Wednesday, May 14, 2008

ironis

"Ironis adalah kata yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut" katanya sambil menatapku dari balik bingkai kaca matanya yang berwarna hitam. kami sedang berbincang seru tentang hal-hal yang aku dan dia pikirkan sore itu.

dia mengawali percakapan dengan analisa menarik mengenai global warming dan bagaimana kita, manusia, yang paling besar terkena dampaknya justru yang paling tidak hirau mengenai kemungkinan kehancuran luar biasa yang akan terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi. dia menceritakan kegelisahannya tentang hidup di sekitarnya yang semakin lama semakin berubah jadi tidak nyaman karena lingkungan yang rusak. ia bicara tentang kebohongan-kebohongan yang semakin lama semakin terungkap. tentang bagaimana mereka yang berkuasa melenakan ratusan juta orang dengan impian semu tentang kesejahteraan, dengan cara menyembunyikan kenyataan.

"kita ditipu dengan tidak dihadapkan pada kebenaran. cepat atau lambat, kita harus menghadapi kenyataan hidup, dan kalau waktunya tiba, kita nggak punya waktu untuk menyiapkan diri. siap atau tidak, kenyataan itu akan dibenturkan pada kita"

aku bercerita padanya tentang harimau yang punah di berbagai tempat di Asia, dan Siberia. tentang bagaimana predator yang cantik itu meregang nyawa satu demi satu saat manusia yang menghuni wilayahnya melakukan perusakan yang disamarkan sebagai pembangunan. Harimau Bali melenyap bersamaan dengan gencarnya pariwisata. Harimau Jawa menghilang setelah puluhan juta orang yang berusaha mencari kehidupan mendesaknya tanpa ampun. Harimau Sumatera tergerus perkebunan kelapa sawit dan penebangan hutan. dan kini, Harimau Bengal harus berjuang mempertahankan nyawa, seperti halnya kerabat mereka yang berbulu tebal di Siberia, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. hal yang dipaparkan dalam tabel dan grafik dalam warna cerah dengan wajah ceria oleh para ahli ekonomi.

kami bicara tentang bagaimana manusia, yang merasa dirinya yang paling berkuasa telah dengan semena-mena mempertukarkan sesuatu, tanpa menyadari bahwa hal yang hilang dari pertukaran itu jauh lebih besar daripada hal yang berhasil didapatkannya. sebuah anggapan yang menyesatkan telah membuat kita percaya bahwa udara segar, air bersih, kicau burung, hijau pepohonan dan warna-warni bunga dan buah yang berserakan di alam adalah hal yang wajar dan senantiasa akan ada, tak peduli berapa banyak kita memakai dan membuangnya.

"we are the superior species on earth but also the biggest troublemakers" kata Dalai Lama pada Deepak Chopra.

jika suatu hari kita memilih dua celana panjang dengan ukuran yang sama dari rak di department store, mencoba salah satunya dan memutuskan membeli keduanya. kita merasa telah menentukan pilihan yang tepat karena celana hitam dan beige itu berukuran sama dan apabila celana hitam terasa nyaman dipakai, tentu celana beige juga akan sama saja. meski ternyata tidak. ketika staff kasir menyarankan kita untuk mencoba juga celana beige itu, lalu kita menemukan bahwa yang satu ini tidak terasa nyaman, celana beige itu lalu batal untuk dibeli. dan meskipun masih ada 5 celana lain yang berukuran sama ada di tumpukan, tapi kita tidak mencobanya, tanpa menyadari bahwa celana di tumpukan nomor dua sebetulnya akan terasa sangat nyaman dipakai.

tapi pengetahuan itu tidak pernah kita miliki. dan celana beige nomor dua di tumpukan akan tetap ada disana. tak tersentuh. kita, yang merasa pilihan yang kita ambil sudah sempurna, keputusan yang kita jalankan sudah tepat, seringkali, ironisnya, tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya sedang kita lakukan.

tidakkah ini waktu yang tepat untuk mencoba cara yang lain dan mencari alternatif? ataukah sekali lagi kita memilih untuk tetap jadi ironis. karena itulah satu-satunya cara yang kita ketahui.

Saturday, May 10, 2008

routine

pulang kantor seperti biasanya nggak pernah kurang dari jam 6 sore. kalau aku sudah nggak ada di mejaku sebelum jam 6, pasti ada alasan khusus. bukan, bukan karena aku rajin. tapi karena terlalu banyak hal lain yang bisa dengan mudah mengalihkan perhatianku dari pekerjaan yang seharusnya diselesaikan.

misalnya gini, aku menunggu komputer loading dengan membaca TIME edisi 100 Most Influential People In The World, lalu aku menemukan tulisan tentang Miley Cyrus yang katanya baru berusia 15 tahun dan jadi bintang tenar karena main di serial Hannah Montana. tapi artikel itu sebenernya mau ngebahas bagaimana pose-nya di Vanity Fair, yang difoto oleh Annie Leibovitz. disitu dia tampak topless, hanya ditutup semacam seprai, dan dipotret dari samping kanan dengan punggung, lengan dan bahu yang terbuka. fotonya sangat artistik. tapi tentu menimbulkan kehebohan.

nah, gara-gara artikel itu, aku jadi baca-baca mengenai Cyrus, karirnya, Hannah Montana, kontroversi itu, review fotonya, komentar orang tentang foto dan posenya, dan jawaban-jawaban baik dari orangtua Cyrus, dia sendiri, maupun Leibovitz. dan tau-tau udah jam 12 siang. maka demikianlah jam kerjaku bisa memanjang sampai lebih dari jam 6.

sesampai di rumah, nggak banyak juga yang aku kerjakan. menelepon (yang ini harus digarisbawahi dan dicetak tebal sebagai hobi baru), mendengarkan musik, nonton TV, dan mengerjakan file yang sedang perlu perhatianku. biasanya file-file pribadi. semua kegiatan ini, diselingi dengan makan malam atau ketemu dengan teman (misalnya untuk pesta ulang tahun Mbak Niken malam ini) akan berakhir pada jam 1 atau 1.30 dini hari. aku akan tidur sesudahnya, atau sekitar jam 2 pagi.

dan jam 5.30 atau jam 5.45 aku udah bangun lagi.
jadi sebenernya waktu tidurku nggak lama. aku punya hari yang panjang, kerja yang bisa kuatur sedemikian rupa waktunya, dan ritme yang tidak terlalu padat.
tapi kenapa folder draft tulisan panjangku itu tetap nggak tersentuh selama berbulan-bulan setelah kumulai entah kapan tepatnya?

Friday, May 09, 2008

dan lagi...

yang kamu lakukan sederhana. waktu aku bilang aku rada kecewa karena hasil tesnya nggak sesuai dengan yang aku perlukan, kamu mengirimkan emoticon sedih dan kalimat yang membuat aku merasa kamu ikut merasakan kesedihan dan kekecewaanku.

satu-satunya harapan yang kupunya adalah karena aku belum menerima hasilnya di tangan, dan baru denger beritanya dari orang rumah. berita yang juga masih rada simpang siur karena yang dibaca cuma bagian nilainya aja.

lalu surat itu datang.
dan aku bisa membacanya dengan seksama. bisa dengan hati-hati memahami analisa yang tertulis di sebelah tiap skor. lalu memutuskan bahwa ada yang salah dengan asumsiku yang sebelumnya. hasil tes ini sama sekali nggak buruk. tapi justru sangat baik.

dan tabel pembanding nilai yang membenarkan dugaanku. kali ini nggak salah.

lalu di YM, kamu tampak berseri-seri.
"aku berkali-kali meminta supaya kamu mendapatkan yang terbaik. tadinya aku pikir aku minta terlalu banyak. ternyata nggak"
aku terharu. lagi-lagi kamu membuatku merasa begitu.

Thursday, May 08, 2008

tentang membaca buku




kalo ada yang tanya, atau ada form yang mengharuskan aku menjelaskan hobiku, dengan ringan dan pasti aku akan menjawab: membaca. jawaban yang selalu keluar dari mulutku, sebelum aku menyebutkan hobi-hobi yang lain.

tapi beberapa hari terakhir ini aku jadi ragu sama jawabanku sendiri. soalnya kalo dilihat-lihat, beberapa minggu terakhir hobi itu sedikit-demi-sedikit bergeser menuju hobi baru. ngobrol di telepon dan nge-charge batere handphone. kayaknya aku harus mulai merevisi jawabanku kalo ditanya.

bukti lainnya adalah tumpukan buku yang belum dibaca, yang baru separuh dibaca, atau yang baru diusap-usap aja -karena covernya bagus, yang makin membesar jumlahnya di kamarku. kadang-kadang penyebabnya sepele, aku sedang membaca satu judul ketika datang buku yang lain. entah karena membeli atau pemberian orang, lalu aku jadi lebih pengen baca buku yang baru. lalu aku berusaha membaca dua atau tiga buku dalam satu waktu, yang biasanya jadi bikin aku bingung, dan akhirnya semua distop.

setelah membaca keluhan Indie di blognya , aku sempatkan memeriksa berapa judul buku yang belum (selesai atau sempat) aku baca. ini nggak termasuk majalah yang juga makin tinggi tumpukannya.

1. John Steinbeck, The Moon is Down
2. Francis Wheen, How Mumbo Jumbo Conquered the World
3. Orhan Pamuk, Snow
4. Anita Shreve, The Last Time They Met
5. Barack Obama, Dreams for My Father
6. Rhonda Byrne, The Secret
7. Charles R. Cross, Heavier Than Heaven; The Biography of Kurt Cobain
8. Tom Clancy, Shadow Watch
9. Elfriede Jelinek, The Piano Teacher
10. James Joyce, Dubliners
11. John J. Kao, Managing Creativity
12. Bono -Larry Mullen -The Edge -Adam, U2 by U2
13. John Steinbeck, The Grapes of Wrath
14. Robert Ludlum, The Bourne Identity
15. Paul Theroux, Blinding Light
16. Joseph Tate (editor), The Music and Art of Radiohead
17. Truman Capote, In Cold Blood
18. John Dickie, Cosa Nostra; A History of the Sicilian Mafia
19. David Quantick, Beck
20. Kompilasi Terra; Bilingual Anthology

buku Beck, misalnya... sempat kubaca sampai dua bab sebelum aku mulai membaca biografi R.E.M. nah! itu buku juga belum aku masukkan daftar. R.E.M Fiction: An Alternative Biography dari David Buckley ini masih aku coba untuk selesaikan, sambil membaca beberapa buku cerita dongeng karangan Enid Blyton, 100 Tokoh Yang Mewarnai Jakarta bikinan Benny&Mice, A Spot of Bother-nya Mark Haddon, Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata dan lanjutan kisah kenangan Nh. Dini yang berjudul Dari Fontenay ke Magallianes. dan semuanya selesai tiga minggu yang lalu, tapi biografi R.E.M-nya nggak maju-maju dari bab 5! hihihi...

aduh, payah! aku sampe jadi malu waktu Indie bilang "jadi hobinya sebenernya membaca ato mengumpulkan buku?" ahahaha. parah banget deh, aku.

Friday, May 02, 2008

lagi serius

udah lama banget aku berhenti nonton berita di TV. soalnya sudah sejak bertahun-tahun yang lalu, setiap kali selesai nonton berita, aku pasti jadi marah-marah, ngomelin keadaan dan terutama, tindakan bodoh orang-orang picik yang entah kenapa banyak banget stoknya di dunia ini.

beberapa hari yang lalu waktu makan siang, iseng ngidupin TV, yang tentu saja isinya sinetron semuah. kecuali Metro TV, dimana ada Tommy Tjokro sedang baca berita. wajah gantengnya jelas membuat berita-berita yang dia bacakan jadi lebih menyenangkan untuk didengar. atau kira-kira begitulah.

tapi ternyata Tommy Tjokro (harus lengkap nulisnya) sedang baca berita tentang pembakaran masjid Ahmadiyah di Sukabumi. wah, aku langsung nggak berselera makan lagi. mau marah rasanya ngeliat puing-puing yang hangus menghitam. sisa-sisa kayu yang bertonjolan diantara reruntuhan dinding yang sudah nggak bisa dikenali lagi bentuknya.

katanya para pengikut Ahmadiyah disebut beraliran sesat, makanya masjidnya pantas dibakar. aku nggak tau apakah sebelum membakar masjid itu mereka sempat mengeluarkan Al Qur'an yang pasti ada di dalam masjid. nah, kalau Al Qur'an yang dipakai adalah kitab yang sama persis dengan apa yang dibaca para pembakar (itu pun kalo mereka membacanya), menurutku tindakan pembakaran dan perusakan itu sangat nggak pada tempatnya. sangat keterlaluan.

dalam hukum manapun, pembakaran tempat ibadah bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan.

aku sedih banget denger berita itu. kemarahan dan kesedihanku bercampur aduk jadi satu. dan aku menyesali kepicikan, pikiran yang sempit dan kebodohan, yang terus-menerus membuat umat Islam terpecah-pecah, sampai saling menyerang satu sama lain.
kalau perusakan dan pembakaran bahkan dilakukan pada sesama Muslim, lalu bagaimana kita bisa menyebut agama ini agama yang menyejukkan, cinta damai dan nirkekerasan?

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...