tadi malam di dapur merah kami berempat ngobrol setelah makan malam. aku, pak koman, bu mansri dan mas hanafi. kami makan malam bersama karena mas hanafi baru saja datang sore itu.
bu mansri tiba-tiba menanyakan rencana kepulanganku ke malang beberapa hari yang akan datang. setelah aku menjelaskan rencanaku, mas hanafi bertanya sudah berapa lama aku nggak pulang. aku bilang padanya sudah sepuluh bulan, sejak pertama kali aku datang ke bali, akhir tahun lalu.
dan pak koman angkat bicara. katanya:
"tapi mama dan adiknya sudah datang dua bulan yang lalu. jadi sebetulnya sama saja seperti pulang 'kan?"
lalu entah darimana, aku bilang pada mereka bertiga...bahwa mungkin suatu saat nanti, pulang buatku adalah ke bali, dan bukan ke tempat yang lain. memang sebelum ini , pulang berarti berada di jogja. tapi sekarang ini muncul kesadaran baru... sewaktu aku di jogja, betapapun cintaku pada kota itu, masih tetap mama yang membayar ini itu untuk hidupku. sekarang di bali, semuanya kutanggung dan kuhadapi sendiri, lalu yang mandiri itu berarti milikku, dan perasaan itu berarti pulang...
dan kami bicara tentang perasaan-perasaan atas pulang, dan rumah...
tentang orang-orang seperti mas hanafi, yang membangun rumah dari dalam pikirannya, mencari tempatnya, menggambarnya, menunggui pembangunannya, sehingga rumah itu betul-betul miliknya... dan membuatnya selalu ingin pulang. ke rumah...
tentang orang-orang seperti walter spies, yang ayahnya diplomat sehingga ia berpengalaman menjadikan setiap tempat yang ia datangi sebagai rumahnya. sehingga ia tetap bisa merasa pulang,walaupun sedang dibuang ke nias setelah diketahui berorientasi homoseksual. jaman dulu gitu lho!
spies, yang menemukan rumah di nias, membuat ratusan sket yang menunjukkan kekayaan zoologi dan plasma nutfah nias, selama ia pulang kesana.
juga tentang suami-istri shioda, yang sepanjang sepuluh bulan terakhir telah empat kali! menginap di komaneka dan udah booking lagi untuk bulan november dan mei tahun depan!
suami-istri shioda telah pulang. ia menemukan rumahnya di komaneka.
lalu bisakah kita pulang, saat kita tidak betul-betul berada di rumah?
bagaimana memasukkan pintu kamar kedalam jantung, menjejalkan perabotan ke dalam benak, menghirup suasana rumah dalam setiap helaan nafas, sehingga dimanapun kita berada, kita selalu merasa aman, merasa nyaman...merasa berada di tempat yang tepat. berada di rumah. dan selalu pulang...
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
No comments:
Post a Comment