Thursday, November 09, 2006

understanding brokeback boys

sebutlah namanya Mark dan Satya. pasangan yang setiap tahun dua kali berlibur ke Indonesia. pada bulan Mei atau Juni dan Oktober atau November, aku akan mengharapkan kedatangan mereka berdua. keluarga Satya sebenarnya berasal Solo meskipun sekarang menetap di Bandung. namun sudah 5 tahun ini dia menetap di Zurich, bersama Mark yang dikenalnya di sebuah diskotik di kota itu. ia adalah fashion stylist di sebuah department store untuk kalangan menengah keatas di Swiss, sementara Mark menjadi private banker bagi sejumlah selebritis yang kaya raya dan sudahlah... tak perlu kutulis namanya disini.

rute perjalanan mereka di Indonesia nyaris selalu sama. Bandung, Yogyakarta dan Bali. kadang singgah pula di Jakarta untuk beberapa hari. biasanya karena Satya harus mengurus beberapa hal yang berhubungan dengan visa atau administrasi surat-surat yang sejenis. tahun ini, untuk pertama kalinya Satya memperkenalkan Mark pada keluarganya di Bandung. selama tiga hari, Mark tinggal di Bandung bersama Satya dan keluarganya.

ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengan orang yang menyukai sesama jenisnya. jadi pertemuanku dengan mereka berdua, atau bahwa aku tahu kalau mereka adalah pasangan yang saling mencintai, bukanlah hal yang aneh atau luar biasa. aku menulis entry ini bukan dalam rangka membenarkan atau menyalahkan pilihan yang mereka ambil. ini lebih pada menceritakan kembali bagaimana aku mengalami de javu, karena perasaanku saat bertemu lagi dengan Mark dan Satya sama persis dengan perasaanku setelah menonton Brokeback Mountain.

film itu menunjukkan bagaimana cinta antara Jack dan Ennis terbentuk.
pertemuanku saat makan siang dua hari yang lalu memberiku pemahaman, kenapa Satya jatuh cinta pada Mark. dan sebaliknya.

aku menyambut mereka di pintu. aku dan Satya langsung saling bertukar maaf dan ucapan selamat Lebaran. setelah itu kami ngobrol tentang Bandung, karena aku pergi kesana Agustus yang lalu. sekitar 10 menit kemudian barulah percakapan kami bertemu jeda. sepanjang 10 menit itu, beberapa kali aku melihat Mark memperhatikan Satya dengan tatapan yang melembut penuh kasih sayang. ia sama sekali tidak seperti orang asing lainnya yang menunjukkan pandangan tidak senang kalau pasangan Indonesia-nya bercakap-cakap dengan orang lain dalam bahasa ibu mereka, yang tidak terlalu ia mengerti. ia seperti memahami kerinduan Satya untuk bicara dalam bahasa Indonesia (kalau denganku malah bisa ngobrol pake bahasa Jawa juga) setelah sepanjang tahun harus ngobrol dalam bahasa Jerman. komentarnya singkat saja "lots of news ya?"

justru karena itu kami jadi agak segan untuk bicara dalam bahasa Indonesia. setiap kali ada salah satu yang mulai kehilangan kontrol dan bercerita dengan bahasa Indonesia, entah itu Pak Koman, Bu Mansri atau aku, akan bergantian saling mengingatkan satu sama lain. "pakai bahasa Inggris..."

nah, sebelum Bu Mansri datang, tanpa sengaja aku membocorkan rahasia menu makan siang pada Mark dan Satya. aku sama sekali nggak sadar kalau Bu Mansri merundingkan menu itu denganku bukan untuk diceritakan pada mereka. untunglah yang aku sebut baru hidangan pembukanya saja. bukan keseluruhan menu. tapi Mark sepertinya mengendus hal ini. lalu waktu Bu Mansri mengumumkan kalau dia punya Soto Ayam -yang adalah favorit Mark, sebagai salah satu menu makan siang, dia menjawab dengan cerah ceria
"ooh, Mansri... what a nice surprise you have!"
saat itulah aku melihat Satya memandang Mark dengan penuh cinta. duh, dua orang ini bener-bener saling menunjukkan ekspresi sayang gitu loh... aku sampai iri ngeliatnya.

lalu Mark akan selalu meminta pendapat Satya setiap kali ia memilih sebuah lukisan. menanyakan padanya dimana sebaiknya lukisan itu dipasang. apakah Satya menyukainya atau tidak. padahal jelas Satya menyatakan kalau ia tidak terlalu mengerti. tapi Mark akan tetap menghargai pendapatnya. dan memilih sesuatu yang Satya sukai.

sementara Satya akan mengingatkan Mark akan hal-hal yang ia lupakan. memberitahunya maksud dan hal-hal yang harus diperhatikan saat pergi ke suatu tempat, atau melakukan sesuatu. menghindarkan Mark dari kecelakaan budaya yang sangat mungkin terjadi. suatu kali, Mark meninggalkan satu kantong berisi katalog dan artikel seni yang dibawa-bawa Mark dari Jogja untuk ditunjukkan pada Pak Koman. Satya mengambil kantong itu, memindahkan isinya ke dalam tas yang ia bawa, lalu melipat kantong kertas itu dengan rapi sebelum memasukkannya ke tas juga.

dua orang ini saling melengkapi dan menjaga. saling pengertian dengan cara yang menyentuh. kalau Mark berdiskusi dengan Pak Koman tentang seniman, lukisan dan kesenian, Satya akan ngobrol denganku dan Bu Mansri tentang batik, atau mode pakaian. lalu kalau mereka menceritakan hal-hal yang mereka alami dalam perjalanan, kami akan tersenyum dan menanggapi disana sini.

bagaimanapun, love is just a feeling, kalo kata The Darkness. dan kehadirannya bisa dirasakan, bahkan oleh mereka yang tidak terlibat dalam jalinan kisah dan perasaan itu.

5 comments:

Anthony Fajri said...

Lha itu, kisah cinta fahmi dan rendy

Epat said...

wah, gw nonton film nya itu ama cewek pas dijkt. sedikit bergidik seh kekeke

Anonymous said...

hiks...para homok pasti ngliping ini tulisan jeng

pulass said...

homreng.....iiihhhh.....jijay...

Anonymous said...

kasih sayang itu #1
jenis kelamin nomer sekian

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...