awalnya tentu saja terlihat mudah. apalagi waktu pertama kali mencoba di jalur pelatihan, setelah mendapat bimbingan dari mas-mas yang rambutnya dicat pirang sebagian, yang bekerja di tempat itu. pada dasarnya ada 5 hal yang dilakukan. memanjat (baik memanjat dinding, tangga maupun jaring), berjalan diatas kawat ala pemain trapeze, berjalan lewat jembatan gantung, bergelantungan pada seutas kawat seperti meluncur dan berayun dengan tali seperti Tarzan, dari pohon ke pohon.
tapi melihat dan mencoba memang sama sekali berbeda.
lepas dari jalur pelatihan, kami berpencar memilih sendiri jenis-jenis tantangan yang akan dilalui. mulai dari hijau yang mudah, biru yang lumayan, merah yang mendebarkan, sampai jalur hitam yang kelihatannya pendek tapi paling tinggi dari permukaan tanah. di Bedugul, tempat dimana aku berperan jadi Jane selama hampir 2,5 jam, mencoba menyelami kehidupan Tarzan, pohon-pohon tinggi membentuk kanopi, hamparan rumput hijau lembut sejauh mata memandang dan kabut turun pada jam 4 sore, serupa lapisan kapas yang menghalangi pandangan. matahari jarang menyusup celah langit daun yang tebal ini. hutan yang cantik di pinggir danau. orang menyebutnya Bali Botanical Garden. dan tempatku bergelantungan ini disebut Bali Tree-top Adventure Park
aku suka sekali berada jauh diatas tanah diantara pohon-pohon itu, memandang mereka yang mengecil di bawah sana. menyenangkan juga berjalan-jalan diatas kawat, berpegangan pada pulley yang diapit dua karabiner...lalu mengayunkan tubuh dan meluncur jauh... berteriak bebas, dihembus angin semilir. mungkin ini rasanya terbang dan jadi burung.
yang paling menegangkan adalah waktu harus melintasi dua pohon yang dihubungkan oleh tali-tali berujung logam seperti ladam. aku harus berakrobat... berusaha memahami apa yang diteriakkan oleh pemandu dari bawah. pegang tali berikutnya dengan tangan kiri! langkahkan kaki kanan ke belakang, ke arah tali berikutnya! satukan tangan di dua tali!... beringsut-ingsut aku bisa melewatinya, lalu terasa legaaaa... waktu bisa memeluk pohon lagi.
setiap kali harus meluncur dengan pulley pada kawat, aku selalu teringat potongan adegan pembuka George of the Jungle. aku nggak mau nabrak pohon kayak Brendan Fraser!
syukurlah, pengelola tempat itu juga tidak menginginkannya. somehow, kalo udah deket batang pohon yang lain, ada penghambat yang menahan. all I have to do is grab the cable, or the net, lalu memanjat.
yang paling seru tentu saja bergelantungan pada seutas tali dari satu pohon ke pohon yang lain. memang bukan menangkap seutas tali setelah lolos dari satu pohon, tapi cukuplah untuk merasakan berayun... dan menjadi apprentice di hutannya Tarzan. me, Jane. learning how to swing.
now I understand why Tarzan lives in the jungle. swinging is fun!
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Sunday, July 16, 2006
Tuesday, July 11, 2006
my homework
*sambil melonjak-lonjak bahagia*
terima kasih buat yang membelikanku The Unbearable Lightness of Being. ini buku yang paling banyak dipuji-puji dari karya Milan Kundera, penulis Ceko yang sangat mengagumkan. senang sekali rasanya menemukan buku itu ada didalam kantong plastik yang kuterima tadi siang. hore! hore! bikin aku senang nggak susah kok. beliin buku aja. hihihi...
nah! ini berarti aku harus lebih rajin meluangkan waktu senggang untuk baca buku supaya The Blind Assassin-nya Margaret Atwood bisa cepat selesai. karena ceritanya yang lambat dan bukunya yang tuebelll... rasanya udah berminggu-minggu masih belum beres juga baca buku itu.
eits! tapi masih ada Haruki Murakami dengan Kafka on The Shore yang menunggu juga untuk dibaca. pe-er yang paling menyenangkan di seluruh dunia adalah pe-er membaca buku.
yippie!
Thursday, July 06, 2006
A Letter to Cristiano Ronaldo
dear Cristiano Ronaldo,
I'm so sorry to know that you and your team will not be playing in the World Cup 2006 final match. I know how hard you work for the Cup and how long Portugal has been waiting. You must be very disappointed. I can see that in your face early this morning. Are you still crying?
Some may say that heroes shed no tears, but it's alright to crying now, you can wipe the tears tomorrow, and start a new beginning. Another chapter for a four year away final match.
And if you want to a find a peace of mind and rest your body for several days, you can always come to me. Come to Ubud. I'll lend my shoulder for you to cry on. I can arrange for you to stay in a beautiful villa with stunning view overlooking a river valley, in my office. Pamper yourself with an aromatic massage treatment with natural herbs and spices of your choice.
But if you don't want to stay in my office, I can always offer you my house. I'll be more than happy to host you.
We can talk all-sleepless-night-long. Or have a long walk under the blinking stars after a romantic candle-lit dinner. Do you want me to cook Bacalhau a Braz?
Just let me know, Cristiano.
And I'll see you soon.
with love,
Dian Ina
I'm so sorry to know that you and your team will not be playing in the World Cup 2006 final match. I know how hard you work for the Cup and how long Portugal has been waiting. You must be very disappointed. I can see that in your face early this morning. Are you still crying?
Some may say that heroes shed no tears, but it's alright to crying now, you can wipe the tears tomorrow, and start a new beginning. Another chapter for a four year away final match.
And if you want to a find a peace of mind and rest your body for several days, you can always come to me. Come to Ubud. I'll lend my shoulder for you to cry on. I can arrange for you to stay in a beautiful villa with stunning view overlooking a river valley, in my office. Pamper yourself with an aromatic massage treatment with natural herbs and spices of your choice.
But if you don't want to stay in my office, I can always offer you my house. I'll be more than happy to host you.
We can talk all-sleepless-night-long. Or have a long walk under the blinking stars after a romantic candle-lit dinner. Do you want me to cook Bacalhau a Braz?
Just let me know, Cristiano.
And I'll see you soon.
with love,
Dian Ina
Sunday, July 02, 2006
keracunan makanan itu tidak enak
sejak aku masih kecil, mama selalu menasihati supaya jangan makan berlebihan. nggak sehat! gitu kata mama. lagipula, kalo kekenyangan, perut jadi sakit dan buncit, napas terasa sesak, badan terasa berat, malas bergerak... bayanganku jadi seperti ikan paus yang terdampar di pantai. cuma bisa ngulet-ngulet dikit.
udah gitu, masih kata mama lagi nih... kebanyakan makan itu ora ilok! kelihatannya rakus, kayak nggak pernah makan aja. langsung deh yang kebayang babi. kayak ayah dan ibu yang menjelma jadi induk babi tambun di film Spirited Away.
makanya seumur hidup aku nggak pernah ngalamin yang namanya mendem alias mabuk gara-gara kebanyakan makan sesuatu. dan suka heran juga kenapa ada orang bisa mendem mangga, duren, jengkol ato bahkan sambal goreng hati. belum pernah tau?!
I've known someone.
lalu ceritanya, hari Rabu lalu aku pergi ke Jimbaran. ada undangan welcome dinner sama beberapa agen dan jurnalis yang datang dari Malaysia. makan seafood di kafe pinggir pantai nih, ceritanya. aku belum pernah ke kafe itu, pun belum pernah dengar nama kafe itu disebut sebelumnya. namun tetap pergilah aku kesana, bertemu orang-orang dan bersosialisasi... eh bergaul, sampai akhirnya hidangan tersaji dan kami santap bersama. masakannya cukup enak. entah karena udara dingin, atau karena memang udah lapar banget... soalnya makan malam baru dimulai jam 21.00 yang berarti udah telat banget... semua makan dengan lahap. sambil ngobrol, ketawa-ketawa, cerita-cerita...
dan keesokan harinya...
setelah makan siang badanku terasa aneh. sepertinya perut dan seterusnya sampai pangkal paha kehilangan koordinasi dengan bagian tubuh yang lain. seperti bergerak sendiri. bagian dalam perutku berpusar dan melilit, ada puting beliung kecil sedang berkuasa disana, membuatku kalang kabut seperti induk ayam yang mau bertelur. naik turun tangga, berjalan keliling area untuk mengurangi tekanan, keluar masuk kamar mandi, tanpa hasil. sampai akhirnya rasa mual itu datang dan tak tertahankan. mendorong makan siangku keluar. tapi itu baru awal.
waktu aku ke toilet lagi... sejuta topan badai! semuanya keluar, membanjir dari atas dan dari bawah. aku sampai sempoyongan. apalagi setelah terjadinya dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali... sampai akhirnya aku pergi ke klinik untuk disuntik jam 8 malam itu.
pada hari Jumat barulah aku tahu kalo yang aku alami, yang aku kira masuk angin karena terlambat makan dan keanginan itu sebenarnya adalah keracunan makanan. setelah mereka yang semeja dan tidak semeja denganku mengkonfirm hal yang sama. beberapa orang bahkan lebih parah, karena mulainya tepat malam setelah selesai makan, sampai jadi sangat lemas karena nyaris dehidrasi. untung nggak ada yang lebih parah daripada itu.
masih bisa bilang untung! dasar Jawa!
sampai hari ini, aku masih belum beres juga ke toiletnya. walopun udah makan sangat hati-hati... nggak pedes, nggak es, nggak berempah tajam... tapi tetep aja belum sembuh. padahal lagi banyak orang yang harus ditemui tiap hari. uh!
buat yang mau tau nama kafe tempat aku makan, silakan japri
udah gitu, masih kata mama lagi nih... kebanyakan makan itu ora ilok! kelihatannya rakus, kayak nggak pernah makan aja. langsung deh yang kebayang babi. kayak ayah dan ibu yang menjelma jadi induk babi tambun di film Spirited Away.
makanya seumur hidup aku nggak pernah ngalamin yang namanya mendem alias mabuk gara-gara kebanyakan makan sesuatu. dan suka heran juga kenapa ada orang bisa mendem mangga, duren, jengkol ato bahkan sambal goreng hati. belum pernah tau?!
I've known someone.
lalu ceritanya, hari Rabu lalu aku pergi ke Jimbaran. ada undangan welcome dinner sama beberapa agen dan jurnalis yang datang dari Malaysia. makan seafood di kafe pinggir pantai nih, ceritanya. aku belum pernah ke kafe itu, pun belum pernah dengar nama kafe itu disebut sebelumnya. namun tetap pergilah aku kesana, bertemu orang-orang dan bersosialisasi... eh bergaul, sampai akhirnya hidangan tersaji dan kami santap bersama. masakannya cukup enak. entah karena udara dingin, atau karena memang udah lapar banget... soalnya makan malam baru dimulai jam 21.00 yang berarti udah telat banget... semua makan dengan lahap. sambil ngobrol, ketawa-ketawa, cerita-cerita...
dan keesokan harinya...
setelah makan siang badanku terasa aneh. sepertinya perut dan seterusnya sampai pangkal paha kehilangan koordinasi dengan bagian tubuh yang lain. seperti bergerak sendiri. bagian dalam perutku berpusar dan melilit, ada puting beliung kecil sedang berkuasa disana, membuatku kalang kabut seperti induk ayam yang mau bertelur. naik turun tangga, berjalan keliling area untuk mengurangi tekanan, keluar masuk kamar mandi, tanpa hasil. sampai akhirnya rasa mual itu datang dan tak tertahankan. mendorong makan siangku keluar. tapi itu baru awal.
waktu aku ke toilet lagi... sejuta topan badai! semuanya keluar, membanjir dari atas dan dari bawah. aku sampai sempoyongan. apalagi setelah terjadinya dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali... sampai akhirnya aku pergi ke klinik untuk disuntik jam 8 malam itu.
pada hari Jumat barulah aku tahu kalo yang aku alami, yang aku kira masuk angin karena terlambat makan dan keanginan itu sebenarnya adalah keracunan makanan. setelah mereka yang semeja dan tidak semeja denganku mengkonfirm hal yang sama. beberapa orang bahkan lebih parah, karena mulainya tepat malam setelah selesai makan, sampai jadi sangat lemas karena nyaris dehidrasi. untung nggak ada yang lebih parah daripada itu.
masih bisa bilang untung! dasar Jawa!
sampai hari ini, aku masih belum beres juga ke toiletnya. walopun udah makan sangat hati-hati... nggak pedes, nggak es, nggak berempah tajam... tapi tetep aja belum sembuh. padahal lagi banyak orang yang harus ditemui tiap hari. uh!
buat yang mau tau nama kafe tempat aku makan, silakan japri
Wednesday, June 28, 2006
Indonesia Raya
Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku
disanalah, aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
marilah kita berseru Indonesia bersatu
hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia raya
Indonesia raya
merdeka, merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia raya
merdeka, merdeka
hiduplah, Indonesia raya
tadi pagi datang ke kantor tiba-tiba nyanyi lagu ini begitu duduk di meja. udah lama sekali rasanya waktu berlalu sejak terakhir kali upacara bendera, nyanyi lagu ini beramai-ramai bersama teman yang lain, tanpa benar-benar memahami artinya.
sekarang kalo dibaca satu-satu, diresapi... rasanya ada yang salah sama lagu ini.
lagunya yang kebagusan kali yaa??
berapa banyak dari kita yang ngerasa jadi orang Indonesia? buat aku yang suka bingung menentukan aku ini orang mana, mungkin lebih aman menyebut diriku orang Indonesia. tapi stempel di jidatku sampai sekarang masih orang Jawa. Javanese.
apa harus ke luar negeri baru bisa bilang kalo aku orang Indonesia?
tapi kalo tinggal di luar negeri rasanya lebih enak bercerita tentang Bali. selain karena Bali lebih terkenal, juga karena di Indonesia juga terlalu banyak masalah.
disanalah, aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
marilah kita berseru Indonesia bersatu
hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia raya
Indonesia raya
merdeka, merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta
Indonesia raya
merdeka, merdeka
hiduplah, Indonesia raya
tadi pagi datang ke kantor tiba-tiba nyanyi lagu ini begitu duduk di meja. udah lama sekali rasanya waktu berlalu sejak terakhir kali upacara bendera, nyanyi lagu ini beramai-ramai bersama teman yang lain, tanpa benar-benar memahami artinya.
sekarang kalo dibaca satu-satu, diresapi... rasanya ada yang salah sama lagu ini.
lagunya yang kebagusan kali yaa??
berapa banyak dari kita yang ngerasa jadi orang Indonesia? buat aku yang suka bingung menentukan aku ini orang mana, mungkin lebih aman menyebut diriku orang Indonesia. tapi stempel di jidatku sampai sekarang masih orang Jawa. Javanese.
apa harus ke luar negeri baru bisa bilang kalo aku orang Indonesia?
tapi kalo tinggal di luar negeri rasanya lebih enak bercerita tentang Bali. selain karena Bali lebih terkenal, juga karena di Indonesia juga terlalu banyak masalah.
Tuesday, June 27, 2006
trivia quiz
dalam satu hari, aku mendapatkan jawaban dari tiga pertanyaan yang penting tapi nggak penting tentang Bali.
1. kenapa sebagian besar orang Bali kulitnya cokelat?
2. kenapa semua perempuan memanjangkan rambut?
3. kenapa semua orang Bali punya julukan?
semuanya aku dapatkan waktu ikut Melasti (bisa juga disebut Melis) ke Pantai Purnama, kemarin. Melasti adalah upacara penyucian yang biasanya diadakan sebelum Nyepi atau Odalan di pura. Odalan bisa disetarakan dengan ulang tahun. karena Odalan didasarkan pada Pawukon yang siklusnya setiap 6 bulan sekali, maka Odalan juga diadakan dengan interval yang sama.
yang dilakukan pada saat Melasti adalah membawa semua perlengkapan dan peralatan yang akan dipergunakan saat Odalan ke laut atau sungai untuk disucikan. berbeda dengan Hindu di India yang melakukan penyucian dengan membasuhnya di Sungai Gangga atau Yamuna, di Bali konsep penyucian lebih kepada membuang hal-hal yang buruk ke laut, yang terletak di tempat yang rendah, sehingga dianggap tidak suci. kalo dirunut balik, laut jadi tidak suci karena ada banyak kotoran (yang tidak suci) dibuang ke laut.
upacara itu dimulai dengan berjalan kaki dari tempat parkir ke pantai. dari sini aja bisa dilihat kalau ritual yang dilakukan orang Bali sarat dengan tradisi dan setiap detilnya merupakan art performance yang kolosal. ratusan orang dari tujuh banjar yang bernaung dibawah Pura Dalam Puri, berpakaian putih, berjalan dengan ritme yang sama menuju satu arah. sampai di pantai, semua duduk bersimpuh ke arah laut, lalu iring iringan orang yang membawa panji-panji, tombak, barong, boneka raksasa penjaga pura selama odalan (laki-laki dan perempuan) serta berbagai jenis peralatan upacara lewat satu demi satu, sebelum berkumpul di tengah lokasi upacara. Banten atau sesajen juga dikumpulkan di satu tempat. lalu pemangku mulai bekerja, membunyikan bel, menyanyikan mantra, memercikkan air suci.
aku mengamati apa yang terjadi, mengambil foto, berusaha mendengarkan mantra yang dinyanyikan tapi tidak berhasil menangkap satu patah kata pun yang dapat kumengerti. matahari jam 2 siang terasa panas membakar. tidak ada atap atau tenda untuk berlindung. aku membawa payung tapi angin terlalu kencang sehingga payungku tidak akan bisa berdiri tegak. karena upacara yang dilengkapi acara terpanggang matahari semacam inilah orang Bali berkulit cokelat.
dari saat mulai duduk bersimpuh, menyaksikan upacara penyucian yang dilengkapi acara melepas bebek ke laut, mabakti atau berdoa dengan menyelipkan sejumput bunga diujung jari yang ditangkupkan kemudian mengangkatnya ke dahi, sampai akhirnya menerima air suci... seluruh prosesnya makan waktu sekitar dua jam. selama itu angin bertiup kencang dan rambutku yang pendek berhamburan dipermainkan angin. kalau rambutku panjang seperti semua perempuan Bali, aku akan bisa mengikatnya, menyanggulnya, atau menahannya dengan jepit supaya nggak berantakan.
dalam upacara-upacara massal seperti yang aku saksikan kemarin, ratusan orang berkumpul. untuk memudahkan pencarian orang diantara sekian banyak yang ngayah (bekerja bersama) di pura atau berjalan bersama ke laut, tentu saja lebih gampang pake nama julukan. bayangkan kalo memanggilnya dengan
"hei! Wayan!" atau "hei, Nyoman!" pasti ada puluhan orang yang menoleh sekaligus, soalnya nama Bali kan semuanya sama-sama didasarkan pada urutan kelahiran dalam keluarga. karena itu nama julukan seperti Jamrud akan membedakan Ketut Artana yang supir dari Ketut Artana yang di Restoran. atau Sudiana yang pelukis dengan Sudiana yang pengusaha kayu akan mudah dibedakan karena yang pelukis dipanggil Bonuz.
1. kenapa sebagian besar orang Bali kulitnya cokelat?
2. kenapa semua perempuan memanjangkan rambut?
3. kenapa semua orang Bali punya julukan?
semuanya aku dapatkan waktu ikut Melasti (bisa juga disebut Melis) ke Pantai Purnama, kemarin. Melasti adalah upacara penyucian yang biasanya diadakan sebelum Nyepi atau Odalan di pura. Odalan bisa disetarakan dengan ulang tahun. karena Odalan didasarkan pada Pawukon yang siklusnya setiap 6 bulan sekali, maka Odalan juga diadakan dengan interval yang sama.
yang dilakukan pada saat Melasti adalah membawa semua perlengkapan dan peralatan yang akan dipergunakan saat Odalan ke laut atau sungai untuk disucikan. berbeda dengan Hindu di India yang melakukan penyucian dengan membasuhnya di Sungai Gangga atau Yamuna, di Bali konsep penyucian lebih kepada membuang hal-hal yang buruk ke laut, yang terletak di tempat yang rendah, sehingga dianggap tidak suci. kalo dirunut balik, laut jadi tidak suci karena ada banyak kotoran (yang tidak suci) dibuang ke laut.
upacara itu dimulai dengan berjalan kaki dari tempat parkir ke pantai. dari sini aja bisa dilihat kalau ritual yang dilakukan orang Bali sarat dengan tradisi dan setiap detilnya merupakan art performance yang kolosal. ratusan orang dari tujuh banjar yang bernaung dibawah Pura Dalam Puri, berpakaian putih, berjalan dengan ritme yang sama menuju satu arah. sampai di pantai, semua duduk bersimpuh ke arah laut, lalu iring iringan orang yang membawa panji-panji, tombak, barong, boneka raksasa penjaga pura selama odalan (laki-laki dan perempuan) serta berbagai jenis peralatan upacara lewat satu demi satu, sebelum berkumpul di tengah lokasi upacara. Banten atau sesajen juga dikumpulkan di satu tempat. lalu pemangku mulai bekerja, membunyikan bel, menyanyikan mantra, memercikkan air suci.
aku mengamati apa yang terjadi, mengambil foto, berusaha mendengarkan mantra yang dinyanyikan tapi tidak berhasil menangkap satu patah kata pun yang dapat kumengerti. matahari jam 2 siang terasa panas membakar. tidak ada atap atau tenda untuk berlindung. aku membawa payung tapi angin terlalu kencang sehingga payungku tidak akan bisa berdiri tegak. karena upacara yang dilengkapi acara terpanggang matahari semacam inilah orang Bali berkulit cokelat.
dari saat mulai duduk bersimpuh, menyaksikan upacara penyucian yang dilengkapi acara melepas bebek ke laut, mabakti atau berdoa dengan menyelipkan sejumput bunga diujung jari yang ditangkupkan kemudian mengangkatnya ke dahi, sampai akhirnya menerima air suci... seluruh prosesnya makan waktu sekitar dua jam. selama itu angin bertiup kencang dan rambutku yang pendek berhamburan dipermainkan angin. kalau rambutku panjang seperti semua perempuan Bali, aku akan bisa mengikatnya, menyanggulnya, atau menahannya dengan jepit supaya nggak berantakan.
dalam upacara-upacara massal seperti yang aku saksikan kemarin, ratusan orang berkumpul. untuk memudahkan pencarian orang diantara sekian banyak yang ngayah (bekerja bersama) di pura atau berjalan bersama ke laut, tentu saja lebih gampang pake nama julukan. bayangkan kalo memanggilnya dengan
"hei! Wayan!" atau "hei, Nyoman!" pasti ada puluhan orang yang menoleh sekaligus, soalnya nama Bali kan semuanya sama-sama didasarkan pada urutan kelahiran dalam keluarga. karena itu nama julukan seperti Jamrud akan membedakan Ketut Artana yang supir dari Ketut Artana yang di Restoran. atau Sudiana yang pelukis dengan Sudiana yang pengusaha kayu akan mudah dibedakan karena yang pelukis dipanggil Bonuz.
Thursday, June 22, 2006
sense of place
di Ubud rasanya aku sudah dewasa. tinggal sendiri, menghidupi diri sendiri, berusaha menyelesaikan masalah-masalahku sendiri... pernah berhasil, pernah juga gagal. bekerja dengan mengelola sebuah ruang yang kadang rumit, tapi selalu menyenangkan. dan penuh tantangan. hal-hal baru yang datang dan pergi setiap waktu. saat-saat yang senang atau sedih, gembira atau berduka, lebih banyak kualami sendiri. ada kalanya aku menampung cerita teman-teman, membantu mereka melihat masalahnya dengan cara lain. pendek kata, melakukan hal-hal yang kelihatannya dewasa.
waktu aku pulang ke Pacitan karena eyang buyut meninggal akhir minggu kemarin, kayaknya aku lupa membawa serta diriku yang dewasa. meskipun nyaris semua pertanyaan yang dilontarkan oleh saudara-bude-tante-mbak-mas-pakde-paklik-bulik-mbah adalah tentang pernikahan-mempelai pria-undangan-resepsi, tapi dimata mereka, aku yakin aku sama sekali nggak terlihat seperti dewasa. aku tidur sama mama. semalaman meringkuk di sebelahnya. sebelum subuh aku mendengar papa dan mama bercakap-cakap di dekatku. aku merasakan sedang dipeluk, dibelai-belai... lalu mama mengukur pergelangan tanganku dengan melingkarkan telunjuk dan jempolnya. mungkin mama khawatir aku kurang makan di Ubud dan bisa jadi lebih kurus kering daripada sekarang. memang sejak kedatanganku, mama sudah memasak bihun goreng yang pasti akan kutagih. memastikan aku mencoba semua lauk, makan semua jenis kue yang ada di rumah... dan bahkan menyuapiku makan. di Pacitan, aku nggak pernah dewasa. lebih nggak dewasa daripada adik laki-lakiku yang paling kecil, yang berusia 17 tahun, yang nggak dipedulikan apapun yang dilakukannya.
di Pacitan, bagaimanapun juga, ada tante, mbah, bude, pakde, mas, mbak... yang nggak hanya lebih dulu lahir, tapi juga punya legitimasi untuk membuatku jadi anak kecil. orang-orang yang masih ingat dengan jelas bagaimana tampangku waktu dilahirkan, bagaimana caraku menangis waktu lapar, apa yang kuucapkan waktu aku berusia 5 tahun, kepolosan dan kebodohan yang kulakukan saat disuruh membeli ini itu ke warung dekat rumah. apapun jabatanku di kantor, kemampuanku menganalisa dan menyelesaikan masalah, pengalamanku berhadapan dengan berbagai macam orang di berbagai tempat, keterampilan yang aku miliki... semuanya nggak akan bisa merubah keadaan. aku bukan orang dewasa di Pacitan. aku tetap anak kecil yang badannya udah besar.
waktu boleh berjalan. tapi didalam langkahnya, ada hal-hal yang tertinggal...
waktu aku pulang ke Pacitan karena eyang buyut meninggal akhir minggu kemarin, kayaknya aku lupa membawa serta diriku yang dewasa. meskipun nyaris semua pertanyaan yang dilontarkan oleh saudara-bude-tante-mbak-mas-pakde-paklik-bulik-mbah adalah tentang pernikahan-mempelai pria-undangan-resepsi, tapi dimata mereka, aku yakin aku sama sekali nggak terlihat seperti dewasa. aku tidur sama mama. semalaman meringkuk di sebelahnya. sebelum subuh aku mendengar papa dan mama bercakap-cakap di dekatku. aku merasakan sedang dipeluk, dibelai-belai... lalu mama mengukur pergelangan tanganku dengan melingkarkan telunjuk dan jempolnya. mungkin mama khawatir aku kurang makan di Ubud dan bisa jadi lebih kurus kering daripada sekarang. memang sejak kedatanganku, mama sudah memasak bihun goreng yang pasti akan kutagih. memastikan aku mencoba semua lauk, makan semua jenis kue yang ada di rumah... dan bahkan menyuapiku makan. di Pacitan, aku nggak pernah dewasa. lebih nggak dewasa daripada adik laki-lakiku yang paling kecil, yang berusia 17 tahun, yang nggak dipedulikan apapun yang dilakukannya.
di Pacitan, bagaimanapun juga, ada tante, mbah, bude, pakde, mas, mbak... yang nggak hanya lebih dulu lahir, tapi juga punya legitimasi untuk membuatku jadi anak kecil. orang-orang yang masih ingat dengan jelas bagaimana tampangku waktu dilahirkan, bagaimana caraku menangis waktu lapar, apa yang kuucapkan waktu aku berusia 5 tahun, kepolosan dan kebodohan yang kulakukan saat disuruh membeli ini itu ke warung dekat rumah. apapun jabatanku di kantor, kemampuanku menganalisa dan menyelesaikan masalah, pengalamanku berhadapan dengan berbagai macam orang di berbagai tempat, keterampilan yang aku miliki... semuanya nggak akan bisa merubah keadaan. aku bukan orang dewasa di Pacitan. aku tetap anak kecil yang badannya udah besar.
waktu boleh berjalan. tapi didalam langkahnya, ada hal-hal yang tertinggal...
Thursday, June 15, 2006
think globally, act locally
slogan diatas pertama kali dipakai oleh Greenpeace dan pada akhirnya menjadi slogan paling populer buat aktivis dan NGO di seluruh dunia. berpikir mengenai isu-isu yang global, yang menyentuh kepentingan umat manusia secara luas; tapi lakukanlah di tingkatan lokal, tingkatan akar rumput.
salah satu hal kunci dalam menjalankan aktivisme di akar rumput adalah keyakinan bahwa tiap orang punya kemampuan untuk melakukan perubahan. never feel to small or powerless to make a difference, gitu kata Anita Roddick. tentu saja perubahan yang dimaksudkannya adalah perubahan ke arah yang baik.
tapi, perubahan kan bisa juga ke arah yang buruk... iya kan?
misalnya kalo kita bicara tentang KRMT Roy Suryo. kehadirannya menciptakan perubahan yang mencengangkan, sekaligus bikin jengkel orang banyak. perubahan yang semacam ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. oleh karenanya kehadiran saudara Priyadi Iman Nurcahyo dan saudara Eko Juniarto, misalnya... jadi penting sebagai bentuk aktivisme akar rumput dalam menghadapi ke-pornomatika-annya.
wah, tulisan ini kok jadi teoritis sekali. padahal tadinya aku cuma mau menulis tentang ulang tahun Id-Gmail yang ke-2 tanggal 14 Juni 2006 kemarin. sekalian juga aku mau mengucapkan terima kasih pada Sang Pakar™, karena telah berkenan menjadi Tokoh Antagonis yang paling setia, yang berhasil meningkatkan solidaritas antara warga Kampung Gajah, dan menginspirasi Pendekar Photosop dan saudara-saudara seperguruannya untuk menciptakan karya-karya kreatif. seperti misalnya yang diciptakan oleh Rony suLantip ini
salah satu hal kunci dalam menjalankan aktivisme di akar rumput adalah keyakinan bahwa tiap orang punya kemampuan untuk melakukan perubahan. never feel to small or powerless to make a difference, gitu kata Anita Roddick. tentu saja perubahan yang dimaksudkannya adalah perubahan ke arah yang baik.
tapi, perubahan kan bisa juga ke arah yang buruk... iya kan?
misalnya kalo kita bicara tentang KRMT Roy Suryo. kehadirannya menciptakan perubahan yang mencengangkan, sekaligus bikin jengkel orang banyak. perubahan yang semacam ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. oleh karenanya kehadiran saudara Priyadi Iman Nurcahyo dan saudara Eko Juniarto, misalnya... jadi penting sebagai bentuk aktivisme akar rumput dalam menghadapi ke-pornomatika-annya.
wah, tulisan ini kok jadi teoritis sekali. padahal tadinya aku cuma mau menulis tentang ulang tahun Id-Gmail yang ke-2 tanggal 14 Juni 2006 kemarin. sekalian juga aku mau mengucapkan terima kasih pada Sang Pakar™, karena telah berkenan menjadi Tokoh Antagonis yang paling setia, yang berhasil meningkatkan solidaritas antara warga Kampung Gajah, dan menginspirasi Pendekar Photosop dan saudara-saudara seperguruannya untuk menciptakan karya-karya kreatif. seperti misalnya yang diciptakan oleh Rony suLantip ini
Wednesday, June 14, 2006
Radite Thor
adalah nama yang aku berikan pada salah satu tokoh dalam cerita karangan Adis. Radite atau disebut juga Redite adalah hari pertama Saptawara, pengelompokan tujuh hari dalam sistem Pawukon (penanggalan tradisional di Jawa dan Bali). sementara Thor merupakan nama Dewa Petir bangsa Skandinavia. jadilah Radite Thor, atau Dewa Petir (yang lahir pada) Awal Pekan. gagah ya?
sebelum nama ini lahir, tokoh itu diberi nama Ariel dan aku langsung nggak setuju waktu pertama kali tau. Adis lalu memintaku mencari nama baru. jadilah aku berpikir keras untuk memberi nama tokoh cerita itu. hihihi... sebenernya sih aku memang nggak ada hak untuk nggak setuju. ini kan ceritanya Adis. tapi Ariel gitu loooh!!! gak ada nama lain apa?
*summon Bli Ebo*
satu hal yang belum aku ceritakan dengan lengkap pada Adis adalah bahwa nama tokoh yang dianggapnya keren dan jantan itu, sebagian aku ambil dari karakter nyata. Thor yang aseli adalah pemuda berumur 18 tahun dan berambut sebahu. senyum lebar nyaris selalu terpasang di wajahnya. matanya yang dalam menatap dengan ramah. kata-kata yang dia pilih waktu bicara tentang suatu hal yang serius, caranya menganalisa sesuatu, aku pikir berhubungan dengan nama yang diberikan padanya. sekarang ini, dia sedang berkeinginan menjadi model atau bintang film. sempat beberapa waktu yang lalu, ia menjadi pemeran figuran dalam sebuah film produksi Perancis.
"aneh rasanya duduk di dalam bioskop dan melihat diri sendiri ada di layar" begitu komentarnya tentang film itu.
Thor bicara dan bertingkah laku lebih dewasa dari umur yang sebenarnya. mula-mula aku pikir setidaknya dia berumur dua puluh dua tahun. perkiraan yang sangat salah. tapi dia teman yang baik kalau berurusan dengan anjing. waktu aku nggak berani masuk kosku karena ada empat anjing yang menunggu di mulut gang, ia bersedia mengusir anjing-anjing itu supaya aku bisa lewat. tepatnya, ia mengantarku sampai ke gerbang rumah. benar-benar penyelamat. tanpa dia, aku pasti membeku dan bisa jadi sasaran empuk anjing-anjing jalanan. terima kasih, Thoreau Joshuila.
So, Adis... jangan sampai karakter yang kamu berikan pada tokohku jelek yaa!
sebelum nama ini lahir, tokoh itu diberi nama Ariel dan aku langsung nggak setuju waktu pertama kali tau. Adis lalu memintaku mencari nama baru. jadilah aku berpikir keras untuk memberi nama tokoh cerita itu. hihihi... sebenernya sih aku memang nggak ada hak untuk nggak setuju. ini kan ceritanya Adis. tapi Ariel gitu loooh!!! gak ada nama lain apa?
*summon Bli Ebo*
satu hal yang belum aku ceritakan dengan lengkap pada Adis adalah bahwa nama tokoh yang dianggapnya keren dan jantan itu, sebagian aku ambil dari karakter nyata. Thor yang aseli adalah pemuda berumur 18 tahun dan berambut sebahu. senyum lebar nyaris selalu terpasang di wajahnya. matanya yang dalam menatap dengan ramah. kata-kata yang dia pilih waktu bicara tentang suatu hal yang serius, caranya menganalisa sesuatu, aku pikir berhubungan dengan nama yang diberikan padanya. sekarang ini, dia sedang berkeinginan menjadi model atau bintang film. sempat beberapa waktu yang lalu, ia menjadi pemeran figuran dalam sebuah film produksi Perancis.
"aneh rasanya duduk di dalam bioskop dan melihat diri sendiri ada di layar" begitu komentarnya tentang film itu.
Thor bicara dan bertingkah laku lebih dewasa dari umur yang sebenarnya. mula-mula aku pikir setidaknya dia berumur dua puluh dua tahun. perkiraan yang sangat salah. tapi dia teman yang baik kalau berurusan dengan anjing. waktu aku nggak berani masuk kosku karena ada empat anjing yang menunggu di mulut gang, ia bersedia mengusir anjing-anjing itu supaya aku bisa lewat. tepatnya, ia mengantarku sampai ke gerbang rumah. benar-benar penyelamat. tanpa dia, aku pasti membeku dan bisa jadi sasaran empuk anjing-anjing jalanan. terima kasih, Thoreau Joshuila.
So, Adis... jangan sampai karakter yang kamu berikan pada tokohku jelek yaa!
Friday, June 09, 2006
white perfect? ah, yang masa...
entah kapan persisnya semua ini dimulai. mungkin sejak transformasi warna kulit yang dilakukan Michael Jackson. kalo aku perhatikan, nyaris semua rak yang menjual produk kecantikan dan perawatan kulit di swalayan dan department store dipenuhi oleh pemutih. tentu saja bayclin dan bleaching yang lain nggak termasuk kategori ini.
bener loh! kamu bisa menemukan produk pemutih alias whitening apapun tersedia di pasaran. mulai dari sabun, pasta gigi, body lotion, pembersih, penyegar, facial wash (baik yang mengandung scrub maupun tidak), krem wajah untuk pagi dan malam (termasuk didalamnya pelembab atau moisturizer dan alas bedak atau foundation), masker (yang peel off maupun tidak), krem untuk peeling, krem untuk tubuh (ada yang disebut body milk ato body butter), tabir surya atau sunscreen, sampai deodorant yang katanya bisa memutihkan ketiak. mungkin kalo semuanya dipake bersamaan, hasil yang didapat bisa total. apalagi kalo nggak punya banyak duit buat operasi ganti warna kulit di seluruh tubuh.
yang aku belum ketemu cuma shampoo dan conditioner untuk memutihkan rambut, atau produk untuk memutihkan bibir, alis, bulu hidung dan bulu-bulu halus di tangan dan kaki. dua yang terakhir ini mungkin dicukur ato dirontokkan dengan oil remover. bisa juga dilaser biar nggak tumbuh-tumbuh lagi.
hwaaa!! emang kalo putih otomatis jadi cantik gitu?
lalu iklan-iklan di TV itu! dipenuhi perempuan-perempuan berkulit pucat yang keliatan kinclong. sementara yang berkulit cokelat dibikin berminyak dan kusam. padahal itu semua hanya karena efek lampu. jangankan yang udah kuning langsat, Bebi Romeo aja bisa keliatan seputih Roger Danuarta kalo lampunya cukup.
skarang ini, makin banyak kulihat perempuan yang kulitnya sangat putih, sementara lehernya tetap cokelat. atau lehernya juga putih, tapi tangannya cokelat. tampaknya mereka memakai produk yang memutihkan dan cukup berhasil, walopun jadi aneh. dua hari yang lalu, aku ketemu dengan tetangga sebelah rumah, kulit wajahnya jadi putih, padahal sebulan yang lalu masih cokelat berat. sayang, dia memakai kremnya nggak terlalu rata, karena pipi bawah dekat dagu masih berwarna cokelat.
nah, gara-gara semua pabrik dengan segala merek bikin produk pemutih ini, produk yang normal jadi makin langka. padahal aku nggak cocok pake pemutih. setiap kali cocok dengan satu produk, lalu produsennya menambahkan pemutih, yang ada kulitku jadi berjerawat. uh!
lalu aku harus ganti produk yang lain lagi. ini juga terjadi pada produk dari klinik kecantikan yang mereknya adalah nama dokternya. begitu yang dikasih krem whitening something... udah deh... balik lagi masalahnya.
eh, eh...ada banyak yang punya pengalaman kayak aku nggak ya? kalo banyak mungkin kita bisa bikin class action barengan.
Tuhan, kenapa aku nggak dikasih wajah dan kulit seperti Liv Tyler aja?
Friday, June 02, 2006
jaded
aku kelelahan.
tubuhku seperti mantel tua yang lusuh dan tercabik disana-sini setelah dipakai menerobos semak berduri. padahal, rasanya semalam aku tidur lebih dari cukup. delapan jam, tepatnya. tiga jam lebih banyak daripada waktu tidurku di hari biasa. tidur yang terus menerus tanpa mimpi dan terjaga. pun aku tetap merasa lesu darah sepanjang hari ini. kupikir-pikir, mungkin seperti ini rasanya kalo habis mencangkul seharian, atau lari marathon 42.195m menghindari kejaran massa setelah nyolong ayam.
aduuuh, pasti enak sekali kalo badan ini bisa dilepas-lepas seperti Barbie. sekarang ini kalo bisa, pengen rasanya aku copot sebentar kepalaku, lalu aku masukin kedalam laci, biar dia istirahat. nggak terus menerus berpikir, melihat-lihat ke seluruh penjuru sambil terus berusaha menjaga keseimbangan dalam sebuah pose yoga yang nggak pernah selesai. lalu kakiku dua-duanya aku kirim ke spa. biar bisa dipijat, direndam air bunga dan rempah, lalu dimandikan dengan uap panas sampai dia merasa segar lagi, sementara jari-jariku menulis semua ini.
tubuhku seperti mantel tua yang lusuh dan tercabik disana-sini setelah dipakai menerobos semak berduri. padahal, rasanya semalam aku tidur lebih dari cukup. delapan jam, tepatnya. tiga jam lebih banyak daripada waktu tidurku di hari biasa. tidur yang terus menerus tanpa mimpi dan terjaga. pun aku tetap merasa lesu darah sepanjang hari ini. kupikir-pikir, mungkin seperti ini rasanya kalo habis mencangkul seharian, atau lari marathon 42.195m menghindari kejaran massa setelah nyolong ayam.
aduuuh, pasti enak sekali kalo badan ini bisa dilepas-lepas seperti Barbie. sekarang ini kalo bisa, pengen rasanya aku copot sebentar kepalaku, lalu aku masukin kedalam laci, biar dia istirahat. nggak terus menerus berpikir, melihat-lihat ke seluruh penjuru sambil terus berusaha menjaga keseimbangan dalam sebuah pose yoga yang nggak pernah selesai. lalu kakiku dua-duanya aku kirim ke spa. biar bisa dipijat, direndam air bunga dan rempah, lalu dimandikan dengan uap panas sampai dia merasa segar lagi, sementara jari-jariku menulis semua ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...