Even so tyrants... the more is given them, the more they are obeyed, so much the more do they fortify themselves, become stronger and more able to annihilate and destroy. If nothing be given them, if they be not obeyed, without fighting, without striking a blow, they remain naked, disarmed and are nothing--like as the root of a tree, receiving no moisture or nourishment, becomes dry and dead.
--Etienne de la Boetie, 1577
sekumpulan ibu-ibu di Swedia memutuskan untuk mengambil tindakan pada sebuah perusahaan besar, yang memproduksi mainan-mainan yang berbau kekerasan untuk anak-anak berusia 3-12 tahun. instead of making something for children education, mainan yang diproduksi perusahaan itu mengajarkan pada anak-anak untuk saling memukul, berkelahi dan menghancurkan. demonstrasi, surat pembaca, artikel di media... semua jalan menyuarakan pendapat mereka sudah dilakukan, tapi perusahaan itu bergeming. satu-satunya jalan adalah memberi perusahaan ini sebuah pelajaran.
tanpa banyak penjelasan, mereka berhasil memasuki kantor perusahaan itu di malam hari dan menuangkan beberapa ember air berisi kepala ikan busuk dan isi perut ikan di lantai kantor.
tak lupa mereka tinggalkan tulisan berisi tuntutan untuk menghentikan produksi mainan berbau kekerasan tersebut. mereka berhasil.
ilustrasi semacam ini diceritakan Pak Rizal di salah satu kelasnya untuk mengawali pokok bahasan tentang aksi nirkekerasan. tanpa darah, tanpa korban jiwa, kelompok ibu-ibu dalam cerita diatas bisa mengalahkan arogansi perusahaan besar yang tidak mau mendengarkan suara mereka. cerita yang menggugah dan mempengaruhiku, sampai sekarang.
sejak saat itu, aku selalu percaya bahwa aksi di tingkatan akar rumput, yang dilakukan orang biasa, yang (meskipun) tidak dikenal dan tidak berpengaruh, asal dilakukan secara solid dan sporadis, dengan kesabaran terus menerus dan cara-cara yang kreatif, bisa membuat perubahan. kekuatan rakyat yang menumbangkan rejim Marcos, solidaritas di Polandia yang menumbangkan komunisme dan aksi damai untuk menurunkan Milosevic dari kekuasaan sekaligus mengirimnya ke pengadilan sebagai penjahat perang adalah contoh dari keberhasilan aksi nirkekerasan.
aku sendiri percaya bahwa kesenian dan kebudayaan bisa dijadikan alat yang ampuh untuk menegakkan keberaran dan menciptakan perdamaian. seni dan budaya, dalam bentuk apapun adalah dua hal yang bisa menyentuh hati banyak orang. dan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan yang besarnya bahkan mungkin tidak bisa dibayangkan oleh para seniman.
aku menonton film itu; A Force More Powerful; A Century of Nonviolent Conflict, yang salah satu ceritanya adalah tentang kampanye untuk menumbangkan diktator Chile, Augusto Pinochet. sebelum Pinochet jadi presiden (lagi) untuk kesekian kalinya, ada waktu untuk berkampanye SI (Iya) dan NO (Tidak) di masa 'Electoral Space'. waktu itu di Chile berlaku undang-undang aneh yang memungkinkan pemilihan presiden dengan calon tunggal. hmmm... I think this part reminds me of someone.
nah, kampanye ini ditayangkan di seluruh televisi nasional, saat prime time, dengan durasi yang sama. buat rakyat biasa, yang kesadaran politiknya rendah dan otaknya udah terisi propaganda dan intimidasi bertahun-tahun, sangat sulit untuk mengatakan tidak. entah karena takut, atau karena merasa tidak ada pilihan selain pasrah, nrimo dan sumarah.
Ricardo Lagos, penanggung jawab kampanye NO, membuat video kampanye yang sangat kreatif dan sarat humor. video ini menampilkan banyak orang dari berbagai usia, menyatakan NO! dengan berbagai cara. mulai dari anak-anak kecil yang bermain di air mancur taman kota (walopun anak-anak jelas belum punya hak pilih), abegeh yang lagi pacaran, ibu-ibu yang doyan gosip, sampai seorang nenek tua dengan tangan gemetar yang membuka dompet kecilnya (kalo liat dompetnya pasti kuatir dia gak punya duit) untuk membayar baguette yang dia beli. zoom in ke tangan gemetar... dan terlihat tangan itu memegang koin bertuliskan NO!
hihihihihihi....mereka yang memilih NO menang! oleh karena itu Pinochet nggak bisa terus bekerja jadi diktator di Chile.
sooooooo... Bli Ebo, Bli Balawan dan Bli Budjana (yayaya, saya sok kenal sama gitarisnya Gigi -Dewa Budjana)... jangan diem aja. lakukan sesuatu. sebelum lebih banyak yang jadi korban pemerasan. aku mendukung!
--Etienne de la Boetie, 1577
sekumpulan ibu-ibu di Swedia memutuskan untuk mengambil tindakan pada sebuah perusahaan besar, yang memproduksi mainan-mainan yang berbau kekerasan untuk anak-anak berusia 3-12 tahun. instead of making something for children education, mainan yang diproduksi perusahaan itu mengajarkan pada anak-anak untuk saling memukul, berkelahi dan menghancurkan. demonstrasi, surat pembaca, artikel di media... semua jalan menyuarakan pendapat mereka sudah dilakukan, tapi perusahaan itu bergeming. satu-satunya jalan adalah memberi perusahaan ini sebuah pelajaran.
tanpa banyak penjelasan, mereka berhasil memasuki kantor perusahaan itu di malam hari dan menuangkan beberapa ember air berisi kepala ikan busuk dan isi perut ikan di lantai kantor.
tak lupa mereka tinggalkan tulisan berisi tuntutan untuk menghentikan produksi mainan berbau kekerasan tersebut. mereka berhasil.
ilustrasi semacam ini diceritakan Pak Rizal di salah satu kelasnya untuk mengawali pokok bahasan tentang aksi nirkekerasan. tanpa darah, tanpa korban jiwa, kelompok ibu-ibu dalam cerita diatas bisa mengalahkan arogansi perusahaan besar yang tidak mau mendengarkan suara mereka. cerita yang menggugah dan mempengaruhiku, sampai sekarang.
sejak saat itu, aku selalu percaya bahwa aksi di tingkatan akar rumput, yang dilakukan orang biasa, yang (meskipun) tidak dikenal dan tidak berpengaruh, asal dilakukan secara solid dan sporadis, dengan kesabaran terus menerus dan cara-cara yang kreatif, bisa membuat perubahan. kekuatan rakyat yang menumbangkan rejim Marcos, solidaritas di Polandia yang menumbangkan komunisme dan aksi damai untuk menurunkan Milosevic dari kekuasaan sekaligus mengirimnya ke pengadilan sebagai penjahat perang adalah contoh dari keberhasilan aksi nirkekerasan.
aku sendiri percaya bahwa kesenian dan kebudayaan bisa dijadikan alat yang ampuh untuk menegakkan keberaran dan menciptakan perdamaian. seni dan budaya, dalam bentuk apapun adalah dua hal yang bisa menyentuh hati banyak orang. dan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan yang besarnya bahkan mungkin tidak bisa dibayangkan oleh para seniman.
aku menonton film itu; A Force More Powerful; A Century of Nonviolent Conflict, yang salah satu ceritanya adalah tentang kampanye untuk menumbangkan diktator Chile, Augusto Pinochet. sebelum Pinochet jadi presiden (lagi) untuk kesekian kalinya, ada waktu untuk berkampanye SI (Iya) dan NO (Tidak) di masa 'Electoral Space'. waktu itu di Chile berlaku undang-undang aneh yang memungkinkan pemilihan presiden dengan calon tunggal. hmmm... I think this part reminds me of someone.
nah, kampanye ini ditayangkan di seluruh televisi nasional, saat prime time, dengan durasi yang sama. buat rakyat biasa, yang kesadaran politiknya rendah dan otaknya udah terisi propaganda dan intimidasi bertahun-tahun, sangat sulit untuk mengatakan tidak. entah karena takut, atau karena merasa tidak ada pilihan selain pasrah, nrimo dan sumarah.
Ricardo Lagos, penanggung jawab kampanye NO, membuat video kampanye yang sangat kreatif dan sarat humor. video ini menampilkan banyak orang dari berbagai usia, menyatakan NO! dengan berbagai cara. mulai dari anak-anak kecil yang bermain di air mancur taman kota (walopun anak-anak jelas belum punya hak pilih), abegeh yang lagi pacaran, ibu-ibu yang doyan gosip, sampai seorang nenek tua dengan tangan gemetar yang membuka dompet kecilnya (kalo liat dompetnya pasti kuatir dia gak punya duit) untuk membayar baguette yang dia beli. zoom in ke tangan gemetar... dan terlihat tangan itu memegang koin bertuliskan NO!
hihihihihihi....mereka yang memilih NO menang! oleh karena itu Pinochet nggak bisa terus bekerja jadi diktator di Chile.
sooooooo... Bli Ebo, Bli Balawan dan Bli Budjana (yayaya, saya sok kenal sama gitarisnya Gigi -Dewa Budjana)... jangan diem aja. lakukan sesuatu. sebelum lebih banyak yang jadi korban pemerasan. aku mendukung!