Wednesday, December 19, 2007

Tiga Stanza Untuk Gabriella. #2



tempat itu dulunya adalah sebuah sekolah dasar. akibat keberhasilan program KB, jumlah siswanya turun drastis dan pada akhirnya terpaksa ditutup. semua bangunannya masih lengkap. ruang kelas yang kosong, mungkin dengan bangku dan meja di dalamnya, kini jadi tempat sapi-sapi yang kehujanan berteduh. jadi tempat penggembala menyimpan jerami.

dulu, itu adalah sebuah SD Inpres yang ideal. dengan arsitektur yang sama dari Sabang sampai Merauke, dan halaman luas yang membentang sampai kejauhan, dibatasi oleh jalan berbatu dan sawah penduduk.

di jalan berbatu itu, dari kejauhan kulihat Andrea mendekati kami dari atas sepedanya, dengan rambut pirangnya yang berkibar-kibar dan earphone tertancap di liang telinga. senyumnya melebar setelah sosok kami memasuki jarak pandangnya. jalan berbatu itu terhubung dengan Losari, dan semakin menjadikan bangunan SD yang terlantar ini sebagai tempat yang ideal untuk menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan batik.

dalam waktu yang tak lama lagi, orang akan bisa berkunjung ke tempat ini sebagai bagian dari tur setengah hari yang diawali dengan trekking keliling desa, belajar sedikit tentang batik, dan diakhiri dengan makan siang.

sebetulnya itu ideku.



satu-satunya hal yang kusesali dari masa kecil yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain adalah keadaan yang tidak memungkinkan aku untuk sering bertemu dengan nenekku. akibatnya, aku tidak mewarisi keterampilannya membatik. kalau saja kami sering bertemu, tentu aku sudah bisa meyakinkannya untuk mengajariku, meskipun ia menganggap keterampilan itu sudah ketinggalan jaman dan nggak perlu lagi diturunkan pada anak dan cucunya.

aku ingat waktu aku berumur 10 tahun, dalam satu kesempatan yang sangat jarang, kami sekeluarga menghabiskan sebulan liburan di Pacitan. di rumah Mbah Milatin dan Mbah Kayat yang bersebelahan di Peden, aku menemukan beberapa ibu dan nenek yang sedang membatik. waktu itu aku sedang jalan-jalan sama Mbah Kakung yang masih sehat.

kini yang tersisa tinggal Mbah Kayat. dan setelah nenekku terkena serangan stroke tahun lalu, hanya itu satu-satunya ingatanku tentang membatik.

justru di Bali hidupku bersinggungan lagi dengan batik. melihat, menyentuh, mengagumi dan mempelajarinya setiap hari. seperti deja vu yang terjadi selalu dan terus, ketertarikan dan ikatan yang kurasakan pada batik datang dari bawah sadarku. kalau aku punya kehidupan lain sebelum kehidupan saat ini, boleh jadi pada kehidupan lain itu aku dan batik memang tak terpisahkan.

dan luapan rasa itu membuncah tanpa ampun, sebuah tong kayu yang diisi terlalu penuh sehingga permukaan airnya menjilat bibir tong -nyaris tumpah, seluruh ingatan, haru dan sesal bercampur aduk menjadi satu ketika aku mengunjungi rumah tempat warga desa Gemawang membatik siang itu.

untuk menyambut kedatangan kami yang bergaya seperti turis, dengan jins dan t-shirt dan kacamata hitam, mereka semua memakai batik tulis yang mereka buat sendiri. pakaian apa yang lebih istimewa dari pada sesuatu yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan orang yang memakainya.

warga desa ini sudah mulai membatik sejak dua tahun yang lalu, atas dorongan Gabriella Teggia dan Yayasan Losari. sebelumnya, di sekitar daerah itu sama sekali tidak ada orang atau komunitas yang membuat batik. kalau kuingat-ingat, memang belum pernah kutemui literatur yang menyebut bahwa di Kabupaten Semarang dikenal motif atau jenis batik tertentu. CMIIW, ya...

mereka yang membatik menggabungkan diri dalam satu kelompok dan berkegiatan di rumah salah satu warga desa, tempat kami dijamu kue pancung siang itu. pembagian tugasnya sederhana, sebagian besar laki-laki memusatkan perhatian pada pengolahan kain, pembuatan pola, dan pewarnaan. sementara para perempuan yang tangannya tetap lebih banyak membatik. keheningan dalam ruangan tempat membatik begitu terasa, sampai aku khawatir justru kedatangan kami yang membuat keheningan itu pecah, dan membuyarkan konsentrasi.



aku mendengar suara canting beradu dengan wajan kecil tempat malam dipanaskan, mendengar suara nafas dihembuskan pada malam yang cair sebelum diterakan.



mereka memulainya dari awal. mulai dari mengolah kain, membuat pola, menerakan malam, dan mewarnai batik dengan bahan-bahan alami. salah satu pola baru yang dikembangkan, bermotif kopi yang merupakan tanaman yang banyak dijumpai di sekitar tempat ini. saat ini, terutama, mereka sedang berusaha keras menguasai teknik pewarnaan dengan nila, tanaman yang dengan mudah bisa dijumpai di sawah, tapi banyak yang tidak tahu kegunaannya.



padahal hanya sekitar satu abad yang lalu, Jawa terhisap habis oleh politik tanam paksa VOC. nenek moyangku membangun Belanda dengan menanam nila. dengan ingatan yang pendek, kita begitu mudah melupakan sejarah dan warisan nilai-nilai.

kadang aku takut memikirkan begitu banyak hal yang lenyap karena kita tidak ingat lagi.

Thursday, December 13, 2007

yang 2007 aja belum beres

eh, si Ari nge-tag aku supaya bikin resolusi tahun 2008.

hum... ada sih temen yang bilang kalo resolusi tahun 2008-nya adalah berhenti bikin resolusi karena toh nggak ada juga yang diberesin. hihihi... itu terjadi pada semua rencanaku untuk menulis, yang memang lebih banyak hancur berantakannya, daripada jadi rapi dan bagus dan selesai, untuk bisa dinikmati.

tapi kayaknya nggak ada salahnya juga bikin resolusi yang kira-kira cukup masuk akal untuk dilaksanakan dan bisa terwujud dalam waktu satu tahun. walopun ehm, salah satu resolusiku tahun ini kayaknya akan ada hubungannya dengan sapi terbang dan serba nggak pasti.

dan inilah mereka, aku susun berdasarkan huruf abjad.

BELAJAR. ingin kembali ke sekolah dan belajar lagi di jenjang S2. kayaknya aku udah ceritakan juga di atas situ, tuh. sekarang ini memang memasuki masa yang sangat menyita waktu dan perlu kerja keras lebih, karena itu... aku harus:

lebih DISIPLIN. lebih rajin bangun pagi, lebih rajin menepati jadual yang dibuat sendiri, lebih bisa memanajemen waktu daripada sekarang ini, karena kayaknya banyak kekacauan terjadi dalam hidupku akibat aku suka menunda-nunda dan nggak serius sama deadline yang udah aku bikin sendiri. payah.

untuk rencana yang berhubungan dengan HIDUP, aku ingin bisa mengambil keputusan untuk spend the rest of my life with someone. doain ya?!

LIBUR. ingin punya waktu sebulan, tanpa ngantor, dan hanya dipakai untuk menulis, membaca, memotret, traveling dan memasak.

tapi selain libur, juga tetap harus KERJA, dan bisa punya satu bisnis kecil sendiri, yang bukan mlm, dan melayani berbagai permintaan sesuai dengan kemampuan melakukan sidejobs, yang range-nya dimulai dari mengorganisir acara, kunjungan dan project, manajemen artis, menulis, menerjemahkan dan berbicara di hadapan publik, sampai berbelanja.
oya, aku juga berencana untuk mengerjakan sebuah art and culture project yang menarik.

aku juga berniat jadi lebih TERAMPIL, dengan belajar bikin masakan Thailand. kenapa Thai food? karena rasanya enak dan segar dan nggak overcooked seperti rata-rata masakan Indonesia (kecuali Indomie).

dari sisi kesehatan TUBUH, aku bertekad harus bisa mengenyahkan jerawat dan punya muka yang bersih dan sehat. anyway, muka kan cuma satu. walopun setahun ini aku udah bisa bikin buku tentang hidup bersama jerawat.

yang terakhir dan yang paling penting adalah soal VOLUNTARY works. aku lagi ngumpulin duit untuk beli iPod [red] supaya bisa ikut patungan beliin obat untuk mereka yang terpapar HIV/AIDS. aku harap aku bisa menyumbangkan uang lebih banyak untuk orang lain yang memerlukan. jadi tolong doain supaya rejeki tetap lancar supaya aku bisa lebih banyak memberi yaaa...

okeh, sekarang ini waktunya mengalihkan tag ini ke 8 perempuan yang lain. yaitu Astri, Neng Quds, Bunda, Jeng Henny, Joan, Jeng Mira, Rara dan Suster Golda.

Thursday, December 06, 2007

I shop, therefore...

whoever said money can't buy happiness simply didn't know where to go shopping

perintahnya sederhana.
"Jeng, tolong belanja barang-barang untuk welcome bags buat beberapa tamu yang akan datang dari Australia beberapa hari lagi"
ada 11 orang dewasa dan 1 anak perempuan berumur dua tahun yang harus dibelikan hadiah-hadiah yang kemudian dimasukkan dalam tas untuk tiap-tiap orang.

tapi ketika aku membaca salinan email yang setelah diprint panjangnya jadi 3 halaman itu, aku jadi terdiam. gimana nggak, pertama karena usia orang yang harus dibelikan hadiah berkisar antara 40-50 tahun. susah bener menerka apa yang mereka mau.
kedua, salah satu diantara mereka berulang tahun dan karenanya harus dibelikan hadiah yang spesial. tanpa keterangan mendetail siapa orang ini, kecuali namanya dan sebutan birthday boy. ketiga, karena disana-sini petunjuk itu berisi "use your creativity" atau "you choose yaa"

dan nggak boleh salah.
ini seperti menjual kucing dalam karung dan yang dijual harus kucing yang sesuai dengan selera pembelinya.

maka di hari Minggu yang gerah itu, dengan salinan email, notes, pena dan uang yang dimasukkan dalam amplop dokumen besar berwarna cokelat, aku menjelajah Kuta, Denpasar, Sukawati dan Ubud untuk menemukan semua barang yang harus kumasukkan dalam semua welcome bags.

aku mengawalinya dengan membeli beberapa buah buku sesuai pesanan untuk hadiah spesial. kuputuskan untuk membeli buku tentang Batik Pesisir untuk birthday boy yang ternyata seorang fashion stylist. karena merasa sudah cukup dengan Periplus Galeria, aku nggak berkeliling lagi, lalu terus ke Carrefour Sunset Road untuk membeli printilan kecil macam kartupos, pena, mosquito repellent (ada yang untuk anak ternyata) ... sampai kemudian sadar kalau perlu membeli stationery yang lebih lucu dan menarik, mestinya aku ke Gramedia.

maka aku kembali lagi ke Galeria. betul-betul pintar.

di Gramedia Galeria aku berkutat di section yang menjual dekorasi dan hiasan bernuansa Natal untuk menemukan kertas-kertas tebal untuk membuat kartu yang akan jadi identitas tiap tas, tali untuk menggantung kartu-kartu itu, bunga-bunga berwarna perak untuk menghiasnya, serta kertas daur ulang oranye yang cantik untuk membungkus kado, lengkap dengan pita dan kartu khusus untuk Eva, si kecil yang berumur 2 tahun. aku membeli juga spidol 10 warna dan buku sketsa polos untuk dibuat scrapbook.

suntuk di Galeria, aku meneruskan pencarian ke Jalan Sulawesi, tempat aku memasuki berbagai toko dan memilih, menawar, membongkar, memilih dan menawar lagi sebelum membayar tiap helai sarung batik, kain destar dan selendang yang kubeli. mungkin sekitar 5 atau 6 toko kumasuki. tak semuanya berhasil kutawar murah. di sini aku senang sekali karena bisa menemukan batik tulis bermotif Lokcan (Phoenix) yang monokrom dengan dasar putih dan pewarnaan indigo biru tua untuk Gary, the birthday boy. seperti Fawkes, semua burung Phoenix berumur panjang. itu doaku untuk Gary.

seterusnya aku naik ke lantai 3 Pasar Badung buat mencari kebaya mungil untuk si kecil. aku menemukan satu yang berwarna putih dengan bunga-bunga oranye, disesuaikan dengan bawahannya yang juga oranye. cantik sekali. aku cuma berharap ukurannya nggak terlalu kecil.

sebelum terlalu sore, aku bergegas ke Jalan Teuku Umar untuk membeli handphone. segala urusan makan siang dan ngemil dan minum aku lakukan di salam mobil untuk menghemat waktu. di toko selular aku dilayani perempuan muda yang tampangnya agak males-malesan waktu aku minta handphone GSM yang paling gampang dipakai dan paling murah.
"390 ribu" katanya.
aku lalu mengikutinya ke tempat dimana handphone itu berada. dan menemukan bahwa ada handphone lain yang harganya 370 ribu. "kalo yang ini barangnya ada?" tanyaku.
dia mengangguk agak malas-malasan.
"oke, kalo gitu saya beli lima"
senyumnya jadi cerah sebelum beranjak mengambilkan benda yang kuminta.

jadilah perempuan itu kuminta untuk mengeset hp, memasukkan berbagai nomor ke dalamnya, memprogram ringtone-nya dan lain-lain. sayang jaringan XL waktu itu lagi down, sehingga dia nggak bisa sekalian melakukan registrasi atas nomor-nomor baru. uhm, itu berarti aku yang barus melakukan registrasi.

selama menunggu, aku sempat membeli penyambung dari colokan kaki tiga ke colokan kaki dua untuk chargernya. aku menyebut benda itu moncong babi. tapi sebenarnya nama benda itu apa sih?

dari Sulawesi aku pergi ke Sukawati. membeli kipas kayu kecil, tas untuk memuat semua barang dan dompet manik-manik yang nantinya akan diisi dengan sabun natural. ini mungkin toko yang paling cepat ngasih potongan harga. karenanya aku nggak berlama-lama disana. lalu langsung ke Ubud.

setelah ngedrop barang-barang di rumah, aku pergi berkeliaran di toko-toko sekitar Ubud untuk membeli dupa harum dan korek api, pita perak, hitam dan kuning untuk mengikat berbagai benda, amplop untuk kartu pos, syall sutra sintetis dari Cina, syall batik tulis Madura yang tinggal satu-satunya, serta peta Bali untuk semua orang. berikutnya masih ditambah gaun batik kecil yang desainnya sangat manis untuk Eva, serta pulsa telepon untuk semua handphone baru.

waktu semuanya udah selesai dibeli, badanku rasanya udah makin menipis dan layu. padahal aku masih harus makan malam sama Iman, lalu ketemuan lagi sama Vincent, Nikki dan Sari di Ubud Hanging Garden yang tempatnya di hutan belantara nun jauh di ujung Payangan sana.

tapi aku sangat menikmati belanja hari itu. walaupun memang belanja yang paling enak adalah beli untuk diri sendiri, sesuai selera sendiri, tanpa khawatir kehabisan uang. dan ketika belanja untuk orang lain jadi lebih rumit dan sulit.

PS. kalo ada yang nggak suka belanja, karena ribet dan karena nggak tau mesti beli apa dimana, kabarin aku aja. kalo hari baik dan aku sedang nggak sibuk dan moodnya lagi pas, aku mau kok jadi personal shopper lagi!:D

PPS. quote yang diatas itu pertama kali aku tahu dari signature-nya Blub. tapi ternyata itu quote dari Bo Derek, perempuan yang canggih. hihihihi...

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...