam aku pernah bocor ban disini dan Ferdi yang menolongku. jalan Malioboro yang belum bangun di pagi hari dan jalan Pasar Kembang yang sekarang jadi dua jalur, daerah di belakang Alun-alun Utara, jalan-jalan di dalam benteng... Langenastran, Langenarjan... terus sampai Alun-alun Selatan, warung makan yang biasa aku datangi bersama Yossie sebelum ke rumah Jogokaryan, sepanjang jalan Panjaitan, melewati Suryodiningratan yang jadi tempat berkumpul para ska-ers selain di Sayidan, Rumah Seni Cemeti, rumah Jogokaryan yang dulu pernah jadi tempat bekerja tiap hari, tempat singgah, tempat berteduh... tempat Bjork dan Portishead mengalun setiap hari. dan Gorillaz waktu album pertamanya dirilis... memintas jalan Parangtritis dan memasuki jalan Menukan... sampai Wirosaban. satu demi satu ingatan hinggap di benakku.
teman-teman yang sudah jadi keluarga itu... the city I knew like the back of my hand... yang sudah begitu lama udaranya nggak aku hirup lagi. aku akan menghabiskan hari-hari ini dengan menggali kenangan yang masih tersisa, atau menjolok yang pernah digantungkan dan lupa diambil kembali.
Sunday, March 26, 2006
getting married for the dummies
seperangkat perhiasan terdiri dari kalung, liontin, anting, gelang dan cincin semuanya dari emas 24 karat seberat total 25 gram, kain songket dengan prada benang emas, kain batik tulis sutra, bahan brokat (Perancis) putih buat kebaya pengantin perempuan waktu akad nikah, bahan baju muslim, bahan brokat (Perancis) untuk baju pesta, baju tidur, sepatu pesta, sepatu resmi, sendal, pakaian dalam, make-up, parfum, sembilan bahan pokok, kue-kue loyang, buah-buahan. semua ini adalah daftar yang diberikan ibu temanku, pada anaknya yang sedang merencanakan pernikahan. temanku, calon pengantin perempuan, harus menyerahkan daftar ini pada calon pengantin laki-laki. daftar ini adalah apa-apa yang harus diberikan pada acara seserahan, karena semua orang memberikan itu, karena pemberian barang-barang itu udah jadi kebiasaan dan budaya disini, jadi kalo nggak dilakukan. apa kata orang??
selain itu, hal lain yang harus disediakan calon mempelai laki-laki adalah sepasang cincin kawin seberat 10 gram, bahan kebaya untuk orangtua pengantin dan tentu saja, uang 'pemberian laki-laki' untuk biaya resepsi. teman ini mengeluh padaku, mengapa ibunya memberikan daftar panjang itu padahal mengetahui kalau si calon pengantin laki-laki ini baru saja memulai pekerjaannya dan orangtuanya bukanlah orang yang berada. mengapa kesannya jadi matre banget? walaupun ibunya selalu bilang bahwa apa yang dimintanya itu, pada akhirnya akan jadi milik temanku. dan itu semuanya untuk kebaikan temanku.
tapi dimanakah letaknya kebaikan itu?
kenapa yang dipikirkan jutru pesta padahal setelah pesta berakhir masih ada kehidupan baru yang harus dijalani? kehidupan yang harus ditopang setiap bulannya. sewa rumah yang harus dibayar, rekening listrik dan telepon yang harus dilunasi, biaya makan sehari-hari... sebuah kehidupan yang baru saja dimulai. lalu kenapa bersikeras akan menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah pesta sementara uangnya tidak jatuh dari langit, juga bukan uang berlebih yang bisa dibuang? barangkali memang hal-hal semacam ini penting untuk meningkatkan prestise atau status sosial di masyarakat. tapi apakah semahal itu harga sebuah gengsi?
disisi lain aku berpikir barangkali memang orangtua temanku tadi tidak menyetujui hubungan temanku. oleh karenanya segala cara mereka lakukan untuk mempersulit proses, atau bahkan menggagalkannya. menjadikan temanku sebagai Loro Jonggrang yang membuat Bandung Bondowoso harus membuat seribu candi untuk dapat meminangnya.
anyway, aku belum denger apakah calon pengantin laki-laki juga harus setor Honda Jazz agar dapat meminang calon pengantin perempuan.
selain itu, hal lain yang harus disediakan calon mempelai laki-laki adalah sepasang cincin kawin seberat 10 gram, bahan kebaya untuk orangtua pengantin dan tentu saja, uang 'pemberian laki-laki' untuk biaya resepsi. teman ini mengeluh padaku, mengapa ibunya memberikan daftar panjang itu padahal mengetahui kalau si calon pengantin laki-laki ini baru saja memulai pekerjaannya dan orangtuanya bukanlah orang yang berada. mengapa kesannya jadi matre banget? walaupun ibunya selalu bilang bahwa apa yang dimintanya itu, pada akhirnya akan jadi milik temanku. dan itu semuanya untuk kebaikan temanku.
tapi dimanakah letaknya kebaikan itu?
kenapa yang dipikirkan jutru pesta padahal setelah pesta berakhir masih ada kehidupan baru yang harus dijalani? kehidupan yang harus ditopang setiap bulannya. sewa rumah yang harus dibayar, rekening listrik dan telepon yang harus dilunasi, biaya makan sehari-hari... sebuah kehidupan yang baru saja dimulai. lalu kenapa bersikeras akan menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah pesta sementara uangnya tidak jatuh dari langit, juga bukan uang berlebih yang bisa dibuang? barangkali memang hal-hal semacam ini penting untuk meningkatkan prestise atau status sosial di masyarakat. tapi apakah semahal itu harga sebuah gengsi?
disisi lain aku berpikir barangkali memang orangtua temanku tadi tidak menyetujui hubungan temanku. oleh karenanya segala cara mereka lakukan untuk mempersulit proses, atau bahkan menggagalkannya. menjadikan temanku sebagai Loro Jonggrang yang membuat Bandung Bondowoso harus membuat seribu candi untuk dapat meminangnya.
anyway, aku belum denger apakah calon pengantin laki-laki juga harus setor Honda Jazz agar dapat meminang calon pengantin perempuan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...