Gerbang Kedatangan - Sukarno Hatta
sejak turun dari pesawat, udah senyum-senyum. waaa... udah sampai Jakarta. angin berhembus sejuk sepanjang jalan melintasi tarmac. perjalanan lancar dan nggak ada delay. membaca "Radiohead - Welcome to The Machine" selama duduk di pesawat, dengan hanya sekali terganggu. waktu melirik ke bangku sebelah kiri, aku menemukan ibu-ibu berusia 40-an yang sedang sibuk mengecat kuku jarinya dengan warna merah darah. jrit! nggak belepotan pula. aku menatapnya beberapa detik dengan sorot mata penuh kekaguman.
pesawatnya kena turbulence 4 kali, lho! sampe harus matiin lampu dua kali selain pas take off dan landing. aku sibuk membaca dan berdoa, ibu ini sibuk mengecat kuku.
masuk ke bangunan bandara, semua lancar. nyaris lengang. senyumku semakin lebar, membayangkan waktu pertemuan yang sudah dekat. aku nggak perlu antri di luggage claim karena bawaanku semua masuk kabin. belok ke kiri, makin dekat dengan pintu keluar. uhm, mulai deh... bayangin adegan pertemuan di bandara seperti di film-film. inget pertemuan di gerbang kedatangan, jadi inget Love Actually... trus jadi inget The Terminal. contoh yang kedua kayaknya salah, deh.
aku teringat kata-katanya di telepon sebelum aku berangkat, yang bikin aku tersipu bersemu merah jambu. dan berima.
"nggak akan susah mengenali kamu di bandara. aku tinggal cari yang paling cantik"
tapi begitulah, masih dengan senyum dan adegan film berputar di otakku yang sok romantis, aku keluar dari gerbang kedatangan terminal 1A Bandara Sukarno-Hatta yang malam itu panas luar biasa.
dan aku disambut oleh... supir taksi serta calo angkutan.
"taksi, mbak?"
"mau ke bandung, neng?"
aku celingak-celinguk ngeliat ke kanan-kiri. orang-orang yang aku liatin pada ngeliatin balik. tapi semuanya nggak ada yang kukenal. ups, ada yang nggak bener, nih.
kukeluarkan hp dari dalam tas dan bergerak ke arah kursi kosong terdekat. masih tetep sambil noleh ke kanan dan ke kiri. masih dengan hp di tangan, aku liat ada sosok yang tampak familiar, kelihatan mencari-cari dari balik pagar hitam pemisah di luar gerbang kedatangan.
kudekati, kayaknya kenal, deh. jangkung, kurus, berjaket hitam, pake topi hitam juga.
*colek-colek*
"kamu nggak ngeliat aku keluar tadi?"
ekspresi wajahnya yang kaget dan agak malu dan terlihat senang nggak akan kulupakan.
Gerbang Kedatangan - Ngurah Rai
aku adalah salah satu dari lima orang terakhir yang turun dari pesawat malam itu. kalo nggak karena duduk kursi yang paling dekat dengan gang, aku males banget desak-desakan menunggu pintu pesawat dibuka. aku nggak suka orang asing memasuki 'ruang pribadi'ku. harusnya mereka berada minimal 30 cm dariku.
sekali ini barangku masuk bagasi. aku santai, kok.
keluar dari luggage claim, cari-cari ATM dan dikasih tau kalo ATM Permata adanya di Keberangkatan Internasional. ugh, males banget. jauh!
untung ada ATM Bersama. yayaya, ini aku sedang promosi terselubung karena udah sering diselamatkan ATM Bersama. I love you, ATM Bersama.
beres dengan urusan ATM, aku pergi ke loket taksi bandara. janjiannya malam ini akan ketemu Iman di Nusa Dua. tapi dia nggak bisa jemput, jadi aku kesana sendiri ajah. sebenernya rada males sih naik taksi bandara, mahalnya minta ampun. tarifnya bisa 40% lebih mahal daripada kalo pake taksi biasa yang ber-argo. tapi ya, sudahlah. apa boleh buat. aku berjalan keluar dari loket diiringi tukang taksi yang sudah membawakan tasku.
"Dian Ina! aku menjemputmu!" tau-tau ada sebuah suara memanggilku.
"he! Pippi!" aku cuma bisa menyerukan namanya karena kaget.
uhm, kayaknya aku udah bilang kalo aku pulangnya akan bareng sama Iman, jadi emang nggak nyangka banget Pippi akan datang menjemput. aku memandang tukang taksi dengan wajah bingung. aku noleh lagi ke Pippi sambil bilang
"aku udah bayar taksi"
"nggak papa, mbak. bisa dibatalkan kok" kata si tukang taksi dengan baiknya.
aku balik lagi ke loket taksi bandara, menerima kembali uangku, mengucapkan terima kasih dan permintaan maafku, sambil senyum manis. jangan ngambek ya, paaak... kataku dalam hati.
aku lalu mengikuti Pippi ke arah parkiran motor. sambil mendengarkan ceritanya yang berapi-api dan bersemangat, tapi hanya bisa kutangkap sepotong-sepotong, karena aku masih sibuk dengan hpku yang berdering-dering tanpa ampun.
aku masih bicara di telepon waktu aku lihat Pippi jongkok, 3 meter dari deretan motor yang diparkir, dan dengan frustrasi mengeluh...
"aku lupa bawa helm buatmu...."
aku cuma bisa ngakak.
sejak turun dari pesawat, udah senyum-senyum. waaa... udah sampai Jakarta. angin berhembus sejuk sepanjang jalan melintasi tarmac. perjalanan lancar dan nggak ada delay. membaca "Radiohead - Welcome to The Machine" selama duduk di pesawat, dengan hanya sekali terganggu. waktu melirik ke bangku sebelah kiri, aku menemukan ibu-ibu berusia 40-an yang sedang sibuk mengecat kuku jarinya dengan warna merah darah. jrit! nggak belepotan pula. aku menatapnya beberapa detik dengan sorot mata penuh kekaguman.
pesawatnya kena turbulence 4 kali, lho! sampe harus matiin lampu dua kali selain pas take off dan landing. aku sibuk membaca dan berdoa, ibu ini sibuk mengecat kuku.
masuk ke bangunan bandara, semua lancar. nyaris lengang. senyumku semakin lebar, membayangkan waktu pertemuan yang sudah dekat. aku nggak perlu antri di luggage claim karena bawaanku semua masuk kabin. belok ke kiri, makin dekat dengan pintu keluar. uhm, mulai deh... bayangin adegan pertemuan di bandara seperti di film-film. inget pertemuan di gerbang kedatangan, jadi inget Love Actually... trus jadi inget The Terminal. contoh yang kedua kayaknya salah, deh.
aku teringat kata-katanya di telepon sebelum aku berangkat, yang bikin aku tersipu bersemu merah jambu. dan berima.
"nggak akan susah mengenali kamu di bandara. aku tinggal cari yang paling cantik"
tapi begitulah, masih dengan senyum dan adegan film berputar di otakku yang sok romantis, aku keluar dari gerbang kedatangan terminal 1A Bandara Sukarno-Hatta yang malam itu panas luar biasa.
dan aku disambut oleh... supir taksi serta calo angkutan.
"taksi, mbak?"
"mau ke bandung, neng?"
aku celingak-celinguk ngeliat ke kanan-kiri. orang-orang yang aku liatin pada ngeliatin balik. tapi semuanya nggak ada yang kukenal. ups, ada yang nggak bener, nih.
kukeluarkan hp dari dalam tas dan bergerak ke arah kursi kosong terdekat. masih tetep sambil noleh ke kanan dan ke kiri. masih dengan hp di tangan, aku liat ada sosok yang tampak familiar, kelihatan mencari-cari dari balik pagar hitam pemisah di luar gerbang kedatangan.
kudekati, kayaknya kenal, deh. jangkung, kurus, berjaket hitam, pake topi hitam juga.
*colek-colek*
"kamu nggak ngeliat aku keluar tadi?"
ekspresi wajahnya yang kaget dan agak malu dan terlihat senang nggak akan kulupakan.
Gerbang Kedatangan - Ngurah Rai
aku adalah salah satu dari lima orang terakhir yang turun dari pesawat malam itu. kalo nggak karena duduk kursi yang paling dekat dengan gang, aku males banget desak-desakan menunggu pintu pesawat dibuka. aku nggak suka orang asing memasuki 'ruang pribadi'ku. harusnya mereka berada minimal 30 cm dariku.
sekali ini barangku masuk bagasi. aku santai, kok.
keluar dari luggage claim, cari-cari ATM dan dikasih tau kalo ATM Permata adanya di Keberangkatan Internasional. ugh, males banget. jauh!
untung ada ATM Bersama. yayaya, ini aku sedang promosi terselubung karena udah sering diselamatkan ATM Bersama. I love you, ATM Bersama.
beres dengan urusan ATM, aku pergi ke loket taksi bandara. janjiannya malam ini akan ketemu Iman di Nusa Dua. tapi dia nggak bisa jemput, jadi aku kesana sendiri ajah. sebenernya rada males sih naik taksi bandara, mahalnya minta ampun. tarifnya bisa 40% lebih mahal daripada kalo pake taksi biasa yang ber-argo. tapi ya, sudahlah. apa boleh buat. aku berjalan keluar dari loket diiringi tukang taksi yang sudah membawakan tasku.
"Dian Ina! aku menjemputmu!" tau-tau ada sebuah suara memanggilku.
"he! Pippi!" aku cuma bisa menyerukan namanya karena kaget.
uhm, kayaknya aku udah bilang kalo aku pulangnya akan bareng sama Iman, jadi emang nggak nyangka banget Pippi akan datang menjemput. aku memandang tukang taksi dengan wajah bingung. aku noleh lagi ke Pippi sambil bilang
"aku udah bayar taksi"
"nggak papa, mbak. bisa dibatalkan kok" kata si tukang taksi dengan baiknya.
aku balik lagi ke loket taksi bandara, menerima kembali uangku, mengucapkan terima kasih dan permintaan maafku, sambil senyum manis. jangan ngambek ya, paaak... kataku dalam hati.
aku lalu mengikuti Pippi ke arah parkiran motor. sambil mendengarkan ceritanya yang berapi-api dan bersemangat, tapi hanya bisa kutangkap sepotong-sepotong, karena aku masih sibuk dengan hpku yang berdering-dering tanpa ampun.
aku masih bicara di telepon waktu aku lihat Pippi jongkok, 3 meter dari deretan motor yang diparkir, dan dengan frustrasi mengeluh...
"aku lupa bawa helm buatmu...."
aku cuma bisa ngakak.