Tuesday, July 07, 2009

adventure series: day after day and stupidity

"are you happy here?"
udah beberapa orang tanya kayak gitu sama aku, dan aku kesusahan jawabnya. iya, aku senang. berada di sini sangat menyenangkan. tapi itu hanya sebagian aja dari keseluruhan yang aku rasakan. selain senang, aku juga merasa terharu bisa menjejakkan kaki di jalan-jalan berumur ratusan tahun yang terbuat dari batu bata. sebagian dari diriku merasa sedang berada dalam sebuah set film. semua serba sureal dan seolah nggak nyata. berada di sini terasa seperti sebuah keajaiban.



kemarin aku sempat sedikit keliling ke beberapa bagian pusat kota Utrecht sama dua orang mahasiswa Erasmus Mundus Exchange bernama Yalte dan Meena yang jadi pemandunya. selain Atta dan teman sekamarku, Hirim, ada juga satu orang Korea yang lain, satu orang Austria, dua orang Jerman, satu Amerika, satu Estonia serta Maria dari Rusia yang kukagumi karena sanggup keliling jalan kaki dengan memakai hak tinggi. "everybody in my country doing this" katanya.

city tour ini lumayan ngasih orientasi tempat buatku, karena sebelumnya hanya tau rute antara tempat kuliahku di Drift dengan asramaku di Parnassos, Kruisstraat. aku jadi tau di mana kantor pos, di mana tempat jualan patat, bagian gereja dengan taman rahasia, tempat belanja bahan makanan, tempat makan malam yang harganya terjangkau untuk mahasiswa, dan lain sebagainya.

sepanjang perjalanan semua orang saling ngobrol dan sedikit banyak bercerita satu sama lainnya. seru juga dengerin orang-orang berbahasa Inggris dengan logat yang ganjil. beberapa diantaranya malah kemampuan berbahasanya minim. tapi karena kemampuan Bahasa Belanda sangat rendah, atau nyaris gak ada, maka mereka tetap memakai Bahasa Inggris dan nekat.
:D



kamarku di Parnassos lega dan nyaman. yang ada dalam gambarku ini adalah bagianku, yang terdiri dari kursi santai, rak buku, meja kerja, kursi kerja, tempat tidur di atas, lemari dan lampu meja. semua buatan Ikea :D. setiap kamar dilengkapi dengan sambungan internet yang cukup cepat. sisi lain kamarku bentuknya juga sama persis, dihuni oleh Hirim, si gadis Korea. kalo liat dia, nggak akan susah membayangkan gadis Korea dalam komik atau film, yang manis, peragu, dan agak-agak clumsy. bikin kamu ingin selalu mengurus dan menyelamatkannya tiap kali dapat kesulitan.

ada yang mo kirim salam?

oya, berhubung aku gadis kampung yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Eropa, nggak lengkap rasanya petualangan ini kalo gak dibumbui sama kebodohan-kebodohan. yang tentu saja membingungkan, konyol, dan sering ngerepotin orang banyak. *ngakak*

kemarin begitu sampe, karena terlalu repot untuk menyeret (atau menggendong) koper kemana-mana, aku dan Atta menitipkan koper di stasiun. kamu masukin kopermu, lalu bayar biaya sewa lokernya pake kartu, dan keluarlah kertas agak kaku yang menunjukkan harga, jam dan nomor loker yang kamu pakai.

sorenya, setelah pulang kuliah, kami ditemani Kiki pergi ke Utrecht Centraal lagi untuk ambil koper. koper Atta berhasil dikeluarkan dengan selamat, sementara kertas lokerku lenyap. aku ingetnya kertas itu aku masukkan barengan dengan paspor dan dokumen lainnya dalam sebuah clear holder. dan clear holdernya ketinggalan di asrama. jadilah aku pulang lagi naik bis nomer 11, turun di halte Museum Maluku, jalan kaki 5 menit ke asrama, kesusahan buka pintu gerbang karena yakin banget kalo pintunya gede, maka kuncinya juga harus gede. hayah, padahal justru kunci kecil yang bisa dipake buka pintu depan yang berat. aku baru berhasil membukanya setelah bermenit-menit bingung sendiri.

sampe di kamar, semua tas aku bongkar, clear holdernya juga, dompet apalagi, tapi kertas kecil itu nggak ketemu juga. setengah jam lebih aku cari dan tetap gak keliatan kartunya. jadi aku balik lagi ke stasiun, lalu duduk manis di Charlie Chiu's dan makan. aku harap kalo udah gak laper aku jadi lebih pinter bisa inget di mana kertas itu. sekali ini, trik itu gagal.

akhirnya kami lapor ke petugas, yang kemudian memberi kami formulir kehilangan, lalu aku isi dengan nama, alamat sesuai paspor, jam masukin benda ke loker serta barang apa aja yang ada di loker itu. kami serahkan formulirnya, dan 10 menit kemudian datang seorang petugas tinggi besar yang ngasihin kartu baru dan memberi tahu kalau biaya administrasi ngeluarin kartu baru adalah €10! hiks, teledor harganya mahal di sini.

tapi aku udah terlalu capek dan ngantuk dan hilang orientasi buat komentar. aku bayar, dan berterima kasih sama Kiki dan Mbak Deti yang udah bantuin aku ngurusin koperku.

di Belanda (dan katanya di seluruh Eropa) kayaknya hukum karma lebih serius dipatuhi daripada di bagian lain dunia ini (baca: Asia). soalnya, kalo kamu perhatikan, ada banyak sekali celah untuk bisa kabur gitu aja dari kewajiban membayar.

kalo kamu mo naik kereta, ke manapun, kamu beli karcis di loket, lalu turun ke peron dan naik kereta sesuai tujuanmu. tapi sebenernya, tanpa beli karcis pun, kamu bisa langsung pergi ke peron (yang nggak dijaga orang atau mesin yang mengharuskan kamu menunjukkan karcismu) dan langsung naik kereta (yang kondekturnya jarang sekali memeriksa karcis). tapi terus terang, sama sekali nggak kepikir buat gak beli karcis.

atau di toko buku, rak-rak berisi koran, majalah, buku harian, kotak-kotak kado, kartu ucapan dan kartu pos dipasang di luar. sebagian besar tanpa label harga dan bisa diambil gitu aja. tapi secara otomatis aku juga pergi ke dalam dan melaporkan barang yang kubeli. dan aku yakin semua orang melakukan hal yang sama. dan hal semacam ini terjadi dimana-mana. kita bisa menyebut di Eropa, kita bisa percaya pada niat baik orang.

10 comments:

didats said...

loh, mana poto putri korea nya? :P

godril said...

Eh desain tempat tidur sama meja kursinya oke banget!! Aku kopi paste ke kamar ku yogya boleh ya?

fajrin said...

seruuuu pengalamannya....salam bwt Hirim :D

inaterne said...

boleh banget, godril:D

avianto said...

aneh bukan? Justru di negara2 Eropa yang dibilang negara Barat rusak, setan, gak bener dsb dsb - orang-orangnya jujur.

Coba di Indonesia kereta dan jualan koran modelnya seperti itu. Negara yang 'katanya' beradab, ketimuran, sopan... kejadiannya bisa beda.

Dian Ina said...

salam balik dari Hee Rim buat Didats dan Fajrin.
:D

andriansah said...

tempat tidur dan meja belajarnya spertinya tidak cocok buat gw.

ternyata dinegara penjajah malah lebih jujur yah

Unknown said...

titip oleh-oleh meja belajar yang seperti itu.
*nggak tau diri* hihihi...

wah sepertinya teman-temannya geg ina menyenangkan! ajak ke indonesia! nanti kopdar! ;) hihihi....

*lihat foto geg ina*
kayaknya udah cocok nih menjadi indonesian expat (mengutip om himawan) di sana, kalo dari fotonya sih udah cocok banget

Andika Triwidada said...

pernah liat beberapa anak di kereta pada blingsatan pindah gerbong, ternyata ada kondektur lagi ngecek tiket :D

jadi mending beli karcis aja daripada ketangkap gak punya karcis dan didenda puluhan kali lipat

Joan said...

Memang kalau naik transportasi umum jarang diperiksa karcisnya. Tapi sekali ada razia, dendanya tinggi banget. Perasaan Ardho dulu pernah kena, deh...

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...