Monday, May 01, 2006

Untuk Pak Pram

belum banyak buku karangan Pak Pram yang sudah aku baca. tapi rasa terikat pada buku-buku yang sedikit itu akan membayangiku selalu. kadang-kadang aku takut memulai buku karangan Pak Pram. karena aku akan kesulitan berhenti membaca, enggan meletakkan buku yang sudah kumulai, walaupun malam sudah larut, dan mataku kelelahan.
aku juga takut akan jadi sedih dan tercabik berhari-hari karena kisah dalam buku-buku itu adalah kisah yang getir dan suram. mungkin aku masih takut menerima kenyataan bahwa hidup itu memang keras dan kejam. selimut kenyamanan pun bisa setiap saat terenggut dan berganti ribuan tusukan jarum berkarat, yang menimbulkan nyeri ketika menghunjam dalam daging.

aku ingat betapa aku marah pada dunia setelah membaca Gadis Pantai, karena aku tau... diluar sana, seorang perempuan pernah bernasib demikian. atau bagaimana aku tercenung dalam usahaku memahami setiap kata yang menjalin kisah-kisah dalam tetralogimu yang luar biasa. tokoh Nyai Ontosoroh, yang Pak Pram beri nyawa dan keteguhan dalam menjalani hidupnya, lengkap dengan kecerdasan, kesadaran dan wawasan yang luas, sempat kucari-cari jejaknya dalam perjalanan darat melintasi Jawa Timur.

memang banyak yang lalai memakai hatinya ya, Pak? tapi aku masih percaya pada kebaikan hati manusia. gelap dan pahit dalam kisah-kisah itu menyuarakan kebenaran. tapi masih selalu ada harapan buat orang-orang yang kuat. seperti bagaimana Pak Pram melalui seluruh siksaaan selama bertahun-tahun itu. iya 'kan Pak?

sayang, aku belum sempat ketemu langsung dengan Pak Pram dan mendengar sendiri kisah-kisah ajaib tanpa perantaraan coretan tinta hitam diatas kertas. namun kudoakan semoga jalan Pak Pram lapang dan senantiasa tentram disana. oya, katanya mereka menyanyikan Darah Juang untuk mengiringi keberangkatan Pak Pram ke Karet Bivak. apakah senandung itu bisa didengar?

hati-hati di jalan, Pak!

Thursday, April 27, 2006

akan tetapi

sebenarnya aku ingin tinggal lebih lama malam itu, akan tetapi aku harus meninggalkanmu waktu sedang mengemasi peralatan karena Pippi dan Wine udah pada minta pulang karena lapar. sebetulnya aku juga lapar, kami memang belum makan malam, akan tetapi sebagian dari rasa laparku telah dipuaskan oleh senyummu, dan kesempatan melihat tahi lalat di ujung alismu dari dekat.

aku sempat menyangka kamu nggak melihatku karena aku duduk di pojokan, akan tetapi tidak. kamu melihatku dan menghampiriku. kukira kamu hanya akan berdiri dan menyapaku dari seberang meja, akan tetapi kamu memilih mengitari meja lalu duduk di sebelahku. aku pikir kamu akan tetap bersikap formal walaupun ramah, akan tetapi aku salah. kamu menyapaku dengan akrab, seperti teman lama. ya, sudah lebih empat minggu berlalu sejak terakhir kali aku mellihatmu, akan tetapi kamu memangkas jarak diantara kita. seolah kita selalu dekat.

walaupun masih agak-agak nggak percaya, akan tetapi aku berterima kasih atas pertemanan dan keakraban yang kamu tawarkan. aku sangat menghargainya.

p.s: gitar double-neck mu itu memang berat sekali ya?!

Tuesday, April 25, 2006

percakapan seumur hidup

apakah kamu percaya kalau hubungan jarak jauh akan berhasil? aku termasuk salah seorang yang mempercayainya. ada sejumlah kisah, termasuk diantaranya papa dan mamaku, yang berhasil melewati tahapan itu dan sampai sekarang telah menikah selama 27 tahun.

yaya... disisi yang lain ada banyak orang yang nggak percaya kalau hubungan semacam itu bisa bertahan. long distance relationship is suck! kata salah seorang teman yang pada akhirnya harus menelan kalimatnya dan menjalani hubungan semacam itu. cinta memang nggak bisa diduga. dia datang tanpa permisi.
what's the point of having a relationship if you can't be together? kata orang yang lain lagi. itu bukan relationship. itu cuma affair. atau jangan-jangan cuma teman tapi mesra? karena hubungan menjelma dalam rangkaian percakapan telepon jarak jauh, dan chatting dan series of email. walah... bahasaku jadi campur aduk kayak gini.

anyway, sepanjang umurku aku hidup berpindah-pindah. sudah ada kira-kira 11 rumah berbeda yang aku tinggali. setiap kota, setiap rumah meninggalkan kenangan. teman, dan percakapan. ada diantara pertemanan itu yang umurnya cuma tiga bulan, ada yang empat hari, namun ada beberapa diantara teman baik itu yang telah bersamaku selama lebih dari sepuluh tahun. dan tetap bersamaku walau kami tinggal di tempat yang berbeda. kami saling menyaksikan hidup satu sama lain. aku bisa bilang kalau yang tahu betul siapa dan bagaimana aku, pikiran dan perasaanku, mimpi dan keinginanku, yang paling jujur, yang paling jernih, adalah orang yang bahkan nggak tinggal di Ubud bersamaku.

itu bisa terjadi karena setiap orang unik dan berbeda. dan seumur hidup, kita hanya akan bertemu beberapa orang saja, yang batinnya bisa saling berbicara dengan batin kita. percakapan yang berharga itu yang nggak akan tergantikan. kemanapun aku pergi, aku tau, batin kami berhubungan satu sama lain. pemahaman yang nggak semua orang bisa mencernanya. sesuatu yang nggak bisa diputuskan begitu saja. oleh jarak, oleh waktu. contoh paling ideal mungkin hubungan Clark Kent dan Lois Lane. dalam salah satu episodenya Lex Luthor mendapati bahwa ia tidak bisa memiliki Lois setelah perjalanan dengan mesin waktu, mengarungi ruang dan masa yang berbeda. karena dalam dimensi yang lain pun, Lois dan Clark tetap saling mencintai. cinta yang membentang di alam semesta yang paralel.

cinta seperti ini yang bikin Ali jarang sekali ikut turnya U2, atau minta Bono supaya tinggal di hotel aja kalau hanya punya beberapa hari untuk pulang diantara dua jadual tur, atau bekerja di studio, supaya empat anak mereka tidak sedih berhari-hari karena merasa kehilangan ayahnya.

Friday, April 21, 2006

Büche de Noël

ada beberapa buku yang menceritakan perjalanan hidup sebuah keluarga, atau epik yang rumit dengan tokoh yang jumlahnya banyak. Dyah Pitaloka: Senja di Majapahit karya Hermawan Aksan, Anna Karenina dan War and Peace-nya Leo Tolstoy adalah beberapa diantaranya. yang terakhir ini kalo nggak salah malah berisi daftar nama segala karena jumlah tokohnya ada 500 orang. dalam kehidupan nyata, ternyata ada teman yang silsilah keluarganya lumayan ruwet sampe dia sendiri kesusahan menjawab pertanyaan "how many siblings do you have?"

Noel adalah pemilik Flava Lounge, tempat hangout yang masakannya enak di Pengosekan. dia berusaha menjelaskan padaku tentang keluarganya dengan kalimat seperti "from my biological father and mother, I have a sister" "from my mother and Pak Will, I have a brother" "from my mother, I have six siblings and from my biological father, I have five siblings". wah! aku bukannya makin ngerti malah makin bingung. jadi aku minta dia menggambar diagram tentang saudara-saudaranya (core family only!) dan minta ijin untuk memasangnya di blog. Noel dibantu dua adiknya, Zion (sebenernya Zion yang lebih banyak ngerjain) dan Thor (inspeksi doang) membuat diagram kasarnya, yang lalu aku sempurnakan.

Image hosting by Photobucket

aku memakai aturan Mind Map untuk menyempurnakan diagram ini dengan memberi warna pembeda sebagai berikut:
Hijau : Perempuan
Ungu : Laki-laki
Biru : Lingkaran generasi orang tua
Merah : Lingkaran generasi anak
Oranye : Lingkaran generasi cucu
Pink : Garis hubungan pernikahan

ibu Robin mula-mula menikah dengan Ed, dan punya anak Deja dan Noel. Sesudahnya setelah bercerai, berturut-turut Ed menikah dengan Kitty lalu Carly lalu Malissa, dengan masing-masing satu anak, yaitu Kiki, Micah dan Kalen. setelah perceraiannya dengan Ed, ibu Robin menikah dengan Ching. dari sini lahir Zion dan Zhoue. berikutnya ia menikah dengan pak Will, dan lahirlah Hanoman. sebelum menikah dengan ibu Robin, pak Will pernah menikah dengan Brenda, dan punya anak Thor dan Lakota. Deja sempat menikah dengan Nick dan punya anak bernama (the baby) Zhoue sebelum bercerai. saat ini, semua saudara Noel yang satu ibu (kecuali Zhoue) ada di Bali, begitu pula anak-anak pak Will dari pernikahan sebelumnya.

melihat diagramnya, aku jadi ngerti banget kenapa susah sekali menjelaskan urutan keluarga inti-nya Noel. kalau diterus-teruskan dan ada yang mau menulis sejarah keluarga ini selama 50 tahun, mungkin nanti jadinya akan seperti keluarga Buendia di One Hundred Years of Solitude-nya Gabriel Garcia Marquez. apalagi kalo suka pake nama yang sama dari generasi yang berbeda. aku rasa tiap-tiap anggota keluarga harus membawa-bawa diagram ini, supaya kalo ditanya tentang jumlah anggota keluarga nggak mengawalinya dengan "this is very complicated"

Tuesday, April 18, 2006

after the night

aku bermimpi tentangmu tadi malam. setelah sekian lama. dua tahun dan tujuh bulan berlalu sejak terakhir kali kita bertemu. kenapa? entahlah. mungkin karena tadi sore aku membaca artikel tentang Chef Abu Goh yang potongan rambutnya sama denganmu. lalu aku teringat eksperimen yang beberapa kali kamu lakukan di dapur. mungkin karena obrolanku dengan Wine sepulang dari kantor. tentang bagaimana hidup kami sekarang dikelilingi laki-laki yang pintar memasak.

hanya satu chef yang berhasil membuatku terkagum-kagum sampai sekarang. dia memasak satu set hidangan lengkap (yang belakangan kutau bergaya Mediterranean), yang satupun aku tak tahu nama masakannya, tapi semua enak. kalau aku diminta menggambarkan satu-satu makanan yang dibuatnya, aku bisa. tapi kalau disuruh mengingat nama chef itu, aku nggak sanggup.

dalam mimpiku kamu memasak. lalu bersama beberapa teman kita menyantapnya. hari itu kamu sibuk sekali, dan seperti biasa kamu selalu melupakan ini dan itu. aku yang mengingatkanmu, mengambilkan yang tertinggal untukmu, menjawab pertanyaanmu, menemukan yang terselip.
"kamu nggak berubah, masih sama seperti dulu" katamu padaku tadi malam.

aku bangun dan tertegun. apakah kamu baik-baik saja? apakah rambutmu masih berwarna pirang pasir? apakah kamu masih perlu 8 menit untuk lari dari kamar ke tukang jual rokok terdekat? kamu selalu sendiri, dan selalu merasa tak ada yang mengerti. bagimu, belum ada yang bisa memahami tingkat kesempurnaan yang ingin kamu capai. lalu kamu merambah padang, menguak belantara, berlari kecil di jalan yang sepi. apakah kamu masih mencari?

oya, sudah lama kamu nggak kirim foto

Sunday, April 16, 2006

the hope

semakin lama punya blog itu semakin menyenangkan. buatku, karena aku bisa menyampaikan apa yang aku alami dan pikirkan. bahkan menyampaikan sesuatu yang nggak mungkin bisa aku katakan pada yang bersangkutan secara langsung. lewat blog, somehow, apa yang ingin aku katakan itu bisa tersampaikan.

pikiran, keinginan, doa dan harapan-harapanku juga bisa aku ceritakan... hal-hal yang mendorong dibuatnya template baru ini. image-nya adalah lempengan-lempengan doa dan harapan yang digantung di sebuah kuil Shinto di Tokyo. dipotret oleh Munehide Ida, yang hasil jepretan kameranya setampan wajahnya. setelah aku edit sedikit, Didats yang mewujudkan desain dan layoutnya sampai jadi seperti apa yang aku inginkan. fotoku adalah hasil bidikan Handika, waktu kami berada di cafe bernama Kafe

terima kasih banyak buat mereka yang udah aku sebut namanya diatas, yang membantuku mewujudkan template ini. semoga kalian semua menikmatinya, seperti aku sangat menyukainya.

Saturday, April 15, 2006

dari sebuah resepsi

"pun medaging nike?"
"pun"

demikian Ajik Yoga dan Mbak Ayu bercakap-cakap sepanjang perjalanan kami menuju acara resepsi pernikahan salah seorang staff pada sore yang basah karena hujan tak berkeputusan sejak siangnya. itu pertanyaan yang selalu terlontar, dan jawabannya nyaris selalu bisa ditebak; pun yang berarti sudah, untuk pertanyaan yang berarti apa sudah mengandung?

memprihatinkan? iya. tapi percaya atau tidak, hal seperti ini sudah bukan sesuatu yang perlu diributkan disini. beberapa staff yang masih lajang pernah bercerita padaku tentang bagaimana orangtua mengetahui kalau anak-anaknya sudah seksual aktif sejak sebelum menikah, dan hal itu jadi rahasia umum. istilah kumpul kebo memang masih ada, bukan sebagai frase yang bernilai negatif, tapi sekedar sebuah istilah, membedakan dengan yang sudah menikah.

oya, fenomena ini tidak terjadi hanya di Denpasar (yang dianggap jadi rusak karena populasi pendatang), atau tempat-tempat yang jadi tujuan turis seperti Kuta dan Ubud. hal ini terjadi merata di seluruh pulau. sebagian besar menikah karena sudah terlanjur hamil. memang aku belum pernah menemui laki-laki yang nggak mau bertanggung jawab, lalu kabur atau nggak mau menikah, atau perempuan yang nggak mau dinikahi.
yang aku lihat adalah tumbuhnya keluarga baru dengan tanpa perencanaan. yang sering aku temui misalnya begini: pinjam uang ke LPD (semacam koperasi simpan pinjam) untuk menikah karena pacar sudah hamil, sebelum hutang lunas terbayar anak sudah lahir dan hutang semakin menumpuk karena membesarkan anak memang perlu biaya besar, lalu seterusnya hidup dari menggali lubang untuk menutup lubang...jangan bicara tentang kesiapan mental dan psikologis untuk jadi orangtua. jauuh...

apakah ini terjadi karena nilai-nilai agama sudah semakin terkikis? iya. apakah terjadi pergeseran standar moralitas? iya. tapi aku nggak mau membahas itu. buatku, hal-hal seperti ini adalah pilihan pribadi, yang mulai dari pilihan sampai resikonya wajib ditanggung sendiri. tapi gimana sih kalo bisa memilih tapi nggak ngerti resikonya?
benar sekali! aku sedang bicara tentang minimnya pendidikan kesehatan reproduksi buat remaja. sesuatu yang sangat-sangat penting untuk dilakukan kalo udah bicara tentang seks. kenapa? karena kesehatan reproduksi nggak melulu tentang berhubungan seks. tapi juga tentang pengenalan organ reproduksi, perkembangannya, perawatannya, pengaruhnya pada perilaku (yang sifatnya hormonal), pengelolaan dorongan seks, dan seterusnya...dan seterusnya...

aku mulai berdiskusi tentang seks dengan Bu Mansri setelah salah seorang Ibu di Banjar Pande dalam usia 60-an divonis kanker rahim stadium tiga. meskipun dua dari empat anak dan salah seorang menantunya adalah dokter, namun Ibu tersebut tidak pernah didorong untuk memeriksakan diri. 37 tahun telah berlalu sejak terakhir kali dia pergi ke dokter kandungan, untuk memasang IUD dalam program KB Lestari. yang kayak gini-gini ini loh, yang bahaya. idealnya, kalo udah seksual aktif kan mesti rutin papsmear, jadi kalo ada gejala apa-apa, bisa langsung ketahuan.

kenapa? karena penyakit apapun yang timbul di alat reproduksi perempuan, gejalanya nggak pernah keliatan sebelum parah. ini berlawanan dengan laki-laki yang baru gejala aja, sakitnya udah luar biasa, jadi bisa langsung mencari pengobatan. buat perempuan, gejalanya paling cuma keputihan. dan keputihan itu, secara umum semua perempuan pernah mengalami. biar cuma sekali seumur hidup.

anyway, sebelum aku makin panjang nulis dan melantur kemana-mana, mendingan aku akhiri aja. buat yang sudah menikah, atau belum menikah tapi sudah seksual aktif, coba lebih rajin memeriksakan diri. buat yang belum menikah dan merasa pengetahuan kesehatan reproduksinya rendah. belajarlah! kenali resikonya, supaya bisa mengambil pilihan yang tepat.

Thursday, April 13, 2006

wisata baju bekas

aku pergi ke Sekaten bersama orang-orang dari rumah Cemorojajar malam itu. Mbak No', Abe, Muna, ditambah Desti dan Didit. sebenarnya agak mengherankan buatku kenapa mereka mengajakku kesini. Sekaten itu bukan tempat hangout mereka, itu udah pasti. setengah penasaran, aku mengiyakan saja ajakan mereka untuk pergi kesana. setelah mobil diparkir dekat Alun-alun Utara, barulah aku dapat jawaban dari Didit kenapa kami pergi ke tempat itu.

"kamu tau awul-awul? kita mau pergi kesana"
awul-awul itu tempat jualan baju bekas alias second hand yang diimpor entah dari negara mana. dinamai awul-awul karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja sehingga jadi berantakan, alias awul-awulan. dan kalo memilih juga harus meng-awul-awul bajunya dari tumpukan. got it?

dan mulailah kami menjelajah dari satu tempat penjualan baju bekas ke tempat yang lain. modelnya sebagian besar konservatif, tapi banyak juga yang unik. rok, kemeja, celana panjang, jaket, sweater, bahkan sackdress! ada juga berbagai macam t-shirt dengan tulisan yang nggak biasa. per potong dijual dengan harga yang mencengangkan. Rp 3500, Rp 5000, Rp 10.000 per tiga potong... wah! pokoknya bikin kalap. Mbak No' dan Didit yang memimpin pencarian kami malam itu. setiap temuan harus di-approve dulu oleh mereka, sebelum dikumpulkan waktu membayar.

buat yang nggak tau, Mbak No' itu bekerja mengurus wardrobe di sejumlah production house. karena itu, dia terus menerus berurusan dengan pakaian dan asesoris untuk para bintang sinetron dan bintang film dalam setiap produksi. wardrobe semacam itu didapatkan dari macam-macam tempat. bisa pinjaman dari perancang busana, bisa pinjaman dari butik-butik atau distro atau departement store... dan bisa juga dari awul-awul. Mbak No' mengenal dengan baik awul-awul di Bandung, Jakarta dan Jogja, yang sering jadi tempatnya memilih dan membeli puluhan pasang pakaian untuk produksi film atau sinetron. setelah dibeli, pakaian-pakaian itu dilaundry, atau di dry clean (proses ini bisa lebih mahal daripada harga beli bajunya). lalu ada juga yang ditambahi asesoris dan pernak pernik seperti payet, ganti kancing, tambah bisban, pita disana-sini sambil dipaskan dengan tubuh si aktris.
setelah itu semua beres, barulah syuting bisa dilakukan. selesai syuting, pakaian itu biasanya jadi inventaris production house yang bersangkutan. kalo baju-baju pinjaman ya... harus dikembalikan.

disalah satu tempat, kami melihat sebuah gaun putih panjang digantung. gaun itu berkerah tinggi, berlengan panjang, penuh rimpel dan renda, dengan pita satin di bagian pinggangnya. bahannya tipis, tetapi berlapis-lapis, sehingga nggak transparan lagi. persis seperti gaun yang dipakai di film The Ring. kalau di Indonesia, mungkin yang pakai gaun itu Suzanna. kami minta Mbak No' untuk beli gaun itu. bahkan mendesaknya. harusnya memang Mbak No' yang beli karena gaun itu bagus sekali. keren! tapi Mbak No' menolak dengan alasan tepat.
"aku nggak lagi bikin sinetron horor!"

dalam perjalanan pulang, dengan tubuh gatal penuh debu... aku membayangkan para pemain sinetron yang kelihatan mentereng di TV. kalo mereka pake baju yang lucu dan unik, dan bukan yang keliatan murahan, lalu nggak ada tulisan sponsor wardrobe itu.... aha! aku tau darimana baju-baju itu berasal.

Saturday, April 08, 2006

parcel kenyataan

kenapa sih ada yang suka bawa berita sedih dan mengawalinya dengan bertanya, lagi good mood atau bad mood? apa aku harus dalam mood yang buruk untuk menerima berita sedih? biar nothing to loose gitu kali ya? toh udah terlanjur buruk moodnya. ataukah harus dalam mood yang baik, supaya berita sedihmu bisa merusak moodku?
kenapa sih berita sedih sering diawali dengan pertanyaan semacam itu?

lalu kalau kamu sudah tau berita yang kamu bawa bukan berita gembira, kenapa kamu harus mengawalinya dengan 'aku punya berita yang mungkin akan bikin kamu sedih'? tau nggak? rasa yang ditimbulkan pernyataan itu, sama seperti saat Tom menunggu jatuhnya palu godam raksasa dari atas kepalanya karena muslihat Jerry. pengetahuan bahwa rasa sakit, rasa sedih itu akan datang, membuatnya jadi terasa lebih menyakitkan, karena yang ditunggu adalah nyeri. penantiannya pun, bikin hati jadi ngilu. atau kamu pikir, kalau dibungkus pita satin warna biru, bingkisan kesedihanmu jadi lebih indah? lebih enak ditelan?

apalagi kalau kemudian kamu menanyakan dampak dari berita sedihmu itu padaku.
"bagaimana dengan kamu setelah mendapat berita ini?" hey! apa kamu sedang menguji ketahananku? itu sama seperti bertanya pada korban kecelakaan yang jelas-jelas kakinya putus "apakah kamu baik-baik saja?"
of course I'm not OK!

kadang-kadang aku pikir pertanyaan "apakah kamu baik-baik saja" yang ditanyakan pada orang yang sedang nggak baik-baik saja adalah pertanyaan yang dibuat untuk menyiksa. sudah jelas aku akan sedih. sudah jelas dia tau kalo yang dia bawa bukan berita bahagia. apa sih maumu? memastikan bahwa aku sedih dengan berita darimu, tepat seperti dugaanmu?
itu pertanyaan keparat!

lain kali kalau kamu punya berita sedih, sampaikan saja dengan kalimat berita. seperti berita duka cita di koran, atau reportase bencana alam di televisi. aku akan sedih atau nggak, aku kecewa, berdarah-darah atau terbahak-bahak sampai tersedak, biar aku sendiri yang mengurusnya.

Friday, April 07, 2006

kamu bisa takut. aku juga

aku takut anjing. betul-betul takut anjing. ini bukan sesuatu yang aku buat-buat, atau sesuatu yang kadang-kadang datang, lalu kadang-kadang pergi. jadi pertanyaan seperti "kamu kan udah setahun tinggal di Ubud, kok masih takut anjing?" atau "kamu takut anjing karena kamu muslim ya?" sama sekali nggak relevan buat aku. aku pikir kalaupun aku ikut sekte terlarang semacam Aum Shinrikyo dan tinggal di Pegunungan Andes pun, aku tetap akan takut anjing. ketakutan itu nggak dibentuk oleh dimana aku tinggal, atau apa kepercayaanku. ketakutan itu dibentuk oleh anjing. jadi, kalau makhluk bernama anjing itu nggak ada, ketakutan itu pun akan sirna. seberapa sulit sih memahami hal ini?

makanya aku paling nggak suka kalau ada yang bilang sama aku bahwa aku nggak boleh menunjukkan ketakutanku, karena ketakutan itu akan membuat anjing mendekatiku. kalau kamu tau aku takut anjing, dan kamu teman yang baik yang nggak takut anjing, tentunya kamu akan mengusir anjing yang datang mendekatiku. bukannya menyuruhku menghilangkan ketakutanku lalu ada percakapan macam ini

"santai aja. kalo kamu santai, kamu nggak akan takut"
"mana bisa aku santai, itu anjingnya mendekat"
"iya,karena kamu takut"
"tapi kan itu anjing"
"ya, biarin aja... jangan takut"

damn!
aku takut. takut itu perasaan yang manusiawi. kenapa jadi seolah-olah aku yang salah karena takut? apa dipikirnya ada remote yang bikin ketakutanku bisa sirna karena kalimat tolol nggak bermakna seperti "santai aja jangan takut"? aku tau betul aku takut pada anjing karena mereka selalu membuatku merasa terancam. akan datang saatnya, ketika aku merasa mereka tidak lagi mengancamku, dan pada saat itulah aku akan bisa menerima kehadiran anjing itu. itu sebabnya aku paling takut sama anjing di jalanan. aku nggak mengenal mereka, aku nggak tau apakah mereka akan menyerang atau tidak. dan ketidaktahuan itu membuatku merasa lebih terancam.

beberapa anjing yang berhasil melewati proses ini diantaranya Ikke Nurjanah, anjingnya Marzuki dan Ellen... yang cukup pintar untuk menjaga jarak, paling dekat setengah meter denganku. sehingga aku cukup tenang dan mau menyapanya dari jauh.
lalu ada Rambo, anjingnya Aji dan Georgie... yang setelah pernah sekali aku biarkan mengendusku, nggak pernah berusaha mendekatiku lagi. tidak pula untuk minta dielus, atau ditepuk-tepuk kepalanya.
Poppy, Dogi, Popeye... dan anjing-anjing Pak Koman dan Bu Mansri lainnya. saat-saat pertama kali aku datang, tuan rumah dan penghuni rumah yang lain selalu mengusir anjing-anjingnya, atau menemaniku sehingga anjing-anjing itu tau kalau aku bukan orang asing. ini sikap yang paling aku hargai dari para pemilik anjing karena sangat membantuku dalam proses berkenalan dengan anjing mereka. sampai tiba saatnya aku bisa bilang sama anjing-anjing itu
"hus! Poppy! ini aku. jangan berisik! ssshhh!"

oya, aku juga nggak suka harus bersih-bersih kalo sampe dijilat anjing, karena sangat merepotkan. jadi sedekat apapun dengan seekor anjing, aku akan selalu bilang sama mereka:
"kamu boleh deket aku, tapi jangan menjilat yaaa!"

Wednesday, April 05, 2006

masjid kusam dan kampus berpagar

kampus Universitas Gajah Mada, bukan lagi kampus yang kukenal ketika aku melewatinya sore itu. waktu aku masih kuliah disini, suasana kampus selalu ramai, bahkan menjelang senja dan malam hari, bukan hanya karena masih ada kuliah, tapi juga karena ada banyak mahasiswa yang menghidupkan suasana kampus dengan berbagai kegiatan. sampai jauh malam. kadang-kadang sampai menginap. kampus jadi semacam rumah kedua tempat berkumpul dan menghasilkan hal-hal yang kreatif dan menarik.

dari pergaulan kampus yang semacam itu, yang nggak hanya dikotak-kotak oleh angkatan dan jurusan, aku mengenal Forum Musik Fisipol. sebuah komunitas yang kemudian mengajarkan banyak hal padaku tentang bekerja di dalam tim. tentang mengelola ide dan menjadikannya kegiatan yang terstruktur. tentang hidup dalam komunitas, yang hampir sama dengan kehidupan di dunia nyata. tentang bagaimana mengelola hubungan dan memanajemen kemampuan diri sendiri, maupun orang lain.

aku belajar bikin acara dari kampus, nego dengan artis, bikin pentas, mengelola kepanitiaan, uang puluhan juta, proses kerja percetakan, mengurus publikasi, mengurus perijinan, berhadapan dengan polisi kalo lagi bikin kegiatan, mencari sponsor, mengelola hubungan dengan sponsor, mengejar deadline, memanajemen acara, mengelola jalur komunikasi, membuat kegiatan yang interaktif, mengaktualisasikan konsep... semuanya aku pelajari dalam komunitas dari kampus. kemampuan yang sekarang ini sangat menunjang apa yang aku kerjakan. semua berangkat dari Kandang Babi, dibawah Pohon Mangga dekat Tapal Kuda Fisipol.

tapi sekarang kampus itu hening, lengang dan berpagar. nggak ada kehidupan setelah jam kuliah. jalan ditutup dimana-mana. mau lewat pun susah. mau ke Masjid Kampus dari arah Fisipol aja nggak bisa. harus keluar dulu, lewat perempatan Santikara. ah! Rektor baru yang nggak funky! apa sih masalahmu?

sampai di Masjid Kampus, aku lebih sedih lagi. masjid yang belum ada 10 tahun umurnya ini sudah terlihat kusam. lampu logam yang menggantung di depan mimbar berkarat nggak di-krom. dari empat kamar kecil di tempat wudhu perempuan, dua diantaranya bertuliskan 'rusak', dan satu lagi 'sedang dalam perbaikan'. keran wastafel juga patah berkarat tak disentuh. catnya kusam, disana sini ada rembesan air hujan. kap lampu yang putih penuh kotoran, mungkin serangga, mungkin debu, menghitam nggak dibersihkan. dari dalam masjid, terlihat kubahnya juga penuh kotoran. mungkin terbawa air hujan... tapi yang jelas masjid ini nggak terawat.

maintenance alias perawatan memang bukan hal yang mudah. di Komaneka aku belajar betapa perawatan itu seringkali jauh lebih sulit daripada membuat. daripada membangun. tapi apakah pantas sebuah masjid yang dirancang dan dibangun dengan sangat baik, pada akhirnya terlantar tak terawat? usang karena cuaca. usang karena ketidakpedulian...

aku sedih.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...