Wednesday, June 24, 2009

tentang 'x' dan 'nya'

kalau membahas soal bahasa yang dipakai saat ber-sms ria, aku merasa aku sudah tuwa. sebegitu tuwanya sehingga aku nggak sanggup ngikutin gaya abegeh yang nulis sms dengan serba singkatan-serba konsonan yang hanya bisa dijelaskan oleh Tuhan dan tukang bajaj. seperti kita ketahui bersama, tukang bajaj dan Tuhan punya hubungan saling mengerti yang sangat spesial. akhir-akhir ini, para penulis sms serba singkatan-serba konsonan juga kebagian hak istimewa itu.

aku juga nggak bisa kirim sms dengan huruf dan angka dicampur aduk jadi satu. aku harus pinjem agregator bahasa abegeh-nya Heri biar bisa nangkap maksud smsnya apaan. maklum, aku termasuk orang yang lebih rela nulis sms sampe lebih dari 160 karakter kalo emang mau menjelaskan agak panjang dikit supaya yang baca ngerti maksudku. jadi yang aku singkat ya cuma yang biasa aja. yang gini-gini. yang semua orang dari ujung Sabang sampai ujung Merauke paham.

yg
sy
dst.

nggak jarang aku nggak bales sms karena sepanjang 160 karakter itu, 68% isinya cuma singkatan-singkatan aja. males banget harus mengira-ngira apa yang sebenernya mau diomongin. apalagi kalo sms itu sebenarnya untuk minta tolong.

kemarin baru teringat buat tanya ke Kampung Gajah. dari mana logika 'nya' bisa diganti dengan 'x' setahuku, 'x' itu ya dibaca [eks] atau [kali]. tapi kok sekonyong-konyong jadi 'nya'?

seperti:
misalx dibaca misalnya
dirix dibaca dirinya
matax dibaca matanya

doh!

sampai hari ini nggak ada yang bisa menjelaskan dengan jelas. bahkan meskipun Dodi berusaha memaparkannya secara kronologis-etimologi (tentu saja dengan cara yang sama meyakinkannya dengan kasus Cagkarta), aku masih belum menemukan penjelasan, dari mana logikanya. jadi kalo ada yang tahu dengan jelas riwayat etimologi dan semiotiknya, tolong kasih komentar di sini, yah!

sementara itu, di facebook, Puja cerita kalau suatu hari temannya berhari-hari berpikir keras tentang arti sms yang diterimanya. "ri ru lez, ru li sa"
bukan, ini bukan singkatan dalam bahasa Spanyol, jadi nggak ada hubungannya dengan Ruis dan Gonzales. usut punya usut, dan setelah Ferro salah mengartikan dengan "Sori baru bales. Baru lihat, Sa" (dengan asumsi bahwa yang dikirimi sms namanya Lisa)
yang bener ternyata adalah "Sori baru bales. Baru beli pulsa"

*pingsan*

Saturday, June 20, 2009

those long lost and gone



saat melihat gambar di atas, apa yang terbersit dalam pikiranmu?
gambar kuno? Bali di masa lalu? atau barangkali UU APP.

gambar ini aku ambil dari buku Miguel Covarrubias yang judulnya "Island of Bali", yang pertama kali terbit pada tahun 1937. kira-kira 72 tahun yang lalu. dan hebatnya, sampai hari ini, buku tersebut masih jadi rujukan untuk banyak hal yang ingin diketahui orang mengenai Bali. mulai dari cara berpikir orang-orangnya, kebiasaannya, budaya dan kepercayaannya, cara hidupnya, sampai dengan berbagai mitos yang hidup dan berkembang dalam hidup mereka.

terdapat pula sebuah film dengan judul sama, yang pengambilan gambarnya dilakukan pada saat yang bersamaan dengan saat riset penulisan buku ini dimulai. itulah sebabnya, foto-foto yang ada dalam buku ini merupakan fragmen yang diambil dari film tersebut.

beberapa hari yang lalu aku menonton filmnya, dan aku seperti sedang terbius pada keindahan masa lalu, mata penuh rasa ingin tahu, dan gairah yang mendalam akan cara hidup dan kebudayaan yang dimiliki sekelompok orang yang paling berbakat, paling halus pekerjaan tangannya, paling terbuka sikapnya, sekaligus paling sulit untuk diduga. kesemuanya seolah abadi, dan hadir menjelma selama 90 menit itu.

hal pertama yang aku sadari saat melihat film itu adalah cara hidup yang sophisticated. setiap bagian dari cara hidup itu bersinggungan dengan kesenian dan kebudayaan. mulai dari cara berpakaian, memasak, berkumpul, mengadakan upacara, berbagai kegiatan kesenian, bahkan dari gerak-gerik tangan pendeta Shiwa pada saat memimpin upacara. tentu saja di sana-sini bisa ditemui perempuan-perempuan bertelanjang dada. lalu seseorang berbisik di telingaku:

"waktu itu, angka perkosaan tinggi nggak ya?"

hmmm...
aku pikir nggak. justru rasanya pada saat itu, tubuh adalah sebuah cara untuk mengekspresikan diri, dan dipandang biasa. tidak ada yang ditutupi, semua serba biasa. rumah-rumah Bali pada masa itu terdiri dari paviliun-paviliun yang bahkan tak berdinding! tentu hal ini akan menimbulkan kegemparan luar biasa kalau diterapkan sekarang. perempuan bertelanjang dada ke mana-mana, maksudku.

aku juga melihat gairah yang luar biasa dalam melakukan upacara, membuat sesajen, serta utamanya, bermain gamelan dan menari.
tuntutan hidup yang belum segila sekarang, rasio jumlah tanah dan sumberdaya yang tersedia dengan jumlah penduduk pada masa itu tentu menyumbang banyak pada kenyataan ini. pada saat memainkan gamelan dan menari, dari layar hitam putih yang menampilkan gambar hitam putih itu, aku bisa melihat energi luar biasa yang dipancarkan setiap gerak tangan, gelengan kepala, liukan tubuh dan lirikan mata.

lalu, apa yang membuatku tertegun begitu lama?



saat kepalaku mulai membandingkan gambar-gambar hitam putih yang aku lihat di layar, dengan hal-hal yang aku temukan dalam hidup sehari-hari.

benar, aku memang merasa kalau aku telah hidup di masa modern. dengan berbagai hasil teknologi yang setiap harinya aku pergunakan dalam kehidupan. dan dibandingkan dengan orang-orang yang terekam dalam gambar itu, aku merasa hidupku berlipat-lipat lebih nyaman.
aku tinggal dalam sebuah rumah lengkap dengan dinding tembok bata dan atap yang memastikan aku tidak kedinginan atau kepanasan. dengan segala hal yang ada dalam jangkauan. lampu yang tidak membuat mukaku panas menghitam, kendaraan bermotor sehingga aku tidak perlu berjalan kaki kesana-kemari. makanan yang tidak perlu kutanam, kutumbuhkan dan kurawat sebelum dimasak; memasak pun kadang tak perlu. segala kemudahan, segala kecepatan, segala kesempuraan dari apa yang mereka miliki.

tapi dari semua kelebihan itu, aku juga menyadari bahwa nyaris tidak ada yang berubah dalam bentuk. pakaian yang dipakai dalam berbagai upacara tetaplah sama, begitupun pakaian menari. bentuk sesajen juga persis, meskipun jenis buahnya berbeda. lalu hiasan yang dipasang di rumah-rumah saat ada upacara khusus juga sama saja. dalam banyak hal, aku merasa bahwa pulau ini membeku. waktu yang bergerak dengan kepastian dan terus melaju seolah hanya meninggalkan jejak mendalam yang tak kentara dari lapisan luar yang terjaga. hutan beton yang menggantikan rimbun pohon, sunga kotor dan udara yang menyesakkan nafas, serta wajah-wajah kuyu orang-orang miskin yang tampak begitu sengsara tanpa senyum dan tanpa gairah hidup. bahkan energi yang meluap-luap itu pun seolah sirna dari permainan gamelan dan tarian.

jika Covarrubias kembali ke Bali, ia mungkin akan sangat kehilangan karena trenggiling, satu-satunya hewan liar yang muncul beberapa kali dalam filmnya, tidak bisa dengan mudah ia jumpai lagi.

Tuesday, June 16, 2009

55555




Mahén (33) mengaku baru sekali ini dibuatkan pesta kejutan ulang tahun. Ia juga merasa lebih senang karena pesta ini dibuat dengan menyertakan keluarga intinya, serta sejumlah anggota keluarga besarnya, dalam perencanaan dan persiapan acaranya.

"Tanteku bilang 'kok masih ada sih, jaman sekarang, yang temenan sampe kayak gitu?" katanya menceritakan komentar tantenya, yang lahir dan besar di Jakarta, dan tahu pasti bagaimana situasi pergaulan masa kini, yang semakin lama justru semakin individual. Setiap orang sudah terlalu disibukkan dengan kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga waktu untuk berkumpul dan bersosialisasi semakin berkurang.

"Aku sendiri lebih senang karena acaranya dibikin di rumah, jadi semua datang ke rumahku, suasananya menyenangkan, dan proper. Ada makanan, ada kue, kejutannya berhasil..." proper buat Mahén yang tergila-gila pada detail adalah sesuatu yang sangat penting. Semua harus pantas dan sesuai pada tempatnya. "Lagian, aku udah ninggalin rumah lebih dari 10 tahun. Acara kemarin bikin keluargaku bisa kenal juga sama teman-temanku. Kalo dulu 'kan mereka kenal karena aku masih tinggal di rumah, sekarang nggak. Dan kesempatan kayak gini aku pikir bagus, supaya mereka juga lebih kenal aku"

"Dan kalian berkomplot dengan orang yang tepat. Yang paling jago kalo disuruh nipu aku itu ya, ibuku" kata Mahén lagi sambil tertawa, mengetahui bahwa kedua orang tuanya telah mengetahui rencana kejutan itu sejak dua minggu sebelumnya.

Dalam acara tersebut, misalnya... ada Lea dan Indra yang menyempatkan diri untuk datang dari Jakarta, lalu kembali lagi ke Jakarta setelah acaranya selesai.
"Aku udah nggak ketemu Friedo sekitar setengah tahun sebelum dia datang ke rumah pas ulang tahunku itu" kata Mahén menambahkan. "Tapi kenapa orang-orang tua pada seneng ngerjain aku ya?" tambahnya mengomentari pesan facebook dari Bundanya Abi yang menyayangkan kenapa dia tidak diajak ikut serta mengagetkan Mahén tengah malam itu, atau ayahnya Ari yang buru-buru mengirim pesan dan menanyakan "Bagaimana, apa kejutannya berhasil?"

Hidup sendiri, individualistis, adalah ciri umum masyarakat perkotaan masa kini. Hampir sudah tidak ada lagi waktu untuk bersosialisasi. Namun kemudian, teknologi bisa menjadi jembatan penghubung antara mereka yang sebelumnya hidup sendiri dan individualistis, sehingga menemukan kembali naluri untuk bergaul, berkumpul, berkelompok, berbincang, bahkan berjodoh dan bereproduksi (dalam pengertian ilmiah).

Teknologi itu, Internet, melalui email dan fasilitas mailing list kemudian menumbuhkan berbagai komunitas yang dipersatukan oleh minat yang sama, tujuan yang sama, kegemaran yang sama, atau bahkan dipersatukan tanpa sebuah kesamaan, seperti ID-GMAIL. Tahun ini, komunitas tanpa bentuk itu berusia 5 tahun. Dan sebuah kesamaan dirumuskan. Sama-sama ingin mencapai jumlah email 55.555 dalam 30 hari.

Absurd? Memang.

Tapi hal-hal absurd semacam inilah yang ternyata mempersatukan ratusan membernya. Seperti halnya keyakinan buta kalau Oom Ganteng adalah admin milis di seluruh dunia, Jim sudah selesai mendownload internet, Hengky senang dandan dan bawa-bawa kecrekan, Naif adalah rocker merangkap pemimpin tertinggi front tertentu di seluruh dunia, Koh Fahmi sudah beredar sejak masa dinosaurus (bahkan bikin manual cara mengendarai dino dengan baik dan benar), Oom Husni menyandang gelar PhD bidang tata boga, serta Abang Emil masih belum lulus... eh, yang ini bukan mitos, sih.

Dan demikianlah, melalui berbagai hal absurd dan ketidaksamaan yang mempersatukan ini, Kampung Gajah melewati lima tahun yang penuh suka, duka, canda, tawa, air mata, dengan dua tahun diantaranya dibayangi skandal komentar sepakbola berujung futsal antara Tonyer dan Eka yang sampai kini belum mencapai kata putus. Iyah, mereka masih nyambung.

Maka Mahén bertemu kekasihnya, juga Deden, Surur, Tukang Kiridit dan ponakannya, Nenda dan Adit (nungging, woy!) yang memberinya kejutan ulang tahun, Tub dan Blub menikah lalu lahirlah Lana, Henny kesulitan menjelaskan kepada murid-muridnya bahwa kedua frasa tembok dicat dan tembok di cat sama-sama valid, Pak Jambul Uwanen mendadak jadi profesor, Rara dan Weslie bersatu padu menghasilkan foto-foto blur dan gelap, Enda disinyalir memiliki dada berbulu dan Anom disadarkan kenyataan bahwa semua fantasinya tentang Andromeda sia-sia belaka. Tenang Nom, masih ada Herman.

Lalu dari Madiun, Bunda Endhoot yang tiap hari menyantap Sego Pecel meledek Pakerte yang sampai sekarang tak juga minum panadol: "Kopdar Akbar adalah Hoax"

Happy Birthday, ID-GMAIL

Wednesday, June 10, 2009

benar-benar celaka



membaca Jakarta Post hari ini dan terheran-heran sendiri dengan judul berita dan artikel yang bilang kalau Miss Indonesia akan belajar Bahasa Indonesia dan kebudayaan Indonesia.
he? memangnya yang terpilih orang mana?

ternyata Karenina Sunny Halim ini berdarah campuran Indonesia dan Amerika. meskipun tinggal di Jakarta dan adalah warga negara Indonesia, sehari-harinya dia selalu menggunakan Bahasa Inggris. Dan karena tidak sekolah secara formal, jarang pergi ke luar rumah dan bersosialisasi sehingga pengetahuan dan kemampuannya dalam bidang bahasa dan kebudayaan Indonesia kurang, tidak terlatih. begitu alasannya. pikir sendiri deh, aku membacanya dengan perasaan pengen mencibir sambil menertawakan sekaligus.

setidaknya itu kesimpulan menggelikan yang aku dapat dari artikel di koran yang sama, juga pernyataan dari saudaranya yang dikutip dalam artikel tersebut. lebih ironis lagi, dalam acara penjurian sang finalis Miss Indonesia harus dibantu oleh penerjemah untuk memahami pertanyaan yang dilontarkan oleh para juri dalam Bahasa Indonesia. *tepok jidat*
eh, situ oke?

lalu setelah semua itu, dia masih terpilih, mewakili Indonesia dan menyematkan gelar dengan nama Indonesia di belakang namanya. benar-benar konyol.

memang kemampuan berbahasa Inggris itu penting. tapi aku pikir kekonyolan pemilihan Miss Indonesia kali ini melebihi pemilihan sejenis yang pernah terjadi sebelumnya. nggak bisa berbahasa Inggris dengan baik di ajang internasional (misalnya dengan menyebut Indonesia sebagai a beautiful city) itu memang terdengar bodoh.
tapi dalam sebuah acara di Indonesia, yang memilih orang Indonesia, untuk mewakili Indonesia, lalu yang terpilih adalah orang yang TIDAK bisa berbahasa Indonesia dan tidak memahami kebudayaan Indonesia?
kebacut, kata orang Jawa. benar-benar celaka.

lagian, kalo Karenina ini setengah berdarah Amerika lalu jadi pintar berbahasa Inggris, apa hebatnya? aku tidak melihat ada keanehan di situ. sama seperti anak-anak TK di Paris yang lancar berbahasa Prancis, atau remaja-remaja Brazil yang jago ngomong Portugis. biasa aja.

dan aku jadi bertanya-tanya, apa diantara dua ratusan juta penduduk Indonesia sudah nggak ada perempuan lain yang lebih pantas?

pasti ada banyak. cuma mungkin mata juri-jurinya terlalu silau sama segala hal yang (seolah-olah) berbau internasional. (seolah-olah) maju, (seolah-olah) modern. sehingga harus menggadaikan nilai-nilai lokal yang luhur dengan segala atribut impor, didatangkan langsung dalam keadaan segar siap disantap. sehingga orang yang terpilih semakin mengukuhkan fakta bahwa sampai saat ini, bangsa ini masih dijajah. dan belum punya jatidiri.

Monday, June 08, 2009

routine

kalau kamu merasa hari-harimu selalu berjalan menuruti rutinitas yang selalu sama, aku rasa kamu salah besar. mungkin kamu cuma kurang memberi ruang pada rasa peka dalam hatimu, untuk mengamati setiap detil kecil yang terjadi di sekelilingmu, yang membuat setiap hari tidak sama, meskipun seolah-olah tak ada yang berubah.



memang benar kalau kamu melewati lorong yang sama, jalan yang sama, deretan toko yang sama setiap hari, tapi adakah kamu memperhatikan kalau angin hari ini berhembus tak sekencang kemarin? kalau tak ada bentuk awan di langit yang lebih biru daripada biasanya, karena terbebas dari cengkeraman awan mendung yang gemuk padat menggelembung, kalau ternyata kamu tak lagi melaju di belakang mobil pengangkut tabung gas 3kg yang warnanya hijau pupus hanya karena kamu keluar rumah 10 menit lebih pagi?

kalau kamu mau mengamati lebih lanjut, tentu tanpa melamun, tanpa kehilangan arah kemudi, kamu bisa melayangkan pandang pada deretan pemandangan yang kamu lewati sepanjang perjalanan. anak-anak berseragam sekolah yang main bola di lapangan, mobil baru yang dikendarai dengan canggung, perempuan tua yang terbungkuk-bungkuk menyapu halaman sebuah rumah, panas matahari yang membakar punggung telapak yang tidak dibalut sarung tangan...

mungkin juga hal-hal yang kamu lihat menimbulkan berbagai pertanyaan.
bagaimana rasa makanan di warung yang pemiliknya begitu percaya diri mengecat pagar dengan warna merah fanta, dan mengecat dinding dengan warna ungu? kenapa dia mengecatnya dengan warna seaneh itu, yang bahkan mengurangi selera untuk memasuki warungnya. atau apa yang menyebabkan seorang laki-laki berperut buncit menaikkan kausnya sehingga seisi jalan raya bisa melihat kulit perutnya yang membulat? sejak kapan ada lubang di jalan depan toko itu? kenapa tak seorang pun berpikir untuk memperbaikinya? kenapa pohon-pohon peneduh jalan semakin menghilang, makin jarang dan sulit ditemui? kenapa, betapapun kamu berusaha bangun lebih pagi, pada akhirnya kamu selalu berkejaran dengan waktu karena sudah nyaris terlambat?


jika memang pada akhirnya kamu masih memutuskan kalau hidupmu rutin, selalu sama dan amat sangat menjemukan, mungkin ada baiknya kalau kamu mulai melakukan hal berbeda, dan merasakan perbedaan itu merasuki dirimu, memberi kesegaran dan memberi kesempatan udara yang hangat berhembus mengganti kekosongan yang majal, himpitan yang mendesak dan kadang nyaris tak terelakkan? mungkin kita cuma perlu memberi sedikit arti pada hari, membagi sesuatu pada orang lain, sehingga apa yang kita miliki, jadi lebih bermakna karena bisa dilipatgandakan. yang entah kenapa, akan membuat kita merasa lebih baik.

Saturday, June 06, 2009

kram otak

setelah yoga, lalu facebook dan kini acara sulap di televisi.

dan setiap kali ada berita semacam ini, aku segera mencari artikelnya, berharap bisa mendapatkan penjelasan yang dapat diterima dengan akal sehat yang bebas zat kimiawi (terutama msg), lalu setelah itu jadi kecewa berat. semua penjelasan yang aku baca hanya membuatku semakin bertanya-tanya apakah mereka serius, atau sedang bercanda. barangkali sudah lama tidak mengecek penanggalan, jadi nggak sadar kalau tanggal 1 April sudah lewat lama. dan betapapun mereka berusaha, nggak akan ada satu tahun yang April Mopnya sampai 3 kali. atau lebih.

apakah sudah tidak ada lagi hal yang lebih penting dari urusan semacam ini untuk dipikirkan dan dibahas? buang-buang energi aja!

kenapa, wahai para kyai yang jumlahnya ratusan di Jawa Timur, dan ribuan di seluruh Indonesia, tidak mengerahkan santri untuk, misalnya, membuat program-program yang memberdayakan para korban bencana Lapindo. menggiatkan usaha skala kecil yang memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan memadai atau membangun rumah lagi?
aku yakin usaha semacam ini akan lebih barokah dan lebih bermanfaat dan akan bikin orang senang, bukannya membuat ribuan orang di Indonesia mengernyitkan dahi bersama-sama dan tertawa terpingkal-pingkal karena fatwa yang dikeluarkan terdengar konyol.
etapi kalo bikin orang tertawa itu berpahala ya?

atau, ide lain, nih...
membimbing para penggiat ormas yang mengatasnamakan dirinya Islam dan memanfaatkan nama itu untuk merusak, supaya kembali ke jalan yang benar, yang lebih lurus. yang nggak pake acara melakukan kekerasan, nggak pake sweeping-sweeping nggak penting, yang motifnya menguarkan bau tidak sedap. you know what I mean, lah.

dan kalo memang masih bersikeras ingin mengeluarkan fatwa haram, aku punya usul yang aku rasa cukup bagus. brilian, malah. ada dua hal yang aku rasa penting banget untuk diharamkan segera.

pertama, sinetron.
wah, segala jenis cara untuk njahatin orang, mengadu domba, iri hati, dengki, keserakahan, menusuk dari belakang, menggunting dalam lipatan, tipu daya, perselingkuhan, mengumbar nafsu, perbuatan maksiat, sampai berkumpulnya lawan jenis yang bukan muhrim, berpakaian seronok dan pergaulan bebas semua ada di sini. itu pemain sinetron yang umurnya masih belasan, pada peluk-pelukan, cium-ciuman di depan kamera, ditonton sekian juta orang, bikin anak muda jadi termakan ingin nyobain pacaran sampai melewati batas, itu apa ndak haram, pak kyai?
kalopun pada pake jilbab, di sinetron mereka tetap jahat sama menantu, anak yatim, fakir miskin, orang-orang terlantar. aduh, itu kan bikin citra busana muslimah jadi tercoreng. mau ditaruh di mana wajah orang Islam, pak kyai?
apalagi sinetron bikin banyak orang jadi bengong di depan TV, gak inget waktu, nggak produktif, jangankan pergi pengajian atau memakmurkan masjid. jelas-jelas ini ampaknya lebih berbahaya daripada acara sulap secanggih apapun. udah gitu, sinetron ini menyusup juga ke tayangan lainnya, walaupun namanya kontes nyanyi atau reality show, semua dibuat seperti sinetron. ini lebih berbahaya daripada laten komunis! tolong cepat-cepat diharamkan, wahai bapak-bapak kyai yang sering berkumpul dan membahas berbagai masalah agama. ini sudah gawat.

kedua, MSG, alias mono sodium glutamate. ini adalah bahan penyedap segala jenis masakan di seluruh penjuru negeri ini, dan bikin hampir semua makanan, jadi nggak sehat. ia dituangkan dengan murah ke dalam setiap mangkuk bakso, soto, bakmi, setiap bungkus makanan ringan serba gurih, dan entah apalagi. MSG, diketahui menyebabkan matinya sel otak, membuatnya menciut, menyusut, lalu tak bisa digunakan lagi. akibatnya jelas, pikiran yang sempit dan picik (karena jaringan otak tak luas lagi), menurunnya daya tangkap (membuat orang menjadi gak pedulian, gak mau tahu dan ngikutin maunya sendiri), menurunnya IQ (secara signifikan), yang berarti pembodohan massal.
aku sendiri curiga, kecenderungan mengeluarkan fatwa haram yang seolah diputuskan tanpa pikir panjang ini juga merupakan salah satu bagian dari sindrom akibat menumpuknya asupan MSG dalam otak.

kalau dua ide ini masih kurang bagus, mungkin ada baiknya membuat fatwa haram seperti usulan temanku si Isman: mengharamkan kecenderungan untuk mencetuskan fatwa haram hanya berdasarkan sudut pandang pencetus yang enggan buka pikiran.

Wednesday, June 03, 2009

bebaskan Prita Mulyasari


saat kalimat ini aku ketik, halaman cause di facebook: Dukungan Bagi Ibu Prita Mulyasari, Penulis Surat Melalui Internet Yang Ditahan mencatat anggota sejumlah 46.114. sebagaimana diberitakan melalui berbagai mailing list, blogpost, plurk, twitter dan artikel media online, Prita ditahan atas perintah Kejaksaan Tangerang dikarenakan tuntutan yang diajukan oleh RS. Omni Internasional di Alam Sutra, Tangerang.

penyebabnya sepele. sebuah email.
Prita mengirimkan email yang berisi curhatnya mengenai pelayanan rumah sakit yang sangat tidak memuaskan, dokter yang diagnosanya berubah-ubah, pemberian obat dalam dosis tinggi tanpa sepengetahuan keluarga dan yang membuat kondisi Prita memburuk, hasil rekam medis yang disembunyikan oleh pihak rumah sakit serta penanganan komplain yang tidak bersahabat dan cenderung diulur-ulur dengan beberapa kali ingkar janji. email ini ia kirimkan kepada 10 orang temannya, lalu dengan cepat email itu disebarluaskan ke berbagai mailing list, bahkan sampai ke media online dan dimuat sebagai surat pembaca.

pihak rumah sakit yang kemudian mengetahui keberadaan email ini berang, dan mengambil langkah yang sangat mengherankan. langkah yang nyaris mustahil ditempuh oleh bidang pelayanan dan jasa manapun saat berhubungan dengan keluhan pelanggan. ya, Prita dituntut mencemarkan nama baik rumah sakit ini. mula-mula ia dituntut secara perdata, dan rumah sakit memenangkan gugatannya, lalu kemudian kedua belah pihak mengajukan banding. Prita karena merasa keadilan belum ditegakkan, rumah sakit karena jumlah ganti rugi yang dikenakan pada Prita oleh pengadilan perdata dianggap kurang, karena lebih kecil dari jumlah tuntutan.

sampai di sini, aku merasa kalau Dewi Keadilan di Indonesia sekedar mengenakan kaca mata hitam supaya gaya, sambil menenteng timbangan rusak dan pedang berkarat.

setelah itu, Prita dituntut secara pidana, dan bagaikan teroris berdarah dingin, perampok bersenjata atau koruptor kelas kakap, Prita buru-buru dijebloskan ke dalam tahanan agar tidak melarikan diri. saat ini, ia menghadapi tuntutan pidana selama maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal 1 milyar rupiah. Prita harus menunggu sampai sekitar dua minggu berada dalam tahanan baru kemudian para penggiat blog dan atau dunia maya lainnya mencium ketidakberesan dalam kasus ini.

sebuah ungkapan ketidakpuasan adalah hal yang sangat sering dijumpai dalam dunia jasa. termasuk di dalamnya rumah sakit. masing-masing kita barangkali pernah mengajukan keluhan, mengomel dalam hati, bercerita pada teman, menulis postingan di blog atau bahkan mengirim surat pembaca saat mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan. dan sebetulnya, orang tidak akan mengeluh kepada pihak lain jika saja pada awalnya keluhan mereka didengarkan dan ditangani dengan baik. dalam kasus Prita, keluhannya tidak ditanggapi dan bahkan ia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. tak heran ia kemudian mengeluhkan ketidakpuasannya itu pada pihak lain. yang lantas menyebarluaskannya, dengan semangat agar hal yang sama tidak dialami oleh orang lain.

pernahkah terpikir bahwa ketika seorang pelanggan mengajukan keluhan, ia menghindarkan lembaga yang ia keluhkan itu dari masalah yang lebih besar? bahwa ketika keluhannya ditangani dengan baik, pelanggan itu akan batal menyebarluaskan berita negatif tentang pelayanan yang diterimanya?

dalam dunia pariwisata dikenal web tripadvisor.com, yang berisi review dari ribuan orang mengenai tempat wisata, hotel, penyedia layanan trasportasi dan lain-lain. ulasan yang baik dari website ini secara signifikan meningkatkan popularitas dan jumlah pengunjung suatu tempat atau hotel tertentu. sebaliknya, ulasan yang buruk akan dengan segera menurunkan popularitas suatu tempat tertentu. sebagaimana layaknya tempat yang beradab, mereka yang menerima keluhan atas pelayanan, atau menerima pujian, menanggapi dengan sepatutnya. belum pernah ada yang mengeluhkan pelayanan di satu hotel melalui tripadvisor lalu dituntut karena mencemarkan reputasi suatu hotel.

sebelum dengan membabibuta mengajukan gugatan, pihak RS. Omni Internasional mestinya sudah lebih dulu sadar dan memahami hal semacam ini. tetapi alih-alih mengambil tindakan yang tepat dan menangani keluhan pasien sebaik-baiknya, mereka malah memilih cara bunuh diri. pepatah mengatakan buruk muka cermin dibelah. jika demikian cara yang ditempuh setiap kali ada pasien yang mengajukan keluhan, jangan salahkan orang lain kalau reputasi buruk menyebar, membuat orang semakin enggan datang berobat atau melakukan kerjasama dengan mereka. menang atau kalah di pengadilan, image yang terbentuk di pikiran setiap orang saat mendengar nama Omni Internasional adalah pelayanan buruk, keluhan pasien tidak didengarkan dan tidak ditangani, atau bahkan setor nyawa. jangan sebut aku berlebihan. rumah sakit didatangi karena seseorang ingin sembuh. kalau penanganannya asal-asalan, bukannya jadi sembuh, yang ada malah melepaskan nyawa di badan.

malapetaka ini diperkeruh dengan berlakunya UU ITE yang pasal 27 ayat 2-nya menjerat Prita Mulyasari dengan tuduhan pencemaran nama baik. kalau yang membuat nama nama jadi cemar adalah dirinya sendiri, apa masih mungkin orang lain membuatnya jadi lebih cemar lagi?

penahanan terhadap Prita membuatnya seolah-olah sudah pasti bersalah. dan membuat beberapa pihak mulai berkomentar "makanya kalau menulis di Internet harus hati-hati, jangan menuduh sembarangan, menulis email pribadi juga ada aturannya." halah.
terlepas dari ungkapan yang barangkali ada benarnya (walaupun sedikit) ini, peristiwa ini menunjukkan bahwa hal yang dikhawatirkan sejak sebelum RUU ITE disahkan. bahwa undang-undang ini akan memberangus kebebasan berpendapat dan berbicara. karena bagaimanapun gamblangnya kebenaran yang kita sampaikan melalui pendapat kita, jika ada pihak yang tidak menyukainya, bisa dengan subyektif disebut sebagai pencemaran nama baik. bahwa pasal tertentu dalam undang-undang ini dengan mudah bisa dipelintir, diinterpretasi sesuai kepentingan kuasa, uang dan orang-orang tertentu, yang menganggap segala hal bisa dibeli, dan tidak semua orang boleh mengungkap kesalahan, keburukan dan hal-hal yang semestinya diperbaiki.

sayangnya, Prita Mulyasari bukan seorang selebriti, bersaudara dengan selebriti, atau sekedar selebriti wanna be. ia juga tidak bernama asing, atau memiliki perawakan campuran dengan darah Kaukasia. ia tidak memiliki nama belakang yang mengingatkan kita pada satu jenis anggur. dan tidak seperti Manohara Odelia Pinot, kisah Prita Mulyasari tidak menguarkan aroma sinetron yang bergelimang harta, uang, intrik, melibatkan keluarga kerajaan, dunia socialite dan bernuansa internasional. oleh karenanya, siaran berita serius di televisi masih menyiarkan lanjutan The Manohara Saga dengan balutan infotainment. dengan potongan gambar-gambar pesta, diary, foto-foto yang diiringi lagu-lagu romantis nan menyayat.

apakah kita bisa mengharapkan keadilan datang pada Prita Mulyasari?
apakah kita bisa mengharapkan pemimpin negara ini juga bilang "Prita Mulyasari adalah warga negara Indonesia. tujuan kami adalah membantu dan melindungi warga negara yang diperlakukan dengan tidak adil"
apalah kita bisa mengharapkan Prita segera bebas dari semua tuntutan yang tidak masuk akal dan dapat berkumpul kembali dengan anak-anaknya?

sejujurnya, pada negara di mana bencana akibat kelalaian perusahaan yang tidak bertanggung jawab disebut sebagai bencana alam, saat ini aku lebih sangsi daripada menaruh harapan. betapapun aku mencintai negaraku.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...