belum banyak buku karangan Pak Pram yang sudah aku baca. tapi rasa terikat pada buku-buku yang sedikit itu akan membayangiku selalu. kadang-kadang aku takut memulai buku karangan Pak Pram. karena aku akan kesulitan berhenti membaca, enggan meletakkan buku yang sudah kumulai, walaupun malam sudah larut, dan mataku kelelahan.
aku juga takut akan jadi sedih dan tercabik berhari-hari karena kisah dalam buku-buku itu adalah kisah yang getir dan suram. mungkin aku masih takut menerima kenyataan bahwa hidup itu memang keras dan kejam. selimut kenyamanan pun bisa setiap saat terenggut dan berganti ribuan tusukan jarum berkarat, yang menimbulkan nyeri ketika menghunjam dalam daging.
aku ingat betapa aku marah pada dunia setelah membaca Gadis Pantai, karena aku tau... diluar sana, seorang perempuan pernah bernasib demikian. atau bagaimana aku tercenung dalam usahaku memahami setiap kata yang menjalin kisah-kisah dalam tetralogimu yang luar biasa. tokoh Nyai Ontosoroh, yang Pak Pram beri nyawa dan keteguhan dalam menjalani hidupnya, lengkap dengan kecerdasan, kesadaran dan wawasan yang luas, sempat kucari-cari jejaknya dalam perjalanan darat melintasi Jawa Timur.
memang banyak yang lalai memakai hatinya ya, Pak? tapi aku masih percaya pada kebaikan hati manusia. gelap dan pahit dalam kisah-kisah itu menyuarakan kebenaran. tapi masih selalu ada harapan buat orang-orang yang kuat. seperti bagaimana Pak Pram melalui seluruh siksaaan selama bertahun-tahun itu. iya 'kan Pak?
sayang, aku belum sempat ketemu langsung dengan Pak Pram dan mendengar sendiri kisah-kisah ajaib tanpa perantaraan coretan tinta hitam diatas kertas. namun kudoakan semoga jalan Pak Pram lapang dan senantiasa tentram disana. oya, katanya mereka menyanyikan Darah Juang untuk mengiringi keberangkatan Pak Pram ke Karet Bivak. apakah senandung itu bisa didengar?
hati-hati di jalan, Pak!
aku juga takut akan jadi sedih dan tercabik berhari-hari karena kisah dalam buku-buku itu adalah kisah yang getir dan suram. mungkin aku masih takut menerima kenyataan bahwa hidup itu memang keras dan kejam. selimut kenyamanan pun bisa setiap saat terenggut dan berganti ribuan tusukan jarum berkarat, yang menimbulkan nyeri ketika menghunjam dalam daging.
aku ingat betapa aku marah pada dunia setelah membaca Gadis Pantai, karena aku tau... diluar sana, seorang perempuan pernah bernasib demikian. atau bagaimana aku tercenung dalam usahaku memahami setiap kata yang menjalin kisah-kisah dalam tetralogimu yang luar biasa. tokoh Nyai Ontosoroh, yang Pak Pram beri nyawa dan keteguhan dalam menjalani hidupnya, lengkap dengan kecerdasan, kesadaran dan wawasan yang luas, sempat kucari-cari jejaknya dalam perjalanan darat melintasi Jawa Timur.
memang banyak yang lalai memakai hatinya ya, Pak? tapi aku masih percaya pada kebaikan hati manusia. gelap dan pahit dalam kisah-kisah itu menyuarakan kebenaran. tapi masih selalu ada harapan buat orang-orang yang kuat. seperti bagaimana Pak Pram melalui seluruh siksaaan selama bertahun-tahun itu. iya 'kan Pak?
sayang, aku belum sempat ketemu langsung dengan Pak Pram dan mendengar sendiri kisah-kisah ajaib tanpa perantaraan coretan tinta hitam diatas kertas. namun kudoakan semoga jalan Pak Pram lapang dan senantiasa tentram disana. oya, katanya mereka menyanyikan Darah Juang untuk mengiringi keberangkatan Pak Pram ke Karet Bivak. apakah senandung itu bisa didengar?
hati-hati di jalan, Pak!
1 comment:
Selamat Jalan, Bung Pram!
Post a Comment