Saturday, October 24, 2009

Bersama Thomas Heatherwick untuk Indonesia


Tahun 2004. Mataku tertumbuk pada sebuah artikel mengenai program istimewa di Design Museum, London. "Thomas Heatherwick Conran Collection at the Design Museum: The intersection of mundanity, necessity and the sublime" kata-kata yang provokatif sekaligus menimbulkan kernyitan di dahi. Apa urusannya sampe mundanity bisa dengan leluasa masuk ke Design Museum?

Artikel itu rupanya mengenai pameran terbaru yang didanai oleh Terence Conran Foundation, di mana yayasan ini menyediakan £30,000 agar kuratornya, Thomas Heatherwick, bisa mengumpulkan 1000 benda yang karena desain (dan kegunaannya) menjadi barang-barang yang ingin dimilikinya. "Things I want to live, with. Things people should live with" katanya. Dan tidak seperti pameran desain yang lain, yang isinya barang-barang yang bentuknya begitu bagus sampe nggak kebayang gimana cara makenya, pameran ini sarat oleh benda-benda sehari-hari yang fungsional, sekaligus didesain ciamik. Misalnya dental floss buatan Jepang yang bisa dipakai membersihkan gigi hanya dengan satu jari, Pop Tarts, peti mati berbahan kardus, atau benang gelasan (senar yang dilapisi kaca) supaya bisa menang waktu adu layang-layang. Hebat, dia sampai tahu senjata andalan anak-anak yang main layangan di Indonesia:))

Gara-gara baca artikel ini, aku jadi pengagum Thomas Heatherwick dan tertarik untuk mencari tahu lebih banyak tentang Design Museum, membaca semua keterangan yang ada di dalamnya, dan selama beberapa hari kemudian sibuk mengaduk-aduk isi perpustakaan desainer yang menulis tentang sederet desainer berbakat dan karya-karyanya yang menarik. Mulai dari Manolo Blahnik si empu sepatu, sampai The Experimental Jetset yang salah satu desainnya nempel di kaus hitam favoritku yang bertuliskan:
John&
Paul&
Ringo&
George.
Semua orang tahu nama belakang mereka.

Tahun demi tahun berganti dan setiap kali aku menemukan Thomas Heatherwick bikin karya baru yang lebih menarik dari sebelumnya. Dia terus melaju. Benang merah dari keseluruhan karya itu adalah desain yang sederhana, tapi eksekusinya mengejutkan. Lipatan, gulungan, helaian pita, ledakan kembang api. Siapa lagi sih, selain dia, yang bisa memikirkan The Rolling Bridge untuk dipasang di Paddington Basin-London? Jembatan biasa yang nggak terlalu gede karena tempatnya sempit, tapi sewaktu-waktu bisa digulung kalau ada kapal mau lewat. Ribuan orang yang sengaja datang cuma buat ngeliat jembatan itu digulung (sampai diputuskan untuk menggulungnya tiap Jumat, ada atau gak ada kapal yang lewat) pasti punya hal yang sama di kepala mereka. "Kok kepikir ya?" Gak heran Heatherwick disebut-sebut sebagai 'orang paling kreatif di Inggris'.



Pendekatannya itu dikerjakan melalui pemilihan bahan yang cermat dan penyelesaian yang sangat rinci. Dan hal ini bisa diterapkan pada segala bidang, mulai dari bangunan East Beach Café atau display toko Harvey Nichols yang seolah-olah dibuat dari helaian pita; monumen B of the Bang yang yang seperti dibuat dari sumpit raksasa dalam bentuk pijaran kembang api; gedung-gedung bisnis kreatif di Universitas Aberystwyth, yang tulisan dalam situsnya mirip dengan bahasanya Arwen dari Lord of the Ring, membuatku percaya kalau universitas ini adalah tempat belajar para peri, jembalang dan goblin; sampai tas ritsleting buatan Longchamp.



Mengikuti perkembangan karir Heatherwick membuatku kerap memikirkan desain dari sisi ide dan fungsi. Disadari atau tidak, hampir setiap benda yang kita pegang dan pergunakan sehari-hari, semuanya dirancang oleh seseorang. Tapi sekedar desain bagus saja nggak cukup. Untuk jadi sesuatu yang bisa dibuat dalam jumlah massal, harus ada ide kuat yang mendasari suatu benda, ditunjang dengan fungsi benda itu. Lalu harus ada yang bisa menerjemahkan desain itu sehingga layak dikembangkan, bisa jadi trend, mengubah cara pandang orang, atau membuat hidup lebih nyaman. Aku bicara tentang iPod, celak berbentuk pasta yang dipulaskan dengan sikat, kemasan roll-on deodorant yang tutupnya ada di bawah, pisau lipat serbaguna, peralatan makan bayi yang bisa berubah warna sesuai suhu, sampai cetakan es batu yang menempel dalam kulkas dan bisa diputar supaya langsung lepas dan tertampung. Sejak beberapa tahun yang lalu, aku tertarik untuk belajar Manajemen Desain, utamanya untuk industri kreatif.

Menurutku, Indonesia punya potensi industri kreatif yang luar biasa. Bakat, perajin yang terampil dan tekun, serta pasar yang sangat besar. Semua hal ini bisa dihubungkan oleh suatu manajemen desain yang efektif dan bisa membaca perkembangan. Aku yakin manajemen desain adalah salah satu kunci keberhasilan Inggris sebagai negara dengan industri kreatif yang paling maju di dunia. Itu sebabnya, menurutku, belajar dalam bidang ini, langsung di negara yang telah menghasilkan desainer menakjubkan seperti Heatherwick, akan memberi landasan yang kokoh, terutama dalam pendekatan dan pola pemikiran, sehingga dapat diterapkan dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia. Dan yang sama menariknya, adalah terbukanya kesempatan untuk bisa bekerja sama dengan orang-orang paling kreatif dalam bidangnya, lalu mengubah dunia.

9 comments:

Naif Al'as said...

Pertamax dulu!

Tk. Kiridit said...

kalau thomas ada di indonesia, bisakah dia se-kreatif ini?

apatis yah, tapi ya gitu deh ....

Anonymous said...

kagum euy sama anak2 design yang kreatip-kreatip, apalagi untuk seni pakai. skarang udah ga jaman lagi kayaknya untuk barang2 yang cuma berguna tapi ga enak dipandang :D kalo kata guru seni: estetiguna atau apa gitu. :D

di indonesia sebenernya udah mulai banyak ya, orang2 atau organisasi yang me-mainstreamkan design, kayak itu yang apa innovation awards, kan lumayan, hasilnya juga nggak jelek2 amat dan designnya juga mayan bagus. tapi kok kurang gimana gitu. belinya di mana? mass produced atau emang cuma buat dipamer doang?

kalo diliat2 itu barang2 di design museum kan barang2 yang dipake awam, jadi nilainya lebih karena nggak cuma cantik tapi bisa dipake. kayak wokmen atau apa gitu.

(nah loh saya ngalor ngidul ga jelas)

ya pokoknya!

jeng, kalo nanti ke londo, saya minta katalognya design museum! *meksodirejo*

endhoot said...

itu henny ya? kok anonimus?

btw, sebenernya orang2 indonesia juga gak kalah kreatif lho, cuman ya gak ada yang menampung... eh udah ada deng kalo gak salah, yang nyelenggarain salah satu merk rokok. cuman ya barang2 hasil ciptaan para kreatif itu dikemanain? di-mass product ndak? sepertinya hanya disimpan saja ya?

inaterne said...

peran desain manajemen penting buat Indonesia karena seringkali barang-barang handmade yang diproduksi massal di sini secara artistik bagus, pengrajin yang bikinnya terampil, tapi desainnya belum pas untuk bisa menaikkan nilainya, atau proses pemassalannya mengabaikan fungsi barang itu sendiri. jadi kurang ergonomis, kurang kuat, atau nggak jeli sama kecenderungan pasar, lantas nggak bisa jadi trendsetter.
sayang aja, potensi industri kreatif di Indonesia hanya dijadikan alat untuk mencari bahan baku murah dan tenaga terampil yang murah.

acha said...

kalau di Indonesia, yang saya tahu selama ini, barang sehari-hari yang di-design sehari-hari biasanya malah tidak dipakai. Sayang katanya, takut rusak :D

acha said...

*halah belepotan*


kalau di Indonesia, yang saya tahu selama ini, barang sehari-hari yang di-design menarik biasanya malah tidak dipakai. Sayang katanya, takut rusak :D

Joan said...

Konsep IKEA termasuk nggak? Minimal, ide awalnya, memaksimalkan furnitur.
Atau kursi makan dan tempat tidur bayi yang bisa dipakai hingga remaja. :-D

Dian Ina said...

termasuk dalam golongan 'fungsional', Jo. dan kelebihannya, karena fungsi yang maksimal itu, diimbangi dengan tampilan desain yang cantik:D

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...