beberapa diantara teman-teman yang membaca blog ini mungkin sempat melihat pesan-pesan yang masuk ke shoutbox. ada blogwalker yang bercerita adiknya, seorang perempuan Jawa yang pergi berlibur ke Bali bersama suaminya, seorang kulit putih, merasa dilihat seperti perempuan murahan, alias pekerja seks, alias perempuan serba bisa diapa-apain.
aku harap jawabanku pada blogwalker itu cukup netral dan tidak memihak. sejujurnya, stigma yang ditempelkan pada pandangan yang nggak enak itu berkali-kali kualami selama tinggal di Bali. tidak sering, tapi cukup mengganggu. anggapan umum yang berlaku adalah: perempuan Jawa, berkulit gelap, datang ke Bali untuk mengejar laki-laki kulit putih supaya nasibnya jadi lebih baik. ada tiga dasar yang dipakai untuk anggapan ini. pertama, karena yang berkulit gelap lebih eksotis dan lebih disukai pria-pria kulit putih. kedua, karena perempuan Jawa lebih agresif. dan ketiga, karena pria-pria kulit putih punya uang lebih banyak.
karena itulah, selama tinggal di Bali, aku berusaha keras menjaga supaya kulitku tidak jadi cokelat gelap. dalam cuaca Bali yang panas menyengat aku selalu memakai jaket, sarung tangan dan segala perlengkapan penutup tubuh kalau keluar rumah. aku tidak mau dipandang dengan cap yang buruk itu. disisi lain, ada pria-pria kulit putih yang ganteng tapi menganggap lalu lintas di Indonesia terlalu membahayakan keselamatan jiwa kalau mereka memaksa menyetir di sini. mereka biasanya naik sepeda kemana-mana, dan bikin para pemburu bule mencoret mereka dari daftar buruan. karena hanya mereka yang nggak punya duit yang keringetan naik sepeda. mungkin begitu mikirnya.
tapi toh stigma tetap stigma. diberlakukan umum tanpa batasan. walaupun kerjaku resminya selama matahari terbit, chatting dan ngejunk di komputer, menemui orang-orang yang mau mendengarkan bualan setinggi langit tentang seni dan kebudayaan Indonesia, melihat-lihat sawah dan menghitung pohon kelapa, serta mendownload lagu... dan bukannya menyanyi di kafe atau menari striptease, tapi tetap saja stigma itu tak bisa kuelakkan. penjelasan sepanjang apapun seringkali nggak cukup untuk menghapus stigma yang terlanjur melekat.
ada sejumlah kejadian (yang tidak perlu kuceritakan disini) yang kualami selama aku tinggal di Bali. salah satu diantara kejadian itu begitu menyakitkan sampai aku sempat berniat mengirimkan sepasukan ninja terlatih yang dipersenjatai jarum beracun dan samurai tajam mengkilat untuk menghabisi orang yang jahat itu. tapi orang itu beruntung dan kayaknya masih hidup sampai sekarang. aku bahkan membatalkan rencana untuk menggunakan Pedang Setan untuk menebas lehernya.
*minum tonik peredam kemarahan*
nah, tadi malam aku, Kelly dan Scott ngopi sama Joely sebelum dia berangkat ke bandara untuk pulang ke San Francisco. persis pada saat latte-nya Joel habis, sopir yang akan mengantarkannya datang. karena Scott dan Kelly adalah langganannya juga, jadi dia turun dari mobil untuk menyapa mereka. Joel lalu memperkenalkan aku pada sopir itu.
"Halo, saya Ina" kataku sambil mengulurkan tangan.
"Saya Gede" dia tersenyum padaku. aku balas tersenyum. lalu dia bertanya
"Dari Jawa ya?" aku tersenyum lagi padanya, lalu menjawab
"Iya, saya dari Malang"
tiba-tiba Kelly mencampuri percakapan kami dan bilang
"Ina disini kerjanya cuma cari bule saja" aku, Scott dan Joel tertawa mendengar si kepala suku bule gondrong angkat bicara. itulah akhir percakapanku dengan Gede. he got all of the answers he needed.
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Tuesday, April 03, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
11 comments:
nyari bule buat diapain na
aku kebacanya tadi "blue hunter" hihihihi.
Ah enggak juga deh. Kalau ada Perempuan Indonesia jalan dekat-dekat Lelaki bule, saya gak pernah tuh menganggap remeh Perempuan itu.
Saya malah biasanya melototin Bulenya: "Sialan, jatah gue mau diserobot orang nih..."
Huihihi...
hai mb.ina!
ne aq adiknya silas(ingt ga ya???)
duuuh,,,jhtnya pmikiran mreka ttg prmpuan jawa:< jd nelangsa
ZZ lg nieh.
Ah kagak, zz si ga liat orgnya bule ato kagak cuma kliknya aja>Cuma berhubung yg klik tuh bermata biru, berhati baik, hobi njawab pertanyaanku, tinggi badannya tanpa lemak ...yaaa mo gimana lagi.
Apalagi yg pake sepeda ..waddddddu gimana gitu rasanya ihihihi.
Kayaknya abis lulus ke Bali aja hohohohoho.Trims krn memberi aku ilham hohoho.
Eh mbak Ina, apa bedanya dirimu dengan mereka2 yang memutihkan kulit agar dicap cantik?
Emang stereotype itu ampe para cewe Jawa dikasarai ya?
Wah, Jeng, di sini nggak jauh beda (buat beberapa orang picik). Tali pertemanan Micha dengan seseorang nyaris putus karena cowok sang teman ini nggak suka aku yang orang Asia.
Masalahnya sepele, istrinya (sedang dalam proses cerai) orang Thailand, matre, morotin duit dia, gak berpendidikan, dan nggak mau belajar Bahasa Jerman sama sekali. Dia pun berpikir bahwa wanita Asia di mana pun sama saja: matre, malas (nggak mau kerja) dan bodoh.
Micha sampai berantem sama temannya itu karena cap yang aku terima dari cowok itu.
Tapi untungnya, orang-orang yang di sekitarku, tahu betul bahwa aku bukan seperti stereotip yang ada tentang cewek Asia.
Cuma ya harus tahan emosi aja dan pasang muka tembok saat beberapa orang picik di jalan menggoda bahkan sampai nyaris ke fisik.
Oh iya, Micha bilang ke temannya itu, cowok kamu yang tolol, nggak bisa nyari istri yang benar!
Hihihi...
Berang-berang berkata : NAK JAWE YAW! hahahahaha aduh pengen ngapel lagi ke Ubud...
nggak juga
Jeng Ayu udah dapat berapa bule?
*log out*
Sad but true, tapi emang bener banget yang Jeng Ina omongin. Aku pernah meeting di Bali, dan jalan ke beberapa tempat bersama bule-bule penanam saham itu, dan ya begitulah...beberapa pertanyaan miring didapat dari orang sana, padahal aku ga item2 amat juga ya?. *Bantu jeng Ina pake golok kabuyutan*
Gitu yah sampe dikasarinya.
Waduuh , saya memang kurang pergaulan.
Mohon maaf nggih mbak Joan, karena mungkin keburuk rupaanku , aku mah nggak pernah dikasari padahal asli kulitku hitam gosong.
( Xpresi mata menerawang) tapi ada sih 1x agak dihina walau bisa dianggap penghargaan juga.
Dapat nomer kamar calon profesor oleh profesor chairman lembaganya yg sebelume melihat aku gimana tp abis tu melihatku dengan penuh kepercayaan..wihihihi.Mau kabur keburu si bule nongol ya udah say hi abis tuh hiaaa ..hiaaaaaaaa pokoke kalo ketemu lagi harus udah postdoc minimal.
yg pasti si calon profesor bilang tu bos emang agak iseng tp no harms done ..wakaka .
zz
Post a Comment