Monday, March 28, 2005

bajingan is jerk

pain comes, and I get hurt. no preparations, no signs, no umbrella before the rain falls...
if crying not help, or if you just couldn't cry for such a jerk, here's some tips.

1st, cakes and cool drinks.
I suggest poppy seed cheese cake or chocolate mud cake. death by chocolate [it's a name of a cake] is also philosophically and medically good. organic and tonic drinks are the best.

2nd, talk.
you need to release it. don't let it spinning in your head and heart. write it out will be helpful as long as you send it to the right person.

3rd, padang food.
rendang is perfect painkiller and you can get addicted easily by ayam gulai. and ikan sambal. enjoy the state of delirium.

4th, bad words.
do not hesitate to call him jerk. or bajingan in this case. practice made perfect. spell it more often.

last but not least, get tired.
work some more, physical and creative activities, anything to get rid those memories out of your head.
whatta bastard! I still got insomnia for three days!

thanks for the emails, sms, phone calls and chats, pals!... through the good and the bad times, you're always be there...
my lovely friend

Friday, March 25, 2005

Sunday, March 20, 2005

witty kitty

aku menemukannya mengeong ditegalan yang gelap. kucing muda yang langsing dan tegap. bulunya berwarna gelap dan matanya menyala.

kami sedang dalam perjalanan menuju rumah penginapan Nisha. teman Khai yang sekarang jadi temanku juga. dia berdarah Singapore-Sri Lanka tapi sekarang menetap di Perth. malam tadi kami pulang dari menonton pertunjukan tari. aku mengantarnya pulang dan ikut masuk karena ingin tahu bagaimana penginapannya. pemilik penginapan ini aku kenal, Wayan Karja, seniman dan dosen di ISI Denpasar. jadi sebenarnya masih dalam lingkaran itu juga. tapi ini kali pertama aku ke rumahnya. bergelap-gelap pula.

tempat itu pastilah menyenangkan saat matahari terbit dan bersinar. tapi jadi spooky waktu malam begini. benar-benar minim cahaya. untunglah langit cukup terang dan bulan yang sepotong bekerja keras memantulkan cahaya. jadi sekurang-kurangnya, selain kunang-kunang yang melayang diatas sawah, masih ada cahaya yang bisa dijadikan pedoman untuk menemukan jalan.

aduh, Khai. aku jadi pengen mengomelinya sekarang. tempat ini cocok untuk orang yang ingin melarikan diri dari keramaian, atau tidak mau bertemu dengan orang-orang. untuk seniman yang mau bertekun-tekun berkarya tanpa gangguan, tapi bukan untuk ibu muda yang datang bersama anak umur tiga tahun yang nggak mau jalan dan terus menerus minta digendong...

dari jalan raya campuhan, kami harus naik lebih dari 30 anak tangga yang curam dan lumayan menguras napas. lalu harus berjalan lagi lebih kurang 200 meter melintasi sawah dan tegalan tempat kucing tadi kutemukan sebelum sampai di rumah itu.
jauh dari manapun. tidak ada toko atau restoran yang kulihat. kubayangkan bagaimana sulitnya buat Nisha untuk mencari makan. dia harus memasak. setidaknya untuk Aidan anaknya. memang rumah itu menyediakan dapur. tapi kalau harus sejauh ini hanya untuk keluar ke jalan raya, apa mau terus di kamar selama seminggu?

ini kan bukan perjalanan bulan madu...

kucing langsing itu sejak tadi mengikutiku. naik ke atas pangkuanku dan menjilati tanganku. sebenarnya ini agak jarang terjadi. kucing biasanya nggak langsung lulut waktu didekati, tapi kucing langsing ini lain. jadi waktu aku aku meninggalkan Nisha dna Aidan menjelang sepuluh malam. aku bilang pada Nisha yang mencemaskanku, kalau aku akan baik-baik aja.
"lagipula, kucing ini akan menemaniku. ya 'kan pusi?"

si kucing mengeong dan berjalan ke arahku. dan begitulah. sepanjang jalanan yang gelap, kucing langsing itu berlari-lari dibelakangku, mengeong kalau aku kehilangan dia. berhenti, lalu mengikutiku lagi, dan berjalan diantara kedua kakiku bikin aku nyaris kesandung. matanya nyalang. dia terus berlari di sekitarku. agak ragu di tangga yang curam, namun akhirnya terus maju. kucing yang manis...

aku memeluknya sebelum berpisah. sekali ketika dia mengeong di dekat patung penghias tangga. sekali diujung tangga terakhir sebelum turun di jalan raya campuhan. kukecup puncak kepalanya. dia mendongak memandangku.
"thank you for giving me company, kitty..."

Thursday, March 17, 2005

after a golf-car ride

senja di four seasons jimbaran.
pandangannya mengunci tatapanku dari seberang meja. tak kunjung dilepaskan meskipun dia mulai berdiri dan hendak melangkah pergi. tepat sebelum bibirnya bergerak, aku berkata
"don't say goodbye"
dia tersenyum dan mengulurkan tangannya. aku berdiri. tangannnya tak kugapai.
"see you, then"
katanya sambil terus tersenyum.

perpisahan dengannya selalu singkat dan sederhana.
mungkin karena tiap kali kami harus ikut memastikan semua barang-barangnya tersimpan dengan aman di tempat yang tepat. portable computer dan semua kabelnya tdak tercampur dengan berbagai macam lensa, kamera cadangan dan berjenis-jenis penghubung, kubus biru, penguat listrik dan entah apalagi di dalam tas yang berbeda. tiga macam tripod, dua alas kaki yang sedang tidak dipakai, baju hangat ringan berwarna biru tua...
aku sudah mulai hafal urutannya berkemas.

beberapa hari yang lalu aku juga melepasnya di ubud setelah satu jam sebelumnya kami makan chocolate mud cake bersama-sama. kami bicara mengenai berbagai kejadian, berbagai perasaan. yang penting dan yang sangat tidak penting seperti obrolan itu memang tidak akan pernah selesai. aku dan dia adalah orang-orang yang dibentuk dari hal-hal yang kami kerjakan. lalu tiba-tiba dia menatapku lurus-lurus dan berkata
"I know. I do that too. but, sometimes... you have to take it easy. bad things happen. and when it does, you must know how to put it aside and walk on. then you'll keep your life balance"
aku tidak tersenyum. dia juga bersungguh-sungguh. dia mengangguk, meyakinkanku.
"I will"
dengan jawabanku dia tersenyum. lebih banyak kalimat yang dia ucapkan tanpa bicara dengan wajah itu.

kali ini, tas-tas yang sarat muatan itu yang mengucapkan salam perpisahan. untuk sementara waktu, aku tak akan melihat mereka tergeletak terbuka, tak berdaya dengan isi berhamburan. semua tas ini pernah tinggal dan beristirahat beberapa jam di kantorku. mereka mengenaliku sebagai orang yang pernah menjaga mereka. yang sudah seperti jantung dan nyawa baginya.
dia akan segera berlalu. seperti pergi ke pool villa yang lain untuk sesi pemotretan berikutnya.
"no worries, I'll be fine"
"you... take care"
tangan kirinya menelusup ke sela-sela rambutku. merabanya perlahan. menenangkanku. dan dia.
"I will come back"
"I will still be here"

Tuesday, March 15, 2005

gusar yang kadang datang

apa aku yang terlalu kaku dan nggak bisa easy going?
atau orang lain yang terlalu menyepelekan persiapan?

akan ada manager meeting besok.
jam 10 pagi!!! di tanggayuda.

aku menemukannya tanpa sengaja. karena aku bicara dengan general manager tentang ide highlight salah satu departemen untuk tiga bulan ke depan. ketika tiba-tiba si general manager memintaku untuk membaginya tidak dalam tiga bulan sebagaimana ideku, tetapi dalam dua bulan yang berarti dalam setahun ada enam tema, sehingga sudah terencana untuk satu tahun kedepan dan memintaku mempresentasikannya dalam manager meeting besok.

BESOK???

dan kalau aku tidak tanpa sengaja bicara dengan general manager aku tidak akan tahu. dan ketika menelepon HRD, barulah dia memberitahuku dan bilang juga bahwa dalam manager meeting yang pertama ini, yang harus dilakukan hanya melihat kearah mana meeting akan berjalan. haloooo...
lalu kenapa aku harus presentasi tema publikasi tahunan?
aku juga bertanya padanya kenapa semua serba mendadak?
apa gunanya meeting kalau semua orang datang ke meeting dengan kepala kosong tanpa ide dan tanpa agenda?

ok, I'll take it easy...
tapi boleh 'kan aku gusar sedikit?

gotta back to business now because chang fee ming just walk in to my gallery

Thursday, March 10, 2005

terperangkap kebingungan

you've heard me, in my tunes
when I still heard confusion...

if there's one day. and days, when all I heard were confusion, nothing better to explain than this week.
an Indonesian girl who had been moved for eleven times in her whole life, hanging around with two Japanese who lived in Bali and a trance-photographer who travel a lot, in a car with Balinese driver, at the Bali day of festivities, Galungan. it wasn't the people who made me confused. but the thought, language, culture, situations and most of all, things happened that day.

It was Wednesday and we went to one of Kaoru's friend's house. he's a teacher. I saw him and his family praying and recall everything I had from Casper about the highest principal in Islam and what Khai had told me about how this whole praying and offering things are meant to be served for something floating beyond, between human and God. we went to the bigger pura afterwards, and they do the same thing there. I'm just watching from outside, not very close but not far either. then we went to another bigger pura and again, I kept thinking about how they really believe in things floating between them, so that everything need offerings. this is an ancient pagan worshipping I witnessed. religion that grow from their surrounding. from the water, and land, and fire.

at two o'clock or so, we ahead to nusa dua. there will be a dance performance. they said it was something about an old tale called 'calon arang' which I recalled a bit, but couldn't remember all. round around and got lost before we finally found the place. it was in the middle of the street. I kept wondering what it feels to dance barefoot on hot-hot asphalt. it was a sacred dance as almost every dancer is being chanted by the priest before performs. you can tell whether a dancer played protagonist or antagonist by the mask and color of their costumes. white and decent or black with 20 cm long nails in each finger. the offerings for antagonist ones are equipped with living chick. they asked a living creature to be sacrificed.

and so the dance goes. the telek groups, the bad influences, the sacred lion-barong and the rangdas. I must say that that those rangdas are very special. evil-widow-witches... I believe that the word 'rangda' came from the same root with 'randa' or ‘rondo’, which means widow. moderate brown-haired rangda with red costume and white cloth contained black magic as weapon. devilish white haired rangdas with dirty creamy costume and again a cloth-contained black magic as weapon are even more stunning. they're spoken a language I couldn't tell with deep-sharp-high-pitched voice used only by witches in movies.

when the white-haired ones came out, something strange happened. some people got trance. is it because of the music? is it because of something else I couldn't think of? something very odd is floating in the air. if I weren't still alive to write, maybe I think that I was dreaming. that I was dreaming without sleeping. hallucinated in a delirium state.
it was so hard to find, logically, what was going on. they got trance, then holding sharp daggers and tried to stab those rangdas. they got trance and they turn into something else. one hundred percent focused without any slight traces of the man they used to. same horror-hysterical-hurt expression. like really want to burnout and cry...
I witnessed it twice as we also went to other similar performance in jimbaran. man-women-children and even old priest... got trance.
with an expression and state of mind I cannot find in google or any gadget-related explanation.

and with these Japanese, it was even worst. they, who came from a hi-tech country believed in those pagan worshipping even more than me. like a devotee, they fluently speaking of my land's culture. things I-myself, never known before. while we're surrounded by cars, hand phone, digital camera and lenses made by their technology. its just like moving back and forth from local to global, tradition to modern, real to surreal, past to future, over and over and over again...

I'm dizzying. and nausea whirling in my stomach...
it was just too much for one day…

Monday, March 07, 2005

I used to like monday, but...

it was all messed up!
aku harus bolak balik tiga kali ke bank sebelum transaksiku settled. yang terakhir pada jam dua siang... gila.
jurnalis thailand yang kumasukkan dalam jadualku hari ini terlambat datang. dan meskipun aku udah berkali-kali memperingatkan orang-orang di front office, tidak seorangpun memberitahuku saat waktunya tiba. dan tahu-tahu jurnalis itu sudah check in dan mulai mengambil foto dan aku ditempatkan dalam posisi yang awkward. canggung untuk melakukan yang harus aku lakukan, namun tetap harus bertanggung jawab. benar-benar gila.
ini adalah kegagalan yang entah keberapa hari ini, selain gagal ke tanggayuda dan gagal ikut kelas yoga. apa yang salah dengan hari ini yah?
moodku tetap sangat buruk walaupun kaoru berusaha keras memberi berbagai alternatif. dan semua alternatif itu kedengaran sama tidak masuk akalnya.
kesal. kesal. kesal.

setetes akal sehat membuatku menelepon jurnalis itu ke kamarnya.
duh! dia nggak bisa bahasa inggris. hanya berbahasa thailand saja. sama-sama frustasi dengan telepon, kami bertemu di lobi hotel dan membuat kesepakatan untuk photo session esok harinya dengan bahasa inggris a la tarzan, campur pantomim.

tapi kaoru bilang aku tetap harus bersenang hati karena setidaknya kami berhasil bertemu dengan ida-san yang barusan pulang dari bagus jati. dia kelihatan segar karena habis pijat. dan dirayu habis-habisan sama tukang pijat yang waria itu. hmmm... ceritanya disimpen dulu buat besok.
selain itu juga bisa membereskan urusan rencana pembuatan cd contoh foto karya untuk pak koman. jadi setidaknya dua urusan berhasil dibereskan dari nyaris selusin yang berantakan. aku perlu mandi air dingin lalu cepat-cepat pergi tidur. berharap tanpa mimpi buruk. aku benar-benar kelelahan...

tapi sekarang beli bensin dulu. jangan sampai rabassa mati di jalan...

unsent unfinished

aku gak menyelesaikan email ini. harusnya kuselesaikan, tapi waktu itu jariku terlalu gemetar untuk meneruskan menulis.
anto, kamu bisa membacanya disini...

on my way down here to send you this file...
I saw hundreds of Balinese flooding trough the street from a road nearby.
I think there will be a ceremony held inside the Monkey Forest as they ahead there.

I do wondering...
what it feels to be exotic?
to be walking in the streets and bunch of tourists watching you and take your pictures. to realize that people all over the world coming to see the way you live your life? like changing the doors and the walls of our house with clear glass.
"please come in, I already made my house an aquarium. see-through enough for you to look at..."

but I am also frightening...
they're so much and filling both sides of the street. don't even mind to emptying part of it so that the bikes and the cars able to passes by. my bike and I and tens of others' and cars and the passengers must be sliding very slowly behind them.
the crowd give meaningful superior look. and again, they're so much...

today, I need more than 15 minutes to complete my usual 5 minutes journey.

Sunday, March 06, 2005

nervous at hello

"dian-san! ida-san akan datang satu jam lagi!"
kaoru-san serta merta mendekati mejaku sambil meneriakkan kalimatnya. dengan tas hitamnya yang biasa, yang berisi tumpukan file-file yang kujejalkan padanya setiap saat. di tangan kanan ia memegang hand phone yang ringtone-nya selalu terdengar sumbang di telingaku.
"saya barusan dapat menelepon dari ida-san. dia bilang dia udah mau keluar dari bali intercontinental dan langsung ke ubud. ke komaneka untuk bertemu mbak dian"
aku tertawa. rencana kedatangan ida-san udah bikin kami berdua nervous sejak tiga hari yang lalu. satu-satunya yang harus kami pikirkan adalah mengatur jadual, antara bekerja, hidup pribadi dan menemani ida-san. dia jelas-jelas akan ada di ubud untuk berlibur, bukan bekerja. seperti yang lalu, kanak-kanak yang hidup dalam jiwanya bikin kaoru-san harus jadi baby sitter. kali ini untuk dua orang sekaligus. ida-san, dan aku.

kami seharusnya mengurus beberapa teks dan kalau memungkinkan pergi ke tanggayuda. lalu aku juga masih punya beberapa deadline kecil. tapi sebelum itu, kami terlebih dahulu akan menemui ida-san.

aku sedang mengedit teks-ku ketika kaoru memekik kecil
"ida-san... konichiwa!"
dia berdiri disana, tersenyum dari balik jendela kantorku. membungkukkan badan, lalu tersenyum sambil melambaikan tangan padaku. aku balas melambai
"hi, ida-san. come in. pass through that door"
aku merasa harus melakukannya, menunjukkan jalan dengan lambaian tanganku atau dia akan terus berdiri disana tanpa bergerak. dia melangkah dan aku menyongsongnya. kami bersalaman.
topi a la koboi-nya tak berubah. juga kacamata yang sok gaya, sendal gunung, celana kain yang kelihatan nyaman dan kemeja hijau muda. ida-san, hidup dan solid. berdiri di hadapanku lagi setelah lebih dua bulan berlalu.

tapi dia harus buru-buru karena masih ada sedikit pemotretan dengan JTB, yang membiayai perjalanannya kali ini. ada banyak pertanyaan, tapi harus kusimpan sampai satu setengah jam lagi, saat dia berjanji akan kembali. semua barangnya kecuali tas sandang dan kamera ditinggal di kantorku. satu kopor besar yang akupun muat di dalamnya, satu kopor stainless tebal yang lebih kecil, kopor stainless lagi dan lebih kecil dan pipih, tas panjang yang kemungkinan berisi tripod, trolley kecil untuk menghela kopor, satu suitcase berbahan canvas warna hitam yang entah apa isinya... bawaan yang kata kaoru lebih penting dari nyawanya. ah, orang jepang yang suka hiperbola.

tepatnya dua jam lima belas menit kemudian ida-san baru muncul dan langsung menyusul kami yang sedang makan siang. dia masih tetap suka makan makanan pedas dan berempah. jadi bisa kubayangkan betapa tidak senangnya menghabiskan tiga minggu di phuket tanpa makan makanan thailand karena agent yang pergi bersamanya lebih suka masakan eropa dan ida-san harus selalu mengikuti selera agent itu.
masih tetap keringetan kalo makan, masih tetap bicara dengan nada yang sama, tersenyum dengan cara yang sama, dan mata cokelat yang teduh itu tetap memandangku dengan cara yang sama.
percaya atau tidak, aku lebih banyak diam. ikut berkomentar sesekali, atau tertawa kalo ada yang lucu. percakapan lebih banyak terjadi dalam bahasa jepang dan bahasa indonesia. walaupun dia juga bicara dalam bahasa inggris padaku.

kami berpisah pada jam 4 sore dan berjanji bertemu lagi pada jam 7 malam.
waktu satu demi satu tasnya naik ke mobil. ida-san bilang kalo tiba-tiba dia ngerasa sedih... karena suasananya seperti sedang di airport. aku tersenyum dan kubilang padanya kalo kita masih punya banyak waktu untuk ketemu.
jadi sekarang, selamat istirahat, ida-san...

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...