"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Thursday, January 07, 2010
telepon siluman
dia hanya tertawa waktu dengan geram aku bercerita soal telepon-telepon misterius yang sering aku terima akhir-akhir ini. telepon yang tak beridentitas karena yang bersangkutan dengan pengecut menyamarkan nomornya jadi 'private no.'
"kemarin dulu pembantunya ibu Jane hamil. dan waktu ditanya, jawabnya 'saya nggak tau, saya cuma sms-an sama cowok ini' lucu sekali" mau nggak mau aku ikutan ngakak denger ceritanya.
klasik. dalam berbagai versi cerita yang pernah aku dengar, semua bermula ketika ada yang telepon, entah memang asal aja, atau karena kebetulan salah sambung. ketika diangkat, dan dikasih tau salah sambung, malah terus ngajak kenalan. abis itu sering teleponan dan sms-an. terus memutuskan ketemuan.
setelah ketemuan, bisa berlanjut sms-an dan teleponannya, bahkan sampai hamil seperti dalam kasus pembantu ibu Jane, atau kemudian tak berlanjut karena target dirasa kurang mantap atau prospektif.
buat aku, hal seperti ini absurd.
salah sambung ya, salah sambung. ngajak kenalan orang yang sama sekali nggak ketahuan siapa dan nggak ada perlunya itu konyol. lewat manapun caranya, baik telepon, hp, chatting atau social networking, cara-cara seperti ini buatku sama sekali nggak bisa diterima. sombong? bukan itu soalnya. tapi karena terlalu aneh.
aneh?
iya. bayangkan situasinya begini.
hpku berdering dari nomor yang tidak kukenal, atau bahkan private number, keterangan di layar hp yang biasanya muncul kalau kita mendapat telepon dari luar negeri. begitu aku angkat, aku bilang
"selamat siang"
"selamat siang, ini siapa ya?"
ini satu jenis keanehan. kalo memang nggak tau ini nomor telepon siapa, kok ya masih juga ditelepon? udah bisa ngeliat keanehannya?
versi keduanya adalah, aku menjawab lagi-lagi dengan
"selamat siang"
"halo, bisa bicara dengan sianu?"
"ini bukan nomor telepon sianu, salah sambung"
"lalu ini siapa?"
"ini ina"
"um... boleh kenalan?"
oh, tentu saja jawabnya nggak boleh. orang yang pikirannya normal, kalo dia salah sambung, dia akan segera minta maaf dan menutup telepon. karena salah sambung hanya membuang waktunya dan waktu orang yang ditelepon.
apa itu berarti aku nggak pernah bicara dengan orang asing?
nah, itu juga asumsi yang salah. setiap hari dalam pekerjaanku, aku bicara dengan orang asing. nggak hanya bicara lewat telepon, aku juga bicara dengan orang asing secara langsung, bahkan kadang aku juga harus mengundang mereka makan. beberapa diantara mereka yang jadi teman-temanku sekarang adalah orang yang aku temui secara tak sengaja.
bedanya, saat aku bicara dengan orang-orang ini, aku atau mereka tidak memulai percakapan dengan kalimat basi seperti boleh kenalan?
kami memulai percakapan karena memang ada sesuatu yang pantas dibicarakan. aku bicara dengan orang asing atas berbagai alasan. mulai dari yang serius seperti orang-orang yang datang ke galeriku karena mereka tertarik pada seni dan budaya Indonesia, karena mereka perlu rekomendasi tempat penjualan kerajinan atau barang antik, tanya rekomendasi restoran dan hal-hal yang pantas dicoba dan dikunjungi di Bali, atau karena alasan sepele seperti tersesat lalu mau tanya jalan, dan pinjem toilet.
salah satu ceritanya, misalnya, dialami sutradara film dokumenter asal Singapura yang suatu hari masuk ke dalam galeri tempatku bekerja, tanpa niatan apa-apa. dia melihat-lihat lukisan, lalu bertanya maksud judul yang tertulis dalam bahasa Indonesia, sampai kemudian, dengan ragu-ragu dia bercerita bahwa dia sedang mencari perempuan pendatang dari negeri lain yang menikah dengan laki-laki Bali dan bersedia diwawancarai untuk filmnya. dia kemudian bertanya, apa aku tau pasangan-pasangan yang seperti ini di Ubud?
saat aku memberi beberapa rekomendasi tempat yang dimiliki pasangan seperti ini, seketika itu juga kami mulai jadi teman.
ia tak perlu mengajukan pertanyaan tolol; boleh kenalan?
makanya aku kesal sekali sama pengecut yang selama berminggu-minggu bolak-balik meneleponku dengan menyembunyikan nomor teleponnya, membuatku nggak bisa ngeblok nomernya biar gak usah muncul aja walopun dia nelepon sampe bego. beneran, deh. aku nggak ada waktu buat ngurusin hal konyol kayak gini.
tapi aku rasa, sudah tiba saatnya merancang pembalasan.
selama hampir dua minggu terakhir aku mulai menyulam lagi, melatih keterampilan menjahit dan mengelola jarum yang selama ini sudah mulai berkarat. rencananya sih, orang-orang iseng yang ngotot gangguin aku mau aku voodoo aja pake jarum sulam.
ada yang bisa bikinin bonekanya?
:p
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
No comments:
Post a Comment