seperti biasa, kalo malemnya tidur di warkop, pagi-pagi sekali aku akan sudah bangun dan kebut-kebutan ke ubud biar bisa ngantor tepat waktu. pagi di hari minggu itu, aku harus sedikit bersabar karena sadar nggak bawa jas hujan, sementara hujan turun sejak subuh.
jam 8 pagi aku take off dari warkop. di dekat tohpati, aku berteduh sebentar karena hujan yang mendadak turun lagi. di batubulan, aku juga sempat berteduh di sebuah warung yang dijaga oleh seorang nenek tua. hujan cukup deras, sampai akhirnya menipis, dan jadi gerimis seperti ribuan jarum. sejak memasuki batubulan, aku sempat bertanya-tanya dalam hati, kenapa lalu lintas macet sepagi ini?
jawabannya kutemukan setelah aku melewati tikungan persis setelah tapal batas antara denpasar dan batubulan. air membuncah di selokan besar dibawah jembatan aspal yang kulewati, dan air juga mengalir di sela-sela roda motorku. ini banjir.
air keruh setinggi tiga puluh senti itu mengalir ke arah denpasar, yang letaknya lebih rendah, jadilah aku melawan arus air. aku harus tetap berada di bagian tengah badan jalan supaya tidak terseret ke sisi kiri maupun kanan, tempat dimana air yang lebih deras dan lebih dalam menggenang. juga harus menjaga agar tidak bersenggolan dengan motor dan mobil lain, baik yang masih jalan, maupun yang sudah dituntun, karena mesinnya mati.
kendaraan menyemut di sepanjang jalan yang tiba-tiba berombak itu. ingatanku melayang pada artikel di majalah newsweek yang baru saja selesai aku baca. apakah banjir di louisiana juga seperti banjir di batubulan pagi ini? yang terpikir olehku hanyalah new orleans... new orleans...
setelah sejam lebih berjuang melawan arus, aku menyerah. kuputuskan untuk minggir dan berteduh disalah satu rumah dipinggir jalan. seorang perempuan yang belakangan kuketahui bekerja di travel agent dan seorang laki-laki yang bekerja di pet shop juga ikut berteduh bersamaku. sembari menunggu air sedikit surut. orang-orang di jalan sibuk mencongkel lempengan beton trotoar, supaya air lebih cepat mengalir meninggalkan badan jalan. barulah kusadari, sepanjang jalan di batubulan, selokannya terletak dibawah trotoar, dan lubang tempat air mengalir dari jalan ke selokan sangatlah kecilnya sehingga saat hujan besar datang, air tetap menggenang di jalan. di beberapa tempat bahkan selokan mampet.
setelah dua jam menunggu, air akhirnya surut, dan aku bisa meneruskan jalanku lagi ke ubud. selepas tengah hari, aku baru sampai di kos. rekor kali ini, jarak denpasar-ubud kutempuh dalam waktu 5 jam. jauh lebih lambat daripada waktu biasa yang cuma 30 menit.
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
No comments:
Post a Comment