alamanda.blogspot.com is proudly powered by Blogger
Template Design by Didats Triadi
Menyiram bunga dengan Matematika
Friday, September 14, 2007

ceritanya aku lewat Jalan Hanoman dalam perjalanan singkat 6 menit dari rumah ke kantor. lalu aku lihat orang sedang menyiram bunga. alih-alih pake gembor, dia melubangi pantat ember dan membawa embernya keliling-keliling di sekitar petak bunga. keliatannya sama aja, sih. tapi kalo dipikir lagi, dibandingkan dengan gembor yang hanya berlubang di bagian mulutnya... pada proses mengisi air dan membawa ember itu dari keran air ke petak bunga, pasti udah ada air yang tumpah. dan bunga yang paling deket dengan keran air akan menerima air paling banyak, atau malah kebanyakan, sementara petak bunga yang letaknya paling jauh dari keran air akan menerima air paling sedikit. tanpa rumus Matematika, kita bisa tahu kalau gembor lebih efektif daripada ember yang pantatnya dilubangi.
nah, pikiran tentang rumus Matematika itu datang karena aku bertanya dalam hati, mana yang lebih efektif dan efisien. menyiram dengan gembor, atau selang air?
persoalannya dengan selang air adalah, kita nggak bisa langsung mengukur berapa banyak air yang dikeluarkan untuk sepetak bunga. kalo di gembor air kan gampang banget. sekali angkut 5 liter, tiga kali angkut 15 liter. katakan yang tumpah dalam sekali angkut 200 ml, berarti bisa menyiram seluruh petak bunga dengan 14,4 liter.
sementara untuk mengukur dengan selang air, kita harus memperhitungkan kecepatan air mengalir dan jumlah air yang keluar dari mulut selang dalam satu waktu tertentu (misalnya 5 menit), dan air yang tumpah atau nggak terpakai adalah air yang masih ada dalam badan selang setelah air dimatikan.
kalau udah bisa menghitungnya, baru ketahuan, pada saat bagaimana selang lebih efektif, dan pada saat bagaimana gembor lebih efektif. walaupun jelas pakai gembor lebih capek ngangkatnya daripada kalo pake selang air.
setelah memikirkan itu, dan tidak berhasil mengingat-ingat rumus Matematikanya, aku jadi menyesal dulu suka nggak serius sama pelajaran Matematika, dan memandang papan tulis dengan pikiran..."mo dipake apa sih rumus kayak gitu?". dan akibatnya nilai Matematika-ku emang paling bagus 7. hihihi... itu pun udah pake acara minta diajarin sama cowok ganteng tetangga depan rumah temen sekelasku.
tapi memang sepanjang sejarahku sekolah, guru Matematika yang aku temui tidak pernah berusaha membuat pelajarannya jadi menarik. sepertinya lebih menikmati citra kalau pelajaran Matematika itu sulit, kalau gurunya membosankan, atau killer.
sebenarnya ini semacam seruan buat para guru Matematika, supaya orang-orang seperti aku semakin berkurang:D
anyway, ada yang mau ngerjain hitungan Matematika buat masalah yang diatas tadi?
Previous posts
Archives
- December 2004
- January 2005
- February 2005
- March 2005
- April 2005
- May 2005
- June 2005
- July 2005
- August 2005
- September 2005
- October 2005
- November 2005
- December 2005
- January 2006
- February 2006
- March 2006
- April 2006
- May 2006
- June 2006
- July 2006
- August 2006
- September 2006
- October 2006
- November 2006
- December 2006
- January 2007
- February 2007
- March 2007
- April 2007
- May 2007
- June 2007
- July 2007
- August 2007
- September 2007
- October 2007
- November 2007
- December 2007
- January 2008
- February 2008
- March 2008
- April 2008
- May 2008
- June 2008
- July 2008
- August 2008
- September 2008
- October 2008
- November 2008
- December 2008
- January 2009
- February 2009
- March 2009
- April 2009
- May 2009
- June 2009
- July 2009
- August 2009
- September 2009
- October 2009
- November 2009
- December 2009
- January 2010
- February 2010
- March 2010
- May 2010
- January 2011
- April 2011
- May 2011
- June 2011
- October 2011
- November 2011
- May 2012
- October 2012
- March 2013
- April 2013
- July 2013
- March 2014
- April 2014
- June 2014
- January 2015
- April 2015
- September 2015
- October 2015
- March 2016
- July 2017
- January 2019
- November 2019
Shoutbox

Hahaha! Sempet"nya Mbak...
Klo aku, pikiran seperti itu biasanya hilang lima sampai sepuluh detik setelah aku selesai merumuskan pemikiran... :p
^_^U ask for it
Ditanya:Lebih efisien pake gembor , pake selang apa pake ember dilobangi untuk menyiram sepetak bunga?
Diketahui:
1.Gravitasi 10 m/d ( 9.81 sih sebenarnya)
2.Isi Ember 5 l
Jawab:
Untuk mengetahui lebih efisien mana dari sisi waktu dan tenaga dibutuhkan rute jalan, luas petak, besar lubang pada ember dan selang dan kebutuhan masing2 m persegi petak.
Kesimpulan : Pertanyaan tidak cukup data sehingga bisa jadi gembor atau ember berlubang atau selang yang lebih efisien.
Happy Fasting Mbak Ina ;P
zzPG
tidak cukup data yang diketahui di soal itu, mungkin cukup maklum secara sepintas. tapi sebenarnya data yang dibutuhkan anonymous diatas sudah cukup, bahwa ina tak bisa mengingat rumus dikarenakan males dan angot-angotan belajar matematikanya karna gurunya terkesan killer dan tampak lebih rumit dari matematika itu sendiri.
tapi yang saya soroti bukan pada bagaimana menghitungnya atau rumusnya bagaimana. tapi metode belajar (belajar & mengajar).
masih banyak guru (pengajar, termasuk dosen sekalipun) masih mengajar dengan metode yang hampir sama dan kurang peka terhadap siapa yang diajarnya.
maksudnya masih menggolongkan semua peserta didik dengan latar belakang yang beragam (ekonomi, sosial, budaya) dalam kategori sama; pelajar yang bener-bener belajar dan tak punya permasalahan di luar kegiatan belajarnya. parahnya pengajar tak mau tahu dengan segala tetek bengek background dan experience mereka itu. pengajar masih belum bisa mengerti dengan perbedaan. kebanyakan belum mumpuni apa itu psikologi edukasi. satu sekolahan dengan puluhan kelas diajar dengan metode sama, dan peserta didik harus menyesuaikan dengan metode itu, bukan sebaliknya. metode pengajar harusnya disesuaikan dengan setidaknya karakter peserta didik, dengan pendekatan psikologi yang berbeda. namun sayang jumlah peserta terlalu overload dalam satu kelas, dan ini menjadikan sistem pendidikan kita kaco. saya justru salut dengan guru-guru TK itu.
ah lagi-lagi saya jadi banyak omong dan melebar...