seperangkat perhiasan terdiri dari kalung, liontin, anting, gelang dan cincin semuanya dari emas 24 karat seberat total 25 gram, kain songket dengan prada benang emas, kain batik tulis sutra, bahan brokat (Perancis) putih buat kebaya pengantin perempuan waktu akad nikah, bahan baju muslim, bahan brokat (Perancis) untuk baju pesta, baju tidur, sepatu pesta, sepatu resmi, sendal, pakaian dalam, make-up, parfum, sembilan bahan pokok, kue-kue loyang, buah-buahan. semua ini adalah daftar yang diberikan ibu temanku, pada anaknya yang sedang merencanakan pernikahan. temanku, calon pengantin perempuan, harus menyerahkan daftar ini pada calon pengantin laki-laki. daftar ini adalah apa-apa yang harus diberikan pada acara seserahan, karena semua orang memberikan itu, karena pemberian barang-barang itu udah jadi kebiasaan dan budaya disini, jadi kalo nggak dilakukan. apa kata orang??
selain itu, hal lain yang harus disediakan calon mempelai laki-laki adalah sepasang cincin kawin seberat 10 gram, bahan kebaya untuk orangtua pengantin dan tentu saja, uang 'pemberian laki-laki' untuk biaya resepsi. teman ini mengeluh padaku, mengapa ibunya memberikan daftar panjang itu padahal mengetahui kalau si calon pengantin laki-laki ini baru saja memulai pekerjaannya dan orangtuanya bukanlah orang yang berada. mengapa kesannya jadi matre banget? walaupun ibunya selalu bilang bahwa apa yang dimintanya itu, pada akhirnya akan jadi milik temanku. dan itu semuanya untuk kebaikan temanku.
tapi dimanakah letaknya kebaikan itu?
kenapa yang dipikirkan jutru pesta padahal setelah pesta berakhir masih ada kehidupan baru yang harus dijalani? kehidupan yang harus ditopang setiap bulannya. sewa rumah yang harus dibayar, rekening listrik dan telepon yang harus dilunasi, biaya makan sehari-hari... sebuah kehidupan yang baru saja dimulai. lalu kenapa bersikeras akan menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah pesta sementara uangnya tidak jatuh dari langit, juga bukan uang berlebih yang bisa dibuang? barangkali memang hal-hal semacam ini penting untuk meningkatkan prestise atau status sosial di masyarakat. tapi apakah semahal itu harga sebuah gengsi?
disisi lain aku berpikir barangkali memang orangtua temanku tadi tidak menyetujui hubungan temanku. oleh karenanya segala cara mereka lakukan untuk mempersulit proses, atau bahkan menggagalkannya. menjadikan temanku sebagai Loro Jonggrang yang membuat Bandung Bondowoso harus membuat seribu candi untuk dapat meminangnya.
anyway, aku belum denger apakah calon pengantin laki-laki juga harus setor Honda Jazz agar dapat meminang calon pengantin perempuan.
selain itu, hal lain yang harus disediakan calon mempelai laki-laki adalah sepasang cincin kawin seberat 10 gram, bahan kebaya untuk orangtua pengantin dan tentu saja, uang 'pemberian laki-laki' untuk biaya resepsi. teman ini mengeluh padaku, mengapa ibunya memberikan daftar panjang itu padahal mengetahui kalau si calon pengantin laki-laki ini baru saja memulai pekerjaannya dan orangtuanya bukanlah orang yang berada. mengapa kesannya jadi matre banget? walaupun ibunya selalu bilang bahwa apa yang dimintanya itu, pada akhirnya akan jadi milik temanku. dan itu semuanya untuk kebaikan temanku.
tapi dimanakah letaknya kebaikan itu?
kenapa yang dipikirkan jutru pesta padahal setelah pesta berakhir masih ada kehidupan baru yang harus dijalani? kehidupan yang harus ditopang setiap bulannya. sewa rumah yang harus dibayar, rekening listrik dan telepon yang harus dilunasi, biaya makan sehari-hari... sebuah kehidupan yang baru saja dimulai. lalu kenapa bersikeras akan menghabiskan jutaan rupiah untuk sebuah pesta sementara uangnya tidak jatuh dari langit, juga bukan uang berlebih yang bisa dibuang? barangkali memang hal-hal semacam ini penting untuk meningkatkan prestise atau status sosial di masyarakat. tapi apakah semahal itu harga sebuah gengsi?
disisi lain aku berpikir barangkali memang orangtua temanku tadi tidak menyetujui hubungan temanku. oleh karenanya segala cara mereka lakukan untuk mempersulit proses, atau bahkan menggagalkannya. menjadikan temanku sebagai Loro Jonggrang yang membuat Bandung Bondowoso harus membuat seribu candi untuk dapat meminangnya.
anyway, aku belum denger apakah calon pengantin laki-laki juga harus setor Honda Jazz agar dapat meminang calon pengantin perempuan.
6 comments:
biasanya memang begitu kalo ada kesenjangan sosial yang ternyata masih 'dipertimbangkan' sama mertua2.
biar hemat, menikah tamasya aja ;)
iya, kenapa sih harus repot kaya gitu...saya pernah nulis juga deh tentang ini, sampai tiga kali kalo ga salah.. :D
seorang guru saya waktu smp pernah bilang, orang-orang bilang raja sehari itu pasangan yang baru menikah, Padahal mereka lupa sehabisnya mereka harus menghadapi tagihan rutin dan mungkin hutang mengadakan biaya pernikahan. raja sehari itu orang mati, karena semua sudah diurusin sama orang lain. Besoknya ga mikir hutang lagi.
=D
*uhuk*
pengin kawin
wah!
aku pernah ngobrol masalah ini dengan cewek yang kebetulan dulu pacarku.
dia bilang: "kan sekali seumur hidup, apa salahnya?"
setelah dia bilang itu, aku langsung ilpil. bener2 ilpil..!
# didats: yg bilang yg nomor satu diatas yah? :D huehauhuehuae..
# inceh: nggak tau yah.. dulu pas gue mo nikah emang gue berpikiran sama seperti diatas.. for what?
tapi sekarang ... karena gue udah punya anak.. apapun gue lakukan untuk kebahagiaan anak gue..
mungkin kalo anak gue besar nanti dan mo nikah bisa jadi sikap gue jadi seperti itu.. *ntah*
yah yg namanya orang tua pasti nggak mau anaknya susah.
hal ini bisa disikapi sebenernya dengan dialog, komunikasi.. etc...
yah coba aja nanti yg pada coment disini yg udah punya anak.. sikapnya jadi gimana.. huaehauheaueae...
ya mungkin seperti "comment" emaknya Oneng waktu photo anaknya "beredar luas" ketika ditanya wartawan
tentang perasaannya.
jawabnya simpel... "Nanti semua juga pada tau ketika udah pada punya anak, gimana rasanya.. "
*beugh... koq gue jadi serius gini.. *
saya baru baca blog ini setelah riset ttg mas kawin karena ibu saya meminta yang sama. ga seekstrem cerita di atas. tapi lumayan bikin gue ama pasangan gue keliyengan.
mau gila cuma ya mau gimana..
pada akhirnya, gue ama orangtua gue ketemu di tengah, dan ada yang ngalah..
namanya juga mau menghadapi sesuatu yang berat (baca: pernikahan) maka harus diawali dengan ujian yang berat.. supaya bisa lulus nantinyaa..
:)
Post a Comment