"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Monday, July 13, 2009
adventure series: canoing at rijn
Saturday, July 11, 2009
adventure series: the haunted fortress of rhijnauwen
Friday, July 10, 2009
adventure series: pasar kaget di vredenburg
Thursday, July 09, 2009
adventure series: voting from the hague
ini adalah wajah Grace Wangge yang cemberut berat karena udah bela-belain berkereta dari Utrecht dan ternyata sesampai di Den Haag nggak dapat tinta ungu tanda udah memilih.
bukan, bukannya Wangge nggak boleh milih, tapi karena dia sebelumnya memang mau memilih lewat pos, lalu memutuskan untuk ikut ke Den Haag bersama kami yang memilih dengan menyontreng di dalam bilik suara. sesampai di KBRI Den Haag yang terletak di jalan belakang Peace Palace dan amatlah rindangnya, dia ternyata dipersilakan memasukkan surat suara ke dalam amplop dan menyerahkannya, tapi nggak pake dikenai tinta ungu. hehehe, aku yang kebagian tinta ungu langsung pamer jariku dengan bangga.
aku senang karena para petugas di KBRI ramah dan sangat kooperatif membantu aku dan Atta yang hanya membawa paspor dan nggak punya surat panggilan. surat panggilanku ada sih, di Malang. sebelum berangkat ke Utrecht mama sempat kasih tau kalau suratnya udah datang, tapi aku udah nggak ada waktu lagi buat ke Malang dan ambil surat.
singkat kata singkat cerita, masing-masing kami memilih. mulai dari Kiki yang jadi idola ibu-ibu di KBRI yang haus ngajakin jumpa fans dan foto-foto serta minta tanda tangan, lalu dilanjutkan Atta yang setelah memilih masih meneruskan kebiasaannya jadi wartawan, ngobrol sama ketua panita pemilihan sampe lama banget dan akhirnya kami tinggal makan siang:D
sebagai catatan, ibu-ibu KBRI di Den Haag itu benar-benar mengagumkan. bisa-bisaan menghidangkan gudeg, oseng daun pepaya, sayur asem, dan cendol yang rasanya autentik!
aku sendiri memilih tanpa upacara apapun. membuka surat suara, menyontreng, memasukkannya dalam kotak dan mencelupkan kelingking di tinta.
pemilu ini tentu bersejarah karena namaku tercatat di kecamatan Den Haag. tumben 'kan, gadis kampung dari pelosok Ubud masuk dalam arsip di kota besar? di luar negeri pula. tempat impian R.A Kartini, tempat Ki Hajar Dewantara ditangkap. begitulah, dengan ini aku sudah melunasi niatku untuk napak tilas perjalanan moyangku yang dibawa VOC.
Wednesday, July 08, 2009
adventure series: is europe a christian continent?
demikian pertanyaan yang diajukan Hans Renes dalam kuliahnya "Cultural Heritage of Europe." dia kemudian menerangkan bahwa selama berabad-abad kepercayaan di Eropa justru pra-Kristen, karena Eropa baru mulai 'beralih' jadi Kristen setelah abad ke-12. sementara Islam, sebetulnya menjadi bagian yang signifikan dalam peradaban Eropa selama abad ke-8 sampai 15, ketika Kekaisaran Turki Ottoman mengalami kehancuran.
tetapi, kata Renes lagi, sepanjang sejarah panjang Eropa memang ada upaya-upaya untuk menjadikan Eropa satu benua yang homogen secara religi, meskipun itu tidak pernah berhasil. salah satunya adalah ketika terjadi pemindahan besar-besaran populasi Muslim di Yunani ke Turki (yang dianggap jadi bagian Timur Tengah) dan sebaliknya pemindahan populasi Kristen Turki ke Yunani, berdasarkan Treaty of Lausanne tahun 1923, sebuah pertukaran populasi.
dengan caranya sendiri, ratusan gereja dan biara di Eropa dijaga selama ratusan tahun, dan dianggap sebagai bagian dari warisan budaya. pada kurun waktu bersamaan (terutama saat perang di Balkan), ratusan masjid dihancurkan, karena tak satupun dimasukkan dalam upaya perlindungan cagar budaya.
buatku, kenyataan ini bukan menjadi dasar untuk menganggap bahwa satu agama lebih superior daripada yang lainnya. atau jadi alasan untuk memusuhi pemeluk agama lain, yang barangkali sebagai individu, tidak punya kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan perubahan politis. ini cuma sebuah penegasan atas sifat manusia, yang juga jadi kesimpulan kuliah hari ini. "heritage is not only related to history, but more importantly, it is related to the history we want to see"
salah satu bentuk pelestarian gereja yang menurutku cukup aneh aku lihat saat berkeliling pusat kota dua hari yang lalu. gereja ini letaknya tersembunyi dan nggak bisa dilihat dari jalan. ia jadi bagian dari satu bangunan yang tampak biasa dari luar. boleh jadi, karena ini adalah salah satu Gereja Reformasi pertama, yang memisahkan diri dari Gereja Katolik.
percaya atau nggak, gambar-gambar dalam tulisan ini aku ambil dari sebuah pub bernama Olivier:D
Tuesday, July 07, 2009
adventure series: day after day and stupidity
udah beberapa orang tanya kayak gitu sama aku, dan aku kesusahan jawabnya. iya, aku senang. berada di sini sangat menyenangkan. tapi itu hanya sebagian aja dari keseluruhan yang aku rasakan. selain senang, aku juga merasa terharu bisa menjejakkan kaki di jalan-jalan berumur ratusan tahun yang terbuat dari batu bata. sebagian dari diriku merasa sedang berada dalam sebuah set film. semua serba sureal dan seolah nggak nyata. berada di sini terasa seperti sebuah keajaiban.
kemarin aku sempat sedikit keliling ke beberapa bagian pusat kota Utrecht sama dua orang mahasiswa Erasmus Mundus Exchange bernama Yalte dan Meena yang jadi pemandunya. selain Atta dan teman sekamarku, Hirim, ada juga satu orang Korea yang lain, satu orang Austria, dua orang Jerman, satu Amerika, satu Estonia serta Maria dari Rusia yang kukagumi karena sanggup keliling jalan kaki dengan memakai hak tinggi. "everybody in my country doing this" katanya.
city tour ini lumayan ngasih orientasi tempat buatku, karena sebelumnya hanya tau rute antara tempat kuliahku di Drift dengan asramaku di Parnassos, Kruisstraat. aku jadi tau di mana kantor pos, di mana tempat jualan patat, bagian gereja dengan taman rahasia, tempat belanja bahan makanan, tempat makan malam yang harganya terjangkau untuk mahasiswa, dan lain sebagainya.
sepanjang perjalanan semua orang saling ngobrol dan sedikit banyak bercerita satu sama lainnya. seru juga dengerin orang-orang berbahasa Inggris dengan logat yang ganjil. beberapa diantaranya malah kemampuan berbahasanya minim. tapi karena kemampuan Bahasa Belanda sangat rendah, atau nyaris gak ada, maka mereka tetap memakai Bahasa Inggris dan nekat.
:D
kamarku di Parnassos lega dan nyaman. yang ada dalam gambarku ini adalah bagianku, yang terdiri dari kursi santai, rak buku, meja kerja, kursi kerja, tempat tidur di atas, lemari dan lampu meja. semua buatan Ikea :D. setiap kamar dilengkapi dengan sambungan internet yang cukup cepat. sisi lain kamarku bentuknya juga sama persis, dihuni oleh Hirim, si gadis Korea. kalo liat dia, nggak akan susah membayangkan gadis Korea dalam komik atau film, yang manis, peragu, dan agak-agak clumsy. bikin kamu ingin selalu mengurus dan menyelamatkannya tiap kali dapat kesulitan.
ada yang mo kirim salam?
oya, berhubung aku gadis kampung yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Eropa, nggak lengkap rasanya petualangan ini kalo gak dibumbui sama kebodohan-kebodohan. yang tentu saja membingungkan, konyol, dan sering ngerepotin orang banyak. *ngakak*
kemarin begitu sampe, karena terlalu repot untuk menyeret (atau menggendong) koper kemana-mana, aku dan Atta menitipkan koper di stasiun. kamu masukin kopermu, lalu bayar biaya sewa lokernya pake kartu, dan keluarlah kertas agak kaku yang menunjukkan harga, jam dan nomor loker yang kamu pakai.
sorenya, setelah pulang kuliah, kami ditemani Kiki pergi ke Utrecht Centraal lagi untuk ambil koper. koper Atta berhasil dikeluarkan dengan selamat, sementara kertas lokerku lenyap. aku ingetnya kertas itu aku masukkan barengan dengan paspor dan dokumen lainnya dalam sebuah clear holder. dan clear holdernya ketinggalan di asrama. jadilah aku pulang lagi naik bis nomer 11, turun di halte Museum Maluku, jalan kaki 5 menit ke asrama, kesusahan buka pintu gerbang karena yakin banget kalo pintunya gede, maka kuncinya juga harus gede. hayah, padahal justru kunci kecil yang bisa dipake buka pintu depan yang berat. aku baru berhasil membukanya setelah bermenit-menit bingung sendiri.
sampe di kamar, semua tas aku bongkar, clear holdernya juga, dompet apalagi, tapi kertas kecil itu nggak ketemu juga. setengah jam lebih aku cari dan tetap gak keliatan kartunya. jadi aku balik lagi ke stasiun, lalu duduk manis di Charlie Chiu's dan makan. aku harap kalo udah gak laper aku jadi lebih pinter bisa inget di mana kertas itu. sekali ini, trik itu gagal.
akhirnya kami lapor ke petugas, yang kemudian memberi kami formulir kehilangan, lalu aku isi dengan nama, alamat sesuai paspor, jam masukin benda ke loker serta barang apa aja yang ada di loker itu. kami serahkan formulirnya, dan 10 menit kemudian datang seorang petugas tinggi besar yang ngasihin kartu baru dan memberi tahu kalau biaya administrasi ngeluarin kartu baru adalah €10! hiks, teledor harganya mahal di sini.
tapi aku udah terlalu capek dan ngantuk dan hilang orientasi buat komentar. aku bayar, dan berterima kasih sama Kiki dan Mbak Deti yang udah bantuin aku ngurusin koperku.
di Belanda (dan katanya di seluruh Eropa) kayaknya hukum karma lebih serius dipatuhi daripada di bagian lain dunia ini (baca: Asia). soalnya, kalo kamu perhatikan, ada banyak sekali celah untuk bisa kabur gitu aja dari kewajiban membayar.
kalo kamu mo naik kereta, ke manapun, kamu beli karcis di loket, lalu turun ke peron dan naik kereta sesuai tujuanmu. tapi sebenernya, tanpa beli karcis pun, kamu bisa langsung pergi ke peron (yang nggak dijaga orang atau mesin yang mengharuskan kamu menunjukkan karcismu) dan langsung naik kereta (yang kondekturnya jarang sekali memeriksa karcis). tapi terus terang, sama sekali nggak kepikir buat gak beli karcis.
atau di toko buku, rak-rak berisi koran, majalah, buku harian, kotak-kotak kado, kartu ucapan dan kartu pos dipasang di luar. sebagian besar tanpa label harga dan bisa diambil gitu aja. tapi secara otomatis aku juga pergi ke dalam dan melaporkan barang yang kubeli. dan aku yakin semua orang melakukan hal yang sama. dan hal semacam ini terjadi dimana-mana. kita bisa menyebut di Eropa, kita bisa percaya pada niat baik orang.
Monday, July 06, 2009
adventure series: the girl has landed
kami berhasil sampai di Utrecht Centraal, stasiun kereta yang kami datangi setelah mendarat di Schipol. baru sekali ini rasanya aku terharu dan pengen tepuk tangan keras-keras waktu pramugara mengucapkan 'Selamat Datang di The Netherlands'. mungkin juga karena pake dititipin "salam mesra" dari kapten pilot. ahahaha.
kami lalu naik kereta di peron 3 jam 8 pagi. lalu ketemu sama Rizki Permana, mahasiswa PhD asal Indonesia yang rumah kontrakannya deket banget dengan stasiun. karena itu, kami cukup jalan kaki aja.
"dari Indonesia?" tiba-tiba seseorang menyapa. laki-laki berambut pirang dengan mata yang ramah, mengenakan jeans biru dan jas korduroi coklat tua, senada dengan sepatunya.
"iya" jawab kami bertiga
"wah, bisa bahasa Indonesia?" tanya Kiki
"iya, aku dulu 5 tahun tinggal di Indonesia, kerja di Jakarta" jawabnya sambil tersenyum
"di Jakarta di mana?" tanyaku
"di Cilandak. aku dulu pernah menikah sama orang beken di Indonesia" seketika kami bertiga langsung tertarik dan bertanya serempak
"siapa?"
"Ulfa" wah! ahahahahaha! tawa kami langsung pecah dan masing-masing dengan ribut bilang "pantesan! kayak udah pernah liyat"
aku jawab "rasanya aku tau nama kamu. uhm... Klaas..." aku berusaha mengingat nama panjangnya, tapi yang terbersit hanya 'Ulrich'. Klaas mengangguk.
selama 10 menit kemudian, kami ngobrol ala kadarnya. dia bilang dia kerja 3 hari dalam seminggu di salah satu bangunan tak jauh dari stasiun. dia juga bertanya tentang Ulfa.
"setelah bercerai dari aku lalu menikah lagi dan bercerai lagi, lalu sekarang sudah nikah lagi?"
hihihi, tapi jawaban yang kami berikan nggak ada yang pasti.
mungkin Ulfa bisa konfirmasi di sini? hihihi...
11:00
kami berhasil sampai ke kampus, drift no.21 dimana kami diberi tahu kalau harus terus ke gedung sebelah yang nomornya 23, untuk masuk kelas Introduction to Europe. yang memberikan adalah koordinator course-nya: Martin Zbracki yang berambut cokelat, tampan dan matanya hangat.
tapi tampangnya ternyata nggak cukup untuk membuatku tetap nyalang selama dia bercerita tentang Eropa dalam berbagai dimensi. nggak sampai tidur, sih. tapi jelas-jelas ngantuk berat.
kami juga berhasil menemukan Rose, yang memberi kunci tempat tinggal. aku di Kruisstraat 107A. tepatnya di gedung Parnassos. yang cuma beberapa langkah dari Museum Maluku. kami beruntung sekali kebagian tempat di pusat kota, dan sangat dekat dengan kampus. kemana-mana bisa jalan kaki. bahkan ke Utrecht CS sekalipun, nggak sampe 30 menit jalan kaki.
aku dan Atta berhasil menemukan gedung kami setelah tanya sana-sini, tapi nggak pake nyasar. memang Bahasa Inggris sangat membantu untuk bisa survive di Belanda. walopun segala radio dan pengumuman di bis atau kereta disiarkan dalam bahasa Belanda, tapi sebagian besar papan penunjuk punya versi Bahasa Inggris dan hampir setiap orang yang kami tanyai di jalan, bisa berbahasa Inggris dengan baik. kalopun Bahasa Inggris mereka terbatas, dengan senang hati mereka akan berusaha keras memberi petunjuk. kelas-kelas semua diberikan dalam Bahasa Inggris. menyenangkan. aku merasa diurus orang banyak disini.
terutama Kiki, yang menjemput kami di Utrecht Centraal, membawa kami ke rumahnya untuk mandi supaya ngak bertampang kayak gelandangan dan sampai ke kampus dalam keadaan layak. soalnya orang-orang lain udah sampai sejak kemarin, sementara kami benar-benar baru sampai.
nanti aku ceritain lagi. sekarang aku harus belajar tentang perkembangan Eropa sampai jadi persekutuan. aku gak heran deh, kalo nantinya sejarah Eropa dipelajari di Vulcan. live long and prosper!
adventure series: from the airplane
it's 9:55 in Singapore and Bali and we're still flying.
I don't know what the local time is. but I think we've already left Asia. last time I check, the plane was somewhere over Russia. or something like that, according to the names written on the screen in front of me. we've already had one meal, late in the night -I believe we can consider it 'sahur' and snacks and several drinks. after one juice, I constantly asked for water.
aku duduk di gang, di deretan J, jadi mudah buat keluar-masuk mengingat perjalanan ini amatlah panjangnya. kami naik ke pesawat sekitar jam 12 malam waktu Kuala Lumpur, setelah 3 jam terbang dari Jakarta dan transit sekitar 44 menit di KLIA yang megah, cantik dan bersih. aku dan Atta, pemenang dari kategori wartawan, sangat suka naik autotrain di bandara ini, yang membawa kita ke gerbang keberangkatan dari daerah transit, sampe hampir nggak turun. hahaha. sebenernya sih antara terlalu menikmati sekaligus nggak tau kalo jalur keretanya udah habis:D
di sebelahku, duduk seorang doktor yang sekarang mengajar di Inggris. ia memiliki gelar dalam bidang geochemistry. not until I spoke to him that I know such major is exist. ini semacam ilmu untuk meneliti kandungan kimiawi suatu daerah dan mengaitkannya dengan hasil bumi dan produk pertanian dan peternakan yang dihasilkan oleh daerah tertentu. misalnya, kalo menurut cerita dia, kalau ada pertikaian soal darimana asalnya rambutan yang manis, berair, dagingnya tebal dan rasanya sangat enak, lalu ada satu klaim dari Binjai dan klaim lain dari Malaysia, maka kita bisa menentukan asal sebenarnya rambutan itu dengan geochemistry ini. keren ya?
dua puluh tahun yang lalu, dosen berkacamata yang baru dua minggu memakai macintosh ini melakukan satu field trip untuk mengambil sampel dan melakukan penelitian di Indonesia, tepatnya di kepulauan di timur Flores. ia juga sempat sebentar berada di Ijen untuk mengambil sampel, tapi menurutnya masa tinggal di Indonesia bagian timur itulah yang paling berkesan dan menarik. sampai sekarang ia masih bisa sedikit-sedikit berbahasa Indonesia. kami ngobrol tentang Bali, Malang, orang-orang Belanda, tentang kompetiblog yang aku menangkan, Pak Janggut, new macbookpro series, juga tentang kota-kota di Eropa, termasuk Austria, negara tempat istrinya berasal, serta Vienna, tempat kelahiran anaknya yang tahun ini berusia 9 tahun dan sangat menikmati pelajaran piano.
it's amazing how you can talk so much about so many different things after a brief meeting. but yeah, we'll be each other's company for hours. and its counting. I've been flying for 15 hours and 44 minutes in land.
kami terbang dengan Malaysian Air dalam pesawat Boeing 777. kursiku nomor 37, sama dengan gerbang yang kulewati saat menaiki pesawat ini, 37 C. ada satu pramugari berwajah Tionghoa yang cantik, dengan bibir merah tampak seolah selalu basah dan seorang berwajah India yang sudah dua kali membawakanku air putih. seorang pramugara berwajah campuran yang ceroboh sehingga tangannya sempat mengenai kepalaku, membuatnya meminta maaf berkali-kali, dua kali diantaranya sambil bersimpuh. it's okay, I said. I forgive you.
aku tidur hampir terus menerus selama paruh pertama penerbangan, hanya terbangun pada saat makan, dan lalu terlelap lagi meskipun udah ngidupin film, berniat menonton film yang kelihatannya menarik. film-film yang nggak selesai: Monsters vs. Aliens dan I Love You, Man. yang sempat aku selesaikan hanya film He's Just Not That Into You, dan sekarang aku sedang muter salah satu film klasiknya Julia Roberts; Sleeping With The Enemy.
OK, Julia udah berhasil kabur dari suaminya yang abusive. sekarang dia sedang tersenyum dalam keadaan setengah bugil sambil ngeliat cowok berotot yang sedang nyiram halaman sambil bersiul-siul.
aku terusin nonton dulu, yah?!
Sunday, July 05, 2009
adventure series: the beginning
this is it. the day has come.
berbekal koper oranye seberat 16 kg, sekotak mandarin, komputer mengkilap berwarna silver, surat dari Utrecht Summer School, dan satu clear holder berisi dokumen serta paspor yang sudah mengandung visa Schengen, aku siap memulai petualanganku.
hanya dua minggu setelah menerima surat penolakan beasiswa Stuned, aku melonjak-lonjak kegirangan saat mengetahui kalau tulisanku mendapatkan nilai tertinggi dari para juri Kompetisi Blog Studi di Belanda. setelah itu waktu yang tersisa aku pergunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk petualanganku selama 3 minggu menjelajahi Eropa.
ibarat petualangan Pak Janggut, bagian ini adalah awal dari sebuah cerita seru yang menegangkan, yang mengasyikkan, mencekam, dan penuh kejutan. aku memulai petualangan ini dengan hati dan pikiran terbuka, siap menyambut segala hal yang akan aku hadapi pada hari-hari berikutnya, sampai akhirnya aku pulang lagi ke Indonesia, pada hal-hal yang sudah aku akrabi.
minggu ini aku mengelilingi belantara Jakarta, dan untuk pertama kalinya, nyaris selalu sendirian berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, entah itu naik busway, taksi bahkan metromini. selama ini berkali-kali ke Jakarta aku nggak pernah melakukan semua itu. jadi aku belajar banyak seminggu ini. sekaligus juga dioper-oper dari ketemuan sama satu orang ke orang yang lainnya, dengan setiap kali dapat petunjuk soal bagaimana cara menuju tempat berikutnya, dan kadang-kadang dianter sampe halte bis. hihihi, thanks guys!
makanya selain pertemuan di NESO bersama dengan bosnya, juga para pemenang yang lain, aku juga masih sempat dua kali nonton, ngeband dengan beberapa warga kampung gajah dan tentunya makan-makan!
:D
stay tune di blog ini.
aku akan mengupdate-nya setiap hari dengan berbagai tulisan mengenai segala hal yang aku alami selama berada di Eropa. I'm gonna have so much fun.
*grinning*
Wednesday, June 24, 2009
tentang 'x' dan 'nya'
aku juga nggak bisa kirim sms dengan huruf dan angka dicampur aduk jadi satu. aku harus pinjem agregator bahasa abegeh-nya Heri biar bisa nangkap maksud smsnya apaan. maklum, aku termasuk orang yang lebih rela nulis sms sampe lebih dari 160 karakter kalo emang mau menjelaskan agak panjang dikit supaya yang baca ngerti maksudku. jadi yang aku singkat ya cuma yang biasa aja. yang gini-gini. yang semua orang dari ujung Sabang sampai ujung Merauke paham.
yg
sy
dst.
nggak jarang aku nggak bales sms karena sepanjang 160 karakter itu, 68% isinya cuma singkatan-singkatan aja. males banget harus mengira-ngira apa yang sebenernya mau diomongin. apalagi kalo sms itu sebenarnya untuk minta tolong.
kemarin baru teringat buat tanya ke Kampung Gajah. dari mana logika 'nya' bisa diganti dengan 'x' setahuku, 'x' itu ya dibaca [eks] atau [kali]. tapi kok sekonyong-konyong jadi 'nya'?
seperti:
misalx dibaca misalnya
dirix dibaca dirinya
matax dibaca matanya
doh!
sampai hari ini nggak ada yang bisa menjelaskan dengan jelas. bahkan meskipun Dodi berusaha memaparkannya secara kronologis-etimologi (tentu saja dengan cara yang sama meyakinkannya dengan kasus Cagkarta), aku masih belum menemukan penjelasan, dari mana logikanya. jadi kalo ada yang tahu dengan jelas riwayat etimologi dan semiotiknya, tolong kasih komentar di sini, yah!
sementara itu, di facebook, Puja cerita kalau suatu hari temannya berhari-hari berpikir keras tentang arti sms yang diterimanya. "ri ru lez, ru li sa"
bukan, ini bukan singkatan dalam bahasa Spanyol, jadi nggak ada hubungannya dengan Ruis dan Gonzales. usut punya usut, dan setelah Ferro salah mengartikan dengan "Sori baru bales. Baru lihat, Sa" (dengan asumsi bahwa yang dikirimi sms namanya Lisa)
yang bener ternyata adalah "Sori baru bales. Baru beli pulsa"
*pingsan*
Saturday, June 20, 2009
those long lost and gone
saat melihat gambar di atas, apa yang terbersit dalam pikiranmu?
gambar kuno? Bali di masa lalu? atau barangkali UU APP.
gambar ini aku ambil dari buku Miguel Covarrubias yang judulnya "Island of Bali", yang pertama kali terbit pada tahun 1937. kira-kira 72 tahun yang lalu. dan hebatnya, sampai hari ini, buku tersebut masih jadi rujukan untuk banyak hal yang ingin diketahui orang mengenai Bali. mulai dari cara berpikir orang-orangnya, kebiasaannya, budaya dan kepercayaannya, cara hidupnya, sampai dengan berbagai mitos yang hidup dan berkembang dalam hidup mereka.
terdapat pula sebuah film dengan judul sama, yang pengambilan gambarnya dilakukan pada saat yang bersamaan dengan saat riset penulisan buku ini dimulai. itulah sebabnya, foto-foto yang ada dalam buku ini merupakan fragmen yang diambil dari film tersebut.
beberapa hari yang lalu aku menonton filmnya, dan aku seperti sedang terbius pada keindahan masa lalu, mata penuh rasa ingin tahu, dan gairah yang mendalam akan cara hidup dan kebudayaan yang dimiliki sekelompok orang yang paling berbakat, paling halus pekerjaan tangannya, paling terbuka sikapnya, sekaligus paling sulit untuk diduga. kesemuanya seolah abadi, dan hadir menjelma selama 90 menit itu.
hal pertama yang aku sadari saat melihat film itu adalah cara hidup yang sophisticated. setiap bagian dari cara hidup itu bersinggungan dengan kesenian dan kebudayaan. mulai dari cara berpakaian, memasak, berkumpul, mengadakan upacara, berbagai kegiatan kesenian, bahkan dari gerak-gerik tangan pendeta Shiwa pada saat memimpin upacara. tentu saja di sana-sini bisa ditemui perempuan-perempuan bertelanjang dada. lalu seseorang berbisik di telingaku:
"waktu itu, angka perkosaan tinggi nggak ya?"
hmmm...
aku pikir nggak. justru rasanya pada saat itu, tubuh adalah sebuah cara untuk mengekspresikan diri, dan dipandang biasa. tidak ada yang ditutupi, semua serba biasa. rumah-rumah Bali pada masa itu terdiri dari paviliun-paviliun yang bahkan tak berdinding! tentu hal ini akan menimbulkan kegemparan luar biasa kalau diterapkan sekarang. perempuan bertelanjang dada ke mana-mana, maksudku.
aku juga melihat gairah yang luar biasa dalam melakukan upacara, membuat sesajen, serta utamanya, bermain gamelan dan menari.
tuntutan hidup yang belum segila sekarang, rasio jumlah tanah dan sumberdaya yang tersedia dengan jumlah penduduk pada masa itu tentu menyumbang banyak pada kenyataan ini. pada saat memainkan gamelan dan menari, dari layar hitam putih yang menampilkan gambar hitam putih itu, aku bisa melihat energi luar biasa yang dipancarkan setiap gerak tangan, gelengan kepala, liukan tubuh dan lirikan mata.
lalu, apa yang membuatku tertegun begitu lama?
saat kepalaku mulai membandingkan gambar-gambar hitam putih yang aku lihat di layar, dengan hal-hal yang aku temukan dalam hidup sehari-hari.
benar, aku memang merasa kalau aku telah hidup di masa modern. dengan berbagai hasil teknologi yang setiap harinya aku pergunakan dalam kehidupan. dan dibandingkan dengan orang-orang yang terekam dalam gambar itu, aku merasa hidupku berlipat-lipat lebih nyaman.
aku tinggal dalam sebuah rumah lengkap dengan dinding tembok bata dan atap yang memastikan aku tidak kedinginan atau kepanasan. dengan segala hal yang ada dalam jangkauan. lampu yang tidak membuat mukaku panas menghitam, kendaraan bermotor sehingga aku tidak perlu berjalan kaki kesana-kemari. makanan yang tidak perlu kutanam, kutumbuhkan dan kurawat sebelum dimasak; memasak pun kadang tak perlu. segala kemudahan, segala kecepatan, segala kesempuraan dari apa yang mereka miliki.
tapi dari semua kelebihan itu, aku juga menyadari bahwa nyaris tidak ada yang berubah dalam bentuk. pakaian yang dipakai dalam berbagai upacara tetaplah sama, begitupun pakaian menari. bentuk sesajen juga persis, meskipun jenis buahnya berbeda. lalu hiasan yang dipasang di rumah-rumah saat ada upacara khusus juga sama saja. dalam banyak hal, aku merasa bahwa pulau ini membeku. waktu yang bergerak dengan kepastian dan terus melaju seolah hanya meninggalkan jejak mendalam yang tak kentara dari lapisan luar yang terjaga. hutan beton yang menggantikan rimbun pohon, sunga kotor dan udara yang menyesakkan nafas, serta wajah-wajah kuyu orang-orang miskin yang tampak begitu sengsara tanpa senyum dan tanpa gairah hidup. bahkan energi yang meluap-luap itu pun seolah sirna dari permainan gamelan dan tarian.
jika Covarrubias kembali ke Bali, ia mungkin akan sangat kehilangan karena trenggiling, satu-satunya hewan liar yang muncul beberapa kali dalam filmnya, tidak bisa dengan mudah ia jumpai lagi.
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...