Tuesday, April 04, 2006

sebuah liburan dan satu perayaan

anak muda jaman sekarang tuh aneh ya? ketemu sama sambungan internet bisa hepi banget sampe, kayaknya, melebihi ketemu sama orang
02.04.06
20.39

aku senyum-senyum sendiri baca sms itu. balasan atas smsku tentang betapa senangnya nggak fakir bandwith lagi setelah 5 hari di Jogja harus pindah-pindah dari satu warnet ke warnet yang lain, ato nongkrong di kantor Ronny yang sama aja fakirnya.

5 hari di Jogja itu adalah gabungan dari Birthday Package+Nyepi Package+Osaka Project, karena selain berlibur menghindari Nyepi yang sangat sepi di Bali, juga harus mengerjakan beberapa hal untuk persiapan presenntasi besar-besaran di Osaka. baru sekali ini hadiah ulang tahunku adalah liburan. karenanya aku bener-bener berterima kasih sama Pak Koman dan Bu Mansri yang memberiku tiket pesawat Denpasar-Jogja-Denpasar.

lucunya, semua tiket yang aku dapatkan adalah pesawat pagi. terbang pagi adalah sesuatu yang selama ini belum pernah aku lakukan. paling pagi biasanya jam 9 atau jam 10. kemarin itu misalnya, harus berangkat ke bandara jam 4 karena pesawatnya jam 6. what a sleepy trip!

udah gitu, di malam ulang tahun dan di hari ulang tahunnya, ada yang ngajakin makan. makasih banyak buat Yuli dan Mas Yudi atas makan-makannya. dan... yang paling heroik tentu saja Casper, setelah mati-matian berebut tiket, yang sempat nggak dapat juga sampe harus ganti hari, dia berhasil sampai di Jogja, lalu bersama denganku menyusuri jalan-jalan kenangan, dibawah siraman hujan, persis seperti hari-hari di tahun yang telah lewat. ah, Casper memang laki-laki yang dicintai hujan. sejak tahun 2000, setiap kali janjian ketemu, hujan selalu turun. meskipun itu bukan musimnya. entah dari mana datangnya. kali ini, gerimis sudah mengguyur Jogja sejak malam sebelum kedatangannya, menggila pada malam ketika kami bertemu dengan Sujud di Kedai Kebun, dan berhenti seketika saat aku berangkat ke Denpasar. ya, perempuan yang dicemburui hujan udah nggak ada sih...

lalu aku juga sempat diajak jalan-jalan sama Bu Melani ke Muntilan. itu bener-bener seru! mengunjungi studio Pande Ketut Taman yang baru saja dibangun di tepi sebuah sungai berbatu-batu besar. tempat yang sangat romantis sekaligus dramatis. diatas tebing sungai, sebatang pohon tumbuh disebelah batu seukuran meja makan, batu yang sangat ideal untuk dijadikan prasasti. permukaannya halus digerus cuaca, angin berhembus diatasnya, air gemercik dibawahnya... luar biasa!

aku menerima CD Balawan yang Magic Fingers dari Bunda Endhoot. Didats yang membawanya dan aku sudah menandak-nandak gembira sebelum kecewa menemukan CD-nya ketinggalan di rumah Saylow dan yang terbawa cuma case-nya.
*injak-injak Didats*

Norwegian Wood-nya Haruki Murakami aku dapat dari Wine yang menemukannya di Kinokuniya KLCC setelah aku gagal memperolehnya di Periplus maupun di QB. buku yang ditulis dengan halus sekali sampai aku sayang membacanya. takut cepet tamat. bayangin aja ada orang nulis paragraf kayak begini
...I didn't give a damn about the scenery that day. I was thinking about myself. I was thinking about the beautiful girl walking next to me. I was thinking about the two of us together and then about myself again. I was at that age, that time of life when every sight, every feeling, every thought came back, like a boomerang, to me. And worse, I was in love. Love with complications. Scenery was the last thing on my mind...

Original Soundtrack-nya The Sound of Music diberikan Mbak Ratna di Kedai Kebun. waaaahh... kalo dengerin itu, dimanapun tempatnya, aku merasa ruangan di sekitarku berubah jadi padang rumput dinaungi gunung yang pucuknya berselimut salju, dengan kawanan domba nun jauh disisi yang lain, dan seekor anjing putih berlarian... serasa ingin membentangkan tangan, merasakan udara mengalir melalui sela-sela jemariku....

sebuah tas merah yang cantik aku terima dari Abe. bagian depannya ada sablon wajah 4 cowok berpose a la band rock n roll. tulisannya besar-besar MUCUNDAIYI69. aku curiga ini adalah sebuah band dan namanya diinspirasi oleh Mukundan 69, sebuah petisi tentang keinginan bunuh diri sebagai sebuah hak (hak untuk hidup versus hak untuk mati) yang dibuat oleh seseorang bernama M. Mukundan, karena dia sudah merasa mencapai segala yang diinginkannya dalam hidup.

Oliver di Hawaii, Bang Iir dan bang Bike mengirim email. Titis di Norway, Ayin, Ari, Anto, Wine dari Malaysia, Onet dan Ditta sambil menyanyi a la paduan suara meneleponku untuk mengucap selamat. Ronny dan Donal, Yuli dan Elis mengucapkannya secara langsung.

dari Kampung Gajah seperti biasa Bunda Endhoot yang memulai, berturut-turut kemudian ada Didik, Didats, Suster, Mami Mira, Fahdi, Surur, Lea, Jeng Enda, Koh Fahmi, Adis, Yanuar, Rita, Fajri, Lilis, Vini, Ardho, Benny, Oom Ivo, Oom Husni, Edi, Jeng Hendro, Isdah, Lu Zi Peng, Rara dan Arie.

sms-sms yang aku terima dari Anto, Abe dan Didit, Ita, WM, Bank Bumiputera, Joan, Didik, Koh Fahmi, Toni, Marc Anthony, Naomi, Taufik, Yuli, Rully dan dua nomor yang nggak kukenal, semuanya kucatat.

rasanya aku udah kehabisan ucapan terima kasih, bahkan jika kurangkai semua kata yang ada di dunia, belum cukup untuk mewakili perasaanku, kebahagiaanku, atas semua yang aku dapatkan dari mereka yang aku sebutkan namanya diatas. terima kasih banyak. aku senang sekali.

Monday, April 03, 2006

kopdar opera

yayaya...ini basiw, kalo kata Saylow. tapi nggak apa-apa juga, kan... mengajak semua yang baca blog ini menikmati kenarsisanku, Didats, dan Saylow waktu nonton gigsnya Balawan

Image hosting by Photobucket

17 Maret 2006
23.30 or so...
Warung Opera, Pengosekan - Ubud

kos putri muslim ibu suti handari

tempat kosku waktu kuliah dulu, sekarang kosong. begitulah yang dikatakan Elis padaku waktu aku baru aja naruh tasku di kamarnya. sebelum akhirnya dia sendiri pindah dari kos kami di daerah Kentungan ke Wirosaban karena lebih dekat ke temoat kerjanya, yang masih tersisa hanya tinggal dua orang. itu berarti, setelah aku lulus dan pindah dari sana, tidak ada anak baru lagi yang masuk dan tinggal di kos itu.

aku mulai tinggal di kos itu waktu aku baru dua bulan kuliah. setelah ujian mid term-ku yang pertama. aku memutuskan tinggal disana karena Ayin udah tinggal disana lebih dulu. berturut-turut, yang pernah tinggal disana dan aku kenal antara lain adalah Mbak Rita dan Mbak Pri dari KG, Mbak Ani dari Biologi, Mbak Ceplies dari Sastra, Umi dari IAIN, Elis dari Sastra, Ayin anak Fisipol, Ipeh dan Kuni, kakak beradik, Ida dari Sastra, Lala dan Nunung dari Teknik, Ratna dari UII, Candra dari Fisipol, Inna Sastra Perancis yang lalu pindah ke Hukum UII, Mutmainah yang cuma sekelebatan tinggal disana...Nana yang selalu rajin, rapi dan sangat pendiam serta beberapa nama yang lain, yang aku udah nggak begitu ingat...

aku tinggal disana, di Jalan Kaliurang Km.6 Pandega Asih IV/7 Sari Asih, Yogyakarta 55281 selama aku kuliah, dikurangi dua bulan waktu tinggal di Jalan Monjali. karena itulah semua teman tau dimana kosku dan dimana mencariku. ya, karena aku nggak pernah pindah. di kamar nomor 10 yang berada di dekat pintu belakang ke rumah ibu kos. di hadapanku ada bangunan tembok yang dulunya berisi ayam-ayam peliharaan ibu kos. dibalik tembok itu ada pohon Matoa yang rasanya enak sekali. buat yang nggak tau Matoa, ini adalah buah yang bentuknya mirip Klengkeng, dengan rasa mirip Leci, tapi bisa sampe segede Rambutan. berair dan segar. yum!

kos kami mengelilingi kebun yang besarnya lumayan juga. berisi pohon Rambutan dan Mangga. makanya kalo udah waktunya musim Mangga, kami selalu menemukan cara untuk menikmati Mangga itu sebelum ibu kos memanennya. hihihi... abisnya suka pelit sih! masa satu dua buah aja nggak boleh diambil. Oya, ada pohon sawo juga, yang buahnya sangat manis. ah... buah yang ngambilnya sembunyi-sembunyi selalu lebih manis karena pake acara deg-degan... oh! di depan kos, ada pohon Delima dan Srikaya. kalo yang ini, nggak ada yang berani ambil karena si ibu tau betul berapa jumlah buahnya. ehehe... pasti gampang ketahuan:D

sebenernya ibu kosku itu orang yang selalu kesepian. dia tidak menikah, lalu memiliki beberapa anak asuh, yang sayangnya nggak pernah aku lihat menengok si ibu lagi. sekali dua, saudara-saudaranya datang. tapi itu juga nggak lama, karena si ibu suka uring-uringan nggak jelas. di tahun-tahun terakhir aku tinggal disana, dia mengalami sakit pengapuran tulang, membuat tubuhnya yang cukup gemuk nyaris nggak bisa dibawa berpindah kemana-mana. kasihan sekali.

anyway, walopun pelit, tapi sebenernya si ibu ini selalu pengertian juga. sikap yang paradoks tapi menguntungkan. aku ingat aku dulu suka telat bayar kos... tapi juga nggak pernah diusir ato gimana... walopun dia selalu bilang "kamu kan mestinya bayar di muka, bukan di belakang!". yang paling parah waktu aku KKN dan aku lupa kalo kosku udah habis. hihihihi... balik dari KKN, panjang lebarlah pidatonya untukku...

Sunday, April 02, 2006

laksa yang gagal

sering, ajakan itu terselubung datangnya. hadir dan dihadirkan lewat kalimat-kalimat ambigu yang maknanya selalu lebih dari satu, dan dapat saja tumpang tindih, ketika makna yang satu menimpali makna yang lain, lalu membuatnya jadi bias.

tak jarang, ajakan itu terlihat seperti spontan. dilontarkan seakan muncul begitu saja dari udara. barangkali rangkaian kata yang melayang dari pasangan-pasangan yang sedang bercakap-cakap di sebuah cafe yang nyaman memberimu inspirasi untuk menyampaikan ajakan itu. barangkali kamu sudah merencanakannya baik-baik sebelum kita bertemu, seperti membungkus barang pecah belah sebelum kamu mengirimkannya lewat titipan kilat, lengkap dengan tulisan 'fragile' di bagian luar kotaknya.

berkali-kali, ajakan itu terasa menyesak seperti desakan yang dikirimkan bleganjur untuk mengiringi rombongan pembawa bade ke pura dalem. menyentak-nyentak, tak memberi ruang untuk berpikir. senyummu menghantarkan gelombang demi gelombang yang memancarkan kehangatan memintasi meja yang memisahkan dudukku darimu. godaan manis yang diletakkan tepat didepan mata. seperti baliho bergambar segelas jus jeruk yang mengembun disebuah perempatan yang sarat kemacetan ditengah hari yang terik.

apakah kamu mengendus penolakan?
apakah kamu membaca pikiran yang berkecamuk di dalam kepalaku?
apakah kamu melihatku berdiri diluar garis itu?
apakah kamu melihatku mengayunkan kaki, lalu berhenti sebelum menapak dan memutuskan untuk berdiri diluar garis itu?

apakah yang kamu maksudkan seperti yang aku bayangkan? tanyamu dengan tatapan mata yang bisa mencairkan bongkah-bongkah makanan beku. kayaknya lain, kataku memberanikan diri menentang tajam matamu. karena aku adalah common people, sementara kamu adalah common people wannabe...

fragmen caramel cream macchiato
ministry of cafe, prawirotaman
22.15

Wednesday, March 29, 2006

menggali kenangan

jam 7 pagi ini aku meninggalkan Rumah Senang di Poncowinatan dengan bertumpuk perasaan. tadi malam, obrolanku, Jambul dan Yudi baru selesai sekitar jam 2 pagi. obrolan marathon yang berpindah-pindah tempat dari Sagan, Kridosono, ke Poncowinatan. setelah itu aku tidur di kamar Caca sementara mereka meneruskan nonton sepakbola. dulu aku sering sekali aku baru pulang di pagi hari setelah semalaman begadang ngelembur kerjaan, online atau hanya ngobrol aja. dari kawasan Bulaksumur dengan Casper pagi-pagi naik motor dengan wajah kuyu kurang tidur, baru pulang waktu orang-orang pagi memulai hari mereka adalah hal yang biasa terjadi.

Rumah Senang adalah tempat berkumpul selama bertahun-tahun. tempat kami tumbuh dan memilih jalan. tempat bertemu dan merayakan pertemuan. tempat berpisah sekaligus kehilangan. Melancholic Bitch, band yang selama tiga tahun pernah coba aku jalankan waktu kami masih sama-sama muda dan mau menang sendiri, kini sering berkumpul disini. Jambul pemain bassnya. selain itu ada Yosi, Ugo, Yenu dan Aan. Tadi malam, aku ketemu dengan Jambul dan Yenu. pagi ini Aan datang sebelum aku pergi. dan kami masih bicara dengan cara yang sama. masa laluku kembali lagi...

ternyata motornya udah ada di toko. kamu belum pernah kesana ya? tempatnya di samirono, ruko tamara di depan stadion ikip yang belum jadi yang dipakai buat parkinsound. tokonya dua tingkat dan warnanya merah hitam sama seperti yang di babarsari. nanti kamu cari vina yang jaga toko
28.03.2006
11.34

berada di jogja adalah pulang. bertemu dengan teman-teman yang seperti keluarga dan dengan senang hati membantuku menemukan segala yang kuperlukan. setelah Elis memintaku tinggal bersamnya di Wirosaban dan menjemputku di bandara, lalu Abe yang mencarikan motor untukku sehingga aku bahkan nggak perlu memikirkan dimana menyewa dan ini itu. tinggal terima beres aja.

pagi ini rute yang aku lewati dari Poncowinatan sampai Wirosaban adalah tonjolan di permukaan jalan Mangkubumi. suatu kali ditengah malam aku pernah bocor ban disini dan Ferdi yang menolongku. jalan Malioboro yang belum bangun di pagi hari dan jalan Pasar Kembang yang sekarang jadi dua jalur, daerah di belakang Alun-alun Utara, jalan-jalan di dalam benteng... Langenastran, Langenarjan... terus sampai Alun-alun Selatan, warung makan yang biasa aku datangi bersama Yossie sebelum ke rumah Jogokaryan, sepanjang jalan Panjaitan, melewati Suryodiningratan yang jadi tempat berkumpul para ska-ers selain di Sayidan, Rumah Seni Cemeti, rumah Jogokaryan yang dulu pernah jadi tempat bekerja tiap hari, tempat singgah, tempat berteduh... tempat Bjork dan Portishead mengalun setiap hari. dan Gorillaz waktu album pertamanya dirilis... memintas jalan Parangtritis dan memasuki jalan Menukan... sampai Wirosaban. satu demi satu ingatan hinggap di benakku.

teman-teman yang sudah jadi keluarga itu... the city I knew like the back of my hand... yang sudah begitu lama udaranya nggak aku hirup lagi. aku akan menghabiskan hari-hari ini dengan menggali kenangan yang masih tersisa, atau menjolok yang pernah digantungkan dan lupa diambil kembali.

Sunday, March 26, 2006

getting married for the dummies

seperangkat perhiasan terdiri dari kalung, liontin, anting, gelang dan cincin semuanya dari emas 24 karat seberat total 25 gram, kain songket dengan prada benang emas, kain batik tulis sutra, bahan brokat (Perancis) putih buat kebaya pengantin perempuan waktu akad nikah, bahan baju muslim, bahan brokat (Perancis) untuk baju pesta, baju tidur, sepatu pesta, sepatu resmi, sendal, pakaian dalam, make-up, parfum, sembilan bahan pokok, kue-kue loyang, buah-buahan. semua ini adalah daftar yang diberikan ibu temanku, pada anaknya yang sedang merencanakan pernikahan. temanku, calon pengantin perempuan, harus menyerahkan daftar ini pada calon pengantin laki-laki. daftar ini adalah apa-apa yang harus diberikan pada acara seserahan, karena semua orang memberikan itu, karena pemberian barang-barang itu udah jadi kebiasaan dan budaya disini, jadi kalo nggak dilakukan. apa kata orang??

selain itu, hal lain yang harus disediakan calon mempelai laki-laki adalah sepasang cincin kawin seberat 10 gram, bahan kebaya untuk orangtua pengantin dan tentu saja, uang 'pemberian laki-laki' untuk biaya resepsi. teman ini mengeluh padaku, mengapa ibunya memberikan daftar panjang itu padahal mengetahui kalau si calon pengantin laki-laki ini baru saja memulai pekerjaannya dan orangtuanya bukanlah orang yang berada. mengapa kesannya jadi matre banget? walaupun ibunya selalu bilang bahwa apa yang dimintanya itu, pada akhirnya akan jadi milik temanku. dan itu semuanya untuk kebaikan temanku.

tapi dimanakah letaknya kebaikan itu?
kenapa yang dipikirkan jutru pesta padahal setelah pesta berakhir masih ada kehidupan baru yang harus dijalani? kehidupan yang harus ditopang setiap bulannya. sewa rumah yang harus dibayar, rekening listrik dan telepon yang harus dilunasi, biaya makan sehari-hari... sebuah kehidupan yang baru saja dimulai. lalu kenapa bersikeras akan menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah pesta sementara uangnya tidak jatuh dari langit, juga bukan uang berlebih yang bisa dibuang? barangkali memang hal-hal semacam ini penting untuk meningkatkan prestise atau status sosial di masyarakat. tapi apakah semahal itu harga sebuah gengsi?

disisi lain aku berpikir barangkali memang orangtua temanku tadi tidak menyetujui hubungan temanku. oleh karenanya segala cara mereka lakukan untuk mempersulit proses, atau bahkan menggagalkannya. menjadikan temanku sebagai Loro Jonggrang yang membuat Bandung Bondowoso harus membuat seribu candi untuk dapat meminangnya.
anyway, aku belum denger apakah calon pengantin laki-laki juga harus setor Honda Jazz agar dapat meminang calon pengantin perempuan.

Wednesday, March 22, 2006

pekan hadiah

email dibawah ini adalah satu dari dua hadiah yang aku terima hari ini. aku menerimanya dari Harri Stojka musisi dari Austria yang minggu lalu baru saja datang ke Bali dan bikin gig di Komaneka Gallery. sehari sesudahnya, mereka menginap di Komaneka Resort, dan sesampai di Vienna, dia menulis email yang jadi hadiah terakhirku minggu ini

dear Dian,
Now we're in cold Vienna and we miss you all---Bali is the Garden Eden and you and you're people are the angels who lives there!! I hope, we'll be together again someday and have fun!!
I'll do my best, to let the people know that Bali is the most beautiful and most safety place in the world

Take care----Harri

hadiah pertama adalah beberapa ons cokelat dari Phillipe. sepulangnya dari Belgia, seperti biasa memang dia akan bawa cokelat. sekali ini agak surprised karena selama di Belgia dia menunggui ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit. tapi toh dia masih sempat aja bawa-bawa cokelat Cote d'Or yang enak itu. aku jadi terharu

hadiah kedua dibawa pasangan Shioda-san dari Jepang. suami istri ini adalah salah satu tamu regular. aku ingat setahun yang lalu, waktu mereka datang ke Komaneka pertama kali, aku nganterin mereka liat Ngaben. setelah itu, berkali-kali mereka datang. sampai sekarang kalo nggak salah udah 4 kali. dalam satu tahun!
untukku mereka membawa sebuah bungkusan dalam kantung belanja berwarna kuning dengan motif bunga-bunga oranye, kuning dan putih. cantik sekali. waktu aku buka kertas kado pembungkus yang warnanya juga senada itu, aku menemukan kotak pipih yang besarnya kira-kira seukuran 10 buku tulis yang dijadikan satu. didalamnya, terdapat satu lusin kue-kue kecil beraneka rasa dengan warna dan bentuk yang cantik. aduh, sampe sayang rasanya untuk membuka dan memakannya. tapi toh sekarang tinggal 3 kue yang tersisa.

hadiah ketiga aku dapatkan dari Bonnie. dua hari yang lalu dia kirim sms dan bilang kalo lagi ada di QB yang sedang diskon 70%. lalu dia tanya aku mau buku apa. karena Norwegian Woodnya Haruki Murakami udah sold out, dan The Tin Drum-nya Toni Morrison nggak ada, akhirnya dia membelikanku Dweller in Truth-nya Naguib Mahfouz. dengan demikian, bulan ini aku punya 4 buku baru setelah sebelumnya aku dapat Shanghai Baby, Dyah Pitaloka: Senja di Langit Majapahit dan The Piano Teacher.

hadiah keempat dibawakan Onet. jam 11 pagi tadi dia datang ke kantorku dan membawa sekantong bebelian dari convinient store. "buat kamu, buat menghilangkan PMS!" katanya sambil meletakkan kantong berisi berbagai cemilan dan minuman kaleng dan satu botol Green Tea. yang paling duluan aku ambil tentu saja satu bungkus Yupi yang warnanya pinkish dan bentuknya sapi-sapi centil. yummmy!

Tuesday, March 21, 2006

Mainz dan Nyanyi Sunyi Ubudku

ada apa sih di mainz?
lagunya manis tapi mengganggu
*lebih dari 10 kali dengerin lagu itu hari ini*
9.55 pm

gak ada apa. kesepian aja.
gak ada yang mau ngomong inggris.
9.57 pm

ah...jadi dari situ asalnya nada yang sedih,
menggapai-gapai tapi tak sampai itu
9.59 pm

iya. balinese loneliness.
terutama saat suling dan biola itu sautan
10.00 pm


seperti rindu. jauh dan hampa
lubang yang nggak ada dasarnya...
10.02 pm

wuih dalem banget bahasanya.
aku udah lima kali ke jerman (mainz)
feeling selalu sama
10.04 pm

kayaknya lagumu yang ngajarin aku bahasa itu tadi.
mungkin sama seperti 3 bulan pertamaku di ubud
10.10 pm

aku masih mendengarkan Mainz in My Mind dan hujan terus jatuh diluar jendelaku. tepatnya pada saat-saat seperti inilah lagu itu terdengar lebih liris. lebih masuk kedalam hati. lagu ini mengingatkanku pada alasan pertamaku membuat blog. kesepian pada tiga bulan pertamaku di Ubud, ketika ada begitu banyak yang ingin kuceritakan, tapi nggak ada teman bicara (kecuali Pak Koman dan Indra). ketika setiap kali aku menghadapi kesulitan aku harus berusaha menyelesaikannya sendiri dan sekuat tenaga nggak mau menyerah karena aku udah bertekad untuk berhasil dengan jalan yang aku pilih. makanan, bahasa, lingkungan, kondisi di tempat kerja, perbedaan pola pikir ... hal-hal yang aku simpan. sementara yang aku tulis adalah hal-hal yang baik, yang menarik, yang menyenangkan, yang positif... lebih untuk menguatkan diriku sendiri.

lalu aku juga menulis karena ada banyak teman yang bertanya bagaimana kehidupanku di Ubud. sementara aku nggak bisa menghubungi tiap orang satu demi satu dan bercerita panjang lebar. jadi aku minta mereka membaca blogku. supaya mereka juga bisa menjadi saksi hidupku. supaya mereka tau di tempat seperti apa aku tinggal. ditempat seperti apa aku bekerja, dengan orang-orang yang bagaimana. bagaimana aku menjalani hari-hariku, pengalaman apa yang aku dapat, klienku, mereka yang selalu berganti setiap hari, datang dan pergi... kadang memberikan sesuatu, kadang merenggut sesuatu dan membawanya pergi...

lalu aku menulis karena Ari bilang hidupku menarik dan pantas untuk diceritakan. dari Ubud kamu bisa merubah dunia, begitu katanya dengan agak-agak hiperbola. aku juga menulis karena Indie bilang dia suka membaca tulisan-tulisanku. yang katanya mengalir dan enak dibaca. dia terus bertanya ini itu kalau aku nggak menulis. Indie, pembaca setia blog-ku yang pertama. aku baru menyadari kalau ternyata sangat menyenangkan jika ada orang yang mengetahui apa yang kita pikirkan, lalu kemudian memberikan tanggapan. rasanya seperti sedang meletakkan sepiring makanan yang resepnya dibuat sendiri, lalu banyak yang mencicipi dan bilang enak!
*kalaupun nggak enak, jangan bilang yaaa...*

Thom, asistenku waktu aku bekerja di radio selalu mengingatkanku untuk menulis tiap kali aku bilang kalau di kepalaku ada banyak sekali yang berjejalan. kalau tiga-empat tahun yang lalu aku masih menyimpan semuanya di dalam laptop, nggak mengeluarkannya sama sekali. kini aku memasang pikiran-pikiranku disini, pertanyaanku, kegelisahan, pengalaman, kegembiraan bahkan kesedihanku.
aku berterima kasih pada siapapun dia, yang memulai weblog, yang memulai perubahan dengan memberi kesempatan pada orang-orang sepertiku, yang pengetahuan internetnya terbatas, untuk bisa mengekspresikan apa yang dipikirkannya. yang dirasakannya.

aku belum pernah bilang sama Balawan kalau sekali, waktu dia memainkan Mainz in My Mind di panggung, aku melihatnya seperti lenyap dalam alunan gitarnya. dia seperti membeku, memeluk gitar sendiri, sementara ruangan, orang yang lalu lalang, jalanan, pohon-pohon dan kota di sekitar tempatnya menjadi kelebatan bayangan yang samar. kesepian yang pernah sangat aku pahami.

Monday, March 20, 2006

the dream

I couldn't forget it. I couldn't get you out of my head
The sound of his music and the flashes of your smile spinning in my mind
Your lips, and how you closed your eyes
Wandering in the pages of the book I read

The sensation that turn me on
The warm feeling that you gave when you look at me
from across the table
I wish I could soothe the feeling with his song
The emptiness you left. The hope of your coming

And I blame you for that
I blame you for every dream I had within these three days


*with Mainz on My Mind playing*

Sunday, March 19, 2006

akar, diaspora dan ubur-ubur

Yudi Ahmad Tajudin, sutradara Teater Garasi datang ke Bali untuk pertunjukan kolaborasi karya seorang sutradara Italia yang dipentaskan di Pura Dalem Batuan di Sukawati. pertunjukan itu sendiri tidak hanya melibatkan seniman-seniman di Batuan, tetapi juga penampil dari seluruh dunia. aku menerima sms-nya siang itu.

Ina, ini Ogleng. Kamu masih di Bali? Aku baru nyampe Ngurah Rai
15.19
15.03.2006

sementara hari itu aku punya pertunjukan Harri Stojka di galeri dan nggak mungkin kabur gitu aja ke Batuan. akhirnya disepakati kalau kami akan bertemu di Komaneka setelah dia selesai di Batuan.
malamnya, kami bertemu dan dalam suasana yang campur aduk kami memutuskan ke Flava Lounge menemui beberapa teman yang sudah datang terlebih dahulu, lalu mulai bercakap-cakap. dia bilang kalau dia datang untuk beristirahat sebelum memulai kerja yang lain. dia ingin menemukan damai disini. di Ubud tempat waktu berhenti.

aku nggak ingat kapan terakhir kali aku ngobrol lama dengan mas Yudi. rasanya udah lama sekali, atau bahkan memang nggak pernah. aku hanya ketemu dengannya dalam beberapa peristiwa. sebagian besar karena pentas Garasi. sebagian yang lagi karena berbagai acara dan selalu terkait dengan pekerjaan. sekali, pernah aku bicara lama dengannya di telepon, waktu aku sedang sedih dan patah hati. yang sampai sekarang juga aku nggak paham kenapa waktu itu memilih curhat padanya.

kami bicara tentang berbagai macam hal. dan semuanya lalu bermuara pada kesendirian. pada bagaimana selama ini masing-masing kami menjalani hidup. aku kesulitan untuk menulis ulang apa-apa saja yang kami bicarakan selama dua malam dan satu hari itu. karena percakapan yang terjadi susul menyusul satu sama lain. berawal dan berujung pada pertanyaan. kami sama-sama sepakat bahwa masing-masing kami tidak punya akar. kehilangan kemampuan untuk berpegang pada hanya satu tanah, satu tempat, satu alasan. bahwa apa yang aku percayai, misalnya adalah sesuatu untuk bisa memberiku pijakan, memberiku arah. tapi aku nggak akan pernah bisa benar-benar terhubung dengan sebuah tempat dengan sekelompok orang. setidaknya untuk saat ini.

aku bilang kalau aku mungkin ubur-ubur. yang mengambang dan nggak pernah lekat pada sesuatu, kalaupun itu yang menjadi ukuran akar. Casper (belakangan waktu aku bercerita padanya) bilang kalau ubur-ubur itu bukan tanaman, jadi ini soal lain. mas Yudi bilang kalau aku ini semacam diaspora, yang melayang bersama angin. sementara dia lebih memilih untuk jadi komuter. menetap di suatu tempat saja, lalu terus menerus melakukan perjalanan ulang alik. hal terbaik dari orang yang (saat ini) tak berakar sepertiku adalah aku selalu punya perspektif sebagai orang luar. sehingga seringkali bisa melihat semuanya dengan lebih jernih. aku nggak punya pembelaan mati-matian yang heroik atas segala sesuatu. karena hidup selalu berubah. dan jalannya, meski ada pengulangan disana sini, adalah seperti spiral, yang melingkar dan berevolusi.

aku berpisah dengan mas Yudi selepas tengah malam pada jam-jam terakhirnya berada di Ubud. dia akan berangkat ke bandara pada jam 4.00 untuk naik pesawat yang bertolak pada pukul 06.05. dua sms-nya aku terima di pagi hari, sebelum -dengan mata melebar dan wajah yang pucat karena kurang tidur, aku berangkat ke Komaneka untuk sarapan pagi dengan Gundi Lamprecht.

aku gagal untuk tetap terjaga. tapi berhasil bangun pada saatnya. dan tersenyum membaca cerita tentang hubungan yang diharapkan terjalin lewat sejumput mie yang tak juga masak pada saatnya.
03.00
17.03.2006

aku pulang. terima kasih atas seluruh percakapan yang kau curi dari dirimu yang mengambang dalam dunia kecil yang tenang bernama ubud ini. sampai waktu yang lain, dunia yang lain.
03.08
17.03.2006

Saturday, March 11, 2006

sate tentara

sate apa yang kamu suka? sate kambing? sate ayam? sate sapi? nama-nama sate itu menunjukkan dari daging apa sate yeng bersangkutan dibuat. lalu, bagaimana dengan sate tentara?

letaknya di kompleks tentara di kawasan sudirman, denpasar. plang di depan warung sate itu berbunyi: Warung Muslimin. Sate dan Gulai. that's all. ngggak ada keterangan daging apa yang disajikan. warung itu pada akhirnya dikenal sebagai warung sate tentara. dan beginilah versi WM dan Toni tentang warung sate itu.

dagingnya? daging tentara. terbukti karena nggak ada lemaknya sama sekali! pasti waktu belum jadi sate semuanya pada rajin berolahraga. darimana mereka berasal? dari mana aja. daerah konflik di seluruh Indonesia bisa jadi tempat daging-daging itu berasal. dan hanya yang tekun berlatih, lari-lari, lintas alam dan lain sebagainya yang akan cepat dijadikan bahan untuk bikin sate. tentara yang rajin berolahraga, dagingnya akan susah dikunyah, penuh urat. dan demikianlah sate tentara ini. rasanya? untuk ukuran (daging) tentara... boleh juga!

jadi kalo sekali waktu makan di sate tentara, dilihat aja itu tentara-tentara yang ngumpul di depan warung sate. kalo ada yang paling berotot dan nggak banyak lemaknya, mungkin besok dia udah nggak keliatan lagi. ihihihihi...

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...