dia mengulurkan amplop putih panjang berisi lembaran-lembaran uang yang baru diterimanya tadi siang dengan agak kikuk. seumur hidupnya, belum pernah ia memberikan uang dengan gaya resmi seperti ini. amplop putih itu adalah pelindungnya dari tatapan ingin tahu, berapa lembar uang yang bisa dia bawa pulang ke rumah hari raya tahun ini. jumlah yang membuatnya kecewa. tapi amplop putih itu juga membuatnya canggung, ini seperti bukan pada ibunya, membayar uang kos pun tidak pernah dilakukannya dengan bantuan amplop putih seperti sekarang ini.
"maaf bu, aku cuma punya segini"
"tak apa, nak... yang penting kamu pulang, ibu sudah senang. terima kasih" ibunya membalas dengan mata berkaca-kaca.
ucapan terima kasih dari ibunya membuatnya makin sedih...
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Friday, October 20, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
3 comments:
DIA itu siyapa?
mau tau aja, ben...
Sesungguhnya dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. segalanya seperti sebuah kesalahan yang tak henti. semakin semua ditutupi, semakin besar pula rasa bersalah itu. rasanya semua selalu kurang, entah apa yang salah, entah di mana yang salah.
Sayup-sayup terdengar suara adzan. Dia teriris mendengarnya.
Post a Comment