Wednesday, April 05, 2006

masjid kusam dan kampus berpagar

kampus Universitas Gajah Mada, bukan lagi kampus yang kukenal ketika aku melewatinya sore itu. waktu aku masih kuliah disini, suasana kampus selalu ramai, bahkan menjelang senja dan malam hari, bukan hanya karena masih ada kuliah, tapi juga karena ada banyak mahasiswa yang menghidupkan suasana kampus dengan berbagai kegiatan. sampai jauh malam. kadang-kadang sampai menginap. kampus jadi semacam rumah kedua tempat berkumpul dan menghasilkan hal-hal yang kreatif dan menarik.

dari pergaulan kampus yang semacam itu, yang nggak hanya dikotak-kotak oleh angkatan dan jurusan, aku mengenal Forum Musik Fisipol. sebuah komunitas yang kemudian mengajarkan banyak hal padaku tentang bekerja di dalam tim. tentang mengelola ide dan menjadikannya kegiatan yang terstruktur. tentang hidup dalam komunitas, yang hampir sama dengan kehidupan di dunia nyata. tentang bagaimana mengelola hubungan dan memanajemen kemampuan diri sendiri, maupun orang lain.

aku belajar bikin acara dari kampus, nego dengan artis, bikin pentas, mengelola kepanitiaan, uang puluhan juta, proses kerja percetakan, mengurus publikasi, mengurus perijinan, berhadapan dengan polisi kalo lagi bikin kegiatan, mencari sponsor, mengelola hubungan dengan sponsor, mengejar deadline, memanajemen acara, mengelola jalur komunikasi, membuat kegiatan yang interaktif, mengaktualisasikan konsep... semuanya aku pelajari dalam komunitas dari kampus. kemampuan yang sekarang ini sangat menunjang apa yang aku kerjakan. semua berangkat dari Kandang Babi, dibawah Pohon Mangga dekat Tapal Kuda Fisipol.

tapi sekarang kampus itu hening, lengang dan berpagar. nggak ada kehidupan setelah jam kuliah. jalan ditutup dimana-mana. mau lewat pun susah. mau ke Masjid Kampus dari arah Fisipol aja nggak bisa. harus keluar dulu, lewat perempatan Santikara. ah! Rektor baru yang nggak funky! apa sih masalahmu?

sampai di Masjid Kampus, aku lebih sedih lagi. masjid yang belum ada 10 tahun umurnya ini sudah terlihat kusam. lampu logam yang menggantung di depan mimbar berkarat nggak di-krom. dari empat kamar kecil di tempat wudhu perempuan, dua diantaranya bertuliskan 'rusak', dan satu lagi 'sedang dalam perbaikan'. keran wastafel juga patah berkarat tak disentuh. catnya kusam, disana sini ada rembesan air hujan. kap lampu yang putih penuh kotoran, mungkin serangga, mungkin debu, menghitam nggak dibersihkan. dari dalam masjid, terlihat kubahnya juga penuh kotoran. mungkin terbawa air hujan... tapi yang jelas masjid ini nggak terawat.

maintenance alias perawatan memang bukan hal yang mudah. di Komaneka aku belajar betapa perawatan itu seringkali jauh lebih sulit daripada membuat. daripada membangun. tapi apakah pantas sebuah masjid yang dirancang dan dibangun dengan sangat baik, pada akhirnya terlantar tak terawat? usang karena cuaca. usang karena ketidakpedulian...

aku sedih.

1 comment:

Anonymous said...

asiiik.......
ditraktir..

*loh*

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...