dia masuk waktu aku sedang memakai iMac di ruang depan galeri. stafku belum kembali. tadi aku menyuruhnya pergi ke accounting menyerahkan beberapa bukti transaksi lewat kartu kredit.
"Mansri ada?" katanya sambil menimang dompet perhiasan yang dia pilih
"bu Mansri tadi kayaknya pergi sama Bu Elsbeth ke Pengosekan"
"kemana?"
"saya kurang tau persisnya" kataku sambil tersenyum
dia mengeluarkan handphone dari dalam tas lalu memencet-mencet dan mulai menelepon
"hai Mansri! ada dimana nih?" dia terdiam dan mendengarkan, lalu bicara lagi
"oooh, udah ada dirumah? Mok Tu lagi ada di Komaneka ini. lagi shopping. itu...dompet yang waktu itu Mansri kasih kan dibawa sama anak ke Australi, jadi ya Mok Tu pengen punya lagi. ini mau beli barangnya di galeri nih, udah mau Mok Tu bayar" dia mendengarkan lagi beberapa saat lalu lagi
"Nggak ah, jangan. Mok Tu mau bayar ajalah. Masa jadi nggak bayar gitu... biar Mok Tu bayar aja. apa? ongkos jahitnya aja? gitu?" lalu tiba-tiba dia mengangsurkan handphone-nya padaku
aku mengangkat telepon mendekati telinga dan terdengar suara bu Man.
"halo..."
"ya, saya, bu Man"
"Dian... itu Mok Tu jangan disuruh bayar. bilang aja bayar ongkos jahit bikin dompet perhiasan itu Rp 10.000,-. karena dia tetep mau bayar. gitu ya?"
"ya, bu Man" aku serahkan lagi gagang telepon padanya.
"Gitu ya, Mansri... gimana? jadi Mok Tu bayar ongkos jahitnya aja? kainnya minta? wah iya ini tadi waktu datang katanya hanya tinggal dua aja. mula-mula ada satu lusin udah abis katanya. dipaksa nih, milihnya. nggak ada warna yang lain lagi" dia mendengarkan bu Man berbicara
"Nggak, nggak perlu dibikinin lagi. cukup ini ajalah, nggak papa"
dia mengeluarkan uang 20 ribuan dari dalam dompetnya sambil tetap menelepon. aku pergi mengambil kembalian. sambil menyelesaikan percakapan, dia memberikan gesture supaya aku nggak usah memberikan kembalian itu. aku meletakkan uang itu di meja yang memisahkan kami.
persis sebelum meninggalkan galeri, dia mengambil uang 10.000-an itu dan memasukkannya ke dalam tas tangan yang dia bawa.
oya, dompet itu harganya Rp 65.000,-
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Thursday, February 23, 2006
Tuesday, February 21, 2006
ya. aku sedang kesal
silakan liat shoutbox untuk tau apa yang menjadi kekesalanku. jelas-jelas kukatakan kalau template blog ini tidak boleh diambil, dicontek, atau apapun namanya. kalau Didats (dan aku) bekerja keras membuatnya. kenapa? karena template ini adalah sebuah identitas.
Casper bilang itu berarti pujian bahwa desainnya bagus. ya, itu juga bisa dimengerti. sama logikanya dengan kegembiraanku dan orang-orang di fucktory waktu desain 'NOBODY PERFUCK' dibajak habis-habisan di Malioboro. tapi buatku sekarang, bukan begitu caranya untuk mengapresiasi desain yang dibuat Didats. kalau kamu beritikad baik, kamu akan menghubungi Didats dan membeli desain template-nya. mungkin malah memesannya agar sesuai dengan apa yang kamu mau.
tapi mungkin, kamu masih memiliki mental kere itu.
dan ya, aku nggak akan berdiam diri. mengutip email yang kuterima dari mas Enin kemarin, aku bisa bilang: Hanya ada satu cara memberangus blogger yang berperilaku buruk: Menjadi blogger yang lebih baik!
Casper bilang itu berarti pujian bahwa desainnya bagus. ya, itu juga bisa dimengerti. sama logikanya dengan kegembiraanku dan orang-orang di fucktory waktu desain 'NOBODY PERFUCK' dibajak habis-habisan di Malioboro. tapi buatku sekarang, bukan begitu caranya untuk mengapresiasi desain yang dibuat Didats. kalau kamu beritikad baik, kamu akan menghubungi Didats dan membeli desain template-nya. mungkin malah memesannya agar sesuai dengan apa yang kamu mau.
tapi mungkin, kamu masih memiliki mental kere itu.
dan ya, aku nggak akan berdiam diri. mengutip email yang kuterima dari mas Enin kemarin, aku bisa bilang: Hanya ada satu cara memberangus blogger yang berperilaku buruk: Menjadi blogger yang lebih baik!
Monday, February 20, 2006
Aku dan Balawan
bagaimana rasanya tinggal serumah dengan seorang asisten fotografer dan seorang seniman photoshop yang pas-pasan? liat aja foto-foto dibawah ini. dipotret oleh Wine dan dire-touch oleh Onet, sambil cekikikan sepanjang malam. gara-gara foto ini, kami baru pergi tidur jam 1.30 dini hari. aduuh, sayangnya Balawan goyang-goyang kepalanya waktu difoto.
selamat menikmati!
selamat menikmati!
an architectural visit
seorang interior desainer mengajakku berkunjung ke proyek resort yang sedang ia kerjakan di suatu wilayah di ubud. tanah tempat proyek itu dibuat memanjang di tepian sungai, menjorok sampai ketebingnya. di seberang sungai adalah bukit yang lain, permukaannya ditumbuhi semak belukar, pohon-pohon kecil, perdu dan kelapa. hijau. cantik.
tanah proyek itu melandai kebawah, dari bagian yang paling tinggi ke bagian paling rendahnya berselisih sekitar 15 m. setelah dipotong dan disederhanakan landscape-nya, tanah yang mula-mula terlihat penuh sesak itu menjadi luas dan lapang.
hari itu aku mendapat kesempatan yang luar biasa untuk mengamati bagaimana proyek itu dijalankan. dia menerangkan padaku setiap detail yang ingin aku ketahui dari gambar rancang bangun proyek itu. bagian mana yang nantinya akan jadi lobby, restoran, bar, spa, sejumlah villa dengan berbagai macam tipe kamar, bangunan kantor, kolam renang ... wah, semuanya!
ya, nggak mungkin aku bilang kalo aku tau semuanya. hari itu aku mengamati bagaimana sebuah proyek dikelola. bagaimana mewujudkan sebuah gambar menjadi benda yang nyata dan tumbuh. bagaimana melihat sesuatu tercipta di sebuah hamparan tanah, bahkan sebelum bangunan itu dibuat.
satu hal yang istimewa, dari keseluruhan luas tanahnya, pemilik resort meminta supaya yang dibangun tidak lebih dari 15% luas tanah saja. sisanya harus tetep berisi pohon, tanaman dan taman. juga setiap mata air yang mengalir di tanah itu diupayakan sedemikian rupa supaya bisa dipertahankan.
aku sudah bisa membayangkan... di pagi hari, kabut tipis putih seolah selimut awan akan mengambang naik dari sungai berarus deras dengan batu-batu besar di bawahnya. di sore hari, matahari yang oranye seperti bersepuh emas perlahan-lahan menghilang di balik bukit.
luar biasa!
tanah proyek itu melandai kebawah, dari bagian yang paling tinggi ke bagian paling rendahnya berselisih sekitar 15 m. setelah dipotong dan disederhanakan landscape-nya, tanah yang mula-mula terlihat penuh sesak itu menjadi luas dan lapang.
hari itu aku mendapat kesempatan yang luar biasa untuk mengamati bagaimana proyek itu dijalankan. dia menerangkan padaku setiap detail yang ingin aku ketahui dari gambar rancang bangun proyek itu. bagian mana yang nantinya akan jadi lobby, restoran, bar, spa, sejumlah villa dengan berbagai macam tipe kamar, bangunan kantor, kolam renang ... wah, semuanya!
ya, nggak mungkin aku bilang kalo aku tau semuanya. hari itu aku mengamati bagaimana sebuah proyek dikelola. bagaimana mewujudkan sebuah gambar menjadi benda yang nyata dan tumbuh. bagaimana melihat sesuatu tercipta di sebuah hamparan tanah, bahkan sebelum bangunan itu dibuat.
satu hal yang istimewa, dari keseluruhan luas tanahnya, pemilik resort meminta supaya yang dibangun tidak lebih dari 15% luas tanah saja. sisanya harus tetep berisi pohon, tanaman dan taman. juga setiap mata air yang mengalir di tanah itu diupayakan sedemikian rupa supaya bisa dipertahankan.
aku sudah bisa membayangkan... di pagi hari, kabut tipis putih seolah selimut awan akan mengambang naik dari sungai berarus deras dengan batu-batu besar di bawahnya. di sore hari, matahari yang oranye seperti bersepuh emas perlahan-lahan menghilang di balik bukit.
luar biasa!
Sunday, February 19, 2006
kemeja hitam darimu
kalaupun aku tau lebih awal apa yang ingin kau katakan, apakah ada yang akan berubah? mungkin ya, mungkin tidak. yang aku tahu hanyalah percakapan kita yang menyenangkan sangat pendek usianya. lintasan waktu dan rapatan kejadian membuatku tidak pernah berhenti lalu berusaha mencari tahu sebab dan akibat.
jika bukan karena dia yang menceritakan semuanya, dan membalik siratan makna, mungkin sampai saat ini aku tak pernah tau. apa dan bagaimana.
jalan hidup kita pernah bersimpangan. dan demikianlah adanya.
dimanapun kau berada saat ini, aku yakin kau juga masih menyimpan sisa percakapan itu.
sampai jumpa pada jalur yang lain. pada perhentian yang berbeda.
dari obrolan di jazz cafe,
jam dua-dua sekian-sekian
jika bukan karena dia yang menceritakan semuanya, dan membalik siratan makna, mungkin sampai saat ini aku tak pernah tau. apa dan bagaimana.
jalan hidup kita pernah bersimpangan. dan demikianlah adanya.
dimanapun kau berada saat ini, aku yakin kau juga masih menyimpan sisa percakapan itu.
sampai jumpa pada jalur yang lain. pada perhentian yang berbeda.
dari obrolan di jazz cafe,
jam dua-dua sekian-sekian
best valentine presents ever
sejak dulu valentine bukanlah perayaan yang penting buatku. waktu aku kerja masih di radio, seperti halnya sekarang di Bali, valentine berarti kerja tambahan. siaran dengan tema spesial, bikin teks spesial, tambah jam kerja untuk spesial dinner...bla bla bla.
tahun ini, hari-hari dalam suasana valentine justru memberiku hadiah-hadiah istimewa. setiap hari.
#1:The Visit
Ari, sahabatku sejak SMP, orang yang paling sering aku hujani keluh kesah (selain Casper) datang berkunjung. ini sebenarnya kunjungan yang sudah direncanakan sejak lama. "dan perlu satu tahun sampe akhirnya aku datang" katanya. dia nggak datang sendiri, Handika, si bawel yang gempal dan bersemangat ikut bersamanya. sebenarnya siapa yang ikut siapa sih? ya ya, nggak penting juga. pokoknya mereka datang berdua deh...
dua malam mereka habiskan di Ubud, dan satu malam di Kuta. seperti halnya orang-orang dari Jakarta lainnya, selama ini Ubud buat mereka hanyalah nama karena Bali yang mereka tau hanya seputar pantai Kuta dan Kuta square (aduh, kasiyan deh...).
aku membooking kamar di Junjungan untuk mereka. keluar masuk yang dilihat adalah sawah yang hijau dan segar. juga dari kamar. "loe bakalan nangis deh liat pemandangannya" kataku dalam sms yang hiperbolik.
malam pertama kami habiskan di sepanjang jalan Hanoman. baru ketahuan kalo Dika ternyata gampang lapar mata, apalagi kalo liat cincin perak! bersungut-sungut dia mengikuti kami masuk ke toko demi toko berikutnya dan menuduh Ari dan aku sengaja memprovokasi dia "biar gue belanja lagi ya?!"
ahahaha! tau gitu aku minta komisi dari mbak-mbak penjaga toko.
setelah makan di Lada, nyaris semua toko di sepanjang jalan itu kami masukin. Dika, kamu harusnya berterima kasih karena ada toko yang ngasih ide buat kerjaan absurd dari bos-mu. iya kan!?
tujuannya malam itu jelas. ke Opera dan nonton Balawan karena seingatku dia biasa main hari Sabtu. walopun begitu, kami tetep sempat ngubek-ubek Tegun galeri dan makan kue di Kakiang. oh, Kakiang memang nggak pernah gagal. aku dapet Mango Tart kesukaanku, Black Forest buat Dika, dan Chocolate Mousse untuk Ari, dan foto-foto bagus buat kami, yang bikin tawa mbak pelayan toko meledak. "lucu banget sih!"
tapi ternyata Balawan nggak main hari Sabtu melainkan hari Selasa (udah ganti jadual rupanya). jadi akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Cafe bernama Kafe. ehehehe... sekarang ini, demikianlah nama resmi tempat itu.
balik ke hotel, Dika mengajak kami memainkan permainan kartu yang sumpah deh, konyol banget!. herannya, justru dia yang ketawa terus sampe harus ngocok dan main sambil jongkok.
paginya, aku mengajak mereka trekking di Ibah. ini jalur trekking yang menurutku paling enak di Ubud. jalur lainnya harus lewat jalan berlumpur dan pematang sawah. buat yang hanya mau having fun dan nggak bener-bener lintas alam, jalur yang berada diantara sungai Campuhan dan Oos ini bener-bener menyenangkan, apalagi kalo salah satu yang ikutan jalan kaki bersikeras memakai jeans. aku sengaja ngajakin mereka ke jalur yang bener-bener panjang. melintas pura Gunung Lebah, jalur diatas sungai, Bangkiang Sidem, sampai keluar di Payogan. walopun akhirnya nyerah dan numpang sama mobil yang lewat (makasih banyak tumpangannya ya, pak!) trekking itu sudah menyisakan foto-foto menarik.
kelelahan, kami makan di Murni's warung dan melanjutkan hari itu pada sore hari di sepanjang jalan Monkey Forest setelah tidur siang. mewah bener deh aku hari itu, biasanya mana sempat tidur siang.
kami makan malam di Delicat, istana kucing di Ubud. resto mungil yang cantik itu memang memelihara banyak sekali kucing. anehnya, malam itu nggak ada seekor pun yang berkeliaran. "mungkin lagi jalan-jalan" kata salah satu pelayannya. heran, sekian kali aku kesitu, baru sekali hal ini terjadi.
tapi jangan kuatir, ada hiburan lain. Gunnar, pemilik tempat itu memutar dua lagu ciptaannya. yang satu sih gak begitu istimewa, tapi satunya lagi, berhasil bikin kami terpingkal-pingkal. "I... never wanna be alone. I... never wanna sleep alone". bener-bener lagu yang kocak. buat yang mau tau gimana cara nyanyinya, telepon aku aja.
di Kuta, kami pergi ke tempat-tempat standar, seperti pantai, Discovery Mall (belanja! belanja!), Pizza Hut dan tentu saja berfoto di depan Bubba-Gump Shrimp. aku senang sekali Ari dan Dika datang, dan aku menikmati setiap saat yang aku habiskan bersama mereka, sampai-sampai aku menghilang dari Kampung Gajah, dari arisan dan kabur tanpa pamit dari chatting sama Courtney. kerja aja aku bikin short time, kok! dan seperti biasa, Pak Koman dan Bu Mansri yang supportif selalu tau. Dian lagi kedatangan temennya dari Jakarta, jadi jangan cari dia di kantor setelah jam 5 sore.
#2:The Lesson
hadiah kedua adalah kesempatan untuk belajar memahat alias wood carving. aku harus berterima kasih pada Coco-penulis dari Taiwan, yang udah ngajakin aku, dan pada Gus Kriana dari Tulikup, Gianyar Timur- yang dengan sabar mau menunjukkan pada pemula yang canggung seperti aku ini, bagaimana cara memakai pahat dan memukulnya dengan benar sehingga sedikit-sedikit aku bisa belajar merasakan keterampilan itu.
#3:From Balawan With Love
OK,OK... judulnya memang terlalu provokatif, atau berlebihan, terserah bagaimana melihatnya. karena seperti biasa, fans memang selalu lebih terkenang-kenang sama kejadian yang dialaminya dengan si artis, daripada si artis itu sendiri. tapi boleh kan aku pede (boleh dibaca ge-er) sedikit?
aku, Onet, Vicky dan Wine menonton pertunjukan Balawan and Trio di Opera tanggal 14 Februari itu. pertunjukan sudah mulai waktu aku datang dari airport setelah melepas Ari dan Dika. sudah banyak juga yang datang, waktu diantara jeda satu lagu ke lagu yang lain, Balawan menoleh ke meja kami dan berkata "this song is for my friend who's sitting in that table, whose also come from Jakarta" oarang-orang menoleh ke meja kami. hehehe... tadi waktu foto-foto aku dan Vicky bilang kalo kami juga baru dateng dari airport. "tau gitu kita barengan aja ya!" ih, sok akrab bener...
lalu mulailah ia menyanyi..."you just too good to be true, can't take my eyes off from you..." wah, dia memainkan lagu itu dengan sangat baik. walopun sebenarnya favoritku malam itu adalah saat dia menyanyikan Something Stupid, dengan interpretasi India. keren!
pada saat pertunjukannya berakhir, seorang waitress datang dan membawa beberapa potong kue. "ini ada cake dari Balawan" katanya sambil meletakkan piring kue di hadapanku. aduh, speechless deh! jadi nggak usah ngomong apa-apa, tapi mari kita foto dulu kuenya...
"seadanya aja ya..." kata Balawan waktu akhirnya aku bisa mengucapkan terima kasih.
ya, ya... sampai saat menulis entry ini, aku masih tersenyum mengingat kejadian itu.
tahun ini, hari-hari dalam suasana valentine justru memberiku hadiah-hadiah istimewa. setiap hari.
#1:The Visit
Ari, sahabatku sejak SMP, orang yang paling sering aku hujani keluh kesah (selain Casper) datang berkunjung. ini sebenarnya kunjungan yang sudah direncanakan sejak lama. "dan perlu satu tahun sampe akhirnya aku datang" katanya. dia nggak datang sendiri, Handika, si bawel yang gempal dan bersemangat ikut bersamanya. sebenarnya siapa yang ikut siapa sih? ya ya, nggak penting juga. pokoknya mereka datang berdua deh...
dua malam mereka habiskan di Ubud, dan satu malam di Kuta. seperti halnya orang-orang dari Jakarta lainnya, selama ini Ubud buat mereka hanyalah nama karena Bali yang mereka tau hanya seputar pantai Kuta dan Kuta square (aduh, kasiyan deh...).
aku membooking kamar di Junjungan untuk mereka. keluar masuk yang dilihat adalah sawah yang hijau dan segar. juga dari kamar. "loe bakalan nangis deh liat pemandangannya" kataku dalam sms yang hiperbolik.
malam pertama kami habiskan di sepanjang jalan Hanoman. baru ketahuan kalo Dika ternyata gampang lapar mata, apalagi kalo liat cincin perak! bersungut-sungut dia mengikuti kami masuk ke toko demi toko berikutnya dan menuduh Ari dan aku sengaja memprovokasi dia "biar gue belanja lagi ya?!"
ahahaha! tau gitu aku minta komisi dari mbak-mbak penjaga toko.
setelah makan di Lada, nyaris semua toko di sepanjang jalan itu kami masukin. Dika, kamu harusnya berterima kasih karena ada toko yang ngasih ide buat kerjaan absurd dari bos-mu. iya kan!?
tujuannya malam itu jelas. ke Opera dan nonton Balawan karena seingatku dia biasa main hari Sabtu. walopun begitu, kami tetep sempat ngubek-ubek Tegun galeri dan makan kue di Kakiang. oh, Kakiang memang nggak pernah gagal. aku dapet Mango Tart kesukaanku, Black Forest buat Dika, dan Chocolate Mousse untuk Ari, dan foto-foto bagus buat kami, yang bikin tawa mbak pelayan toko meledak. "lucu banget sih!"
tapi ternyata Balawan nggak main hari Sabtu melainkan hari Selasa (udah ganti jadual rupanya). jadi akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Cafe bernama Kafe. ehehehe... sekarang ini, demikianlah nama resmi tempat itu.
balik ke hotel, Dika mengajak kami memainkan permainan kartu yang sumpah deh, konyol banget!. herannya, justru dia yang ketawa terus sampe harus ngocok dan main sambil jongkok.
paginya, aku mengajak mereka trekking di Ibah. ini jalur trekking yang menurutku paling enak di Ubud. jalur lainnya harus lewat jalan berlumpur dan pematang sawah. buat yang hanya mau having fun dan nggak bener-bener lintas alam, jalur yang berada diantara sungai Campuhan dan Oos ini bener-bener menyenangkan, apalagi kalo salah satu yang ikutan jalan kaki bersikeras memakai jeans. aku sengaja ngajakin mereka ke jalur yang bener-bener panjang. melintas pura Gunung Lebah, jalur diatas sungai, Bangkiang Sidem, sampai keluar di Payogan. walopun akhirnya nyerah dan numpang sama mobil yang lewat (makasih banyak tumpangannya ya, pak!) trekking itu sudah menyisakan foto-foto menarik.
kelelahan, kami makan di Murni's warung dan melanjutkan hari itu pada sore hari di sepanjang jalan Monkey Forest setelah tidur siang. mewah bener deh aku hari itu, biasanya mana sempat tidur siang.
kami makan malam di Delicat, istana kucing di Ubud. resto mungil yang cantik itu memang memelihara banyak sekali kucing. anehnya, malam itu nggak ada seekor pun yang berkeliaran. "mungkin lagi jalan-jalan" kata salah satu pelayannya. heran, sekian kali aku kesitu, baru sekali hal ini terjadi.
tapi jangan kuatir, ada hiburan lain. Gunnar, pemilik tempat itu memutar dua lagu ciptaannya. yang satu sih gak begitu istimewa, tapi satunya lagi, berhasil bikin kami terpingkal-pingkal. "I... never wanna be alone. I... never wanna sleep alone". bener-bener lagu yang kocak. buat yang mau tau gimana cara nyanyinya, telepon aku aja.
di Kuta, kami pergi ke tempat-tempat standar, seperti pantai, Discovery Mall (belanja! belanja!), Pizza Hut dan tentu saja berfoto di depan Bubba-Gump Shrimp. aku senang sekali Ari dan Dika datang, dan aku menikmati setiap saat yang aku habiskan bersama mereka, sampai-sampai aku menghilang dari Kampung Gajah, dari arisan dan kabur tanpa pamit dari chatting sama Courtney. kerja aja aku bikin short time, kok! dan seperti biasa, Pak Koman dan Bu Mansri yang supportif selalu tau. Dian lagi kedatangan temennya dari Jakarta, jadi jangan cari dia di kantor setelah jam 5 sore.
#2:The Lesson
hadiah kedua adalah kesempatan untuk belajar memahat alias wood carving. aku harus berterima kasih pada Coco-penulis dari Taiwan, yang udah ngajakin aku, dan pada Gus Kriana dari Tulikup, Gianyar Timur- yang dengan sabar mau menunjukkan pada pemula yang canggung seperti aku ini, bagaimana cara memakai pahat dan memukulnya dengan benar sehingga sedikit-sedikit aku bisa belajar merasakan keterampilan itu.
#3:From Balawan With Love
OK,OK... judulnya memang terlalu provokatif, atau berlebihan, terserah bagaimana melihatnya. karena seperti biasa, fans memang selalu lebih terkenang-kenang sama kejadian yang dialaminya dengan si artis, daripada si artis itu sendiri. tapi boleh kan aku pede (boleh dibaca ge-er) sedikit?
aku, Onet, Vicky dan Wine menonton pertunjukan Balawan and Trio di Opera tanggal 14 Februari itu. pertunjukan sudah mulai waktu aku datang dari airport setelah melepas Ari dan Dika. sudah banyak juga yang datang, waktu diantara jeda satu lagu ke lagu yang lain, Balawan menoleh ke meja kami dan berkata "this song is for my friend who's sitting in that table, whose also come from Jakarta" oarang-orang menoleh ke meja kami. hehehe... tadi waktu foto-foto aku dan Vicky bilang kalo kami juga baru dateng dari airport. "tau gitu kita barengan aja ya!" ih, sok akrab bener...
lalu mulailah ia menyanyi..."you just too good to be true, can't take my eyes off from you..." wah, dia memainkan lagu itu dengan sangat baik. walopun sebenarnya favoritku malam itu adalah saat dia menyanyikan Something Stupid, dengan interpretasi India. keren!
pada saat pertunjukannya berakhir, seorang waitress datang dan membawa beberapa potong kue. "ini ada cake dari Balawan" katanya sambil meletakkan piring kue di hadapanku. aduh, speechless deh! jadi nggak usah ngomong apa-apa, tapi mari kita foto dulu kuenya...
"seadanya aja ya..." kata Balawan waktu akhirnya aku bisa mengucapkan terima kasih.
ya, ya... sampai saat menulis entry ini, aku masih tersenyum mengingat kejadian itu.
Friday, February 17, 2006
where's the love?
Hey Ina,
I hope this message finds you well. I am now back in Utah and having some fun re-adapting to the situation here. I am now starting to become familiar with the news and current events again, and I heard about the recent developments with the cartoons that came from Denmark. I am so sorry to hear that these things bring such turmoil. I know this sounds funny, but I feel a little difficult in this situation because part of my heritage comes from Denmark. I hope that things in Bali aren't worse because of this. Well, just wanted to say hi and tell you that I am back in my home town. It really is strange here. Not sure how things will be in the next couple of months, but hopefully they will all be good.
Take care,
Court
(aku membaca email Courtney sambil tercenung. apakah aku harus membabi buta? menyamakan orang dengan bangsa? media dengan negara?)
Dear Court,
it's nice to read from you again. Bali is hot and sunny and dry. It's been 10 days since the last rain. I have to turn my fan all day now, and frequently moving to air conditioned room to get some cool air.
I saw the cartoon couple days ago. They're awful and I share the same feeling with those people who join the riot in Jakarta. But I don't believe in violence. Violence will only affirmed what people have thought about Islam. That Islam is terrorism. For me, those cartoon are just an absolutely a pathetic way of being famous by a cowards with double standard on their mind. The cartoonist must have known that those pictures will bring negative reactions and even turmoil. But still they did so.
I wouldn't blame you just because part of your heritage come from Denmark. You have nothing to choose or change it.
Take care,
Ina
I hope this message finds you well. I am now back in Utah and having some fun re-adapting to the situation here. I am now starting to become familiar with the news and current events again, and I heard about the recent developments with the cartoons that came from Denmark. I am so sorry to hear that these things bring such turmoil. I know this sounds funny, but I feel a little difficult in this situation because part of my heritage comes from Denmark. I hope that things in Bali aren't worse because of this. Well, just wanted to say hi and tell you that I am back in my home town. It really is strange here. Not sure how things will be in the next couple of months, but hopefully they will all be good.
Take care,
Court
(aku membaca email Courtney sambil tercenung. apakah aku harus membabi buta? menyamakan orang dengan bangsa? media dengan negara?)
Dear Court,
it's nice to read from you again. Bali is hot and sunny and dry. It's been 10 days since the last rain. I have to turn my fan all day now, and frequently moving to air conditioned room to get some cool air.
I saw the cartoon couple days ago. They're awful and I share the same feeling with those people who join the riot in Jakarta. But I don't believe in violence. Violence will only affirmed what people have thought about Islam. That Islam is terrorism. For me, those cartoon are just an absolutely a pathetic way of being famous by a cowards with double standard on their mind. The cartoonist must have known that those pictures will bring negative reactions and even turmoil. But still they did so.
I wouldn't blame you just because part of your heritage come from Denmark. You have nothing to choose or change it.
Take care,
Ina
Wednesday, February 08, 2006
tiga kejadian pagi ini
nabrak anjing waktu lagi boncengan sama wine. kata wine nggak papa anjingnya ditabrak karena anjingnya bego. guling-gulingan di jalan. dan kalo nggak ditabrak, malah aku sama wine yang jatuh ke parit.
hiks! serius aku masih ngerasa nggak enak gara-gara itu.
telat ke kantor dan bikin wine telat ke kantor juga karena harus beli bensin dulu. udah sampe ke garis merah.
beli bensin 10 ribu. tapi kayaknya ngasihnya kurang dari itu. soalnya setelah jalan, jarum penunjuknya naiknya dikit banget. ini nipu apa yah?
dan entah kenapa, sambungan internet baik yang wifi maupun yang ethernet bersepakat untuk sama-sama bekerja lambat hari ini
hu-uh! bete!
hiks! serius aku masih ngerasa nggak enak gara-gara itu.
telat ke kantor dan bikin wine telat ke kantor juga karena harus beli bensin dulu. udah sampe ke garis merah.
beli bensin 10 ribu. tapi kayaknya ngasihnya kurang dari itu. soalnya setelah jalan, jarum penunjuknya naiknya dikit banget. ini nipu apa yah?
dan entah kenapa, sambungan internet baik yang wifi maupun yang ethernet bersepakat untuk sama-sama bekerja lambat hari ini
hu-uh! bete!
Tuesday, February 07, 2006
suatu pagi di batan waru
"Kamu daftar PNS juga say?" seorang teman bertanya lewat YM
"Aku? daftar PNS? Nggaklah...kan dari dulu juga aku nggak mau. Kok kamu masih nanyain itu?"
"Ya, kali aja kamu daftar"
Ah, aku lalu jadi ilfil mau nerusin chatting sama dia. Topik ini selalu menyebarkan perasaan nggak enak di perutku. Mengingatkan aku lagi pada hal-hal buruk yang terjadi dua tahun yang lalu. Dan nggak ada kenangan baik yang bisa dipakai untuk mengimbanginya. Ah!
Lalu waktu aku ketemu dengan Joy dan Wayan pagi-pagi hari Minggu itu, kami membahas lagi tentang PNS. Sebenernya mula-mula kita ngebahas CSR (corporate social responsibility), sih... lalu pertanyaan kenapa mekanisme CSR belum bisa berkembang dengan baik di negara ini. Joy bilang, karena paradigma pemerintahnya masih terus punishment, tapi nggak ada reward. Aha! you got the point, Joy!
Menurutku, itu juga disebabkan oleh kinerja PNS. Bayangin aja, kerja nggak ada appraisal, tiap 4 tahun sekali otomatis naik golongan, yang paling aneh misalnya kasus temen sekerjanya tante Sri yang mengalami gangguan jiwa, dan di kantor udah nggak bisa ngerjain apa-apa, tetep aja nggak dikeluarin dan tetep dapat gaji penuh. Apalagi kalo hanya malas...
Rajin atau malas, asal golongannya sama, gajinya tetep sama. PNS dimanapun. Nah...kalo berada dalam lingkungan semacam itu, berapa lama pertahanan seseorang bisa diandalkan. Lama-lama akan lebih mudah untuk memilih menjadi pragmatis. Cari jalan yang gampang aja (yang ini tambahan dari Joy)
Sesaat setelah seseorang menandatangani perjanjian untuk jadi PNS, seketika itu juga dia menjelma menjadi sederetan angka NIP, tergantung golongan gajinya. Sangat sulit buat dia untuk menjadi individu yang bisa dikenali, nyaris nggak mungkin untuk mendapatkan apresiasi dari aktualisasi diri. Yang menilai di Jakarta dia kerjanya di Pulau Rote. Dia nggak lagi bernama. NIP sekian sampai sekian, golongan IIIC, masa kerja sekian tahun, tahun depan naik golongan.
Dan aku terlalu narsis untuk itu.
"Aku? daftar PNS? Nggaklah...kan dari dulu juga aku nggak mau. Kok kamu masih nanyain itu?"
"Ya, kali aja kamu daftar"
Ah, aku lalu jadi ilfil mau nerusin chatting sama dia. Topik ini selalu menyebarkan perasaan nggak enak di perutku. Mengingatkan aku lagi pada hal-hal buruk yang terjadi dua tahun yang lalu. Dan nggak ada kenangan baik yang bisa dipakai untuk mengimbanginya. Ah!
Lalu waktu aku ketemu dengan Joy dan Wayan pagi-pagi hari Minggu itu, kami membahas lagi tentang PNS. Sebenernya mula-mula kita ngebahas CSR (corporate social responsibility), sih... lalu pertanyaan kenapa mekanisme CSR belum bisa berkembang dengan baik di negara ini. Joy bilang, karena paradigma pemerintahnya masih terus punishment, tapi nggak ada reward. Aha! you got the point, Joy!
Menurutku, itu juga disebabkan oleh kinerja PNS. Bayangin aja, kerja nggak ada appraisal, tiap 4 tahun sekali otomatis naik golongan, yang paling aneh misalnya kasus temen sekerjanya tante Sri yang mengalami gangguan jiwa, dan di kantor udah nggak bisa ngerjain apa-apa, tetep aja nggak dikeluarin dan tetep dapat gaji penuh. Apalagi kalo hanya malas...
Rajin atau malas, asal golongannya sama, gajinya tetep sama. PNS dimanapun. Nah...kalo berada dalam lingkungan semacam itu, berapa lama pertahanan seseorang bisa diandalkan. Lama-lama akan lebih mudah untuk memilih menjadi pragmatis. Cari jalan yang gampang aja (yang ini tambahan dari Joy)
Sesaat setelah seseorang menandatangani perjanjian untuk jadi PNS, seketika itu juga dia menjelma menjadi sederetan angka NIP, tergantung golongan gajinya. Sangat sulit buat dia untuk menjadi individu yang bisa dikenali, nyaris nggak mungkin untuk mendapatkan apresiasi dari aktualisasi diri. Yang menilai di Jakarta dia kerjanya di Pulau Rote. Dia nggak lagi bernama. NIP sekian sampai sekian, golongan IIIC, masa kerja sekian tahun, tahun depan naik golongan.
Dan aku terlalu narsis untuk itu.
Monday, February 06, 2006
Supermarket Trauma
went to their office and saw all of their products made me feel uneasy. went to the supermarket with them is even worst.
(yeah, I know I have to stop this gibberish and start to tell a story)
Jumat itu, sebenarnya aku hanya mau ketemu Vira. aku tau dia sedang ada di Bali. jadi waktu aku masih di Bisma dan dia sms, aku usulkan padanya untuk ketemu di Ubud aja. ternyata dia datang sama teman-teman kantornya. 5 dari 350 orang yang ada di divisi sales Unilever yang sedang bikin annual conference di Bali. mari kita absen lagi satu-satu...Irma, Freddy, Chris, Melda dan Tanti. tentu saja di awal obrolan masih banyak roamingnya. yang mereka bahas masih soal kerjaan. masih tentang apa yang mereka alami di acara yang barusan aja selesai. walopun begitu, tetep aja aku dan Vira nggak ngobrol banyak waktu ada diantara mereka.
pertama, karena kami terlalu baik hati untuk nggak bikin mereka ngalamin roaming karena denger cerita orang-orang yang mereka nggak tau, dengan referensi kejadian masa lalu yang kalo mo diceritain sejarahnya juga panjang banget.
kedua, karena kira-kira 15 menit setelah aku datang, aku mulai diinterogasi sama Chris, dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini;
kamu orang mana?
males banget jawab pertanyaan ini. tapi dia kekeuh minta dikasih tau dimana lahirku, orang tuaku lahir dimana, merasa jadi orang mana...*keluh*
kamu religious ato spiritual?
well, kayaknya ini semacam tes buat masuk uji nyali kali ya...
the rest of the group pada komentar kalo aku udah masuk daftarnya Chris. jadi dari tadi ini nih psikotest gitu? ato test wawancara?... sayangnya pertanyaan yang paling penting nggak ditanyakan. hihihi...
ketiga, ada pertanyaan-pertanyaan seperti...
pake shampoo apa?
(Sunsilk. yang mana? pink n ungu ganti-ganti. oh, yang straight n silky sama weighty and smooth ya?)
pake deterjen apa?
(Attack)
pake pasta gigi apa?
(Enzim)
makan es krim apa?
(dulu Walls sekarang Nestle)
tentu saja! kalo aku nggak pake produk Unilever, jawabanku akan dibahas.
*sigh*
keempat, mereka ini adalah orang-orang yang udah berkali-kali datang ke Bali. dan tentu saja, seperti halnya orang Indonesia (dan Jakarta) lainnya yang mainstream, mereka melulu hanya ngubek-ubek Kuta, Seminyak dan Legian. that's all. dan aku memandang mereka dengan prihatin karena itu:p
sisanya jadi seperti yang biasanya aku lakukan bersama teman-teman lain yang datang, atau tamu lain yang berkunjung ke Ubud. dan ke Komaneka. bercerita tentang sejarah Ubud, tentang Yoga, tentang dupa dan essence oil, upscale hotels and resorts, sedikit tentang upacara dan odalan dan ini dan itu. dan showing room (crossing my fingers that the guests are out of their room...). seperti biasa, aku menikmati saat-saat mereka masuk dari pintu. kamar 201 selalu jadi favoritku karena efeknya yang bekerja secara mencengangkan:D
setelah mereka check in di Teba House, aku mengantar mereka ke supermarket untuk membeli handuk dan lain sebagainya yang mereka perlukan. suatu hari, tahun lalu, aku ke gedungnya Unilever yang sebelahan sama Hoka-hoka Bento dan ngeliat semua produk mereka di lantai dasar. dan seketika aku merasa seperti dicengkeram sesuatu yang besar dan nggak keliatan, tapi bikin aku nggak bisa bergerak. mereka mengisi lebih dari separuh ruang yang ada di lemari persediaan ibuku! yayaya... salah juga aku cerita itu, karena langsung dijawab dengan bilang. memang... 99% rumah tangga di Indonesia begitu. oooh!kenapa fakta yang mengerikan itu dibilangin ke aku? kenapa?
dan sekarang aku pergi ke supermarket sama mereka. begitu nyampe, yang ada mereka langsung berkerumun di depan lemari kaca yang memajang contoh produk, mengomentari display-nya dan aaahh!! aku nggak kuat!
aku langsung kabur ke bagian yang lain. aku nggak mau dengar mereka membandingkan produk-produk itu dan seterusnya, dan seterusnya...
kayaknya ini akan jadi pengalaman traumatis, deh!oh, my eyes...oh, my brain...
dan kemarin pagi, waktu mereka udah pulang, aku ke toko untuk beli pantyliner. tiba-tiba aku melakukan sesuatu yang nggak pernah kulakukan sebelumnya. aku cek pabrik mana yang bikin pantyliner itu.
(yeah, I know I have to stop this gibberish and start to tell a story)
Jumat itu, sebenarnya aku hanya mau ketemu Vira. aku tau dia sedang ada di Bali. jadi waktu aku masih di Bisma dan dia sms, aku usulkan padanya untuk ketemu di Ubud aja. ternyata dia datang sama teman-teman kantornya. 5 dari 350 orang yang ada di divisi sales Unilever yang sedang bikin annual conference di Bali. mari kita absen lagi satu-satu...Irma, Freddy, Chris, Melda dan Tanti. tentu saja di awal obrolan masih banyak roamingnya. yang mereka bahas masih soal kerjaan. masih tentang apa yang mereka alami di acara yang barusan aja selesai. walopun begitu, tetep aja aku dan Vira nggak ngobrol banyak waktu ada diantara mereka.
pertama, karena kami terlalu baik hati untuk nggak bikin mereka ngalamin roaming karena denger cerita orang-orang yang mereka nggak tau, dengan referensi kejadian masa lalu yang kalo mo diceritain sejarahnya juga panjang banget.
kedua, karena kira-kira 15 menit setelah aku datang, aku mulai diinterogasi sama Chris, dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini;
kamu orang mana?
males banget jawab pertanyaan ini. tapi dia kekeuh minta dikasih tau dimana lahirku, orang tuaku lahir dimana, merasa jadi orang mana...*keluh*
kamu religious ato spiritual?
well, kayaknya ini semacam tes buat masuk uji nyali kali ya...
the rest of the group pada komentar kalo aku udah masuk daftarnya Chris. jadi dari tadi ini nih psikotest gitu? ato test wawancara?... sayangnya pertanyaan yang paling penting nggak ditanyakan. hihihi...
ketiga, ada pertanyaan-pertanyaan seperti...
pake shampoo apa?
(Sunsilk. yang mana? pink n ungu ganti-ganti. oh, yang straight n silky sama weighty and smooth ya?)
pake deterjen apa?
(Attack)
pake pasta gigi apa?
(Enzim)
makan es krim apa?
(dulu Walls sekarang Nestle)
tentu saja! kalo aku nggak pake produk Unilever, jawabanku akan dibahas.
*sigh*
keempat, mereka ini adalah orang-orang yang udah berkali-kali datang ke Bali. dan tentu saja, seperti halnya orang Indonesia (dan Jakarta) lainnya yang mainstream, mereka melulu hanya ngubek-ubek Kuta, Seminyak dan Legian. that's all. dan aku memandang mereka dengan prihatin karena itu:p
sisanya jadi seperti yang biasanya aku lakukan bersama teman-teman lain yang datang, atau tamu lain yang berkunjung ke Ubud. dan ke Komaneka. bercerita tentang sejarah Ubud, tentang Yoga, tentang dupa dan essence oil, upscale hotels and resorts, sedikit tentang upacara dan odalan dan ini dan itu. dan showing room (crossing my fingers that the guests are out of their room...). seperti biasa, aku menikmati saat-saat mereka masuk dari pintu. kamar 201 selalu jadi favoritku karena efeknya yang bekerja secara mencengangkan:D
setelah mereka check in di Teba House, aku mengantar mereka ke supermarket untuk membeli handuk dan lain sebagainya yang mereka perlukan. suatu hari, tahun lalu, aku ke gedungnya Unilever yang sebelahan sama Hoka-hoka Bento dan ngeliat semua produk mereka di lantai dasar. dan seketika aku merasa seperti dicengkeram sesuatu yang besar dan nggak keliatan, tapi bikin aku nggak bisa bergerak. mereka mengisi lebih dari separuh ruang yang ada di lemari persediaan ibuku! yayaya... salah juga aku cerita itu, karena langsung dijawab dengan bilang. memang... 99% rumah tangga di Indonesia begitu. oooh!kenapa fakta yang mengerikan itu dibilangin ke aku? kenapa?
dan sekarang aku pergi ke supermarket sama mereka. begitu nyampe, yang ada mereka langsung berkerumun di depan lemari kaca yang memajang contoh produk, mengomentari display-nya dan aaahh!! aku nggak kuat!
aku langsung kabur ke bagian yang lain. aku nggak mau dengar mereka membandingkan produk-produk itu dan seterusnya, dan seterusnya...
kayaknya ini akan jadi pengalaman traumatis, deh!oh, my eyes...oh, my brain...
dan kemarin pagi, waktu mereka udah pulang, aku ke toko untuk beli pantyliner. tiba-tiba aku melakukan sesuatu yang nggak pernah kulakukan sebelumnya. aku cek pabrik mana yang bikin pantyliner itu.
Thursday, February 02, 2006
an Indian woman in Chinatown
Elsbeth Monod hari ini datang bersama keluarga Sara Sooja, klienku yang berdarah India, lahir di Singapura dan kini menetap di New York. kakak perempuan Sara, kakak iparnya, dan ibunya. mereka akan ikut upacara di pura keluarga di Komaneka, lalu ikut bu Mansri ke pura di Pasar Ubud.
atau begitulah rencananya. karena sang ibu kemudian memutuskan untuk nggak ikut ke pasar dan menunggu di Komaneka. aku yang menemaninya. seorang Mamachi berusia 60 tahun-an. apa yang harus kubicarakan dengan seorang Mamachi?
kami bicara tentang Singapura, karena setelah menikah dia tinggal disana sampai sekarang. dia tinggal disebuah flat di Telok Belanga. aha! itu nggak jauh dari Chinatown dan kami lalu bicara tentang Chinatown. dia bercerita kalau dulu dia sering pergi ke Chinatown untuk berbelanja keperluan sehari-hari dan membeli pakaian untuk anak-anaknya. waktu itu dia baru sampai di Singapura dan belum tau Little India. jadilah ia, satu-satunya wanita India yang datang ke Chinatown.
ahahaha!
ternyata dia lahir di Kerala. aku bilang padanya kalau aku baru selesai membaca sebuah buku yang settingnya Kerala. dengan yakin dia menyebut The God of Small Things. aku tersenyum. kami lalu bicara tentang buku itu, tentang Arundhati Roy, tentang Booker Prize, tentang Kottayam, Cochin dan Ayemenem. sesudahnya kami bicara tentang Hindu di Bali dan Hindu di India.
aku sempat khawatir kalau Mamachi bosan atau tidak berkenan dengan apa yang kubicarakan. apa yang kulakukan. dia selalu bicara dengan ekspresi datar, menggoyangkan kepala a la India dengan samar. namun diakhir pertemuan dia memegang tanganku dan berkata
"it's nice to meet you. when will you come to Singapore again? don't forget to give us a call"
dan untuk pertama kalinya dia tersenyum.
atau begitulah rencananya. karena sang ibu kemudian memutuskan untuk nggak ikut ke pasar dan menunggu di Komaneka. aku yang menemaninya. seorang Mamachi berusia 60 tahun-an. apa yang harus kubicarakan dengan seorang Mamachi?
kami bicara tentang Singapura, karena setelah menikah dia tinggal disana sampai sekarang. dia tinggal disebuah flat di Telok Belanga. aha! itu nggak jauh dari Chinatown dan kami lalu bicara tentang Chinatown. dia bercerita kalau dulu dia sering pergi ke Chinatown untuk berbelanja keperluan sehari-hari dan membeli pakaian untuk anak-anaknya. waktu itu dia baru sampai di Singapura dan belum tau Little India. jadilah ia, satu-satunya wanita India yang datang ke Chinatown.
ahahaha!
ternyata dia lahir di Kerala. aku bilang padanya kalau aku baru selesai membaca sebuah buku yang settingnya Kerala. dengan yakin dia menyebut The God of Small Things. aku tersenyum. kami lalu bicara tentang buku itu, tentang Arundhati Roy, tentang Booker Prize, tentang Kottayam, Cochin dan Ayemenem. sesudahnya kami bicara tentang Hindu di Bali dan Hindu di India.
aku sempat khawatir kalau Mamachi bosan atau tidak berkenan dengan apa yang kubicarakan. apa yang kulakukan. dia selalu bicara dengan ekspresi datar, menggoyangkan kepala a la India dengan samar. namun diakhir pertemuan dia memegang tanganku dan berkata
"it's nice to meet you. when will you come to Singapore again? don't forget to give us a call"
dan untuk pertama kalinya dia tersenyum.
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...