lebih setahun yang lalu, saat aku mulai bekerja di Komaneka, situasi sedang sulit, karena tingkat hunian hotel yang masih juga belum pulih setelah Bali Blast di tahun 2002. saat itu, rata-rata uang servis yang diterima oleh staff di Komaneka sebesar Rp 350.000,-. uang servis ini adalah 10% dari total hasil penjualan kotor setiap bulannya. seringkali jumlah uang servis ini jauh lebih besar daripada gaji mereka.
misalnya begini... seorang gardener, dengan gaji Rp 500.000,- (sudah termasuk tunjangan) bisa membawa pulang penghasilan sebesar Rp 1.500.000, kalau uang servis berjumlah Rp 1.000.000,-.
bulan ini, uang servis itu jumlahnya Rp 200.000,- padahal sejak setahun yang lalu, nilai uang sudah berkurang sedikitnya 40% gara-gara kenaikan bbm. sigh. sedih banget...
dan kayaknya salah besar kalo aku lebih sibuk buang-buang bandwith untuk milis keparat ini. yang bikin aku kadang (baca:sering) lupa sama apa yang harusnya aku kerjakan. dan malah berkelana dari satu thread ke thread yang lain. untuk sementara, kuputuskan untuk menjalani diet khusus. low junk diet.
sampai jumpa lagi nanti kalo ada sumur di ladang, dan kalian ingin menumpang m... ah, sudahlah.
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Monday, March 06, 2006
Thursday, March 02, 2006
Little Prince
seberapa berat beban yang harus diderita seseorang saat dia lahir? sebagian orang mungkin lahir tanpa beban. sebagian yang lain menanggung beban atas nama besar yang disandang keluarga atau orangtuanya. ada pula yang menanggung pengharapan yang luar biasa besarnya.
dua hari yang lalu aku menghadiri upacara tiga bulan-an seorang bayi laki-laki yang kelahirannya telah ditunggu-tunggu selama lebih dari sepuluh tahun. untuk upacara itu, enam ekor babi guling terkapar pasrah di atas meja. hampir seminggu lamanya orang-orang se-banjar menyiapkan segala perangkat upacara dan sesajen. di hari H, seorang pinandita duduk memimpin upacara. ini adalah kali pertama aku melihat seorang pendeta memimpin upacara, diluar pura.
upacara tiga bulanan dilakukan di bale dangin atau paviliun timur dalam rumah Bali, sebagaimana semua rangkaian Manusa Yadnya dilakukan. Manusa Yadnya adalah segala ritual yang berkaitan dengan tahapan kehidupan manusia. termasuk di dalamnya adalah upacara tujuh bulan kehamilan, nelu bulanin, Otonan atau ulang tahun Bali yang dilakukan setiap 210 hari, pernikahan dan Ngaben. setelah upacara ini dilakukan, si bayi telah disucikan dan diperkenankan masuk ke pura.
dalam adat Bali, memiliki anak laki-laki sangatlah penting. karena anak laki-laki yang akan mewarisi segala harta keluarga, dan menjadi penerus keluarga dalam setiap hal yang berkaitan dengan adat baik di banjar maupun di pura. ayah bayi yang aku saksikan upacaranya adalah anak ketiga dari empat bersaudara. kesemua saudaranya telah menikah dan mempunyai anak. dua saudara perempuannya telah memiliki anak laki-laki, tapi sebagai cucu laki-laki dari anak perempuan, mereka tidak diprioritaskan memegang tanggung jawab dari sisi ibu. saudara laki-lakinya belum memiliki anak laki-laki. anaknya ini adalah anak ke empat setelah tiga anak pertamanya perempuan. si bayi diakui sebagai penerus karena ia adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki. sistem patrilineal ini persis sama seperti dalam keluarga Tionghoa. cucu dalam yang menjadi penerus nama keluarga.
seketika dia lahir, saat itu juga seluruh perhatian dan harapan tercurah tumpah padanya. beban sebagai penerus keluarga sontak jatuh ke pundaknya. nenek, orang yang paling berpengaruh dalam keluarga, seperti tergila-gila padanya. setiap pagi dia akan datang dan memandikan si bayi. pada upacara kemarin, nyaris tak pernah nenek melepaskan si bayi dari gendongannya. sampai pada upacara itu, yang semestinya diadakan di rumah orang tua si bayi karena plasenta bayi tertanam di rumah orang tuanya, akhirnya diselenggarakan di rumah nenek karena nenek memintanya. si bayi telah menjadi pangeran kecil untuk nenek.
aku harap si bayi nggak akan jadi spoiled boy nantinya.
aku harap Pande Ketut Putra Wahyuda sanggup memikul bebannya.
dua hari yang lalu aku menghadiri upacara tiga bulan-an seorang bayi laki-laki yang kelahirannya telah ditunggu-tunggu selama lebih dari sepuluh tahun. untuk upacara itu, enam ekor babi guling terkapar pasrah di atas meja. hampir seminggu lamanya orang-orang se-banjar menyiapkan segala perangkat upacara dan sesajen. di hari H, seorang pinandita duduk memimpin upacara. ini adalah kali pertama aku melihat seorang pendeta memimpin upacara, diluar pura.
upacara tiga bulanan dilakukan di bale dangin atau paviliun timur dalam rumah Bali, sebagaimana semua rangkaian Manusa Yadnya dilakukan. Manusa Yadnya adalah segala ritual yang berkaitan dengan tahapan kehidupan manusia. termasuk di dalamnya adalah upacara tujuh bulan kehamilan, nelu bulanin, Otonan atau ulang tahun Bali yang dilakukan setiap 210 hari, pernikahan dan Ngaben. setelah upacara ini dilakukan, si bayi telah disucikan dan diperkenankan masuk ke pura.
dalam adat Bali, memiliki anak laki-laki sangatlah penting. karena anak laki-laki yang akan mewarisi segala harta keluarga, dan menjadi penerus keluarga dalam setiap hal yang berkaitan dengan adat baik di banjar maupun di pura. ayah bayi yang aku saksikan upacaranya adalah anak ketiga dari empat bersaudara. kesemua saudaranya telah menikah dan mempunyai anak. dua saudara perempuannya telah memiliki anak laki-laki, tapi sebagai cucu laki-laki dari anak perempuan, mereka tidak diprioritaskan memegang tanggung jawab dari sisi ibu. saudara laki-lakinya belum memiliki anak laki-laki. anaknya ini adalah anak ke empat setelah tiga anak pertamanya perempuan. si bayi diakui sebagai penerus karena ia adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki. sistem patrilineal ini persis sama seperti dalam keluarga Tionghoa. cucu dalam yang menjadi penerus nama keluarga.
seketika dia lahir, saat itu juga seluruh perhatian dan harapan tercurah tumpah padanya. beban sebagai penerus keluarga sontak jatuh ke pundaknya. nenek, orang yang paling berpengaruh dalam keluarga, seperti tergila-gila padanya. setiap pagi dia akan datang dan memandikan si bayi. pada upacara kemarin, nyaris tak pernah nenek melepaskan si bayi dari gendongannya. sampai pada upacara itu, yang semestinya diadakan di rumah orang tua si bayi karena plasenta bayi tertanam di rumah orang tuanya, akhirnya diselenggarakan di rumah nenek karena nenek memintanya. si bayi telah menjadi pangeran kecil untuk nenek.
aku harap si bayi nggak akan jadi spoiled boy nantinya.
aku harap Pande Ketut Putra Wahyuda sanggup memikul bebannya.
Wednesday, March 01, 2006
the secretary
warning: nggak ada unsur sara dalam tulisan ini. kebetulan aja cerita ini terjadi pada orang tertentu.
dia minta kami memanggilnya Mbak Is, walaupun usianya jauh diatas kami. dia lahir pada tahun 1955. di rumahku, orang yang lahir di tahun itu kami panggil Mama. dari wajah dan gerak-geriknya, dia terlihat jauh lebih tua dari usia yang sebenarnya. dalam ingatanku, Mama tidak tampak setua itu. tapi Mbak Is terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya meskipun gayanya berpakaian masih seperti anak muda, make up yang dikenakannya mengkilap, antingnya besar dan rokoknya Dji Sam Soe filter!
seminggu yang lalu, dia resmi menjadi sekretaris Phillipe. Mbak Is diterima karena bisa berbahasa Inggris dengan baik, bisa mengetik dan bisa Office sedikit-sedikit, cukup lancar berbahasa Perancis dan juga karena cerita hidupnya. dia pernah menjadi pengusaha yang cukup berhasil. dan sempat bekerja untuk sebuah perusahaan Perancis yang ternama. menikah dengan seorang Bali yang tampan, Mbak Is memiliki dua anak, Wisnu dan Dewi. pernikahan itu berjalan dengan baik karena Mbak Is yang bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga. suaminya yang tampan, menikmati hasil jerih payah istrinya dengan kesadaran bahwa hal seperti inilah yang pantas dia terima karena wajah yang dimilikinya. keluarga dari pihak suami juga tak segan terus meminta bantuan dan menggerogoti keuangan keluarga Mbak Is.
ketika usaha Mbak Is mengalami kemunduran, alih-alih berusaha membantu dan ikut bekerja untuk mengembalikan keadaan, Mbak Is justru mengalami kekerasan dalam rumah tangga. karena nggak tahan, dia lalu meminta cerai. keputusan yang pada akhirnya membuat mereka pergi dari Jakarta, dan anak-anak terhenti pendidikannya. anak-anak memilih untuk ikut dengan ibu mereka. menjadi orang tua tunggal dengan dua anak yang beranjak dewasa dan memulai lagi satu hidup baru.
sejak pertama kali bertemu dengannya, sampai sekarang, aku nggak pernah menatap wajah Mbak Is lama-lama. aku nggak mau dia melihat trenyuh dan haru yang ada di mataku. aku nggak mau dia merasa aku mengasihaninya, lalu jadi menyinggungnya. Wisnu sekarang bekerja menjadi penjaga warnet. Dewi sempat menjadi pramuniaga di Surf Girl sebelum berhenti dan berkonsentrasi dengan niatnya untuk menjadi DJ. Mbak Is menjadi sekretaris untuk bisa terus bertahan hidup.
ah, di usianya yang sudah segitu, mestinya Mbak Is sudah hidup tenang, dan tinggal menikmati hasil dari apa-apa yang sudah dia rintis sejak lama.
tapi jalan hidup orang siapa yang tau?
dia minta kami memanggilnya Mbak Is, walaupun usianya jauh diatas kami. dia lahir pada tahun 1955. di rumahku, orang yang lahir di tahun itu kami panggil Mama. dari wajah dan gerak-geriknya, dia terlihat jauh lebih tua dari usia yang sebenarnya. dalam ingatanku, Mama tidak tampak setua itu. tapi Mbak Is terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya meskipun gayanya berpakaian masih seperti anak muda, make up yang dikenakannya mengkilap, antingnya besar dan rokoknya Dji Sam Soe filter!
seminggu yang lalu, dia resmi menjadi sekretaris Phillipe. Mbak Is diterima karena bisa berbahasa Inggris dengan baik, bisa mengetik dan bisa Office sedikit-sedikit, cukup lancar berbahasa Perancis dan juga karena cerita hidupnya. dia pernah menjadi pengusaha yang cukup berhasil. dan sempat bekerja untuk sebuah perusahaan Perancis yang ternama. menikah dengan seorang Bali yang tampan, Mbak Is memiliki dua anak, Wisnu dan Dewi. pernikahan itu berjalan dengan baik karena Mbak Is yang bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga. suaminya yang tampan, menikmati hasil jerih payah istrinya dengan kesadaran bahwa hal seperti inilah yang pantas dia terima karena wajah yang dimilikinya. keluarga dari pihak suami juga tak segan terus meminta bantuan dan menggerogoti keuangan keluarga Mbak Is.
ketika usaha Mbak Is mengalami kemunduran, alih-alih berusaha membantu dan ikut bekerja untuk mengembalikan keadaan, Mbak Is justru mengalami kekerasan dalam rumah tangga. karena nggak tahan, dia lalu meminta cerai. keputusan yang pada akhirnya membuat mereka pergi dari Jakarta, dan anak-anak terhenti pendidikannya. anak-anak memilih untuk ikut dengan ibu mereka. menjadi orang tua tunggal dengan dua anak yang beranjak dewasa dan memulai lagi satu hidup baru.
sejak pertama kali bertemu dengannya, sampai sekarang, aku nggak pernah menatap wajah Mbak Is lama-lama. aku nggak mau dia melihat trenyuh dan haru yang ada di mataku. aku nggak mau dia merasa aku mengasihaninya, lalu jadi menyinggungnya. Wisnu sekarang bekerja menjadi penjaga warnet. Dewi sempat menjadi pramuniaga di Surf Girl sebelum berhenti dan berkonsentrasi dengan niatnya untuk menjadi DJ. Mbak Is menjadi sekretaris untuk bisa terus bertahan hidup.
ah, di usianya yang sudah segitu, mestinya Mbak Is sudah hidup tenang, dan tinggal menikmati hasil dari apa-apa yang sudah dia rintis sejak lama.
tapi jalan hidup orang siapa yang tau?
Monday, February 27, 2006
sawan ka mahina vs buaye gile
Benyamin Sueb adalah salah seorang yang terus bernyanyi di dalam hatiku akhir-akhir ini. dan rasanya kemanapun aku pergi, Bang Ben jadi selalu mengikuti. seperti malam itu, di salah satu kursi belakang di Hall milik Bali Hai Resort and Spa, aku mendengarkan intro lagu Benyamin yang sering kali aku putar akhir-akhir ini. aku tau kalo lagu itu sebenarnya adalah interpretasi dengan parodi dari sebuah lagu India. tapi mendengarnya di tengah konser biola Bali Violin School yang sangat serius, membuatku ingin tertawa karena teringat lirik ini...
Saban lu kerumah
Aduk-aduk kasur
Jemurannye pade baseh
Duit ceban ente gusur
Saban lu kerumah
Lu mintanya sahur
Diarahkan puase
Lu malah aduk sumur
Rame pada bekelai
Ye buaye...
Die same lu kite same tetangge
Rame pada bekelai
Ye buaye lo...
Disuruh sekolah malah lu ngisep ganje
(Masya Allah!)
lagu itu berjudul Buaye Gile. cara Bang Ben menyanyi juga dibikin lambat dan men-dangdut dan agak-agak kayak orang Arab (ato India?). ihihihihi... ditengah-tengah penonton yang serius menyimak lagu itu, aku cekikikan sendiri. aduh! untung ruangannya gelap jadi nggak ada yang tau kalo aku ketawa.
esoknya aku googling tentang lagu ini. ternyata judulnya Sawan Ka Mahina, dan jadi musik terbaik untuk film Milan, yang juga mendapatkan nominasi sebagai film terbaik dalam Filmfare Awards saat dirilis pada tahun 1967. penulis lagu ini, Laxmikant Pyarelal menunjuk Lata Mangeshkar dan Mukesh untuk menyanyikannya. demikian lirik asli lagu ini...
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor..
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
Raama gajab dhaae, yeh purwaiyya
Naiyya sambhalo kit, khoe ho khiwaiyya
Rama gajab dhaae, yeh purwaiyya
Naiyya sambhalo kit, khoe ho khiwaiyya
Hey.. Purwaiya ke aage, chale naa koi zor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
sedikit ulasan mengenai Milan, dapat dilihat di alamat blog ini, lengkap dengan MP3 Sawan Ka Mahina yang bisa di-download. keterangan mengenai Lata Mangeshkar aku baca di wikipedia
buat yang kekeuh pengen denger aku nyanyi lagu ini, silakan telepon aku.
Saban lu kerumah
Aduk-aduk kasur
Jemurannye pade baseh
Duit ceban ente gusur
Saban lu kerumah
Lu mintanya sahur
Diarahkan puase
Lu malah aduk sumur
Rame pada bekelai
Ye buaye...
Die same lu kite same tetangge
Rame pada bekelai
Ye buaye lo...
Disuruh sekolah malah lu ngisep ganje
(Masya Allah!)
lagu itu berjudul Buaye Gile. cara Bang Ben menyanyi juga dibikin lambat dan men-dangdut dan agak-agak kayak orang Arab (ato India?). ihihihihi... ditengah-tengah penonton yang serius menyimak lagu itu, aku cekikikan sendiri. aduh! untung ruangannya gelap jadi nggak ada yang tau kalo aku ketawa.
esoknya aku googling tentang lagu ini. ternyata judulnya Sawan Ka Mahina, dan jadi musik terbaik untuk film Milan, yang juga mendapatkan nominasi sebagai film terbaik dalam Filmfare Awards saat dirilis pada tahun 1967. penulis lagu ini, Laxmikant Pyarelal menunjuk Lata Mangeshkar dan Mukesh untuk menyanyikannya. demikian lirik asli lagu ini...
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor..
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
Sawan ka mahina, pawan kare sor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
Raama gajab dhaae, yeh purwaiyya
Naiyya sambhalo kit, khoe ho khiwaiyya
Rama gajab dhaae, yeh purwaiyya
Naiyya sambhalo kit, khoe ho khiwaiyya
Hey.. Purwaiya ke aage, chale naa koi zor
Jiyara re jhoome aise, jaise banmaa naache mor
sedikit ulasan mengenai Milan, dapat dilihat di alamat blog ini, lengkap dengan MP3 Sawan Ka Mahina yang bisa di-download. keterangan mengenai Lata Mangeshkar aku baca di wikipedia
buat yang kekeuh pengen denger aku nyanyi lagu ini, silakan telepon aku.
Saturday, February 25, 2006
SBY:Mari Makan di Kedewatan
beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 17 Februari 2006, tiba-tiba ada banyak sekali polisi di Ubud. di setiap persimpangan jalan, sekurang-kurangnya ada dua orang polisi sibuk berjaga-jaga. terutama di Bebek Bengil. ada kira-kira sekompi polisi sibuk mondar-mandir. apakah ada ancaman bom di Ubud? wah... tapi kok nggak ada Gegana?
dugaan pertamaku, ada pejabat yang datang ke Ubud. dugaan kedua, di Bebek Bengil lagi ada rapat para polisi dari berbagai kesatuan. ternyata dugaan pertama yang benar. tapi tepatnya, SBY datang ke Bali dan makan malam di Bebek Bengil. tapi ya itu, dari siang kayaknya polisi dan petugas protokoler udah sibuk bikin acara bersih-bersih sapu jagat disana.
hmmm... mungkin SBY nggak akan pernah baca tulisanku ini. tapi sekiranya ada Paspampres yang kemudian membaca tulisan ini, aku berharap dia menyampaikannya kepada SBY. atau kalo tidak Paspampres, kamu juga boleh deh.
*Hi Roy!
untuk makan di Bebek Bengil diperlukan sekurangnya Rp 200.000,- atau Rp 300.000 per satu kali makan berdua. dengan harga segitu, berapa banyak orang Ubud, orang Bali yang makan disana?apalagi dalam keadaan sepi nggak jelas penghasilan kayak sekarang? hanya segelintir. dan segelintirnya itu sedikit banget. aku pikir, kalau SBY mau menghayati kehidupan rakyatnya di Bali, yang udah jatuh tertimpa tangga dan pemerintahnya seperti tidur ngelindur dan nggak melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. lebih baik SBY makan di tempat lain. apalagi kalo makannya sama Menteri Pariwisata yang sampai sekarang masih juga belum bikin kampanye pariwisata apa-apa.
coba makan nasi ayam di Kedewatan. di tempat seperti ini rakyatnya makan. dengan hanya Rp 6000 udah dapet nasi yang gundukannya cukup tinggi untuk bisa nutupin pandangan dari pengunjung warung yang lain, ayam yang disuwir dengan kuah yang pedash, urab, telur dan sambal matah yang membakar lidah dengan mantab. rasanya gurih dan kaya rempah.
sayangnya, SBY nggak tau makanan enak ini. sayangnya, SBY nggak mendesak Menteri Pariwisata dan Kantor Negara Pariwisata untuk bikin promosi yang baik untuk Bali. sayangnya, SBY belum juga bikin proyek yang padat karya dan menciptakan lapangan kerja yang banyak sebelum semakin banyak orang yang putus asa dan jadi berpikir pendek. sayangnya, SBY nggak kenal pak tua dari Banjar Pande yang setiap sore jadi calo tiket untuk menonton pertunjukan tari di Puri Ubud.
yang tiap hari jadi makin lesu karena semakin sedikit tiket yang bisa dia jual.
dugaan pertamaku, ada pejabat yang datang ke Ubud. dugaan kedua, di Bebek Bengil lagi ada rapat para polisi dari berbagai kesatuan. ternyata dugaan pertama yang benar. tapi tepatnya, SBY datang ke Bali dan makan malam di Bebek Bengil. tapi ya itu, dari siang kayaknya polisi dan petugas protokoler udah sibuk bikin acara bersih-bersih sapu jagat disana.
hmmm... mungkin SBY nggak akan pernah baca tulisanku ini. tapi sekiranya ada Paspampres yang kemudian membaca tulisan ini, aku berharap dia menyampaikannya kepada SBY. atau kalo tidak Paspampres, kamu juga boleh deh.
*Hi Roy!
untuk makan di Bebek Bengil diperlukan sekurangnya Rp 200.000,- atau Rp 300.000 per satu kali makan berdua. dengan harga segitu, berapa banyak orang Ubud, orang Bali yang makan disana?apalagi dalam keadaan sepi nggak jelas penghasilan kayak sekarang? hanya segelintir. dan segelintirnya itu sedikit banget. aku pikir, kalau SBY mau menghayati kehidupan rakyatnya di Bali, yang udah jatuh tertimpa tangga dan pemerintahnya seperti tidur ngelindur dan nggak melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. lebih baik SBY makan di tempat lain. apalagi kalo makannya sama Menteri Pariwisata yang sampai sekarang masih juga belum bikin kampanye pariwisata apa-apa.
coba makan nasi ayam di Kedewatan. di tempat seperti ini rakyatnya makan. dengan hanya Rp 6000 udah dapet nasi yang gundukannya cukup tinggi untuk bisa nutupin pandangan dari pengunjung warung yang lain, ayam yang disuwir dengan kuah yang pedash, urab, telur dan sambal matah yang membakar lidah dengan mantab. rasanya gurih dan kaya rempah.
sayangnya, SBY nggak tau makanan enak ini. sayangnya, SBY nggak mendesak Menteri Pariwisata dan Kantor Negara Pariwisata untuk bikin promosi yang baik untuk Bali. sayangnya, SBY belum juga bikin proyek yang padat karya dan menciptakan lapangan kerja yang banyak sebelum semakin banyak orang yang putus asa dan jadi berpikir pendek. sayangnya, SBY nggak kenal pak tua dari Banjar Pande yang setiap sore jadi calo tiket untuk menonton pertunjukan tari di Puri Ubud.
yang tiap hari jadi makin lesu karena semakin sedikit tiket yang bisa dia jual.
Friday, February 24, 2006
antara discovery dan hard rock
hari itu Kuta sibuk sekali. begitu juga dengan kami. setelah menelusuri pasir sepanjang pantai, belanja di Discovery Mall, kami memutuskan makan di Pizzza Hut. saat itulah kamera digital andalan baterenya habis. ah!
OK! chargernya harus diambil. dan cara yang paling gampang adalah mengambil motorku yang diparkir di pantai, naik motor ke Poppies Lane dan balik lagi ke Pizza Hut. makanan masih dipesan dan perlu beberapa lama sampai bisa siap.
tadinya kami mau berjalan kaki ke pantai. tapi dipikir-pikir, jauh juga ya...
ya udah, naik taksi aja. kami menyetop Blue Bird yang lewat. sebenarnya lewatnya ke arah lain. tapi sopirnya memberi gesture kalo dia mau putar balik. buru-buru kami naik ke taksinya.
"Hard Rock, pak!" kataku sambil menutup pintu.
"Iya, bu" jawabnya, lalu menyalakan argo. tertulis 5000.
kami saling berpandangan. lalu dia mengeluarkan pecahan 10.000-an. tatapan matanya bertanya "cukup?". aku mengangguk.
jalan Kartika Plasa ke pantai bukan jarak yang jauh buat taksi. jadi waktu kami sampai disana, di argo masih tertera 5000. belum berubah. kuangsurkan 10.000-an itu padanya. lalu kami membuka pintu.
"kembaliannya bu" kata si sopir.
"nggak usah pak, dibawa aja" kami berucap hampir bersamaan.
"Alhamdulillah..." katanya. lalu..."Terima kasih bu, terima kasih, pak" katanya pada kami.
kami berpandangan. dia sudah ada diluar taksi dan aku tertegun beberapa detik sebelum tersadar, lalu buru-buru turun dan menutup pintu.
tiba-tiba aku jadi terharu. sebak mataku...
OK! chargernya harus diambil. dan cara yang paling gampang adalah mengambil motorku yang diparkir di pantai, naik motor ke Poppies Lane dan balik lagi ke Pizza Hut. makanan masih dipesan dan perlu beberapa lama sampai bisa siap.
tadinya kami mau berjalan kaki ke pantai. tapi dipikir-pikir, jauh juga ya...
ya udah, naik taksi aja. kami menyetop Blue Bird yang lewat. sebenarnya lewatnya ke arah lain. tapi sopirnya memberi gesture kalo dia mau putar balik. buru-buru kami naik ke taksinya.
"Hard Rock, pak!" kataku sambil menutup pintu.
"Iya, bu" jawabnya, lalu menyalakan argo. tertulis 5000.
kami saling berpandangan. lalu dia mengeluarkan pecahan 10.000-an. tatapan matanya bertanya "cukup?". aku mengangguk.
jalan Kartika Plasa ke pantai bukan jarak yang jauh buat taksi. jadi waktu kami sampai disana, di argo masih tertera 5000. belum berubah. kuangsurkan 10.000-an itu padanya. lalu kami membuka pintu.
"kembaliannya bu" kata si sopir.
"nggak usah pak, dibawa aja" kami berucap hampir bersamaan.
"Alhamdulillah..." katanya. lalu..."Terima kasih bu, terima kasih, pak" katanya pada kami.
kami berpandangan. dia sudah ada diluar taksi dan aku tertegun beberapa detik sebelum tersadar, lalu buru-buru turun dan menutup pintu.
tiba-tiba aku jadi terharu. sebak mataku...
Thursday, February 23, 2006
klien penting
dia masuk waktu aku sedang memakai iMac di ruang depan galeri. stafku belum kembali. tadi aku menyuruhnya pergi ke accounting menyerahkan beberapa bukti transaksi lewat kartu kredit.
"Mansri ada?" katanya sambil menimang dompet perhiasan yang dia pilih
"bu Mansri tadi kayaknya pergi sama Bu Elsbeth ke Pengosekan"
"kemana?"
"saya kurang tau persisnya" kataku sambil tersenyum
dia mengeluarkan handphone dari dalam tas lalu memencet-mencet dan mulai menelepon
"hai Mansri! ada dimana nih?" dia terdiam dan mendengarkan, lalu bicara lagi
"oooh, udah ada dirumah? Mok Tu lagi ada di Komaneka ini. lagi shopping. itu...dompet yang waktu itu Mansri kasih kan dibawa sama anak ke Australi, jadi ya Mok Tu pengen punya lagi. ini mau beli barangnya di galeri nih, udah mau Mok Tu bayar" dia mendengarkan lagi beberapa saat lalu lagi
"Nggak ah, jangan. Mok Tu mau bayar ajalah. Masa jadi nggak bayar gitu... biar Mok Tu bayar aja. apa? ongkos jahitnya aja? gitu?" lalu tiba-tiba dia mengangsurkan handphone-nya padaku
aku mengangkat telepon mendekati telinga dan terdengar suara bu Man.
"halo..."
"ya, saya, bu Man"
"Dian... itu Mok Tu jangan disuruh bayar. bilang aja bayar ongkos jahit bikin dompet perhiasan itu Rp 10.000,-. karena dia tetep mau bayar. gitu ya?"
"ya, bu Man" aku serahkan lagi gagang telepon padanya.
"Gitu ya, Mansri... gimana? jadi Mok Tu bayar ongkos jahitnya aja? kainnya minta? wah iya ini tadi waktu datang katanya hanya tinggal dua aja. mula-mula ada satu lusin udah abis katanya. dipaksa nih, milihnya. nggak ada warna yang lain lagi" dia mendengarkan bu Man berbicara
"Nggak, nggak perlu dibikinin lagi. cukup ini ajalah, nggak papa"
dia mengeluarkan uang 20 ribuan dari dalam dompetnya sambil tetap menelepon. aku pergi mengambil kembalian. sambil menyelesaikan percakapan, dia memberikan gesture supaya aku nggak usah memberikan kembalian itu. aku meletakkan uang itu di meja yang memisahkan kami.
persis sebelum meninggalkan galeri, dia mengambil uang 10.000-an itu dan memasukkannya ke dalam tas tangan yang dia bawa.
oya, dompet itu harganya Rp 65.000,-
"Mansri ada?" katanya sambil menimang dompet perhiasan yang dia pilih
"bu Mansri tadi kayaknya pergi sama Bu Elsbeth ke Pengosekan"
"kemana?"
"saya kurang tau persisnya" kataku sambil tersenyum
dia mengeluarkan handphone dari dalam tas lalu memencet-mencet dan mulai menelepon
"hai Mansri! ada dimana nih?" dia terdiam dan mendengarkan, lalu bicara lagi
"oooh, udah ada dirumah? Mok Tu lagi ada di Komaneka ini. lagi shopping. itu...dompet yang waktu itu Mansri kasih kan dibawa sama anak ke Australi, jadi ya Mok Tu pengen punya lagi. ini mau beli barangnya di galeri nih, udah mau Mok Tu bayar" dia mendengarkan lagi beberapa saat lalu lagi
"Nggak ah, jangan. Mok Tu mau bayar ajalah. Masa jadi nggak bayar gitu... biar Mok Tu bayar aja. apa? ongkos jahitnya aja? gitu?" lalu tiba-tiba dia mengangsurkan handphone-nya padaku
aku mengangkat telepon mendekati telinga dan terdengar suara bu Man.
"halo..."
"ya, saya, bu Man"
"Dian... itu Mok Tu jangan disuruh bayar. bilang aja bayar ongkos jahit bikin dompet perhiasan itu Rp 10.000,-. karena dia tetep mau bayar. gitu ya?"
"ya, bu Man" aku serahkan lagi gagang telepon padanya.
"Gitu ya, Mansri... gimana? jadi Mok Tu bayar ongkos jahitnya aja? kainnya minta? wah iya ini tadi waktu datang katanya hanya tinggal dua aja. mula-mula ada satu lusin udah abis katanya. dipaksa nih, milihnya. nggak ada warna yang lain lagi" dia mendengarkan bu Man berbicara
"Nggak, nggak perlu dibikinin lagi. cukup ini ajalah, nggak papa"
dia mengeluarkan uang 20 ribuan dari dalam dompetnya sambil tetap menelepon. aku pergi mengambil kembalian. sambil menyelesaikan percakapan, dia memberikan gesture supaya aku nggak usah memberikan kembalian itu. aku meletakkan uang itu di meja yang memisahkan kami.
persis sebelum meninggalkan galeri, dia mengambil uang 10.000-an itu dan memasukkannya ke dalam tas tangan yang dia bawa.
oya, dompet itu harganya Rp 65.000,-
Tuesday, February 21, 2006
ya. aku sedang kesal
silakan liat shoutbox untuk tau apa yang menjadi kekesalanku. jelas-jelas kukatakan kalau template blog ini tidak boleh diambil, dicontek, atau apapun namanya. kalau Didats (dan aku) bekerja keras membuatnya. kenapa? karena template ini adalah sebuah identitas.
Casper bilang itu berarti pujian bahwa desainnya bagus. ya, itu juga bisa dimengerti. sama logikanya dengan kegembiraanku dan orang-orang di fucktory waktu desain 'NOBODY PERFUCK' dibajak habis-habisan di Malioboro. tapi buatku sekarang, bukan begitu caranya untuk mengapresiasi desain yang dibuat Didats. kalau kamu beritikad baik, kamu akan menghubungi Didats dan membeli desain template-nya. mungkin malah memesannya agar sesuai dengan apa yang kamu mau.
tapi mungkin, kamu masih memiliki mental kere itu.
dan ya, aku nggak akan berdiam diri. mengutip email yang kuterima dari mas Enin kemarin, aku bisa bilang: Hanya ada satu cara memberangus blogger yang berperilaku buruk: Menjadi blogger yang lebih baik!
Casper bilang itu berarti pujian bahwa desainnya bagus. ya, itu juga bisa dimengerti. sama logikanya dengan kegembiraanku dan orang-orang di fucktory waktu desain 'NOBODY PERFUCK' dibajak habis-habisan di Malioboro. tapi buatku sekarang, bukan begitu caranya untuk mengapresiasi desain yang dibuat Didats. kalau kamu beritikad baik, kamu akan menghubungi Didats dan membeli desain template-nya. mungkin malah memesannya agar sesuai dengan apa yang kamu mau.
tapi mungkin, kamu masih memiliki mental kere itu.
dan ya, aku nggak akan berdiam diri. mengutip email yang kuterima dari mas Enin kemarin, aku bisa bilang: Hanya ada satu cara memberangus blogger yang berperilaku buruk: Menjadi blogger yang lebih baik!
Monday, February 20, 2006
Aku dan Balawan
bagaimana rasanya tinggal serumah dengan seorang asisten fotografer dan seorang seniman photoshop yang pas-pasan? liat aja foto-foto dibawah ini. dipotret oleh Wine dan dire-touch oleh Onet, sambil cekikikan sepanjang malam. gara-gara foto ini, kami baru pergi tidur jam 1.30 dini hari. aduuh, sayangnya Balawan goyang-goyang kepalanya waktu difoto.
selamat menikmati!
selamat menikmati!
an architectural visit
seorang interior desainer mengajakku berkunjung ke proyek resort yang sedang ia kerjakan di suatu wilayah di ubud. tanah tempat proyek itu dibuat memanjang di tepian sungai, menjorok sampai ketebingnya. di seberang sungai adalah bukit yang lain, permukaannya ditumbuhi semak belukar, pohon-pohon kecil, perdu dan kelapa. hijau. cantik.
tanah proyek itu melandai kebawah, dari bagian yang paling tinggi ke bagian paling rendahnya berselisih sekitar 15 m. setelah dipotong dan disederhanakan landscape-nya, tanah yang mula-mula terlihat penuh sesak itu menjadi luas dan lapang.
hari itu aku mendapat kesempatan yang luar biasa untuk mengamati bagaimana proyek itu dijalankan. dia menerangkan padaku setiap detail yang ingin aku ketahui dari gambar rancang bangun proyek itu. bagian mana yang nantinya akan jadi lobby, restoran, bar, spa, sejumlah villa dengan berbagai macam tipe kamar, bangunan kantor, kolam renang ... wah, semuanya!
ya, nggak mungkin aku bilang kalo aku tau semuanya. hari itu aku mengamati bagaimana sebuah proyek dikelola. bagaimana mewujudkan sebuah gambar menjadi benda yang nyata dan tumbuh. bagaimana melihat sesuatu tercipta di sebuah hamparan tanah, bahkan sebelum bangunan itu dibuat.
satu hal yang istimewa, dari keseluruhan luas tanahnya, pemilik resort meminta supaya yang dibangun tidak lebih dari 15% luas tanah saja. sisanya harus tetep berisi pohon, tanaman dan taman. juga setiap mata air yang mengalir di tanah itu diupayakan sedemikian rupa supaya bisa dipertahankan.
aku sudah bisa membayangkan... di pagi hari, kabut tipis putih seolah selimut awan akan mengambang naik dari sungai berarus deras dengan batu-batu besar di bawahnya. di sore hari, matahari yang oranye seperti bersepuh emas perlahan-lahan menghilang di balik bukit.
luar biasa!
tanah proyek itu melandai kebawah, dari bagian yang paling tinggi ke bagian paling rendahnya berselisih sekitar 15 m. setelah dipotong dan disederhanakan landscape-nya, tanah yang mula-mula terlihat penuh sesak itu menjadi luas dan lapang.
hari itu aku mendapat kesempatan yang luar biasa untuk mengamati bagaimana proyek itu dijalankan. dia menerangkan padaku setiap detail yang ingin aku ketahui dari gambar rancang bangun proyek itu. bagian mana yang nantinya akan jadi lobby, restoran, bar, spa, sejumlah villa dengan berbagai macam tipe kamar, bangunan kantor, kolam renang ... wah, semuanya!
ya, nggak mungkin aku bilang kalo aku tau semuanya. hari itu aku mengamati bagaimana sebuah proyek dikelola. bagaimana mewujudkan sebuah gambar menjadi benda yang nyata dan tumbuh. bagaimana melihat sesuatu tercipta di sebuah hamparan tanah, bahkan sebelum bangunan itu dibuat.
satu hal yang istimewa, dari keseluruhan luas tanahnya, pemilik resort meminta supaya yang dibangun tidak lebih dari 15% luas tanah saja. sisanya harus tetep berisi pohon, tanaman dan taman. juga setiap mata air yang mengalir di tanah itu diupayakan sedemikian rupa supaya bisa dipertahankan.
aku sudah bisa membayangkan... di pagi hari, kabut tipis putih seolah selimut awan akan mengambang naik dari sungai berarus deras dengan batu-batu besar di bawahnya. di sore hari, matahari yang oranye seperti bersepuh emas perlahan-lahan menghilang di balik bukit.
luar biasa!
Sunday, February 19, 2006
kemeja hitam darimu
kalaupun aku tau lebih awal apa yang ingin kau katakan, apakah ada yang akan berubah? mungkin ya, mungkin tidak. yang aku tahu hanyalah percakapan kita yang menyenangkan sangat pendek usianya. lintasan waktu dan rapatan kejadian membuatku tidak pernah berhenti lalu berusaha mencari tahu sebab dan akibat.
jika bukan karena dia yang menceritakan semuanya, dan membalik siratan makna, mungkin sampai saat ini aku tak pernah tau. apa dan bagaimana.
jalan hidup kita pernah bersimpangan. dan demikianlah adanya.
dimanapun kau berada saat ini, aku yakin kau juga masih menyimpan sisa percakapan itu.
sampai jumpa pada jalur yang lain. pada perhentian yang berbeda.
dari obrolan di jazz cafe,
jam dua-dua sekian-sekian
jika bukan karena dia yang menceritakan semuanya, dan membalik siratan makna, mungkin sampai saat ini aku tak pernah tau. apa dan bagaimana.
jalan hidup kita pernah bersimpangan. dan demikianlah adanya.
dimanapun kau berada saat ini, aku yakin kau juga masih menyimpan sisa percakapan itu.
sampai jumpa pada jalur yang lain. pada perhentian yang berbeda.
dari obrolan di jazz cafe,
jam dua-dua sekian-sekian
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...