Wednesday, June 28, 2006

Indonesia Raya

Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku
disanalah, aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
marilah kita berseru Indonesia bersatu

hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia raya

Indonesia raya
merdeka, merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia raya
merdeka, merdeka
hiduplah, Indonesia raya

tadi pagi datang ke kantor tiba-tiba nyanyi lagu ini begitu duduk di meja. udah lama sekali rasanya waktu berlalu sejak terakhir kali upacara bendera, nyanyi lagu ini beramai-ramai bersama teman yang lain, tanpa benar-benar memahami artinya.
sekarang kalo dibaca satu-satu, diresapi... rasanya ada yang salah sama lagu ini.
lagunya yang kebagusan kali yaa??

berapa banyak dari kita yang ngerasa jadi orang Indonesia? buat aku yang suka bingung menentukan aku ini orang mana, mungkin lebih aman menyebut diriku orang Indonesia. tapi stempel di jidatku sampai sekarang masih orang Jawa. Javanese.

apa harus ke luar negeri baru bisa bilang kalo aku orang Indonesia?
tapi kalo tinggal di luar negeri rasanya lebih enak bercerita tentang Bali. selain karena Bali lebih terkenal, juga karena di Indonesia juga terlalu banyak masalah.

Tuesday, June 27, 2006

trivia quiz

dalam satu hari, aku mendapatkan jawaban dari tiga pertanyaan yang penting tapi nggak penting tentang Bali.

1. kenapa sebagian besar orang Bali kulitnya cokelat?
2. kenapa semua perempuan memanjangkan rambut?
3. kenapa semua orang Bali punya julukan?

semuanya aku dapatkan waktu ikut Melasti (bisa juga disebut Melis) ke Pantai Purnama, kemarin. Melasti adalah upacara penyucian yang biasanya diadakan sebelum Nyepi atau Odalan di pura. Odalan bisa disetarakan dengan ulang tahun. karena Odalan didasarkan pada Pawukon yang siklusnya setiap 6 bulan sekali, maka Odalan juga diadakan dengan interval yang sama.
yang dilakukan pada saat Melasti adalah membawa semua perlengkapan dan peralatan yang akan dipergunakan saat Odalan ke laut atau sungai untuk disucikan. berbeda dengan Hindu di India yang melakukan penyucian dengan membasuhnya di Sungai Gangga atau Yamuna, di Bali konsep penyucian lebih kepada membuang hal-hal yang buruk ke laut, yang terletak di tempat yang rendah, sehingga dianggap tidak suci. kalo dirunut balik, laut jadi tidak suci karena ada banyak kotoran (yang tidak suci) dibuang ke laut.

upacara itu dimulai dengan berjalan kaki dari tempat parkir ke pantai. dari sini aja bisa dilihat kalau ritual yang dilakukan orang Bali sarat dengan tradisi dan setiap detilnya merupakan art performance yang kolosal. ratusan orang dari tujuh banjar yang bernaung dibawah Pura Dalam Puri, berpakaian putih, berjalan dengan ritme yang sama menuju satu arah. sampai di pantai, semua duduk bersimpuh ke arah laut, lalu iring iringan orang yang membawa panji-panji, tombak, barong, boneka raksasa penjaga pura selama odalan (laki-laki dan perempuan) serta berbagai jenis peralatan upacara lewat satu demi satu, sebelum berkumpul di tengah lokasi upacara. Banten atau sesajen juga dikumpulkan di satu tempat. lalu pemangku mulai bekerja, membunyikan bel, menyanyikan mantra, memercikkan air suci.

aku mengamati apa yang terjadi, mengambil foto, berusaha mendengarkan mantra yang dinyanyikan tapi tidak berhasil menangkap satu patah kata pun yang dapat kumengerti. matahari jam 2 siang terasa panas membakar. tidak ada atap atau tenda untuk berlindung. aku membawa payung tapi angin terlalu kencang sehingga payungku tidak akan bisa berdiri tegak. karena upacara yang dilengkapi acara terpanggang matahari semacam inilah orang Bali berkulit cokelat.
dari saat mulai duduk bersimpuh, menyaksikan upacara penyucian yang dilengkapi acara melepas bebek ke laut, mabakti atau berdoa dengan menyelipkan sejumput bunga diujung jari yang ditangkupkan kemudian mengangkatnya ke dahi, sampai akhirnya menerima air suci... seluruh prosesnya makan waktu sekitar dua jam. selama itu angin bertiup kencang dan rambutku yang pendek berhamburan dipermainkan angin. kalau rambutku panjang seperti semua perempuan Bali, aku akan bisa mengikatnya, menyanggulnya, atau menahannya dengan jepit supaya nggak berantakan.

dalam upacara-upacara massal seperti yang aku saksikan kemarin, ratusan orang berkumpul. untuk memudahkan pencarian orang diantara sekian banyak yang ngayah (bekerja bersama) di pura atau berjalan bersama ke laut, tentu saja lebih gampang pake nama julukan. bayangkan kalo memanggilnya dengan
"hei! Wayan!" atau "hei, Nyoman!" pasti ada puluhan orang yang menoleh sekaligus, soalnya nama Bali kan semuanya sama-sama didasarkan pada urutan kelahiran dalam keluarga. karena itu nama julukan seperti Jamrud akan membedakan Ketut Artana yang supir dari Ketut Artana yang di Restoran. atau Sudiana yang pelukis dengan Sudiana yang pengusaha kayu akan mudah dibedakan karena yang pelukis dipanggil Bonuz.

Thursday, June 22, 2006

sense of place

di Ubud rasanya aku sudah dewasa. tinggal sendiri, menghidupi diri sendiri, berusaha menyelesaikan masalah-masalahku sendiri... pernah berhasil, pernah juga gagal. bekerja dengan mengelola sebuah ruang yang kadang rumit, tapi selalu menyenangkan. dan penuh tantangan. hal-hal baru yang datang dan pergi setiap waktu. saat-saat yang senang atau sedih, gembira atau berduka, lebih banyak kualami sendiri. ada kalanya aku menampung cerita teman-teman, membantu mereka melihat masalahnya dengan cara lain. pendek kata, melakukan hal-hal yang kelihatannya dewasa.

waktu aku pulang ke Pacitan karena eyang buyut meninggal akhir minggu kemarin, kayaknya aku lupa membawa serta diriku yang dewasa. meskipun nyaris semua pertanyaan yang dilontarkan oleh saudara-bude-tante-mbak-mas-pakde-paklik-bulik-mbah adalah tentang pernikahan-mempelai pria-undangan-resepsi, tapi dimata mereka, aku yakin aku sama sekali nggak terlihat seperti dewasa. aku tidur sama mama. semalaman meringkuk di sebelahnya. sebelum subuh aku mendengar papa dan mama bercakap-cakap di dekatku. aku merasakan sedang dipeluk, dibelai-belai... lalu mama mengukur pergelangan tanganku dengan melingkarkan telunjuk dan jempolnya. mungkin mama khawatir aku kurang makan di Ubud dan bisa jadi lebih kurus kering daripada sekarang. memang sejak kedatanganku, mama sudah memasak bihun goreng yang pasti akan kutagih. memastikan aku mencoba semua lauk, makan semua jenis kue yang ada di rumah... dan bahkan menyuapiku makan. di Pacitan, aku nggak pernah dewasa. lebih nggak dewasa daripada adik laki-lakiku yang paling kecil, yang berusia 17 tahun, yang nggak dipedulikan apapun yang dilakukannya.

di Pacitan, bagaimanapun juga, ada tante, mbah, bude, pakde, mas, mbak... yang nggak hanya lebih dulu lahir, tapi juga punya legitimasi untuk membuatku jadi anak kecil. orang-orang yang masih ingat dengan jelas bagaimana tampangku waktu dilahirkan, bagaimana caraku menangis waktu lapar, apa yang kuucapkan waktu aku berusia 5 tahun, kepolosan dan kebodohan yang kulakukan saat disuruh membeli ini itu ke warung dekat rumah. apapun jabatanku di kantor, kemampuanku menganalisa dan menyelesaikan masalah, pengalamanku berhadapan dengan berbagai macam orang di berbagai tempat, keterampilan yang aku miliki... semuanya nggak akan bisa merubah keadaan. aku bukan orang dewasa di Pacitan. aku tetap anak kecil yang badannya udah besar.

waktu boleh berjalan. tapi didalam langkahnya, ada hal-hal yang tertinggal...

Thursday, June 15, 2006

think globally, act locally

slogan diatas pertama kali dipakai oleh Greenpeace dan pada akhirnya menjadi slogan paling populer buat aktivis dan NGO di seluruh dunia. berpikir mengenai isu-isu yang global, yang menyentuh kepentingan umat manusia secara luas; tapi lakukanlah di tingkatan lokal, tingkatan akar rumput.

salah satu hal kunci dalam menjalankan aktivisme di akar rumput adalah keyakinan bahwa tiap orang punya kemampuan untuk melakukan perubahan. never feel to small or powerless to make a difference, gitu kata Anita Roddick. tentu saja perubahan yang dimaksudkannya adalah perubahan ke arah yang baik.

tapi, perubahan kan bisa juga ke arah yang buruk... iya kan?

misalnya kalo kita bicara tentang KRMT Roy Suryo. kehadirannya menciptakan perubahan yang mencengangkan, sekaligus bikin jengkel orang banyak. perubahan yang semacam ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. oleh karenanya kehadiran saudara Priyadi Iman Nurcahyo dan saudara Eko Juniarto, misalnya... jadi penting sebagai bentuk aktivisme akar rumput dalam menghadapi ke-pornomatika-annya.

wah, tulisan ini kok jadi teoritis sekali. padahal tadinya aku cuma mau menulis tentang ulang tahun Id-Gmail yang ke-2 tanggal 14 Juni 2006 kemarin. sekalian juga aku mau mengucapkan terima kasih pada Sang Pakar™, karena telah berkenan menjadi Tokoh Antagonis yang paling setia, yang berhasil meningkatkan solidaritas antara warga Kampung Gajah, dan menginspirasi Pendekar Photosop dan saudara-saudara seperguruannya untuk menciptakan karya-karya kreatif. seperti misalnya yang diciptakan oleh Rony suLantip ini

Photobucket - Video and Image Hosting

Wednesday, June 14, 2006

Radite Thor

adalah nama yang aku berikan pada salah satu tokoh dalam cerita karangan Adis. Radite atau disebut juga Redite adalah hari pertama Saptawara, pengelompokan tujuh hari dalam sistem Pawukon (penanggalan tradisional di Jawa dan Bali). sementara Thor merupakan nama Dewa Petir bangsa Skandinavia. jadilah Radite Thor, atau Dewa Petir (yang lahir pada) Awal Pekan. gagah ya?

sebelum nama ini lahir, tokoh itu diberi nama Ariel dan aku langsung nggak setuju waktu pertama kali tau. Adis lalu memintaku mencari nama baru. jadilah aku berpikir keras untuk memberi nama tokoh cerita itu. hihihi... sebenernya sih aku memang nggak ada hak untuk nggak setuju. ini kan ceritanya Adis. tapi Ariel gitu loooh!!! gak ada nama lain apa?
*summon Bli Ebo*

satu hal yang belum aku ceritakan dengan lengkap pada Adis adalah bahwa nama tokoh yang dianggapnya keren dan jantan itu, sebagian aku ambil dari karakter nyata. Thor yang aseli adalah pemuda berumur 18 tahun dan berambut sebahu. senyum lebar nyaris selalu terpasang di wajahnya. matanya yang dalam menatap dengan ramah. kata-kata yang dia pilih waktu bicara tentang suatu hal yang serius, caranya menganalisa sesuatu, aku pikir berhubungan dengan nama yang diberikan padanya. sekarang ini, dia sedang berkeinginan menjadi model atau bintang film. sempat beberapa waktu yang lalu, ia menjadi pemeran figuran dalam sebuah film produksi Perancis.
"aneh rasanya duduk di dalam bioskop dan melihat diri sendiri ada di layar" begitu komentarnya tentang film itu.

Thor bicara dan bertingkah laku lebih dewasa dari umur yang sebenarnya. mula-mula aku pikir setidaknya dia berumur dua puluh dua tahun. perkiraan yang sangat salah. tapi dia teman yang baik kalau berurusan dengan anjing. waktu aku nggak berani masuk kosku karena ada empat anjing yang menunggu di mulut gang, ia bersedia mengusir anjing-anjing itu supaya aku bisa lewat. tepatnya, ia mengantarku sampai ke gerbang rumah. benar-benar penyelamat. tanpa dia, aku pasti membeku dan bisa jadi sasaran empuk anjing-anjing jalanan. terima kasih, Thoreau Joshuila.

So, Adis... jangan sampai karakter yang kamu berikan pada tokohku jelek yaa!

Friday, June 09, 2006

white perfect? ah, yang masa...

Photobucket - Video and Image Hosting
entah kapan persisnya semua ini dimulai. mungkin sejak transformasi warna kulit yang dilakukan Michael Jackson. kalo aku perhatikan, nyaris semua rak yang menjual produk kecantikan dan perawatan kulit di swalayan dan department store dipenuhi oleh pemutih. tentu saja bayclin dan bleaching yang lain nggak termasuk kategori ini.

bener loh! kamu bisa menemukan produk pemutih alias whitening apapun tersedia di pasaran. mulai dari sabun, pasta gigi, body lotion, pembersih, penyegar, facial wash (baik yang mengandung scrub maupun tidak), krem wajah untuk pagi dan malam (termasuk didalamnya pelembab atau moisturizer dan alas bedak atau foundation), masker (yang peel off maupun tidak), krem untuk peeling, krem untuk tubuh (ada yang disebut body milk ato body butter), tabir surya atau sunscreen, sampai deodorant yang katanya bisa memutihkan ketiak. mungkin kalo semuanya dipake bersamaan, hasil yang didapat bisa total. apalagi kalo nggak punya banyak duit buat operasi ganti warna kulit di seluruh tubuh.

yang aku belum ketemu cuma shampoo dan conditioner untuk memutihkan rambut, atau produk untuk memutihkan bibir, alis, bulu hidung dan bulu-bulu halus di tangan dan kaki. dua yang terakhir ini mungkin dicukur ato dirontokkan dengan oil remover. bisa juga dilaser biar nggak tumbuh-tumbuh lagi.
hwaaa!! emang kalo putih otomatis jadi cantik gitu?

lalu iklan-iklan di TV itu! dipenuhi perempuan-perempuan berkulit pucat yang keliatan kinclong. sementara yang berkulit cokelat dibikin berminyak dan kusam. padahal itu semua hanya karena efek lampu. jangankan yang udah kuning langsat, Bebi Romeo aja bisa keliatan seputih Roger Danuarta kalo lampunya cukup.

skarang ini, makin banyak kulihat perempuan yang kulitnya sangat putih, sementara lehernya tetap cokelat. atau lehernya juga putih, tapi tangannya cokelat. tampaknya mereka memakai produk yang memutihkan dan cukup berhasil, walopun jadi aneh. dua hari yang lalu, aku ketemu dengan tetangga sebelah rumah, kulit wajahnya jadi putih, padahal sebulan yang lalu masih cokelat berat. sayang, dia memakai kremnya nggak terlalu rata, karena pipi bawah dekat dagu masih berwarna cokelat.

nah, gara-gara semua pabrik dengan segala merek bikin produk pemutih ini, produk yang normal jadi makin langka. padahal aku nggak cocok pake pemutih. setiap kali cocok dengan satu produk, lalu produsennya menambahkan pemutih, yang ada kulitku jadi berjerawat. uh!
lalu aku harus ganti produk yang lain lagi. ini juga terjadi pada produk dari klinik kecantikan yang mereknya adalah nama dokternya. begitu yang dikasih krem whitening something... udah deh... balik lagi masalahnya.
eh, eh...ada banyak yang punya pengalaman kayak aku nggak ya? kalo banyak mungkin kita bisa bikin class action barengan.

Tuhan, kenapa aku nggak dikasih wajah dan kulit seperti Liv Tyler aja?

Friday, June 02, 2006

jaded

aku kelelahan.
tubuhku seperti mantel tua yang lusuh dan tercabik disana-sini setelah dipakai menerobos semak berduri. padahal, rasanya semalam aku tidur lebih dari cukup. delapan jam, tepatnya. tiga jam lebih banyak daripada waktu tidurku di hari biasa. tidur yang terus menerus tanpa mimpi dan terjaga. pun aku tetap merasa lesu darah sepanjang hari ini. kupikir-pikir, mungkin seperti ini rasanya kalo habis mencangkul seharian, atau lari marathon 42.195m menghindari kejaran massa setelah nyolong ayam.

aduuuh, pasti enak sekali kalo badan ini bisa dilepas-lepas seperti Barbie. sekarang ini kalo bisa, pengen rasanya aku copot sebentar kepalaku, lalu aku masukin kedalam laci, biar dia istirahat. nggak terus menerus berpikir, melihat-lihat ke seluruh penjuru sambil terus berusaha menjaga keseimbangan dalam sebuah pose yoga yang nggak pernah selesai. lalu kakiku dua-duanya aku kirim ke spa. biar bisa dipijat, direndam air bunga dan rempah, lalu dimandikan dengan uap panas sampai dia merasa segar lagi, sementara jari-jariku menulis semua ini.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...