Saturday, April 15, 2006

dari sebuah resepsi

"pun medaging nike?"
"pun"

demikian Ajik Yoga dan Mbak Ayu bercakap-cakap sepanjang perjalanan kami menuju acara resepsi pernikahan salah seorang staff pada sore yang basah karena hujan tak berkeputusan sejak siangnya. itu pertanyaan yang selalu terlontar, dan jawabannya nyaris selalu bisa ditebak; pun yang berarti sudah, untuk pertanyaan yang berarti apa sudah mengandung?

memprihatinkan? iya. tapi percaya atau tidak, hal seperti ini sudah bukan sesuatu yang perlu diributkan disini. beberapa staff yang masih lajang pernah bercerita padaku tentang bagaimana orangtua mengetahui kalau anak-anaknya sudah seksual aktif sejak sebelum menikah, dan hal itu jadi rahasia umum. istilah kumpul kebo memang masih ada, bukan sebagai frase yang bernilai negatif, tapi sekedar sebuah istilah, membedakan dengan yang sudah menikah.

oya, fenomena ini tidak terjadi hanya di Denpasar (yang dianggap jadi rusak karena populasi pendatang), atau tempat-tempat yang jadi tujuan turis seperti Kuta dan Ubud. hal ini terjadi merata di seluruh pulau. sebagian besar menikah karena sudah terlanjur hamil. memang aku belum pernah menemui laki-laki yang nggak mau bertanggung jawab, lalu kabur atau nggak mau menikah, atau perempuan yang nggak mau dinikahi.
yang aku lihat adalah tumbuhnya keluarga baru dengan tanpa perencanaan. yang sering aku temui misalnya begini: pinjam uang ke LPD (semacam koperasi simpan pinjam) untuk menikah karena pacar sudah hamil, sebelum hutang lunas terbayar anak sudah lahir dan hutang semakin menumpuk karena membesarkan anak memang perlu biaya besar, lalu seterusnya hidup dari menggali lubang untuk menutup lubang...jangan bicara tentang kesiapan mental dan psikologis untuk jadi orangtua. jauuh...

apakah ini terjadi karena nilai-nilai agama sudah semakin terkikis? iya. apakah terjadi pergeseran standar moralitas? iya. tapi aku nggak mau membahas itu. buatku, hal-hal seperti ini adalah pilihan pribadi, yang mulai dari pilihan sampai resikonya wajib ditanggung sendiri. tapi gimana sih kalo bisa memilih tapi nggak ngerti resikonya?
benar sekali! aku sedang bicara tentang minimnya pendidikan kesehatan reproduksi buat remaja. sesuatu yang sangat-sangat penting untuk dilakukan kalo udah bicara tentang seks. kenapa? karena kesehatan reproduksi nggak melulu tentang berhubungan seks. tapi juga tentang pengenalan organ reproduksi, perkembangannya, perawatannya, pengaruhnya pada perilaku (yang sifatnya hormonal), pengelolaan dorongan seks, dan seterusnya...dan seterusnya...

aku mulai berdiskusi tentang seks dengan Bu Mansri setelah salah seorang Ibu di Banjar Pande dalam usia 60-an divonis kanker rahim stadium tiga. meskipun dua dari empat anak dan salah seorang menantunya adalah dokter, namun Ibu tersebut tidak pernah didorong untuk memeriksakan diri. 37 tahun telah berlalu sejak terakhir kali dia pergi ke dokter kandungan, untuk memasang IUD dalam program KB Lestari. yang kayak gini-gini ini loh, yang bahaya. idealnya, kalo udah seksual aktif kan mesti rutin papsmear, jadi kalo ada gejala apa-apa, bisa langsung ketahuan.

kenapa? karena penyakit apapun yang timbul di alat reproduksi perempuan, gejalanya nggak pernah keliatan sebelum parah. ini berlawanan dengan laki-laki yang baru gejala aja, sakitnya udah luar biasa, jadi bisa langsung mencari pengobatan. buat perempuan, gejalanya paling cuma keputihan. dan keputihan itu, secara umum semua perempuan pernah mengalami. biar cuma sekali seumur hidup.

anyway, sebelum aku makin panjang nulis dan melantur kemana-mana, mendingan aku akhiri aja. buat yang sudah menikah, atau belum menikah tapi sudah seksual aktif, coba lebih rajin memeriksakan diri. buat yang belum menikah dan merasa pengetahuan kesehatan reproduksinya rendah. belajarlah! kenali resikonya, supaya bisa mengambil pilihan yang tepat.

4 comments:

Anonymous said...

Sebenarnya ini adalah topik yang paling saya malas untuk membahasnya. Tapi agak gatal juga jemari ini untuk sekadar menuliskan selarik-dua larik paragraf curahan pikir dari hati yang sedang gundah gulana.. karena di hari yang mendung ini tiga buah komputer rusak secara bersamaan.

"apakah ini terjadi karena nilai-nilai agama sudah semakin terkikis? iya. apakah terjadi pergeseran standar moralitas? iya."

Pernyataan di atas adalah memang sangat tepat untuk dilontarkan untuk merujuk kepada generasi muda Bali saat ini, tentunya jika diteropong dari kaca mata agama, moral, budaya, dsb. Tetapi jangan langsung men-generalisasi bahwa seluruhnya adalah demikian. Seperti kata pepatah, "Nila setitik, rusak susu sebelanga", sesuatu yang buruk pasti akan berhembus lebih kencang daripada yang baik.

Merunut kepada kasus "pre-marital sexual activity in Balinese youth" yang saudari Dian ceritakan, lebih baik kita lihat satu "alasan" pemicunya, satu dari sekian banyak, yang tentunya sungguh akan membuat kita semua terhenyak, terbangun, dan terjaga dari lamunan masa lalu indah ketika Rupiah masih berbanding dua ribu Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. (maaf ngelantur..)

*drum rolls*
Itu bukanlah karena "uncontrollable desire", bukanlah karena penetrasi budaya barat yang terlanjur merasuk tulang, bukanlah karena invasi AS ke Irak, dan bukanlah karena pemberian Visa oleh Australia kepada warga Papua..

Tetapi lebih kepada "politis".
*cymbals crash*

-bersambung-

Anonymous said...

-sambungan- (sambil ngantuk2 krn ngelembur)

Mengapa "politis" *shocking tunes*

Sederhana sekali.

Coba bayangkan beberapa hal berikut jika menimpa diri Anda (dan pasangan Anda tentunya) sehingga "MBA" dijadikan sebagai tindakan "survival":

* Anda dilarang melanjutkan hubungan karena berbeda kasta.
-- Aww, please deh.. kasta is way a century ago. Apalagi yang maksa-maksa ngejodohin sama yang sekasta ato yang masih ada hubungan saudara dengan alasan agar kastanya gak hilang.

* Anda dilarang melanjutkan hubungan karena keluarga Anda adalah keturunan "ini" sedangkan keluarganya adalah keturunan "itu", yang mana menurut kata orang tua adalah "panas" (tidak baik).
-- Yang ini menurut saya sih cuma akal-akalan orang tua jaman dulu yang nggak ingin anaknya kelak menikah dengan orang yang kelas kastanya jauh berbeda, makanya dibuatlah "klasifikasi".

* Anda dilarang melanjutkan hubungan karena dikhawatirkan bahwa pasangan Anda adalah "alat" yang digunakan oleh keluarganya hanya untuk mendapatkan harta Anda.
-- No comments.

* Anda dilarang melanjutkan hubungan karena pasangan Anda dulunya bekerja di Planet Hollywood/Hard Rock Cafe/Kamasutra/Ku De Ta/Hu'u/some spot in Kuta areas..
-- Really, those places have negative senses in elders, even though your mate is only a waiter/waitress there (without side job of course).

* Anda dilarang melanjutkan hubungan karena orang tua Anda (dan orang berpengaruh lainnya dalam keluarga) termakan omongan seseorang tentang pasangan Anda, yang mana Anda tahu betul bahwa omongan tersebut adalah fitnah, dan tiada cara di dunia ini untuk memutarbalikkan omongan itu.
-- Jamak ditemui. "Dia dulu cewek/cowok nakal", "Dia dulu senang gonta-ganti pacar", "Dia dulu tinggal serumah dengan mantannya", "Dia dulu free sex", "Dia dulu bertugas di Vietnam", "Dia dulu seorang hacker", dan berjuta-juta "Dia dulu" lainnya.

---
Tetapi oh tetapi tindakan "survival" ini terkadang dijadikan solusi oleh manusia tak berperasaan yang berjenis kelamin laki-laki (yang sudah cukup umur tentunya):
Si cowok memiliki lebih dari satu pacar. Si cowok harus memilih salah satu dari sekian. Ia telah memiliki pilihan. Tetapi yang lainnya tidak mau putus, bahkan nekat berupaya bunuh diri.
-- Tidak menyelesaikan masalah secara langsung sih..

---
Masih banyak kisah nyata percintaan muda-mudi Bali yang terkadang menggugah asa bahwa mereka harus terus berjuang untuk hidup agar tidak tertelan dalam lautan tatanan budaya yang kolot.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lengkap tentang kisah-kisah ini, silahkan kunjungi toko buku terdekat di kota Anda. Koleksi kisah nyata percintaan ini terbit dalam tiga jilid dan telah diterjemahkan kedalam delapan bahasa di dunia. Anda juga bisa mendapatkannya online dengan berlangganan di situs we we we dot.. (maaf ngelantur lagi..)

---
Mohon dimaafkan jika ada salah-salah opini maupun tulisan. Ini adalah murni curahan pikir dan nurani pribadi tanpa ada sedikitpun maksud untuk menyinggung perasaan setiap insan di dunia.

Dian Ina said...

yup! makasih banyak komennya.
saya sebenernya hanya mau ngebahas dari sisi kesehatan reproduksi aja. kalo soal moral dan agama, bukan saya yang berhak menilai.
anyway, komenmu akan bikin orang yang baca punya perspektif beda juga.thanks!

mmm, yang kamu tulis pengalaman pribadi kamu juga bukan?

Anonymous said...

Pengalaman pribadi? ehehee gak lah.. ini khan sebagian besar kutipan dari Kelopak Kehidupan di Bali Post edisi minggu. ehehehe one more time.

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...