6 Juli 2013, aku pergi ke Dia-lo-gue di Kemang untuk hari terakhir pameran Postcard Revolution #3-nya DGTMB, di mana Eko Nugroho mengundang siapapun mengirim karya seukuran postcard lalu memamerkannya berkeliling.
kemarin adalah hari terakhir acara pameran itu dan Eko datang untuk artist talk, ia bicara tentang karyanya dan mempresentasikan slide show yang berisi pameran-pameran yang pernah dibuatnya, karya-karya yang pernah dipamerkannya, dan proyek-proyek yang pernah ia buat dan menurutnya menarik. ia mulai misalnya dengan pameran tunggalnya di Cemeti Art House tahun 2002, yang jadi awal karir kesenimanannya, yang kemudian memberinya kesempatan untuk melakukan residensi di berbagai negara, juga melakukan proyek-proyek yang menarik. termasuk proyeknya dengan Louis Vuitton.
proyek dengan Louis Vuitton itu: membuat karya yang kemudian dijadikan desain untuk syal edisi khusus yang akan dipasarkan secara internasional mulai Juli ini. proyek semacam ini memang bukan hal yang baru buat LV, sebelumnya mereka pernah melakukan kolaborasi serupa dengan perupa internasional seperti Takashi Murakami dan Yayoi Kusama. jadi terasa lebih spesial sebetulnya, karena tidak banyak seniman yang ditawari kesempatan semacam ini, dan Eko adalah seniman Indonesia pertama mendapatkannya.
setelah artist talk, beberapa orang --termasuk aku, duduk semeja dengannya dan ngobrol. sebelum akhirnya pembicaraan diambil alih oleh dua orang yang mengaku jurnalis dan ingin membuat tulisan tentang Eko Nugroho. aku mendengarkan pertanyaan-pertanyaan mereka, dan mengamati bagaimana Eko dengan sabar dan menyeluruh menjawab semua pertanyaan itu datu demi satu.
salah satu pertanyaannya adalah; apa saran yang akan Eko berikan kepada seniman muda yang sedang memulai karirnya. jawaban pertanyaan itu membuatku tertegun.
Eko bilang, ada dua hal yang bisa dia sarankan. pertama tetap fokus pada tujuan dan tetap melakukan apa yang ingin dilakukan. ia menambahkan bahwa melakukan hal ini di Jakarta sama sekali tidak mudah. di kota ini, orang harus punya pekerjaan untuk bisa bertahan hidup, karena semua serba mahal. dan waktu berjalan lebih cepat karena untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain perlu waktu lama. tapi kalau memang kita punya minat, punya passion untuk melakukan sesuatu, kita harus terus melakukannya. meluangkan 20 persen waktu kita untuk melakukan hal yang kita minati. lalu mengumpulkannya pelan-pelan, misalnya tetap melukis sampai karya terkumpul lalu bisa mulai mengadakan pameran. karena seni perlu ditunjukkan pada publik. untuk melihat penerimaan publik dan mereview perkembangan karya yang kita buat.
aku jadi teringat pada tulisan-tulisanku, blog ini, dan bagaimana setelah mulai tinggal di Jakarta aku makin jarang menulis. aku meredup dan kehilangan produktivitasku yang biasa karena terlalu sibuk dengan hal-hal rutin di masa kini sehingga hampir kehilangan hal yang paling aku minati; menulis.
sampai saat ini aku masih sedikit tertegun dan memikirkannya. aku rasa aku harus melakukan sesuatu dan mengambil keputusan yang penting soal ini.
terima kasih, Eko Nugroho.
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Monday, July 08, 2013
Tuesday, April 09, 2013
the bathroom
untuk memastikan bahwa kualitas-kualitas yang disebutkan di atas terjaga, sang seniman memastikan bahwa semua palet warna, baik primer, sekunder maupun tersier digunakan. mereka yang melihat lukisan ini bisa menemukan apapun warna kesukaan mereka di dalamnya. hal ini selaras dengan posisinya yang ditempatkan di kamar mandi, di hotel pula!
keberadaan karya ini berarti siapa pun dapat diterima dan diakomodir dalam ruangan yang telah didekorasi dengan maksimal ini. tidak ada warna yang ditolak, begitu pun tidak ada tamu atau penikmat lukisan yang dilarang ikut menikmati karya ini. egaliter dan mencerminkan keterbukaan tanpa disekat batas-batas latar belakang apapun.
bagi yang penasaran dan ingin ikut menikmati karya ini, silakan datang ke Jl. Suryodiningratan, Yogyakarta.
---catatan ini merupakan pesanan si Indie
Friday, April 05, 2013
dua sen soal kereta ekonomi
PT. KAI berencana menghapuskan Kereta Ekonomi dan mengganti semua armada kereta api yang melayani penumpang di Jabodetabek dengan Kereta Rel Listrik atau yang selama ini dikenal sebagai Commuter Line. dan seperti sudah bisa diduga, protes dan sanggahan atas rencana ini membanjir. argumen utama para pemrotes adalah karena Kereta Ekonomi masih banyak diperlukan oleh kalangan bawah, yang tidak mampu. menghapuskan layanan Kereta Ekonomi dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil, pada masyarakat bawah.
buat yang belum pernah naik Kereta Ekonomi Jabodetabek, harga karcisnya adalah 1000 rupiah. dengan membayar harga ini, orang yang tinggal di Jakarta bisa pergi ke Depok, Bogor, Tangerang atau Bekasi, dan sebaliknya. perjalanan yang makan waktu 2-3 jam dengan mobil bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam saja. betapa murah!
dengan membayar 1000 rupiah, orang bisa naik kereta diesel yang tua, yang sudah lama sekali beroperasi dan sering rusak karena renta, sesuai umurnya. kereta-kereta ini pintunya nggak bisa ditutup lagi. sebagian karena engselnya karatan, sebagian karena macet dan rusak, sebagian lagi karena memang sebaiknya nggak ditutup. kenapa?
karena di dalam kereta suasananya kayak ketel uap. jendela nggak bisa dibuka. yang terbuka nggak bisa ditutup karena kacanya pecah. kipas angin tinggal sisa kerangkengnya aja. begitu pula dengan lampu. banyak orang yang ogah berdesak-desakan di dalam kereta ini. mereka lebih memilih berkerumun di dekat pintu, walaupun di bagian dalam belum terlalu penuh. paling tidak dekat pintu, masih ada sekelebat angin yang bisa mereka rasakan.
buat mereka yang mau lebih kena angin lagi, akan memilih naik ke atap gerbong kereta. apa mereka nggak takut jatuh lalu mati? ah, mati itu urusan Tuhan. pemerintah pun nggak boleh mengganggu kegiatan menumpang kereta di atap gerbong. suatu kali PT. KAI memasang bandul-bandul besar yang mencegah orang naik ke atap kereta. mereka yang menentang bilang upaya ini sebagai melanggar hak asasi penumpang yang ingin duduk di atap.
apakah mereka membeli karcis? sebagian besar tidak. buat apa beli karcis kalo bisa gratisan 'kan?
berhubung keadaannya begini, makin lama Kereta Ekonomi makin nggak karuan bentuk dan rupanya. makin sering rusak, berarti biaya perawatannya makin mahal. tapi karena tiketnya hanya 1000 rupiah dan banyak yang nggak bayar, biaya operasional yang harus ditanggung PT. KAI tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan dari karcis. kalau harga karcis dinaikkan, tentu nggak sebanding pelayanan, bentuk dan rupa kereta yang didapatkan dengan harga karcis yang harus dibayar.
sebetulnya, untuk perjalanan sejauh itu, harga karcis 1000 rupiah masuk akal nggak sih?
menurutku kok nggak, ya? bandingkan dengan ongkos naik angkot atau bis kota. sangat tak sebanding. tapi kereta sudah terlanjur lengket dengan cap murah dan transportasi rakyat. walaupun harga karcisnya udah keterlaluan murah, dinaikkan pun ongkosnya tak boleh. tak semua rakyat mampu dan mau membayar!
dan orang jadi protes lebih karena mereka bisa protes. siapa yang pernah protes atas tarif ojek yang semena-mena dan lebih mahal daripada tarif taksi? ada yang pernah protes ke Gedung DPR dan Bundaran HI karena ini?
rencana PT. KAI adalah mengganti gerbong-gerbong Kereta Ekonomi dengan gerbong baru yang ber-AC. yang bersih, lebih aman dan nggak bolak-balik rusak. yang pintunya bisa dibuka, yang toiletnya berfungsi dan bersih. konsekuensinya? harga karcis kereta akan naik, menyamai harga karcis Commuter Line saat ini. tapi ya gitu, banyak yang protes.
menurutku, kasus ini adalah satu saja dari sekian banyak kasus yang mirip. bahwa setiap kali, kita diingatkan untuk membela kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat miskin, kepentingan orang yang tidak mampu, kelas bawah.
yang mau kutanyakan sekarang, siapa sih rakyat miskin itu? dan apakah mereka benar-benar perlu dibela?
sampai ketika menulis postingan ini, aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang lupa, bahwa ada biaya operasional dan maintenance yang harus dibayar. kalau bahasa financial planner, mereka akan bilang "angka nggak akan bohong"
makanya menurutku, yang paling masuk akal adalah; pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk membangun infrastruktur transportasi massal, termasuk perbaikan, perawatan rel kereta dan gerbong kereta api, serta membayar sebagian biaya tiket kereta, supaya masih tetap ada Kelas Ekonomi. nah, harga tiket untuk Kelas Ekonomi bisa tetap lebih murah, tapi harus lebih mahal daripada sekarang, katakan 4 atau 5000, jadi lebih memper, gitu.
terakhir, dan ini yang paling penting: yang sebetulnya mampu bayar tiket KRL 8000, jangan pura-pura nggak mampu. gengsi, dong!
buat yang belum pernah naik Kereta Ekonomi Jabodetabek, harga karcisnya adalah 1000 rupiah. dengan membayar harga ini, orang yang tinggal di Jakarta bisa pergi ke Depok, Bogor, Tangerang atau Bekasi, dan sebaliknya. perjalanan yang makan waktu 2-3 jam dengan mobil bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam saja. betapa murah!
dengan membayar 1000 rupiah, orang bisa naik kereta diesel yang tua, yang sudah lama sekali beroperasi dan sering rusak karena renta, sesuai umurnya. kereta-kereta ini pintunya nggak bisa ditutup lagi. sebagian karena engselnya karatan, sebagian karena macet dan rusak, sebagian lagi karena memang sebaiknya nggak ditutup. kenapa?
karena di dalam kereta suasananya kayak ketel uap. jendela nggak bisa dibuka. yang terbuka nggak bisa ditutup karena kacanya pecah. kipas angin tinggal sisa kerangkengnya aja. begitu pula dengan lampu. banyak orang yang ogah berdesak-desakan di dalam kereta ini. mereka lebih memilih berkerumun di dekat pintu, walaupun di bagian dalam belum terlalu penuh. paling tidak dekat pintu, masih ada sekelebat angin yang bisa mereka rasakan.
buat mereka yang mau lebih kena angin lagi, akan memilih naik ke atap gerbong kereta. apa mereka nggak takut jatuh lalu mati? ah, mati itu urusan Tuhan. pemerintah pun nggak boleh mengganggu kegiatan menumpang kereta di atap gerbong. suatu kali PT. KAI memasang bandul-bandul besar yang mencegah orang naik ke atap kereta. mereka yang menentang bilang upaya ini sebagai melanggar hak asasi penumpang yang ingin duduk di atap.
apakah mereka membeli karcis? sebagian besar tidak. buat apa beli karcis kalo bisa gratisan 'kan?
berhubung keadaannya begini, makin lama Kereta Ekonomi makin nggak karuan bentuk dan rupanya. makin sering rusak, berarti biaya perawatannya makin mahal. tapi karena tiketnya hanya 1000 rupiah dan banyak yang nggak bayar, biaya operasional yang harus ditanggung PT. KAI tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan dari karcis. kalau harga karcis dinaikkan, tentu nggak sebanding pelayanan, bentuk dan rupa kereta yang didapatkan dengan harga karcis yang harus dibayar.
sebetulnya, untuk perjalanan sejauh itu, harga karcis 1000 rupiah masuk akal nggak sih?
menurutku kok nggak, ya? bandingkan dengan ongkos naik angkot atau bis kota. sangat tak sebanding. tapi kereta sudah terlanjur lengket dengan cap murah dan transportasi rakyat. walaupun harga karcisnya udah keterlaluan murah, dinaikkan pun ongkosnya tak boleh. tak semua rakyat mampu dan mau membayar!
dan orang jadi protes lebih karena mereka bisa protes. siapa yang pernah protes atas tarif ojek yang semena-mena dan lebih mahal daripada tarif taksi? ada yang pernah protes ke Gedung DPR dan Bundaran HI karena ini?
rencana PT. KAI adalah mengganti gerbong-gerbong Kereta Ekonomi dengan gerbong baru yang ber-AC. yang bersih, lebih aman dan nggak bolak-balik rusak. yang pintunya bisa dibuka, yang toiletnya berfungsi dan bersih. konsekuensinya? harga karcis kereta akan naik, menyamai harga karcis Commuter Line saat ini. tapi ya gitu, banyak yang protes.
menurutku, kasus ini adalah satu saja dari sekian banyak kasus yang mirip. bahwa setiap kali, kita diingatkan untuk membela kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat miskin, kepentingan orang yang tidak mampu, kelas bawah.
yang mau kutanyakan sekarang, siapa sih rakyat miskin itu? dan apakah mereka benar-benar perlu dibela?
sampai ketika menulis postingan ini, aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang lupa, bahwa ada biaya operasional dan maintenance yang harus dibayar. kalau bahasa financial planner, mereka akan bilang "angka nggak akan bohong"
makanya menurutku, yang paling masuk akal adalah; pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk membangun infrastruktur transportasi massal, termasuk perbaikan, perawatan rel kereta dan gerbong kereta api, serta membayar sebagian biaya tiket kereta, supaya masih tetap ada Kelas Ekonomi. nah, harga tiket untuk Kelas Ekonomi bisa tetap lebih murah, tapi harus lebih mahal daripada sekarang, katakan 4 atau 5000, jadi lebih memper, gitu.
terakhir, dan ini yang paling penting: yang sebetulnya mampu bayar tiket KRL 8000, jangan pura-pura nggak mampu. gengsi, dong!
Monday, April 01, 2013
notes from the kitchen
punya dapur itu mengubah banyak hal.
memiliki dapur berarti memiliki pusat kehidupan dalam sebuah rumah. menurutku, segala hal yang terjadi di dalam rumah sangat ditentukan oleh dapurnya. salah satu yang paling membekas adalah serial The Cosby Show. cerita keluarga Afro Amerika kaya: The Huxtable, yang bertahun-tahun ditampilkan di televisi. aku tumbuh menonton cerita yang menampilkan dinamika keluarga panutan Amerika itu, yang nyaris setiap episodenya diawali dari adegan-adegan di dapur. dalam dapur keluarga ini, berbagai isu dibahas. persoalan-persoalan sekolah, keluarga, sampai hal-hal berat seperti disleksia, bahkan kehamilan remaja.
di rumah nenekku, dapur juga jadi pusat kehidupan rumah.
segera setelah bangun pagi, semua penghuni rumah akan menuju dapur untuk menghangatkan badan di tungku yang telah mengepulkan asap sejak sebelum subuh. nenekku pasti sudah menjerang air dan menanak nasi. nasi aron yang dipindahkan dari dalam panci menuju kerucut anyaman bambu sudah mengepulkan kabut tipis yang naik ke bubungan atap. dari seberkas cahaya matahari yang menyela genteng kaca dan jatuh ke samping tungku, aku bisa melihat asap dandang yang meliuk-liuk seperti menari.
dapur itu selalu remang sepanjang hari, seperti dapur-dapur lain di desa pada masa kecilku.
lantainya tanah yang gelap pekat menghitam, dan jadi licin basah kalau ada air yang tumpah. di bagian kanan setelah pintu masuk, ada amben bambu yang buatku luaaaas banget. sehingga kita masih bisa duduk walaupun ada beberapa karung berisi gabah ditumpukkan di situ. selain dipakai duduk-duduk saat memarut kelapa, memetik dedaunan untuk sayur dan mengiris bumbu, kadang-kadang kalo ngantuk berat, kakekku sering leyeh-leyeh di situ. sambil menikmati angin yang bertiup dari jendela di atasnya.
dari langi-langit di atas amben ada para-para bambu tempat nenekku menyimpan segala perkakas masak yang besar, menggantungkan keranjang besi berisi telur dan bahan-bahan kering. kadang-kadang ada daun kelapa yang setengah kering dijajarkan di para-para itu juga. setelah daunnya kering benar, tulang daunnya diambil untuk jadi lidi. biasanya itu berarti sate ayam, atau sapu lidi akan dibikin. aku lebih suka yang pertama.
di ujung ruangan di seberang pintu masuk, ada pintu lain yang mengarah ke perbatasan halaman tetangga. dari situ biasanya muncul bude atau anak bude tetangga sebelah dengan segala keperluannya. pada masa kecilku, di desa kami semua orang adalah saudara. aku akan diundang makan di mana-mana kapanpun berjumpa. sayangnya setelah kami semua dewasa, tak ada yang ingat lagi pada hal itu, dan pelan-pelan kami menjadi tetangga, atau sekedar pernah ketemu saja.
dekat pintu belakang itu, diletakan dua gentong besar air, yang dipakai untuk mencuci piring. nyuci piring di sini agak repot. air harus dipindahkan ke baskom dulu. baskom pertama untuk membasahi piring supaya gampang disabuni, dan untuk bilasan pertama karena sabunnya masih terasa licin. baskom kedua berisi air bersih untuk membilas sampai piring terasa kesat. nenekku sangat efektif dan efisien soal air. aku sendiri lebih suka air yang mengalir saat mencuci piring.
ini salah satu hal yang tidak bisa kami jembatani hingga akhir hayat beliau.
di pojok kiri, ada ruangan lain yang lebih kecil.
aku sendiri tak begitu paham apa fungsi ruangan kecil ini saat dibuat. yang jelas, pada masa kecilku, ruangan ini berisi tumpukan karung gabah hasil panen dan ember-ember yang sangat terlarang untuk disentuh. ember-ember itu berisi telur-telur bebek dalam rendaman air garam dan balutan arang bergaram serta kulit padi. setelah dua atau tiga minggu, telur-telur itu akan dikeluarkan, dikukus dalam dandang sampai lamaaaaa, lalu semua orang akan kebagian telur asin yang enak.
telur asin yang kami makan adalah yang pecah atau retak saat dikukus. telur-telur yang bagus dan licin sempurna akan berangkat ke pasar bersama nenekku untuk dijual atau diantar ke pemesannya.
sebuah meja dan empat kursi kayu diletakkan di tengah ruangan di dekat tiang. kami makan bersama di dapur ini. kami menerima saudara dan teman dekat keluarga di meja makan di tengah dapur ini. aku menemani kakek buyutku ngopi dan menghisap rokok berbalut daun jagung dan beraroma kemenyan-nya di meja ini. bersama ubi atau pisang kukus.
dari dapur ini, aku mengalami banyak hal yang sampai kini masih lekat dalam ingatan.
aku belajar mencintai urap dengan bumbu kelapa muda parut yang tebal dan panjang yang rasanya gurih segar karena baru dipetik dari pohon. aku belajar mengulek sambal dengan cobek tanah liat dan ulekan kayu. aku tergila-gila pada sambal bawang putih dan cabe rawit yang pedas menggelora, yang dimakan bersama tempe goreng panas-panas dan nasi putih pulen mengepul.
aku menemukan bahwa untuk orang-orang dari gunung yang jadi buruh tani, yang penting adalah porsi nasi yang menggunung. lauknya nggak masalah. dan yang penting pedas!
itu kuketahui ketika nenekku membuat sayur santan berisi potongan tempe dan tahu dan daging ikan, yang diberi cabe rawit utuh kira-kira setengah kilogram. sayur itu akan dikirim ke sawah untuk makan siang para buruh tani, bersama beberapa bakul besar nasi.
bertahun-tahun kemudian aku baru paham, orang miskin terbiasa mematikan indra pengecap mereka dengan cabe. supaya mereka tetap merasa makan enak tanpa harus keluar banyak uang untuk bumbu dan bahan makanan yang rasanya istimewa.
dari dapur ini aku mengenal sayur bobor bayam dan kangkung. aku bertemu dengan daun katuk, lembayung atau daun kacang, kecipir, dan kembang turi. aku juga dikenalkan pada impun, semacam teri manis gurih yang biasanya dipepes atau dibuat bothok. gurihnya membuatku sekarang merindukannya.
dan di dapur ini, aku juga belajar bekerja sama dan hubungan yang setara.
kakekku setiap pagi memarut kelapa, memotong kayu bakar dan dahan kelapa, mengambil air, dan seringkali dari dapur aku melihatnya mencuci pakaian.
di kemudian hari aku mengetahui, di banyak rumah tangga, laki-laki tidak biasanya masuk dapur untuk mengerjakan urusan-urusan rumah. mereka tak boleh masuk dapur karena dianggap meruntuhkan kejantanan mereka. mereka akan membiarkan nenek, ibu, istri atau anak perempuan mereka menyelesaikan semua urusan, sementara mereka juga menambahi pekerjaan dengan perintah-perintah minta dilayani. yang juga merembet ke hal-hal lain di luar urusan dapur. yang membuat perempuan-perempuan dalam rumah tangga semacam itu jadi orang yang selalu dinomorduakan dan tak pernah jadi spesial.
aku selalu bersyukur karena dapur gelap hitam berjelaga itu memberiku kenangan dan bekal yang berbeda.
memiliki dapur berarti memiliki pusat kehidupan dalam sebuah rumah. menurutku, segala hal yang terjadi di dalam rumah sangat ditentukan oleh dapurnya. salah satu yang paling membekas adalah serial The Cosby Show. cerita keluarga Afro Amerika kaya: The Huxtable, yang bertahun-tahun ditampilkan di televisi. aku tumbuh menonton cerita yang menampilkan dinamika keluarga panutan Amerika itu, yang nyaris setiap episodenya diawali dari adegan-adegan di dapur. dalam dapur keluarga ini, berbagai isu dibahas. persoalan-persoalan sekolah, keluarga, sampai hal-hal berat seperti disleksia, bahkan kehamilan remaja.
di rumah nenekku, dapur juga jadi pusat kehidupan rumah.
segera setelah bangun pagi, semua penghuni rumah akan menuju dapur untuk menghangatkan badan di tungku yang telah mengepulkan asap sejak sebelum subuh. nenekku pasti sudah menjerang air dan menanak nasi. nasi aron yang dipindahkan dari dalam panci menuju kerucut anyaman bambu sudah mengepulkan kabut tipis yang naik ke bubungan atap. dari seberkas cahaya matahari yang menyela genteng kaca dan jatuh ke samping tungku, aku bisa melihat asap dandang yang meliuk-liuk seperti menari.
dapur itu selalu remang sepanjang hari, seperti dapur-dapur lain di desa pada masa kecilku.
lantainya tanah yang gelap pekat menghitam, dan jadi licin basah kalau ada air yang tumpah. di bagian kanan setelah pintu masuk, ada amben bambu yang buatku luaaaas banget. sehingga kita masih bisa duduk walaupun ada beberapa karung berisi gabah ditumpukkan di situ. selain dipakai duduk-duduk saat memarut kelapa, memetik dedaunan untuk sayur dan mengiris bumbu, kadang-kadang kalo ngantuk berat, kakekku sering leyeh-leyeh di situ. sambil menikmati angin yang bertiup dari jendela di atasnya.
dari langi-langit di atas amben ada para-para bambu tempat nenekku menyimpan segala perkakas masak yang besar, menggantungkan keranjang besi berisi telur dan bahan-bahan kering. kadang-kadang ada daun kelapa yang setengah kering dijajarkan di para-para itu juga. setelah daunnya kering benar, tulang daunnya diambil untuk jadi lidi. biasanya itu berarti sate ayam, atau sapu lidi akan dibikin. aku lebih suka yang pertama.
di ujung ruangan di seberang pintu masuk, ada pintu lain yang mengarah ke perbatasan halaman tetangga. dari situ biasanya muncul bude atau anak bude tetangga sebelah dengan segala keperluannya. pada masa kecilku, di desa kami semua orang adalah saudara. aku akan diundang makan di mana-mana kapanpun berjumpa. sayangnya setelah kami semua dewasa, tak ada yang ingat lagi pada hal itu, dan pelan-pelan kami menjadi tetangga, atau sekedar pernah ketemu saja.
dekat pintu belakang itu, diletakan dua gentong besar air, yang dipakai untuk mencuci piring. nyuci piring di sini agak repot. air harus dipindahkan ke baskom dulu. baskom pertama untuk membasahi piring supaya gampang disabuni, dan untuk bilasan pertama karena sabunnya masih terasa licin. baskom kedua berisi air bersih untuk membilas sampai piring terasa kesat. nenekku sangat efektif dan efisien soal air. aku sendiri lebih suka air yang mengalir saat mencuci piring.
ini salah satu hal yang tidak bisa kami jembatani hingga akhir hayat beliau.
di pojok kiri, ada ruangan lain yang lebih kecil.
aku sendiri tak begitu paham apa fungsi ruangan kecil ini saat dibuat. yang jelas, pada masa kecilku, ruangan ini berisi tumpukan karung gabah hasil panen dan ember-ember yang sangat terlarang untuk disentuh. ember-ember itu berisi telur-telur bebek dalam rendaman air garam dan balutan arang bergaram serta kulit padi. setelah dua atau tiga minggu, telur-telur itu akan dikeluarkan, dikukus dalam dandang sampai lamaaaaa, lalu semua orang akan kebagian telur asin yang enak.
telur asin yang kami makan adalah yang pecah atau retak saat dikukus. telur-telur yang bagus dan licin sempurna akan berangkat ke pasar bersama nenekku untuk dijual atau diantar ke pemesannya.
sebuah meja dan empat kursi kayu diletakkan di tengah ruangan di dekat tiang. kami makan bersama di dapur ini. kami menerima saudara dan teman dekat keluarga di meja makan di tengah dapur ini. aku menemani kakek buyutku ngopi dan menghisap rokok berbalut daun jagung dan beraroma kemenyan-nya di meja ini. bersama ubi atau pisang kukus.
dari dapur ini, aku mengalami banyak hal yang sampai kini masih lekat dalam ingatan.
aku belajar mencintai urap dengan bumbu kelapa muda parut yang tebal dan panjang yang rasanya gurih segar karena baru dipetik dari pohon. aku belajar mengulek sambal dengan cobek tanah liat dan ulekan kayu. aku tergila-gila pada sambal bawang putih dan cabe rawit yang pedas menggelora, yang dimakan bersama tempe goreng panas-panas dan nasi putih pulen mengepul.
aku menemukan bahwa untuk orang-orang dari gunung yang jadi buruh tani, yang penting adalah porsi nasi yang menggunung. lauknya nggak masalah. dan yang penting pedas!
itu kuketahui ketika nenekku membuat sayur santan berisi potongan tempe dan tahu dan daging ikan, yang diberi cabe rawit utuh kira-kira setengah kilogram. sayur itu akan dikirim ke sawah untuk makan siang para buruh tani, bersama beberapa bakul besar nasi.
bertahun-tahun kemudian aku baru paham, orang miskin terbiasa mematikan indra pengecap mereka dengan cabe. supaya mereka tetap merasa makan enak tanpa harus keluar banyak uang untuk bumbu dan bahan makanan yang rasanya istimewa.
dari dapur ini aku mengenal sayur bobor bayam dan kangkung. aku bertemu dengan daun katuk, lembayung atau daun kacang, kecipir, dan kembang turi. aku juga dikenalkan pada impun, semacam teri manis gurih yang biasanya dipepes atau dibuat bothok. gurihnya membuatku sekarang merindukannya.
dan di dapur ini, aku juga belajar bekerja sama dan hubungan yang setara.
kakekku setiap pagi memarut kelapa, memotong kayu bakar dan dahan kelapa, mengambil air, dan seringkali dari dapur aku melihatnya mencuci pakaian.
di kemudian hari aku mengetahui, di banyak rumah tangga, laki-laki tidak biasanya masuk dapur untuk mengerjakan urusan-urusan rumah. mereka tak boleh masuk dapur karena dianggap meruntuhkan kejantanan mereka. mereka akan membiarkan nenek, ibu, istri atau anak perempuan mereka menyelesaikan semua urusan, sementara mereka juga menambahi pekerjaan dengan perintah-perintah minta dilayani. yang juga merembet ke hal-hal lain di luar urusan dapur. yang membuat perempuan-perempuan dalam rumah tangga semacam itu jadi orang yang selalu dinomorduakan dan tak pernah jadi spesial.
aku selalu bersyukur karena dapur gelap hitam berjelaga itu memberiku kenangan dan bekal yang berbeda.
Saturday, March 16, 2013
yes, this season sucks
hasil polling American Idol tadi malam sangat mengecewakan.
kontestan 10 besar yang kujagokan, Curtis Finch, Jr. harus pulang di minggu pertama pertarungan finalis (kontestan 10 besar) karena jumlah suara yang mendukungnya paling sedikit.
dan ini menyebalkan karena diantara kontestan-kontestan laki-laki yang lain, misalnya Lazaro atau Devin, si Curtis ini keliatan jauh lebih berbakat dan kemampuannya lebih besar. penguasaan panggungnya luar biasa, gaya menyanyinya jelas dan distinctive, dan yang terutama, saat dia menyanyi, bisa dirasakan energi yang dia pancarkan ke penonton, membuat kita seperti membeku dalam momen itu bersamanya.
Mahen bilang, soal gayanya itu, banyak dipengaruhi oleh karakter gospel yang memang nempel banget ke Curtis. seperti Joshua Ledet, kontestan tahun 2012 yang jadi nomer 3, Curtis juga anak seorang pendeta.
I knew it. aku udah merasakannya sejak awal. American Idol tahun ini memang rasanya beda banget dengan --terutama, kontes yang sama dalam 2 tahun terakhir. sejak awal kulihat, pelaksanaannya sudah terasa bermasalah, dan itu bisa kita lihat dalam beberapa hal.
pertama, juri-jurinya.
setelah dipastikan bahwa Steven Tyler dan Jennifer Lopez nggak akan balik lagi menjadi juri tahun ini, Randy Jackson didampingi oleh Mariah Carey, Nicki Minaj dan Keith Urban.
sejak episode pertama, audisi di kota pertama, sudah terlihat bahwa Mariah dan Nicki kayak bensin sama api. kalo dideketin akan bikin letupan-letupan yang membakar. entah sekedar strategi dagang yang sudah diskenario atau memang benar-benar terjadi, Nicki dan Mariah berantem melulu.
Mariah yang selalu menampilkan diri sebagai diva yang sikapnya I-have-seen-it-all dan impossible to impress, ketemu dengan Nicki yang menggunakan setiap kesempatan untuk mencemooh Mariah, dan nggak segan menggunakan peserta sebagai alat dalam olok-oloknya.
misalnya gini, nih: waktu ada peserta yang maksudnya mau nyanyi dengan falseto, dan jadinya fals beneran, Nicki berkomentar: "wow, your range is even wider than Mariah Carey"
memang di episode-episode berikutnya yang begini-begini bisa dikurangi dan Nicki lebih behave dan lebih fokus sama penjurian. but the damage is done. peseta yang lolos audisi jadi seperti ke kanan dan ke kiri, karena selera penjurian yang beda-beda tapi sekaligus saling tumpang tindih.
kenapa? ada faktor Keith Urban di sini. ia jadi lebih fokus sama hal-hal selain teknis menyanyi dan pemanggungan, jadi yang membahas sisi teknis hanya Randy saja.
sementara itu, Nicki hanya tertarik sama kontestan yang aneh banget atau gila banget. dan Mariah sibuk sama dirinya sendiri. nggak terjadi relasi saling isi dan saling melengkapi antara kerja satu juri dengan juri lainnya.
kedua, kontestannya.
well, ini masih ada hubungannya sama juri juga, sih.
menurutku tahun ini para kontestan yang lolos seleksi adalah mereka yang beda banget sama apa yang selama ini dihasilkan oleh American Idol. penyanyi baru berbakat yang mengejar mimpi untuk menyajikan musik yang menyenangkan dan bisa dinikmati oleh banyak orang. musik yang bikin orang juga bahagia melihatnya.
bukan sekedar beda dengan cara yang aneh, atau gila.
nggak, mestinya yang dicari bukan peniru Lady Gaga baru.
bandingkan dengan musim sebelumnya, di mana sejak sebelum 10 besar pun, para kontestan sudah punya kecenderungan yang kuat dalam aliran musik yang mereka pilih masing-masing. jadi kita bisa lihat variasi yang seru dan dengan kualitas yang setara hingga setiap minggu kita selalu dapat kejutan yang seru.
dua hal ini berakibat pesan campur-aduk yang sampai ke penonton, sehingga penonton juga kacau dalam memilih kontestan. korban pertamanya: Curtis. dengan menyedihkan, dan tanpa pertolongan juri, ia terpaksa pulang di minggu pertama eliminasi para finalis.
benar-benar menyebalkan.
sekarang andalanku tinggal satu aja. Angie Miller yang jago main piano, jago ngarang lagu, dan punya kualitas jadi superstar. semoga setelah ini para penonton di Amerika Serikat bisa memilih dengan bijak, supaya yang akhirnya menang memang yang benar-benar pantas.
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...