Showing posts with label story. Show all posts
Showing posts with label story. Show all posts

Sunday, June 12, 2011

Nderek Mariah: dan yang hilang

Orang-orang dalam film karya Garin Nugroho semuanya menari. Demikian lebih kurang kesimpulan yang saya tangkap dari cuplikan film, video, foto, patung dan instalasi yang dipamerkannya dalam pameran yang menandai 30 tahun perjalanan kekaryaannya: Nderek Mariah-Post Cinema yang diselenggarakan di Bentara Budaya Kamis malam lalu (9/6). Melihat bagaimana suasana dan tata artistik diciptakan dalam karyanya, godaan untuk menari memang sulit ditepis. Padang sabana nan luas, hutan hijau, ritual yang ritmis dan menggugah, suasana kota yang riuh rendah nan fotografis, panggung yang megah, instalasi yang mempesona, membuat tokoh-tokoh dalam karyanya menggerakkan tangan, menggoyangkan kaki, menciptakan irama, lalu mulai menari. Tetapi, tidak seperti film India yang mengekspresikan segala hal melalui tarian dan nyanyian, tokoh-tokoh dalam karya Garin Nugroho menari untuk ketidakpastian, kemuraman yang pilu dan perasaan masygul.
Karya-karya Garin, sebagai mana diakuinya, menguarkan aroma upacara dan ritual yang kental. Ia dengan sadar dan sengaja melakukan itu. Baginya, setiap karya dikerjakan dan disajikan selayaknya upacara, dengan berbagai ritual dan dihadirkan melalui perayaan. Kesan ini semakin kuat mengingat Garin selama tiga puluh tahun terakhir mengelilingi Indonesia untuk menghadiri dan merekam berbagai upacara dan ritual tradisional yang diselenggarakan atas berbagai alasan. Rekaman-rekaman itu yang kemudian muncul sebagian atau keseluruhannya dalam berbagai dokumenter, film televisi dan iklan layanan masyarakat yang disutradarainya. Sejumlah ritual direka ulang, direspon, dilahirkan kembali dengan bentuk berbeda, kemudian muncul dalam berbagai filmnya.
“Lahir di Jogja dan berkelana dalam mencipta di berbagai pulau-pulau Indonesia, sesungguhya menjadikan saya selalu (hidup) mengalami beragam upacara: dari kelahiran, kematian, pernikahan, membuat rumah, hingga meruwat nama, rumah, sampai bumi. Bagi saya, mencipta seperti bekerja dalam upacara tradisi” tulis Garin. Acara pembukaan pamerannya malam itu pun bagaikan sebuah upacara. Mengingatkan saya pada acara lamaran tradisional Jawa. Sebelum diperkenankan masuk ke dalam rumah, tanda pinangan diterima, terjadi prosesi saling berjawab, berbalas kiasan. Efix Mulyadi, Radhar Panca Dahana dan Nirwan Dewanto menceritakan dalam versi mereka masing-masing siapa Garin Nugroho dan bagaimana karya-karyanya melintas lalu meruntuhkan batas-batas antara film, seni pertunjukan, seni rupa, fotografi. Membuatnya berada di tengah-tengah perlintasan berbagai jenis kesenian sekaligus. Lalu sanjungan diwujudkan pula dalam video persembahan, penampilan musik, nyanyi, baca puisi. Para kampiun musik tradisional, biduan bersuara merdu memamerkan kebolehan, menunjang segala yang akan disajikan Garin dalam pamerannya. Para artisan dan pada akhirnya Garin Nugroho dimunculkan. Pameran ini dipersembahkan bagi sosok Mariah, mendiang ibunda Garin Nugroho, yang sepanjang karirnya banyak memberi dorongan dan inspirasi. Hal tersebut merupakan kesan kuat kedua yang diekspresikan dalam pameran Nderek Mariah-Post Cinema. “Nderek dalam bahasa Jawa berarti mengikuti, menjalani, menuruti. Pameran ini ingin mengungkap dunia ibu: dunia ibu yang mendidiknya dan melahirkan karya-karyanya. Ibu di sini juga bisa berarti ibu siapa saja. Termasuk dalam pengertian tertentu adalah ibu pertiwi.” Demikian Efix Mulyadi menulis dalam pengantarnya. Tokoh-tokoh perempuan dan ibu bermunculan dalam berbagai penafsiran pada karya-karya yang dipamerkan mulai Kamis malam itu. Hubungan dengan ibu adalah pokok yang paling banyak dieksplorasi. Karya instalasi “Labirin Ibu#2” menampilkan patung perempuan dalam posisi telungkup dengan bokong mencuat. Bagian kepala hingga punggung ditutup secarik bidang merah, seluruhnya terbuat dari resin dan alumunium. Dari bagian bawah tubuhnya muncul kawat melengkung berujung setrika berpaku. “Kusetrika punggungku, agar licin kulitku bisa kau pakai untuk masa depanmu” Karya ini menurut Garin menuturkan paradoks kehidupan Ibu dan dunianya; antara ketidakberdayaan berhadapan dengan perlawanan, kediaman dengan transformasi, kelembutan dengan kekerasan, keindahan dengan kekacauan, yang keseluruhannya bisa dibaca dalam tubuh, kerja dan benda (yang dipakai) ibu. Pada salah satu sudut, sejumlah neon box yang menampilkan still foto dari sejumlah film Garin: Daun di Atas Bantal, Puisi yang Tak Terkuburkan, Angin Rumput Savana, Opera Jawa, Aku Ingin Menciummu Sekali Saja dan lain sebagainya, dilengkapi potongan dialog yang berhubungan dengan film atau potongan adegan tersebut. Bagi mereka yang mengikuti perkembangan kekaryaan Garin, setidaknya sejak film Cinta Dalam Sepotong Roti, karya yang retrospektif ini tentu membangkitkan nostalgia akan masa dan kejadian yang mengiringi persinggungan dengan film-film tersebut. Sampai di bagian ini, saya agak bertanya-tanya. Mengapa bukan film-filmnya yang dahsyat itu yang lebih banyak digali dalam pameran ini? Karya-karya dalam pembukaan yang saya datangi malam itu adalah karya-karya baru, tak secara langsung mencerminkan perjalanannya selama tiga puluh tahun. Agak mengherankan mengapa Garin seolah tak sungguh percaya dengan film-filmnya, kemudian mencari-cari makna melalui karya patung dan instalasi itu. Padahal, karya Garin menurut saya sudah sampai pada tahap melegenda, dan menimbulkan perubahan yang luar biasa. Siapa yang, misalnya, tak kenal dengan film dokumenter Anak Seribu Pulau? Judul dan film ini pada akhirnya memasuki ingatan kolektif publik dengan begitu gencarnya, hingga kita dapat mencermati sejumlah perubahan. Istilah anak seribu pulau jadi sebuah idiom yang berarti globetrotter dalam Bahasa Inggris. Orang yang kerap bepergian dari satu tempat ke tempat lain, sudah berpindah-pindah kesana kemari. Tanpa dijelaskan pun, semua langsung paham. Dan, film ini mengawali perubahan isi televisi Indonesia. Yang pada mulanya hanya berisi tayangan yang semata menonjolkan Jakarta saja, karena daerah lain (terutama di luar Jawa) dianggap terbelakang, dan nggak keren. Kini terbalik. Siaran televisi swasta justru diisi petualangan ke daerah terpencil. Mulai dari yang bergaya bertahan hidup di rimba, menjelajahi daerah-daerah perawan yang ekstrem dan belum dijamah manusia, sampai yang menceritakan kehidupan anak-anak. Saya yakin, semuanya berutang dan meminjam pada Anak Seribu Pulau-nya Garin Nugroho. Mungkin, lain kali, ada pameran restrospeksi 30 tahun-nya berkarya yang dipusatkan pada film. Yang menunjukkan kekuatan, kelebihan dan kedahsyatan Garin dari sisi ‘dalam’, yang akrab dan lebih intim, dan selama ini tertutup dari pandangan publik. Semoga saja.

Wednesday, May 18, 2011

childhood

malam itu, kami makan bersama di area food festival sebuah mal. tempatnya nyaman. area terbuka dengan pepohonan dan meja kursi yg diletakkan di luar ruangan. deretan kedai yang menjual beraneka makanan menguarkan aroma lezat. masakan Cina, penyet-penyetan (ayam, lele, tahu, tempe), soto (daging, madura, sulung), ayam kremes dan tulang lunak, bahkan babi panggang. udara malam sejuk, area terbuka yang luas ini cukup lengang. sebuah suasana langka untuk suatu sabtu malam di sebuah mal, di jakarta. kami duduk di depan kedai sate. sudah jadi kebudayaan, pesanan kami nyaris selalu terdiri dari seporsi sate daging tanpa lemak, setengah porsi sate hati, setengah porsi sate ayam, seporsi sup ayam...
eh, laper nggak sih? membahas makanan aku jadi lapar-
malam itu, ditambahkan seporsi tongseng dalam pesanan kami. sambil menunggu pesanan, kami melihat-lihat suasana sekitar, sambil ngobrol. minuman datang, masing-masing kami menikmatinya. aku masih menyesap es jeruk yang manis-asam segar ketika tiba-tiba iparku tergelak. kami yang penasaran memintanya bercerita. masih dengan menyisakan tawa kecil, ia memulai ceritanya: "barusan ada anak kecil berdiri di depan pohon itu..." kami menoleh ke arah pohon yang tumbuh di dekat tempat duduk kami. pohon berdaun rimbun yang batangnya dililit lampu. "anak itu mengulurkan tangannya ke arah batang pohon, nggak sampe kena, sih... tapi sambil mengulurkan tangan dia bergaya seakan-akan sedang kesetrum, badannya kejang sambil ngomong 'zzzzzt... zzzzttt..' gitu" spontan kami semua tertawa geli mendengarnya. aku membatin, dia pasti merasa "oh, I am so cool" hihihi. esoknya, kami pergi ke mal lagi! kali ini ke mal lain yang punya Ace Hardware, toko perlengkapan rumah dan rumah tangga yang sejauh ini paling lengkap walaupun harganya juga paling mahal. sebegitu lengkapnya hingga kadang-kadang kita baru merasa heran karena barang itu ada, atau baru merasa perlu sama barang itu setelah melihatnya dijual di toko ini. kami sedang berjalan melintasi sederetan rak yang menjual berbagai macam kebutuhan kamar mandi waktu seorang anak perempuan berbaju merah lari-lari ke arah kami datang. tangannya digerak-gerakkan ke segala arah, sambil berteriak-teriak "buaya-buaya-buaya-buaya-buaya-buaya-buaya-buaya-buaya" terus-terusan begitu sambil terus berlari melewati kami yang terheran-heran. sejurus kemudian tawa kami pecah. ah, don't you remember how much fun we had when we we're little?

Thursday, April 21, 2011

resensi media dan humor-Nya

dalam dua minggu terakhir ini, media kita diisi dengan beberapa berita yang bikin aku geleng-geleng kepala. kombinasi antara rasa ingin ngelus dada sambil menarik nafas panjang karena prihatin, tak habis pikir, kesal dan kasihan sambil ingin memaki-maki. seorang anggota DPR tertangkap basah menonton video porno saat sidang paripurna. belakangan berkembang istilah sidang pariporno. karena kejadian itu, si anggota DPR menjawab: saya sedang jenuh karena rapat membosankan, lalu iseng membuka link video yang dikirim teman. dari fotonya, kita bisa lihat kalau dia sedang membuka file dari direktori dalam hard disk tabletnya. menanggapi hal ini, menteri yang paling ribut tentang urusan pornografi bilang kalau mengunduh dan memiliki konten porno tidak melanggar UU ITE. hanya yang menyebarkan yang bisa terjerat. diantara gelombang hujatan dan protes, tampaknya rencana pembangunan gedung baru DPR terus dijalankan. tiap-tiap anggota dewan akan memiliki ruangan seluas lebih kurang 800m persegi untuk bekerja bersama 5 staf. biayanya trilyunan. 50 anggota DPR di Jember akan dibelikan iPad dengan dana APBD. biaya pengadaan iPad itu 500 juta, berarti per iPad 10 juta. harga iPad Wifi 16GB adalah 4 juta menurut Apple store Indonesia. banyak diantara anggota DPR yang tidak tahu bagaimana cara memakai iPad. kabarnya, akan ada pelatihan khusus mengenai cara menggunakan benda itu. lalu aku teringat. setelah aku bekerja, semakin aku nggak bisa menghormati pns, saking banyaknya kejadian yang aku alami sendiri, tentang bagaimana nggak tau malu dan mata duitan dan nggak bertanggung jawabnya mereka sama kerjaan mereka sendiri. temanku dulu ada yang kerja di LSM, pendampingan untuk beberapa lembaga sosial. beberapa kali terjadi, katanya, kalo ada sumbangan dari perusahaan (contoh: komputer) yang dilewatkan depsos yang terjadi adalah: orang depsos datang bersama perwakilan perusahaan bawa komputernya. lalu ada acara penyerahan dengan difoto-foto sebagai bukti untuk si perusahaan, kadang bawa media. lalu besoknya, atau paling lambat dua hari kemudian, ada orang dari depsos yang akan datang dan mengambil komputer yang kemarin sudah diserahkan itu. tentu untuk dijual lagi, lalu uangnya dibagi-bagi sesama pegawai depsos lain hari, aku mengurus perpanjangan visa sosial budaya seorang seniman yang sedang residensi. aku datang ke loket imigrasi, mengantri, gak pake calo, surat-surat semua lengkap. aku dicharge 2 kali lipat harga yang resmi tertera. aku minta kuitansi, dia ngasih kuitansi biasa yang bisa dijual beli di mana-mana. tanpa cap imigrasi. aku minta cap imigrasi dan tandatangan dan kuitansi berkop. dijawab "kalo kamu minta yang macam-macam, lebih baik visanya nggak usah diperpanjang aja. kamu ngertilah, ini kan untuk dibagi-bagi sama semua yang udah ngerjain suratnya di sini" dengan nada seolah mereka selama ini kerja di imigrasi tanpa dibayar. aku nyerah cuma karena nggak ada loket lain di dunia ini yang bisa ngurus perpanjangan visa itu. di waktu yang lain, mau ngurus pendaftaran merek. waktu menelepon mengkonfirmasi syarat-syarat yang aku baca di website, mereka bilang, nanti ada petugas yang akan datang karena ada layanan keliling. ya iyalah, yang namanya layanan keliling itu oknum berseragam, datang pada hari dan jam kerja, minta biaya pendaftaran merek yang 3 kali biaya resmi. di bagian lain negara ini, seorang anak berusia 5 tahun harus mengurus ibunya yang lumpuh dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sementara ayahnya bekerja di luar kota dan hanya kembali seminggu sekali. bicara saja dia belum sempurna, masih cadel dan pilihan katanya sama sekali nggak canggih. tapi tiap hari ia membersihkan rumah, memasak, mencuci, menyediakan air untuk keperluan ibunya. mataku berkaca-kaca membaca berita tentang anak itu, sambil mengadu pada-Nya dalam hati. wahai Tuhan yang Maha Baik, sungguh selera humormu belum bisa kupahami.

Friday, April 15, 2011

just a simple thought

checked my blog two days ago and I still find people from all over said that they got 'lost' all over the internet and somehow made their way into my writings. I actually surprised that all the mundane things in my life are, for whatever reason, mean something for others.
I'll start writing again, folks.
I need to. immediately. I am in desperate need to get lots of funny thoughts about this world I live in, strange incidents and other rants out of my system. made their way out of my world and into yours.
I'll try to set a deadline and keep up with it. and really do it. I need a purpose now. seriously. in the mean time... I'll see you soon, then.

Friday, January 21, 2011

desain Jepang hari ini

Galeri Nasional Indonesia tengah menjadi tuan rumah untuk sekitar 100 karya desain yang dipamerkan oleh The Japan Foundation dalam "Japanese Design Today 100". Pameran yang dibuka Selasa malam lalu (18 Januari 2011) tak hanya menampilkan karya desain produk karya desainer Jepang sejak tahun 90-an hingga kini. Beberapa diantaranya bahkan dibuat tak lama setelah Perang Dunia II berakhir.

Berbagai produk yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari mobil (Subaru 360, Prius Hybrid dan Mazda K360) dan kereta api super cepat (shinkansen) hingga pisau dapur (kyocera), penghapus pensil (buatan Kokuyo Co., Ltd.) serta asbak yang praktis dibawa ke mana saja (Abitax 4301 outdoor Ashtray) dapat ditemui dalam pameran ini.

Memasuki ruang pameran dan melihat benda-benda tersebut, kita seperti diingatkan bagaimana karya desainer ini telah membentuk dan jadi bagian dalam hidup kita. Berapa banyak dari kita yang pernah memikirkan bahwa benda sekecil permen karet pun memerlukan penanganan khusus dari desainer untuk membuatnya dapat ditampilkan lebih menarik?

Pameran ini, sebagaimana diungkap Hiroshi Kashiwagi, profesor dari Universitas Seni Musahino- bagaikan pengalaman saat berkunjung dan melakukan tur di suatu kota, menampilkan kehidupan Jepang pada saat ini, sebuah tinjauan yang substansial atas kebudayaan urban Jepang.

Tak pelak, karya-karya desain yang hadir dalam ruang pameran juga menunjukkan perpaduan keindahan seni, bentuk yang sederhana, pemahaman akan bentuk tubuh dan keperluan manusia, mengutamakan fungsi, serta teknologi canggih. Banyak diantara karya-karya desain ini mengambil bentuk yang universal. Sulit diduga, misalnya, karya A-POC, sepotong kain yang dapat diubah menjadi pakaian hanya dengan membuat potongan sederhana menggunakan gunting rancangan Issey Miyake, sebagai buatan Jepang karena nyaris tak ada jejak bentuk-bentuk umum kriya dan seni Jepang di dalamnya.

Terdapat pula sejumlah karya yang kental dengan nuansa Jepang, dengan kerumitan kriya tangan yang mahir, meskipun kemudian karya-karya ini jadi mendunia dan dapat kita lihat di mana-mana sehingga sulit diterka asal-muasalnya. Misalnya lampu karya Isamu Noguchi yang diinspirasi oleh lampion kertas tradisional Jepang. Lampu ini begitu terkenal dan mudah diterima sehingga lampu-lampu dengan bentuk serupa dapat dengan mudah ditemui di Bali.

Nobuko Shimuta, salah satu kurator pameran yang juga menjadi Kepala Produser di Pusat Desain Jepang, menandai kecenderungan desain kontemporer Jepang menunjukkan interaksi yang makin besar antara desain modern, tren terbaru dan bentuk yang diilhami nuansa Jepang tradisional.

Karya-karya desain yang dibuat pada tahun 50-60-an dalam pameran ini menunjukkan dari mana desain masa kini berakar, menawarkan sebuah nostalgia. Alat penanak nasi (rice cooker) karya Yoshiharu Iwata untuk Toshiba buatan 1955, mengingatkan kita pada model peralatan rumah tangga milik orangtua kita. Di Indonesia, desain ini masih dikenal sampai tahun 80-an. Sementara di bagian lain ruang pameran, dipajang sebuah rice cooker digital yang serba otomatis dan lebih modern.

Begitu pula desain Honda Super Cub C100 buatan tahun 1958 yang kemudian digantikan oleh Honda C70, yang (terutama) versi warna merahnya sangat terkenal di Indonesia dan di beberapa bagian pulau Jawa diberi julukan “Pitung”.

Kemampuan memadukan seni kriya tradisional Jepang dengan garis dan struktur desain modern Barat tampak jelas dalam karya Shin dan Tomoko Azumi, dua desainer ternama yang telah mencatatkan karya mereka dalam koleksi Design Museum, London. Karya table=chest, sebuah laci susun tiga yang dapat diurai menjadi meja jika diperlukan, menunjukkan kecenderungan ini. Sementara sentuhan seni yang menonjol ditampilkan melalui karya Snowman Salt&Pepper Shakers, wadah garam dan lada berbentuk manusia salju.

Bagi sebagian yang lain, deretan karya-karya desain ini selain fungsinya, juga menentukan dan jadi penanda gaya hidup dan kelas sosial. Kepopuleran produk-produk seperti Sony Vaio P Series, Play Station 2 SCPH-50000, Canon Digital Camera EOS 10D, Soul of Chogokin GX-01R atau Aibo Ers-111 merupakan bagian dari identitas pemiliknya.

Juga banyak menarik perhatian pengunjung adalah rak panjang berisi peralatan makan, pisau dapur (berbilah keramik dengan desain gagang yang ergonomis) serta perabot rumah yang tampak minimalis nan modern.

Thursday, January 13, 2011

the fighter

aku tertegun lama di hadapan rak penuh majalah di Kinokuniya melihat majalah ini. melihat wajahnya, siapa sangka perempuan cantik berwajah lembut keibuan ini dikurung selama dua puluh tahun di rumahnya, oleh sebuah rejim militer tanpa belas kasihan. Platon, fotografer yang disewa TIME untuk memotret Aung San Suu Kyi berhasil menangkap kekuatan yang dimiliki perempuan berhati baja ini, di balik wajahnya yang nyaris tanpa riasan, pakaian dan perhiasannya yang sederhana. ekspresi wajahnya, sorot matanya yang kuat dan kata-kata yang menggambarkan kegigihannya: The Fighter. kombinasi inilah yang aku yakin membuat para anggota rejim militer Burma sebetulnya sangat ketakutan. karena mereka mengetahui kekuatannya, pesonanya. aku dan Platon adalah dua diantara yang terpesona, diantara ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang pada hari-hari di akhir tahun bersuka cita menyambut kebebasannya. teman baikku yang akhir-akhir ini sedang terdampar di Rangoon bilang, di depan rumah Suu Kyi dibangun tembok tinggi nan tebal, melintang di tengah jalan. menutup akses keluar masuk, menutup pemandangan. tak seorang pun diizinkan mendekati, apalagi memotret rumah ini. ia bahkan tak diperkenankan melihat dunia luar. mereka berusaha mencabutnya dari seluruh harapan. meskipun kita dan mereka sama-sama tau, semua usaha itu sia-sia. dan kini ia dapat menghirup udara bebas. suasana hiruk pikuk. semuanya begitu deras mengalir berebutan. ratusan media mengantri meminta waktu bicara dan mewawancarainya. pendukung berbondong-bondong mengunjunginya. ditengah semua keriuhan itu, ia tetap menjadi energi tenang yang mengalir dengan kecepatan tetap. baginya, kini, sekali lagi ia diberi kesempatan untuk melakukan semua hal yang selama dua puluh tahun telah tertunda. aku menyambutmu, wahai perempuan luar biasa. selamat berjuang.

Saturday, January 01, 2011

2011

dua hari ini melihat-lihat lagi ke sini dan ada rasa kangen campur bersalah karena menelantarkan tempat yang kubuat sendiri. pastinya blogku nggak akan protes karena ditinggalkan begitu lama tanpa ada kabar berita. memang blog itu tulus ikhlas. memberi dan tak harap kembali, ehehe. sudah agak lama juga sebenarnay merasakan letupan-letupan untuk mulai menulis lagi. barangkali nantinya selain tulisan-tulisan di sini, juga akan mengambil bentuk yang lain. harus semangat! oya, tahun baruan kali ini dihabiskan dengan tidur nyenyak! ini tahun baru pertama bareng Mahen dan tahun baru kedua yang kami lewati sama-sama. seperti di awal 2008, waktu aku melewatkan saat pergantian tahun dengan tidur, gak peduli di sekitarku heboh ampun-ampunan, tahun ini juga demikian. Mahen malah menyingkir naik ke lantai 3 biar bisa lihat kembang api. akunya pules. akhir-awal tahun ini pertama kalinya aku libur panjaaaang. sebelumnya libur selama ini mungkin pas liburan sekolah, ya. sampe bingung karena tak perlu ke kantor dari tanggal 24 Desember sampai tanggal 2 Januari. yak, yang laen boleh ngiri! hal baru apa yang ingin kulakukan di tahun 2011? belajar menjahit! kebayang pengen beli mesin jahit Singer yang gede, atau mesin jahit listrik yang kecil. targetnya sih gampang aja dulu yaaa... bisa menjahit lurus! terbayang kalo bisa bikin cushion cover sendiri akan seru. yeah! selamat tahun baru, teman-teman. have a great start up and wonderful year *wink*

Thursday, May 13, 2010

seri gadis metropolitan #13: praying place

waktu jalan-jalan sama Mahén dan ibunya hari ini, kami memutuskan berhenti di kantor pusat PBNU untuk numpang Dhuhur karena waktu shalat sudah hampir habis. tempat wudhu di kantor ini terletak persis di pojok halaman sebelah kanan, dekat dengan parkiran, yang artinya kalau habis wudhu, masih harus melintasi halaman luar kantor, baru kemudian masuk ke dalam ruangan. mushola-nya diletakkan seadanya, di bawah tangga. dari pintu depan, keliatan letaknya di sebelah kiri. mungkin bahkan tidak pantas disebut ruangan khusus, karena hanya sekedar memakai ruangan tidak terpakai, yang terbentuk karena ada tangga di situ. agak mengelus dada juga, sih. terutama karena aku nggak yakin sama kebersihan (dan kesucian) tempat shalat yang asal-asalan begitu. jadi inget, bulan lalu waktu numpang shalat di Grand Indonesia, rasanya betah, deh. mushola-nya terletak di lantai 5 (kalo nggak salah). dekat dengan food court. sebuah penempatan yang patut dipuji, karena biasanya orang pergi shalat setelah makan siang, atau bisa juga disambil minum sore setelah keliling berbelanja. tempatnya bersih, rapi, teratur dan bagus! aku suka nuansanya yang serba biru menyejukkan. mushola terbagi jadi dua, satu sisi untuk laki-laki, sisi lain untuk perempuan. tersedia tempat penitipan sendal, dan mereka juga meminjamkan mukena untuk yang tidak membawanya. petugas penjaga mushola ramah dan menyenangkan. padahal aku sendiri nggak yakin kalau mayoritas pengunjung Grand Indonesia memakai tempat ini. minimal kalau dibandingkan dengan kantor PBNU. dan tiba-tiba aku terpikir, apakah di kantor organisasi-organisasi lain yang dengan selantang-lantangnya, mengakui bahwa mereka membela Islam dengan seluruh darah daging dan nyawanya, ada mushola sebaik yang dimiliki Grand Indonesia? ada yang bisa cerita sama aku, seperti apa mushola-nya FPI?

Wednesday, May 12, 2010

seri gadis metropolitan #12: sendal jepit ungu

kata Mahén, gadis-gadis di kota metropolitan nan ramai, gersang, panas dan pengap namun bergelimang mimpi dan kemewahan ini justru nggak pakai sendal manis bertumit tinggi yang anggun dan feminin. mereka yang bekerja di gedung-gedung tinggi yang mencakar-cakar langit itu justru memakai sendal jepit selama perjalanan berangkat dan pulang kerja, waktu harus berkejaran naik mikrolet, bis kota atau busway. lalu setelah sampai di kantor baru sendal jepit itu disimpan dan diganti dengan sepatu bertumit tinggi yang selayaknya.
setelah melakukan observasi selama beberapa hari, aku memutuskan memang sebaiknya punya simpenan sendal jepit di kantor. alhasil, tadi pagi aku ke warung kelontong yang berjarak dua-tiga kali ngesot dari rumah kontrakanku, lalu memilih-milih sendal jepit yang ukuran dan warnanya sesuai. aku berhasil mendapatkan sendal yang cukup cantik dan meyakinkan dengan harga Rp 6,000! bukan merk swallow, sih. tapi setidaknya dengan sendal ini aku sekarang telah menjadi gadis metropolitan secara resmi. atasan bagus-rapi, rok sepanjang lutut, wajah berias dan sendal jepit adalah busana peresmian untuk identitasku yang baru:)
ah, tapi aku masih kangen sawah hijau, pohon kelapa dan aroma dupa di ubud...

Wednesday, May 05, 2010

seri gadis metropolitan #5: tentang mal

kehidupan di kota ini terpusat di mal dan mal terpusat di distrik bisnis dan sekitarnya. di mal yang berbeda-beda kita melihat toko-toko yang sejenis. merek dan gerai yang sama dipajang di berbagai tempat, seolah-olah sekedar di-copy-paste dari satu bangunan ke bangunan yang lain.
Plasa Senayan dan Senayan City yang berseberangan, ditambah FX. Grand Indonesia dan Plasa Indonesia yang bersebelahan, masih ditambah EX. lalu agak jalan sedikit ada Sarinah. di dekatnya juga ada Thamrin City. di seputar Kelapa Gading ada Mall of Indonesia, La Piazza, Mall Artha Gading dan Mal Kelapa Gading I, II, III dan V. ada pula Mal Puri Indah, Mal Taman Anggrek dan Central Park yang semuanya terletak di Jakarta Barat. belum lagi ditambah dengan Setiabudi One, Epicentrum Walk Rasuna, Pejaten Village, Pondok Indah Mal I, II dan II yang sebentar lagi berdiri, Blok M Mall, Mal Ambassador, Pacific Place dan Citos atau Cilandak Town Square. masih ada lagi Gandaria City dan City Walk Sudirman.
padahal daftar itu baru untuk tempat yang besar-besar, yang menyebut diri Mal. aku belum bicara soal ITC dan pusat perbelanjaan lainnya. dalam daftar wikipedia, semuanya berjumlah 88 buah.
dan karenanya, di mal kita juga menemukan binatu, kantor pos, bank, dan loket membayar pajak. maka mal juga harus agresif. tidak hanya menyediakan tampilan yang mewah dan berkesan modern, para pengelola juga memembawa suasana dan nuansa tradisional (bahkan pinggiran jalan) ke dalam mal. dan karenanya, mal mau tak mau jadi tujuan bagi mereka yang ingin merasakan masakan khas atau tradisional dari berbagai daerah.
promosi produk diadakan di mal. fashion show, bazaar makanan, acara pengumpulan dana, festival, acara musik, pemutaran film, peluncuran buku, sampai bakti sosial juga diselenggarakan di mal.
selain pusat kegiatan, mal juga jadi tujuan berlibur saat akhir pekan, dan dalam beberapa kasus, jadi tempat tujuan wisata. kemana sanak saudara yang sedang berkunjung ke jakarta dibawa berjalan-jalan? mal.
sampai akhirnya, para penduduk jakarta tidak punya ide lain untuk berwisata, saat mereka pergi ke kota lain. karena di bali dan bandung, mereka yang meenuhi mal adalah orang-orang jakarta.
dan di jakarta, orang akan berpikir lama kalau ditanya "di mana kita bisa ketemu dan ngobrol?" atau "di mana kita bisa bikin acara di ruang terbuka?" atau "kita mau jalan-jalan ke mana?" kalau dalam pertanyaan-pertanyaan itu ditambahkan variabel 'yang bukan mal'

Tuesday, May 04, 2010

seri gadis metropolitan #4: the noise

semuanya terasa melimpah dan berlebihan di kota ini. serba terlalu banyak. terlalu banyak penduduk, terlalu banyak sampah, terlalu banyak kendaraan pribadi, terlalu banyak aroma asam ketiak dari kumpulan penumpang bis yang terlalu banyak, terlalu sesak. terlalu banyak istri simpanan, terlalu banyak orang kaya, terlalu banyak pria gendut bergandengan tangan dengan perempuan serupa manekin pajangan toko barang mahal, terlalu banyak uang, terlalu banyak alasan untuk berfoya-foya. terlalu gelap, terlalu terang, terlalu banyak warna berseliweran. terlalu banyak percakapan karena terlalu banyak yang harus dibicarakan seperti halnya terlalu banyak yang harus dibungkam dan disimpan diam-diam. terlalu banyak makna. terlalu banyak harapan. terlalu banyak pil pahit kekecewaan harus ditelan. terlalu banyak dosa, terlalu banyak kejahatan, terlalu banyak prasangka, terlalu banyak kata-kata manis berujung dusta, terlalu banyak cinta, sebagian besar diantaranya terbuang sia-sia. terlalu banyak omong kosong, terlalu banyak mimpi, terlalu banyak kerja yang tak selesai, yang terbengkalai, jembatan monorail, halte busway, apartemen, rumah susun, jalan layang, terlalu banyak gelandangan, menggeletak di jalanan, jembatan penyeberangan, pojok trotoar, emperan toko tutup. terlalu banyak pengemis buta berjajar di jembatan busway dekat kantornya. diantara semuanya, yang paling menggangguku adalah kebisingan. kota ini punyaterlalu banyak suara, terlalu berbunyi. menciap-ciap memasuki liang telinga. nyaris mustahil rasanya bicara pada orang lain saat berada di jalan. lebih mustahil lagi untuk mendengarkan suara di dalam kepala, yang biasanya membantuku dengan gagasan. lebih sulit lagi untuk bisa berpikir jernih di tengah kebisingan ini. tak heran, terlalu banyak orang jadi kalap di kota ini. tapi aku sekarang mengerti mengapa mereka tidak bisa tidur dan jadi gelisah ketika malam terlalu senyap. mereka terbiasa hidup dalam keriuhan. dan kuman itu mulai menghinggapiku. kini aku menyalakan radio pada volume 10 setiap malam menjelang lelap.

Monday, May 03, 2010

seri gadis metropolitan #3: keluarga baru

aku suka banget gambar ini.
gambar keluarga digital dari beberapa film kartun untuk majalah Vanity Fair inibetul-betul menggambarkan kumpulan orang-orang yang bergabung jadi keluarga di Nebu 2.0.
masing-masing mungkin di kampung halamannya punya keluarga besar sendiri, dengan tatanan dan aturan yang lain-lain juga. tapi di rumah ini, semua bergabung dan tiba-tiba lahirlah keluarga baru.
di kamar depan, ada Indra dan Lea yang jadi orangtua kos. kebetulan belum lama ini Bima, anak mereka yang pertama lahir. lucu, deh. baru ini aku lihat ada bayi yang anteng dan selalu gembira. senyum-senyum terus, ketawa-ketawa melulu. dari pagi sampe malem jarang nangis. sangat menyenangkan.
di kamarku aku sendiri.
sebetulnya ini bukan kamarku beneran. secara resmi, penghuninya adalah Weslie -paduka yang mulia. tapi karena dia sibuk menjadi pelatih cheerleader di sejumlah penangkaran gorilla di Afrika, maka kamarnya tak berpenghuni. masuklah aku bersama kasur baru, lemari baru, meja kayu yang diimpor dari kantor Mahén, gorden dari rumah Regency, plang gorden baru, dan kursi kerja yang kubeli sore-sore di Manggarai.
di depan kamar mandi yang berarti seberang kamarku ada kamar Deden.
sangat minimalis dan bau cowok banget. kalo kamar Lea kan bau bayi. aku suka mengendus-endus Bima karena ini.
di atas ada kamar Kang Deni.
waktu yang ada baru kasur dan tempat tidur, dia masih kalem aja liat kamarku. tapi begitu meja datang, Kang Deni mulai terpancing karena katanya "kok kamar ini jadi yang paling lengkap barangnya ya?"
sampai akhirnya waktu aku punya kursi, kang Deni yang mengingatkan kalau di Nebu tidak ada kursi sebelumnya. hihihi. bener juga, ya. kursi putih yang dipake setrika aja aku ikutan belinya.
nah, di sebelah ruang makan ada kamar buat Aa Dodi, Teteh dan Hendra. mereka keluarga kecil yang tinggal bersama kami dan membantu menyelenggarakan urusan kerumahtanggaan di rumah besar yang tiap hari sepi karena penghuninya pada sibuk sendiri-sendiri ini.
bersama mereka, aku mulai mengarungi hari-hari di Jakarta.

Sunday, May 02, 2010

seri gadis metropolitan #2: on my bed

PR nomer satu setiap kali pindah tempat tinggal adalah kasur. soalnya badan ini nggak bisa mentolerir lantai yang keras walaupun udah dikasih tikar. hasilnya bisa-bisa berupa masuk angin berkepanjangan. dan karena akhir-akhir ini aku udah menemukan jenis masuk angin baru yang lebih parah daripada biasanya, yaitu suatu keadaan dimana angin yang sudah masuk malah menolak keluar, bikin perut sakit melilit berkepanjangan sampai terjungkir-jungkir, maka lebih baik aku nggak masuk angin. dan nggak tidur di lantai. masalah lainnya, aku juga nggak bisa tidur di kasur busa atau spring bed yang kondisinya udah nggak prima lagi. misalnya yang udah melengkung, udah tipis, atau bentuknya udah berubah. suatu kali aku terbangun dengan rasa nyeri di pinggang sebelah kanan karena salah tidur di kasur semacam ini. selama dua hari, nyaris semua gerakku, mulai dari tertawa, jalan, duduk tegak, menoleh, sampai mengangkat kaki untuk membuka sepatu, terlebih yang jelas-jelas pake pinggang misalnya surya namaskar atau pole dancing, jadi hal-hal yang sulit dan mustahil dilakukan. sakitnya sampai ke ubun-ubun dan bikin gak bisa tidur! orang-orang yang melihat sampai mengira aku sedang babak belur setelah bertarung dengan pendekar dari perguruan lain. padahal, sumpah! sebabnya bukan itu! oya, sakit pinggang itu baru beres setelah pijet tiga kali bersama seorang balian mumpuni, dan akibatnya, isi dompetku berkurang kira-kira seharga kasur busa kualitas bagus setebal 14cm. makanya waktu mau mulai tinggal di Nebu, harus ngobrol panjang kali lebar sama Mahén buat membahas kasur sebelum akhirnya memutuskan mau beli apa. bahannya harus bagus, entah itu latex, busa atau kasur pegas. harganya harus terjangkau karena budget pas-pasan. harus mau ngatar ke rumah. karena... ya iyalah! siapa juga yang mau ngangkat-ngangkat kasur naik busway. Mahén berbaik hati pergi ke toko perabot untuk beli kasur itu, setelah Deden kasih nomernya. ya iyalah, kalo Deden nggak cepet-cepet bantuin, aku udah berjanji untuk mengkudeta kasurnya apabila sampai tangal 3 Mei aku belum dapat kasur. karena kasur latex walaupun sangat bagus harganya minta ampun, dan beda harga kasur busa sama kasur pegas sangat minim, jadi aku dibeliin kasur pegas aja. udah ada head board-nya, ada kakinya sedikit (sekitar 10cm) dan rata, tapi juga cukup empuk. walopun ukurannya ternyata kegedean. jelas lebih gede daripada kasurnya Van Gogh di Arles. hahah!

Saturday, May 01, 2010

seri gadis metropolitan #1: 31 hari ngeblog

bulan ini, ada dua hal yang penting untuk dicatat. pertama, terjadi perubahan alamat besar-besaran, karena aku sekarang sudah bukan lagi gadis kampung yang berdiam di desa Ubud yang permai. aku mulai merambah ibukota Jakarta, kota dengan segala julukan yang bikin miris dan rasa nggak enak hati, tapi tetap memikat jutaan orang untuk datang, mencari uang dan nggak pergi-pergi dari sini. ya, aku secara sadar mulai menjadi gadis metropolitan, penghuni belantara Jakarta yang gersang, pengap, kumuh, apek, dan disana-sini menghitam, seperti warna kali yang melintasi Istiqlal.
kedua, ada gerakan baru yang nggak terlalu jelas datangnya dari mana, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan posisi Rara yang menjadi Ketua Pesta Blogger 2010. dan karena aku mendukungnya, maka aku juga melibatkan diri dalam gerakan ngeblok setiap hari selama bulan Mei 2010 ini. semoga langkahku sepanjang bulan ini tidak tergelincir dan aku tetap istiqomah dalam menjalankan niatan suci ini. *kedip*
dengan ini, maka seri baru khusus ngeblog 31 hari aku luncurkan. namanya: seri gadis metropolitan. yang akan berisi potongan-potongan kisahku mengawali hidup sebagai salah satu dari beberapa belas orang penghuni Jakarta. oya, aku benar-benar penghuni Jakarta karena nggak jadi komuter ke Tangerang, Depok atau Bogor. aku tidur, bangun, bekerja-beraktivitas dan pulang-tidur di Jakarta.
akhir kata, kuucapkan selamat menikmati seri baru ini, semoga berkenan di hati Anda sekalian.
:D

Tuesday, March 23, 2010

is diamond forever?

entah berapa bayaran Frances Gerety saat dia mencetuskan kalimat yang mengguncangkan jagat raya dan kebenarannya diamini ratusan juta orang di seluruh penjuru dunia sampai hari ini: A Diamond Is Forever.
setiap tahun, sekitar 130 juta karat, atau sekitar 26 ton berlian ditambang, dipotong dan dipoles. dengan jumlah sebanyak itu, mestinya berlian memang bukan batu mulia yang paling langka atau yang paling mahal harganya.
adalah India, negara pertama yang memiliki catatan tertulis mengenai berlian. disebutkan bahwa batu ini adalah batu mulia yang indah dan mampu memotong benda-benda keras. dari India, berlian menyebar ke seluruh penjuru dunia, dan akhirnya sampai ke Eropa. di Asia Tenggara sendiri, berlian ditemukan di Kalimantan, dan sudah jadi salah satu komoditi perdagangan antar-pulau dan antar-kerajaan di sekitar Selat Malaka sejak abad 7 Masehi.
tapi selama berabad-abad, berlian sebetulnya bukan satu-satunya batu mulia, dan kedudukannya juga nggak penting-penting amat. maksudnya, baru di abad pertengahan mulai ada yang memakainya jadi mata cincin pertunangan. walopun memang, sudah mulai muncul mitos-mitos bahwa:
  • berlian yang dipasang di lengan kiri akan membuat seseorang memenangkan pertarungan di medan perang, gak peduli berapa banyak lawannya.
  • menyembuhkan orang yang sakit jiwa atau suka jalan sambil tidur.
sebenarnya baru pada abad ke-19, keributan soal berlian dimulai setelah penemuan berlian sebesar lebih dari 80 karat di Afrika Selatan. dari sanalah awalnya perusahaan bernama De Beers, yang didirikan oleh seorang saudagar Inggris, yang kemudian berhasil menguasai hampir seluruh tambang berlian yang ada di Afrika Selatan.
penemuan tambang berlian baru di Afrika Barat yang dikuasai Jerman, Perang Dunia I dan kenyataan bahwa jumlah temuan berlian jauh lebih banyak daripada permintaannya, membuat De Beers berusaha mencari strategi untuk meningkatkan penjualan berlian sekaligus mengontrol harga dan peredarannya di pasaran. bekerjasama dengan Sindikasi Berlian Inggris, ditetapkanlah harga jual berlian, harga beli kembali dalam jumlah tertentu. sejak itu, tidak ada surplus berlian di pasaran, yang dapat mengancam harganya jadi turun.
selain itu, dimulailah kampanye besar-besaran untuk menjadikan berlian sebagai batu wajib untuk merayakan ikatan cinta. cincin pertunangan bertatahkan berlian adalah perlambang paling suci untuk menyatakan niat sejati membawa hubungan antara dua insan menuju pelaminan. bahwa keabadian cinta setara dengan keabadian kilau berlian, yang karena ukurannya enam karat, bisa membuat setiap orang yang melihat terperangah, lalu buru-buru memakai kacamata hitam.
dan berhasil! seperti disihir, pesona iklan cincin berlian memikat hati para gadis, yang memimpikan pertunangan mereka disempurnakan kilau yang ditunjang oleh besar karatnya, kejernihannya, bentuk serta potongannya, warna batunya dan kualitasnya. jumlah taburan berlian, berbanding lurus dengan kedalaman perasaan seorang laki-laki. sebegitu dalam, sehingga ia bersedia menguras isi dompet untuk sebutir dua butir batu yang kata Ron White "will shut her up... for one minute!"
di Afrika, berlian sering digunakan sebagai alat pembayaran pembelian senjata dan peralatan perang, kayak yang di film Lord of War itu, loh! makanya ada sebutan blood diamond, untuk berlian yang berlumuran darah, karena darinya, konflik bersenjata dan para faksi yang bertikai bisa terus menghilangkan lebih banyak nyawa.
Wikipedia menyebutkan bahwa saat ini, setiap tahunnya, ada sekitar 100 ton berlian sintetis yang juga beredar di pasaran. yang sintetis ini kabarnya sama sekali tidak bisa dibedakan dari berlian asli yang ditambang dari dalam bumi. bahkan, para pengusaha tambang berlian sekarang sedang sibuk mencari cara membedakannya, selain hanya dengan sertifikat (yang tentu mudah saja dipalsukan).
tadi pagi waktu aku membahas ini semua dengan Naomi, tiba-tiba dari radio melantun lagu "Breakfast at Tiffany's"
jadi kesimpulannya, apakah berlian itu abadi?
ah, itu cuma trik dagang aja, kok.

Friday, March 12, 2010

sinar swiss

alkisah, di akhir abad ke-19, seorang Jawa menyasar sampai ke Swiss. syahdan, si orang Jawa ini senang memotret, sampai ketika anaknya lahir, besar dan kemudian mulai membuat kamera sendiri. kamera ini dirancang dan dibuat di Swiss, menggunakan teknologi terbaik Swiss-Jerman, yang membuat negara tersebut dikenal dengan barang-barang bermutu tinggi seperti jam tangan kelas satu. tapi jauh di dalam hatinya, meskipun telah tinggal, beranak pinak dan mengadopsi kebudayaan serta pola pikir Swiss, keluarga ini tetap menganggap Jawa sebagai tanah air dan tumpah darah mereka. karena itulah, kamera mahal nan hebat ini diberi nama: Sinar *interpretasi seenaknya dari info sejarah kamera Sinar dengan gambar yang diambil dari website dengan semena-mena. sambil rada iri sekaligus pengen sama kamera baru punyaan bos*

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...