kata Mahén, gadis-gadis di kota metropolitan nan ramai, gersang, panas dan pengap namun bergelimang mimpi dan kemewahan ini justru nggak pakai sendal manis bertumit tinggi yang anggun dan feminin. mereka yang bekerja di gedung-gedung tinggi yang mencakar-cakar langit itu justru memakai sendal jepit selama perjalanan berangkat dan pulang kerja, waktu harus berkejaran naik mikrolet, bis kota atau busway. lalu setelah sampai di kantor baru sendal jepit itu disimpan dan diganti dengan sepatu bertumit tinggi yang selayaknya.
setelah melakukan observasi selama beberapa hari, aku memutuskan memang sebaiknya punya simpenan sendal jepit di kantor. alhasil, tadi pagi aku ke warung kelontong yang berjarak dua-tiga kali ngesot dari rumah kontrakanku, lalu memilih-milih sendal jepit yang ukuran dan warnanya sesuai. aku berhasil mendapatkan sendal yang cukup cantik dan meyakinkan dengan harga Rp 6,000! bukan merk swallow, sih. tapi setidaknya dengan sendal ini aku sekarang telah menjadi gadis metropolitan secara resmi. atasan bagus-rapi, rok sepanjang lutut, wajah berias dan sendal jepit adalah busana peresmian untuk identitasku yang baru:)
ah, tapi aku masih kangen sawah hijau, pohon kelapa dan aroma dupa di ubud...
3 comments:
Kalau aku kebalikannya, Mbak... sedia sandal jepit di kantor, jadi kalau udah sampai kantor, ganti sandal jepit... :p Ngadep bos juga pake sandal jepit...
6000? wah, lebih murah dari swallow ya. lain kali bisa nitip nih (askina, saingan askvicong) :)
hemmm...memang gitu sih. tapi aku klo di kantor pake sandal "bakyak" mba, klo liputan di lapangan pake sepatu yg enak buat lari-lari, ringan dan gak ribet. tapi klo udah nyampe kantor, aku pake "bakyak", sebelum kantor ngasih "bakyak" satu per satu ke staf, aku pake jepit
Post a Comment