alamanda.blogspot.com is proudly powered by Blogger
Template Design by Didats Triadi
notes from the kitchen
Monday, April 01, 2013
punya dapur itu mengubah banyak hal.
memiliki dapur berarti memiliki pusat kehidupan dalam sebuah rumah. menurutku, segala hal yang terjadi di dalam rumah sangat ditentukan oleh dapurnya. salah satu yang paling membekas adalah serial The Cosby Show. cerita keluarga Afro Amerika kaya: The Huxtable, yang bertahun-tahun ditampilkan di televisi. aku tumbuh menonton cerita yang menampilkan dinamika keluarga panutan Amerika itu, yang nyaris setiap episodenya diawali dari adegan-adegan di dapur. dalam dapur keluarga ini, berbagai isu dibahas. persoalan-persoalan sekolah, keluarga, sampai hal-hal berat seperti disleksia, bahkan kehamilan remaja.
di rumah nenekku, dapur juga jadi pusat kehidupan rumah.
segera setelah bangun pagi, semua penghuni rumah akan menuju dapur untuk menghangatkan badan di tungku yang telah mengepulkan asap sejak sebelum subuh. nenekku pasti sudah menjerang air dan menanak nasi. nasi aron yang dipindahkan dari dalam panci menuju kerucut anyaman bambu sudah mengepulkan kabut tipis yang naik ke bubungan atap. dari seberkas cahaya matahari yang menyela genteng kaca dan jatuh ke samping tungku, aku bisa melihat asap dandang yang meliuk-liuk seperti menari.
dapur itu selalu remang sepanjang hari, seperti dapur-dapur lain di desa pada masa kecilku.
lantainya tanah yang gelap pekat menghitam, dan jadi licin basah kalau ada air yang tumpah. di bagian kanan setelah pintu masuk, ada amben bambu yang buatku luaaaas banget. sehingga kita masih bisa duduk walaupun ada beberapa karung berisi gabah ditumpukkan di situ. selain dipakai duduk-duduk saat memarut kelapa, memetik dedaunan untuk sayur dan mengiris bumbu, kadang-kadang kalo ngantuk berat, kakekku sering leyeh-leyeh di situ. sambil menikmati angin yang bertiup dari jendela di atasnya.
dari langi-langit di atas amben ada para-para bambu tempat nenekku menyimpan segala perkakas masak yang besar, menggantungkan keranjang besi berisi telur dan bahan-bahan kering. kadang-kadang ada daun kelapa yang setengah kering dijajarkan di para-para itu juga. setelah daunnya kering benar, tulang daunnya diambil untuk jadi lidi. biasanya itu berarti sate ayam, atau sapu lidi akan dibikin. aku lebih suka yang pertama.
di ujung ruangan di seberang pintu masuk, ada pintu lain yang mengarah ke perbatasan halaman tetangga. dari situ biasanya muncul bude atau anak bude tetangga sebelah dengan segala keperluannya. pada masa kecilku, di desa kami semua orang adalah saudara. aku akan diundang makan di mana-mana kapanpun berjumpa. sayangnya setelah kami semua dewasa, tak ada yang ingat lagi pada hal itu, dan pelan-pelan kami menjadi tetangga, atau sekedar pernah ketemu saja.
dekat pintu belakang itu, diletakan dua gentong besar air, yang dipakai untuk mencuci piring. nyuci piring di sini agak repot. air harus dipindahkan ke baskom dulu. baskom pertama untuk membasahi piring supaya gampang disabuni, dan untuk bilasan pertama karena sabunnya masih terasa licin. baskom kedua berisi air bersih untuk membilas sampai piring terasa kesat. nenekku sangat efektif dan efisien soal air. aku sendiri lebih suka air yang mengalir saat mencuci piring.
ini salah satu hal yang tidak bisa kami jembatani hingga akhir hayat beliau.
di pojok kiri, ada ruangan lain yang lebih kecil.
aku sendiri tak begitu paham apa fungsi ruangan kecil ini saat dibuat. yang jelas, pada masa kecilku, ruangan ini berisi tumpukan karung gabah hasil panen dan ember-ember yang sangat terlarang untuk disentuh. ember-ember itu berisi telur-telur bebek dalam rendaman air garam dan balutan arang bergaram serta kulit padi. setelah dua atau tiga minggu, telur-telur itu akan dikeluarkan, dikukus dalam dandang sampai lamaaaaa, lalu semua orang akan kebagian telur asin yang enak.
telur asin yang kami makan adalah yang pecah atau retak saat dikukus. telur-telur yang bagus dan licin sempurna akan berangkat ke pasar bersama nenekku untuk dijual atau diantar ke pemesannya.
sebuah meja dan empat kursi kayu diletakkan di tengah ruangan di dekat tiang. kami makan bersama di dapur ini. kami menerima saudara dan teman dekat keluarga di meja makan di tengah dapur ini. aku menemani kakek buyutku ngopi dan menghisap rokok berbalut daun jagung dan beraroma kemenyan-nya di meja ini. bersama ubi atau pisang kukus.
dari dapur ini, aku mengalami banyak hal yang sampai kini masih lekat dalam ingatan.
aku belajar mencintai urap dengan bumbu kelapa muda parut yang tebal dan panjang yang rasanya gurih segar karena baru dipetik dari pohon. aku belajar mengulek sambal dengan cobek tanah liat dan ulekan kayu. aku tergila-gila pada sambal bawang putih dan cabe rawit yang pedas menggelora, yang dimakan bersama tempe goreng panas-panas dan nasi putih pulen mengepul.
aku menemukan bahwa untuk orang-orang dari gunung yang jadi buruh tani, yang penting adalah porsi nasi yang menggunung. lauknya nggak masalah. dan yang penting pedas!
itu kuketahui ketika nenekku membuat sayur santan berisi potongan tempe dan tahu dan daging ikan, yang diberi cabe rawit utuh kira-kira setengah kilogram. sayur itu akan dikirim ke sawah untuk makan siang para buruh tani, bersama beberapa bakul besar nasi.
bertahun-tahun kemudian aku baru paham, orang miskin terbiasa mematikan indra pengecap mereka dengan cabe. supaya mereka tetap merasa makan enak tanpa harus keluar banyak uang untuk bumbu dan bahan makanan yang rasanya istimewa.
dari dapur ini aku mengenal sayur bobor bayam dan kangkung. aku bertemu dengan daun katuk, lembayung atau daun kacang, kecipir, dan kembang turi. aku juga dikenalkan pada impun, semacam teri manis gurih yang biasanya dipepes atau dibuat bothok. gurihnya membuatku sekarang merindukannya.
dan di dapur ini, aku juga belajar bekerja sama dan hubungan yang setara.
kakekku setiap pagi memarut kelapa, memotong kayu bakar dan dahan kelapa, mengambil air, dan seringkali dari dapur aku melihatnya mencuci pakaian.
di kemudian hari aku mengetahui, di banyak rumah tangga, laki-laki tidak biasanya masuk dapur untuk mengerjakan urusan-urusan rumah. mereka tak boleh masuk dapur karena dianggap meruntuhkan kejantanan mereka. mereka akan membiarkan nenek, ibu, istri atau anak perempuan mereka menyelesaikan semua urusan, sementara mereka juga menambahi pekerjaan dengan perintah-perintah minta dilayani. yang juga merembet ke hal-hal lain di luar urusan dapur. yang membuat perempuan-perempuan dalam rumah tangga semacam itu jadi orang yang selalu dinomorduakan dan tak pernah jadi spesial.
aku selalu bersyukur karena dapur gelap hitam berjelaga itu memberiku kenangan dan bekal yang berbeda.
memiliki dapur berarti memiliki pusat kehidupan dalam sebuah rumah. menurutku, segala hal yang terjadi di dalam rumah sangat ditentukan oleh dapurnya. salah satu yang paling membekas adalah serial The Cosby Show. cerita keluarga Afro Amerika kaya: The Huxtable, yang bertahun-tahun ditampilkan di televisi. aku tumbuh menonton cerita yang menampilkan dinamika keluarga panutan Amerika itu, yang nyaris setiap episodenya diawali dari adegan-adegan di dapur. dalam dapur keluarga ini, berbagai isu dibahas. persoalan-persoalan sekolah, keluarga, sampai hal-hal berat seperti disleksia, bahkan kehamilan remaja.
di rumah nenekku, dapur juga jadi pusat kehidupan rumah.
segera setelah bangun pagi, semua penghuni rumah akan menuju dapur untuk menghangatkan badan di tungku yang telah mengepulkan asap sejak sebelum subuh. nenekku pasti sudah menjerang air dan menanak nasi. nasi aron yang dipindahkan dari dalam panci menuju kerucut anyaman bambu sudah mengepulkan kabut tipis yang naik ke bubungan atap. dari seberkas cahaya matahari yang menyela genteng kaca dan jatuh ke samping tungku, aku bisa melihat asap dandang yang meliuk-liuk seperti menari.
dapur itu selalu remang sepanjang hari, seperti dapur-dapur lain di desa pada masa kecilku.
lantainya tanah yang gelap pekat menghitam, dan jadi licin basah kalau ada air yang tumpah. di bagian kanan setelah pintu masuk, ada amben bambu yang buatku luaaaas banget. sehingga kita masih bisa duduk walaupun ada beberapa karung berisi gabah ditumpukkan di situ. selain dipakai duduk-duduk saat memarut kelapa, memetik dedaunan untuk sayur dan mengiris bumbu, kadang-kadang kalo ngantuk berat, kakekku sering leyeh-leyeh di situ. sambil menikmati angin yang bertiup dari jendela di atasnya.
dari langi-langit di atas amben ada para-para bambu tempat nenekku menyimpan segala perkakas masak yang besar, menggantungkan keranjang besi berisi telur dan bahan-bahan kering. kadang-kadang ada daun kelapa yang setengah kering dijajarkan di para-para itu juga. setelah daunnya kering benar, tulang daunnya diambil untuk jadi lidi. biasanya itu berarti sate ayam, atau sapu lidi akan dibikin. aku lebih suka yang pertama.
di ujung ruangan di seberang pintu masuk, ada pintu lain yang mengarah ke perbatasan halaman tetangga. dari situ biasanya muncul bude atau anak bude tetangga sebelah dengan segala keperluannya. pada masa kecilku, di desa kami semua orang adalah saudara. aku akan diundang makan di mana-mana kapanpun berjumpa. sayangnya setelah kami semua dewasa, tak ada yang ingat lagi pada hal itu, dan pelan-pelan kami menjadi tetangga, atau sekedar pernah ketemu saja.
dekat pintu belakang itu, diletakan dua gentong besar air, yang dipakai untuk mencuci piring. nyuci piring di sini agak repot. air harus dipindahkan ke baskom dulu. baskom pertama untuk membasahi piring supaya gampang disabuni, dan untuk bilasan pertama karena sabunnya masih terasa licin. baskom kedua berisi air bersih untuk membilas sampai piring terasa kesat. nenekku sangat efektif dan efisien soal air. aku sendiri lebih suka air yang mengalir saat mencuci piring.
ini salah satu hal yang tidak bisa kami jembatani hingga akhir hayat beliau.
di pojok kiri, ada ruangan lain yang lebih kecil.
aku sendiri tak begitu paham apa fungsi ruangan kecil ini saat dibuat. yang jelas, pada masa kecilku, ruangan ini berisi tumpukan karung gabah hasil panen dan ember-ember yang sangat terlarang untuk disentuh. ember-ember itu berisi telur-telur bebek dalam rendaman air garam dan balutan arang bergaram serta kulit padi. setelah dua atau tiga minggu, telur-telur itu akan dikeluarkan, dikukus dalam dandang sampai lamaaaaa, lalu semua orang akan kebagian telur asin yang enak.
telur asin yang kami makan adalah yang pecah atau retak saat dikukus. telur-telur yang bagus dan licin sempurna akan berangkat ke pasar bersama nenekku untuk dijual atau diantar ke pemesannya.
sebuah meja dan empat kursi kayu diletakkan di tengah ruangan di dekat tiang. kami makan bersama di dapur ini. kami menerima saudara dan teman dekat keluarga di meja makan di tengah dapur ini. aku menemani kakek buyutku ngopi dan menghisap rokok berbalut daun jagung dan beraroma kemenyan-nya di meja ini. bersama ubi atau pisang kukus.
dari dapur ini, aku mengalami banyak hal yang sampai kini masih lekat dalam ingatan.
aku belajar mencintai urap dengan bumbu kelapa muda parut yang tebal dan panjang yang rasanya gurih segar karena baru dipetik dari pohon. aku belajar mengulek sambal dengan cobek tanah liat dan ulekan kayu. aku tergila-gila pada sambal bawang putih dan cabe rawit yang pedas menggelora, yang dimakan bersama tempe goreng panas-panas dan nasi putih pulen mengepul.
aku menemukan bahwa untuk orang-orang dari gunung yang jadi buruh tani, yang penting adalah porsi nasi yang menggunung. lauknya nggak masalah. dan yang penting pedas!
itu kuketahui ketika nenekku membuat sayur santan berisi potongan tempe dan tahu dan daging ikan, yang diberi cabe rawit utuh kira-kira setengah kilogram. sayur itu akan dikirim ke sawah untuk makan siang para buruh tani, bersama beberapa bakul besar nasi.
bertahun-tahun kemudian aku baru paham, orang miskin terbiasa mematikan indra pengecap mereka dengan cabe. supaya mereka tetap merasa makan enak tanpa harus keluar banyak uang untuk bumbu dan bahan makanan yang rasanya istimewa.
dari dapur ini aku mengenal sayur bobor bayam dan kangkung. aku bertemu dengan daun katuk, lembayung atau daun kacang, kecipir, dan kembang turi. aku juga dikenalkan pada impun, semacam teri manis gurih yang biasanya dipepes atau dibuat bothok. gurihnya membuatku sekarang merindukannya.
dan di dapur ini, aku juga belajar bekerja sama dan hubungan yang setara.
kakekku setiap pagi memarut kelapa, memotong kayu bakar dan dahan kelapa, mengambil air, dan seringkali dari dapur aku melihatnya mencuci pakaian.
di kemudian hari aku mengetahui, di banyak rumah tangga, laki-laki tidak biasanya masuk dapur untuk mengerjakan urusan-urusan rumah. mereka tak boleh masuk dapur karena dianggap meruntuhkan kejantanan mereka. mereka akan membiarkan nenek, ibu, istri atau anak perempuan mereka menyelesaikan semua urusan, sementara mereka juga menambahi pekerjaan dengan perintah-perintah minta dilayani. yang juga merembet ke hal-hal lain di luar urusan dapur. yang membuat perempuan-perempuan dalam rumah tangga semacam itu jadi orang yang selalu dinomorduakan dan tak pernah jadi spesial.
aku selalu bersyukur karena dapur gelap hitam berjelaga itu memberiku kenangan dan bekal yang berbeda.
Post a Comment
Previous posts
Archives
- December 2004
- January 2005
- February 2005
- March 2005
- April 2005
- May 2005
- June 2005
- July 2005
- August 2005
- September 2005
- October 2005
- November 2005
- December 2005
- January 2006
- February 2006
- March 2006
- April 2006
- May 2006
- June 2006
- July 2006
- August 2006
- September 2006
- October 2006
- November 2006
- December 2006
- January 2007
- February 2007
- March 2007
- April 2007
- May 2007
- June 2007
- July 2007
- August 2007
- September 2007
- October 2007
- November 2007
- December 2007
- January 2008
- February 2008
- March 2008
- April 2008
- May 2008
- June 2008
- July 2008
- August 2008
- September 2008
- October 2008
- November 2008
- December 2008
- January 2009
- February 2009
- March 2009
- April 2009
- May 2009
- June 2009
- July 2009
- August 2009
- September 2009
- October 2009
- November 2009
- December 2009
- January 2010
- February 2010
- March 2010
- May 2010
- January 2011
- April 2011
- May 2011
- June 2011
- October 2011
- November 2011
- May 2012
- October 2012
- March 2013
- April 2013
- July 2013
- March 2014
- April 2014
- June 2014
- January 2015
- April 2015
- September 2015
- October 2015
- March 2016
- July 2017
- January 2019
- November 2019
Shoutbox
