Monday, December 27, 2004

a day to live in...with smile

bangun dengan sepenuh kesadaran untuk segera mandi, lalu menyadari...satu sariawan baru telah tumbuh
sariawan fashion show. melengkapi beberapa sariawan yang telah ada sebelumnya; sariawan pameran hanafi yang
besarnya gak kira-kira dan sudah mulai sembuh, sariawan makan malam natal yang masih sedikit meradang dan sariawan
caravan serai yang kecil-kecil tapi bandel. seperti melengkapi koleksi sariawan penanda stress dan ketegangan,
datanglah sariawan fashion show.

*it's gonna be a long-long-long posting*

syahdan, seorang desainer malaysia telah menyiapkan peluncuran rancangannya sejak tiga bulan yang lalu. melengkapi peluncuran yang akan diadakan di rumah JM (untuk kebaikan, mendingan inisial aja), diadakan juga cocktail party dengan undangan terbatas.dua hari sebelum acara, JM memotong pohon, pohon yang dipotong tumbang menimpa rumah, sampai atapnya roboh. lalu acara tiba-tiba dibatalkan. desainer yang panik dan nyaris putus asa karena acara peluncuran harus tetap diselenggarakan, datang ke pintu komaneka. pak koman dengan sederhana bilang kalau galeri lantai dua boleh dipakai. lalu dimulailah rencana bikin fashion show, hanya dalam dua hari.
ps. si JM the murderer bahkan nggak berusaha supaya acara bisa berlangsung setelah pembatalan sepihak yang semena-mena itu. tjuih!

jam 11 siang. aku sedang dalam perjalanan menuju restoran untuk menemui FB services andalan; nengah. saat....
(krompyang!)
aku melihatnya disana. sedang ngobrol sama kaoru-san. lalu kaoru berkeras menyuruhku duduk, karena katanya
ida-san mau bertemu denganku sebelum pergi. ah ya...ini hari terakhirnya di ubud.
ida-san harus ke kuta, lalu ke tokyo.
hari ini...

percakapan kemudian mengalir...mengenai foto-fotonya yang berlenyapan dari portable harddisk, yang bikin dia harus extend dua hari untuk memotret lagi foto-foto yang hilang... wait!!!
e.x.t.e.n.d...??
yup. tapi di denpasar. atau kuta (hiks!) bukan di ubud (hiks, hiks!)

obrolan pindah ke restoran...ngopi bareng...aku nggak bisa berhenti berusaha membandingkan cokelat matanya dengan warna cokelat kopi susu yang kuaduk-aduk dalam cangkir...

lalu foto-foto itu seperti berbicara. satu majalah berisi beberapa foto yang dibuatnya, dan satu map penuh foto dari sebuah
pesta tiga-hari-tiga-malam, dimana para musisi dan seniman yang bergaya-ala-hippie berkumpul di sebuah tempat yang dikelilingi pohon-cemara-seperti pinus-tinggi-hijau...dan dj yang bermain musik, dan seperti woodstock, lalu kami bicara tentang hippie, dan berjanji meluangkan satu waktu untuk membahas beat dan flower generations secara serius.
dia-sudah-menerima-emailku.

dan musik. selalu jadi bahan bagus untuk dibicarakan. tentang tokyo glam suicide (where do I get that name? - forgetting), kemuri dan tentu saja l'arc-en-ciel. yang baru kemarin kutau, banyak digilai gadis-gadis dan remaja puteri...hihihi...
bukan karena musiknya, tapi karena vokalisnya yang keren abis...(aku malah gak pernah liat vokalisnya, tau lagu doang...)
ida-san ternyata radio dj juga. internet radio dj, tepatnya

kalau saja waktu tidak bergerak dengan kecepatan yang dua kali kecepatannya yang biasa, sebagaimana selalu dilakukannya saat kita mengalami hal yang menyenangkan, mungkin masih akan ada cukup banyak menit untuk dihabiskan bersama ida-san. lalu pukul satu berlalu, membawa pergi kepulan asap rokoknya, garis tegas bibirnya yang saga, senyum dan tatapan matanya untukku...
(krompyang!...krompyang!)

"terima kasih untuk percakapan yang menyenangkan" katanya
kami bahkan tidak bersalaman. toh ini bukan rapat kerja pimpinan daerah pengurus koperasi.
kami saling melambaikan tangan. aku tersenyum melihatnya berjalan mundur-dan bukannya membelakangi,
dengan perasaan seolah ida-san hanya pergi ke pasar ubud, lalu akan kembali lagi

aku dan kaoru lalu naik menemui indra
secara teknis, ngobrol dengan indra buatku agak berbeda dengan ngobrol sama orang-orang lain disini
percakapan-percakapan itu harus tetap melayang di udara, tidak boleh terlalu dekat dengan tanah
dan jangan melambung tinggi tak terkendali
seperti adegan-adegan ketika dengan kalimat-kalimat sederhana
tokoh-tokoh dalam film saling menyatakan hal-hal rumit
dalam ruang kosong yang gelap dan dingin...atau tepi kolam tempat angsa bersimpangan
lalu dengan sungguh-sungguh berkata (close-up di depan kamera)
"do take me, big boy. outa this here mill, outa this town, outa this life..."

sesudahnya, semua berkelebatan. jalannya kejadian tak lagi perlahan untuk dapat diterakan. semua berloncatan, berkejaran.
model-model berdatangan, para desainer, editor majalah...
kru desainer, agus pande sang fotografer, perempuan-perempuan berkerudung dan lampu sorot...
lalu para tamu... perempuan-perempuan telanjang dada, laki-laki dengan pakaian dalam semata, minuman ringan dituang, anggur merah dan putih disesap, panasnya backstage tak terbendung ac yang dipasang pada suhu minimal...
keringat bercucuran...
lalu sedikit-demi sedikit kecepatan kejadian semakin memuncak, sampai pada titik melegakan...
labyrinth of marakesh, dream of fireflies, oh lala tropica...rancangan terakhir yang diperagakan berlalu dari hadapku,
agus pande mengedip flash dan lensa kamera, para model berjajar dalam satu garis, tersenyum dan bertepuk tangan....
sang desainer maju, berdiri di tengah-tengah...

lalu cukuplah kesenian untukku hari ini...
di kursi pojok kunikmati makan malam yang sendiri
segalanya berkecamuk, bercampur artikel 'hotel rwanda' yang kubaca
dari newsweek double edition baru yang kubuka di sisi gelas ice lemon tea
salutku, rusesabagina...

dan selamat malam, dunia...

No comments:

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...