Friday, October 02, 2009

yang tumpul tanpa hati

dalam benak sejumlah reporter dan pembaca berita di TV, rupanya terinstall sebuah layar teleprompter yang lebih kurang bentuknya seperti layar komputer yang dijalankan dengan DOS. setiap kali ia melaporkan suatu kejadian dan harus ngarang, layar itu akan muncul dan memandunya berbicara. sayangnya, teleprompter itu sudah kuno, terlalu usang, maka tak heran, pertanyaan yang keluar dari mulut sejumlah reporter dan pembaca berita di TV yang sedang kubahas ini, terdengar nggak pantas dan nyata-nyata tolol.

"bagaimana perasaan Bapak setelah mengetahui anak Bapak meninggal dalam gempa ini, Pak?"
"bagaimana perasaan Bapak karena tidak mendampingi anak Bapak saat gempa terjadi?"
"apakah para orangtua murid yang sedang menunggu kepastian berita mengenai anak mereka yang tertimbun puing-puing terlihat cemas, begitu?"
"bagaimana jika ternyata keadaan berkata lain dan anak Bapak tidak berhasil diselamatkan dari reruntuhan?"

dalam teleprompter otak mereka yang dangkal dan tumpul, dalam hati mereka yang tak punya rasa, para reporter dan pembaca berita ini rupanya mengajukan pertanyaan dengan jawaban berganda dan pilihannya kira-kira begini:
a. yagitudeh...
b. sedih, tapi saya sudah pasrah, ini semua kehendak Allah
c. biasa aja, sih. ini juga kalo istri saya gak ngotot kesini, mendingan saya tidur di rumah.
d. kalo memang meninggal, itu berarti kesempatan buat saya bikin anak lagi.
e. saya sih agak berdebar-debar karena habis ini pasti banyak bantuan datang
f. semua jawaban benar

bahkan ketika yang diwawancarainya sudah tersedu-sedu berlinang air mata, rentetan pertanyaan itu tak kunjung berhenti. seolah tangis hanya sekedar jeda iklan. pertanyaan dialihkan sebentar pada orang di sebelahnya, lalu ketika tangis narasumber yang dimaksud sudah reda, mic segera diacungkan lagi pada yang bersangkutan dan pertanyaan berikutnya segera terlontar.

media kita, terutama yang bersikeras menyebut dirinya media berita meskipun melaporkan hal-hal serius dengan gaya infotainment dan drama sinetron, benar-benar memerlukan pasokan baru reporter dan pembaca berita dengan kemampuan otak yang lebih baik.

3 comments:

M. Lim said...

like they say, bad news is GOOODDD news

Anonymous said...

Another saying Holds true here

english language school

There is no such thing as Bad News.

Lia SIRAIT said...

- Hal yang sama yang menyentuh hati saya ketika menonton berita di televisi adalah ketika si "pemegang kendali" (baca: news anchor) tidak mampu mengendalikan "kuda"nya dengan baik.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...