yang sedang memegang kamera itu Jim Goldberg, salah satu anggota Magnum Photo yang prestisius dan pemenang Henri Cartier-Bresson International Award 2007. Jim kedua yang aku kenal setelah Jim Geovedi. di sebelahnya, berdiri Doug Dubois. Dubois kedua yang aku ketahui setelah Eugene Dubois, yang mengumumkan penemuan Pithecanthropus erectus.
pertemuan dengan Jim dan Doug terjadi secara tidak terduga pada suatu Sabtu siang yang berangin di awal bulan Ramadhan. sampai kadang-kadang aku merasa, selain penuh berkah, Ramadhan di Bali lebih menantang karena begitu banyak godaan terhidang. misalnya menemani Jim dan Doug makan siang:D
menyaksikan fotografer hebat yang sedang bikin foto-foto di Bali untuk New York Times ini memang menakjubkan. luar biasa. aku terkagum-kagum sampai lupa ngajakin foto bareng.
ah!
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Thursday, September 27, 2007
Wednesday, September 19, 2007
Pak SBY, kok nuklir sih...
kenapa kita harus bikin PLTN dan pakai tenaga nuklir sebagai sumber energi alternatif to, Pak? kenapa harus, gitu lho? kenapa semangat banget mau mengaplikasikan teknologi itu di Indonesia? apa karena ngefans sama Einstein? eh, itu hukumnya Einstein kan yang dipakai buat menghitung besarnya energi nuklir? kalo salah bilang yaa...
uhm, kalo alasannya karena selama ini kita punya ketergantungan yang terlalu besar terhadap energi berbahan bakar fosil (seperti minyak dan batubara), sebetulnya ini masalah yang dihadapi oleh banyak sekali negara di dunia. bukan cuma Indonesia yang menghadapi. tapi kenapa sih kita takut akan kehabisan?
sebenarnya bukan takut lagi ya, karena emang minyak kita udah habis dijual dari sejak jaman Mafia Berkeley dulu itu. tapi sebenarnya jawabannya ada kok, Pak. coba Pak SBY ngecek lagi buku-buku IPS yang dulu saya pakai buat belajar di SD. katanya negara kita itu adalah negara agraris. artinya negara yang sebagian besar penduduknya adalah petani. well, itu penjelasan sederhana dari konsep yang menyebutkan bahwa pertanian (semestinya) adalah tulang punggung perekonomian di negara kita.
artinya apa?
konsep dasar pertanian adalah menjadi desa, masyarakat, atau negara yang self-sufficient. yang bisa mencukupi kebutuhannya sendiri akan berbagai hal. terutama dalam soal-soal pangan. nah, apakah prinsip ini bisa diaplikasikan dalam menyelesaikan ketergantungan energi ini?
BISA BANGET.
udah pernah denger soal mobil-mobil yang bahan bakarnya berasal dari minyak nabati belum Pak? itu loh... yang bisa jalan dengan cairan semacam bensin yang berasal dari minyak jagung, kedelai, gandum, atau bahkan minyak kelapa? jagung, kedelai, gandum dan kelapa itu kan bisa ditanam banyak-banyak di negara kita yang luas ini. jadi kita bisa menghasilkan minyak nabati sebanyak yang diperlukan, untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakar yang sudah tidak bisa dipenuhi lagi oleh bahan bakar fosil.
tapi PLTN kan buat pengganti energi listrik ya, Pak? bukan buat ngidupin mobil?
padahal bisa loh! ada banyak mobil hybrid sekarang. yang bisa jalan karena memakai batere. yah, kira-kira kayak tamiya lah! pasti dulu Pak SBY juga pernah beliin tamiya buat Agus dan adiknya. nah, ngecharge baterenya itu pake listrik, Pak. jadi kan listrik juga bisa dipakai untuk menghidupkan mobil. eh, tapi dari tadi saya belum cerita tentang energi alternatif lain untuk menghasilkan listrik yang banyak selain dengan nuklir ya?
coba sekarang Pak SBY keluar dari ruangan yang ber-AC dan dingin sejuk itu, lalu keluar. tapi jangan pake payung, dan jangan langsung masuk mobil. keluar aja ke halaman.
panas nggak, Pak? iya, yang bikin terasa panas itu sinar matahari namanya. dan sinar matahari ini, bisa diubah menjadi listrik, Pak. namanya listrik tenaga surya. keren ya, Pak?
kita punya sinar matahari yang melimpah ruah, Pak. dari Sabang sampai Merauke. di pantai, di gunung, di desa-desa, di berbagai kota di Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa. pokoknya banyak deh! cukup untuk bikin kulit turis jadi gosong dan gadis-gadis di pantai tampak eksotik. cukup buat mengeringkan jemuran pakaian di lebih dari 1000 pulau yang dihuni dari 13.700 lebih pulau di seluruh Indonesia. cukup buat mengeringkan sale pisang, kerupuk nasi, gabah, kopi, cengkeh, kayu, dan anak-anak sekolah yang disetrap sama gurunya.
sinar matahari itu sumber energi yang nggak ada habis-habisnya, Pak. mungkin habisnya waktu kiamat, yang sudah dekat itu. sinar matahari juga menghasilkan energi yang nggak menimbulkan terlalu banyak polusi, dan yang paling penting, sinar matahari satu-satunya sumber energi yang tidak menimbulkan ketergantungan baru lagi.
tidak akan bikin ketergantungan pada negara yang punya uranium seperti kalo kita bikin PLTN.
teruus... energi ini juga sudah terbukti efektif, lho! ada beberapa daerah di Indonesia Timur yang sudah memakai listrik dari tenaga matahari, Pak. kata mereka... bahkan ketika hari mendung, sinar matahari yang sudah diserap sebelumnya masih bisa memberi tenaga listrik sampai tiga hari kemudian. hebat 'kan, Pak?
lagian, energi nuklir itu sangat nggak aman lho, Pak. kalo aman... Perancis akan bikin percobaan meluncurkan rudal nuklir di negaranya sendiri, dan bukannya di Samudera Pasifik. apalagi orang-orang di negara kita itu kan murah hati. suka ngasih potongan dan diskon. nanti kalo buat bikin reaktor nuklir itu bahannya di-diskon, ongkosnya di-diskon, dan standar keamanannya di-diskon gimana? emangnya nyawa dan badan orang Indonesia mau di-diskon juga? asal punya nuklir, nggak papa deh kalo kakinya cuma tumbuh sebelah dan otaknya rusak karena kena radiasi.
ayo dong, Pak... kita jadi self-sufficient, yuk? ayo kita menggunakan sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan lebih menguntungkan untuk bangsa kita sendiri. saya tahu investasi yang diperlukan pasti besar sekali. tapi kita kan bisa memperhitungkan BEP-nya, bisa menghitung gimana caranya supaya negara kita mengeruk keuntungan banyak-banyak dari sumber daya yang nggak habis-habis itu. kalo soal menghitung keuntungan, anggota DPR yang ijasahnya dipertanyakan juga pinter 'kan, Pak? saya yakin minyak nabati dan tenaga surya adalah jawaban yang lebih baik daripada nuklir.
uhm, mungkin boleh juga kalo reaktornya dipasang di komplek perumahan tempat Pak SBY tinggal, dan bukannya di Semenanjung Muria. apa nggak takut sama kejadian kayak di Chernobyl, Pak?
uhm, kalo alasannya karena selama ini kita punya ketergantungan yang terlalu besar terhadap energi berbahan bakar fosil (seperti minyak dan batubara), sebetulnya ini masalah yang dihadapi oleh banyak sekali negara di dunia. bukan cuma Indonesia yang menghadapi. tapi kenapa sih kita takut akan kehabisan?
sebenarnya bukan takut lagi ya, karena emang minyak kita udah habis dijual dari sejak jaman Mafia Berkeley dulu itu. tapi sebenarnya jawabannya ada kok, Pak. coba Pak SBY ngecek lagi buku-buku IPS yang dulu saya pakai buat belajar di SD. katanya negara kita itu adalah negara agraris. artinya negara yang sebagian besar penduduknya adalah petani. well, itu penjelasan sederhana dari konsep yang menyebutkan bahwa pertanian (semestinya) adalah tulang punggung perekonomian di negara kita.
artinya apa?
konsep dasar pertanian adalah menjadi desa, masyarakat, atau negara yang self-sufficient. yang bisa mencukupi kebutuhannya sendiri akan berbagai hal. terutama dalam soal-soal pangan. nah, apakah prinsip ini bisa diaplikasikan dalam menyelesaikan ketergantungan energi ini?
BISA BANGET.
udah pernah denger soal mobil-mobil yang bahan bakarnya berasal dari minyak nabati belum Pak? itu loh... yang bisa jalan dengan cairan semacam bensin yang berasal dari minyak jagung, kedelai, gandum, atau bahkan minyak kelapa? jagung, kedelai, gandum dan kelapa itu kan bisa ditanam banyak-banyak di negara kita yang luas ini. jadi kita bisa menghasilkan minyak nabati sebanyak yang diperlukan, untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakar yang sudah tidak bisa dipenuhi lagi oleh bahan bakar fosil.
tapi PLTN kan buat pengganti energi listrik ya, Pak? bukan buat ngidupin mobil?
padahal bisa loh! ada banyak mobil hybrid sekarang. yang bisa jalan karena memakai batere. yah, kira-kira kayak tamiya lah! pasti dulu Pak SBY juga pernah beliin tamiya buat Agus dan adiknya. nah, ngecharge baterenya itu pake listrik, Pak. jadi kan listrik juga bisa dipakai untuk menghidupkan mobil. eh, tapi dari tadi saya belum cerita tentang energi alternatif lain untuk menghasilkan listrik yang banyak selain dengan nuklir ya?
coba sekarang Pak SBY keluar dari ruangan yang ber-AC dan dingin sejuk itu, lalu keluar. tapi jangan pake payung, dan jangan langsung masuk mobil. keluar aja ke halaman.
panas nggak, Pak? iya, yang bikin terasa panas itu sinar matahari namanya. dan sinar matahari ini, bisa diubah menjadi listrik, Pak. namanya listrik tenaga surya. keren ya, Pak?
kita punya sinar matahari yang melimpah ruah, Pak. dari Sabang sampai Merauke. di pantai, di gunung, di desa-desa, di berbagai kota di Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa. pokoknya banyak deh! cukup untuk bikin kulit turis jadi gosong dan gadis-gadis di pantai tampak eksotik. cukup buat mengeringkan jemuran pakaian di lebih dari 1000 pulau yang dihuni dari 13.700 lebih pulau di seluruh Indonesia. cukup buat mengeringkan sale pisang, kerupuk nasi, gabah, kopi, cengkeh, kayu, dan anak-anak sekolah yang disetrap sama gurunya.
sinar matahari itu sumber energi yang nggak ada habis-habisnya, Pak. mungkin habisnya waktu kiamat, yang sudah dekat itu. sinar matahari juga menghasilkan energi yang nggak menimbulkan terlalu banyak polusi, dan yang paling penting, sinar matahari satu-satunya sumber energi yang tidak menimbulkan ketergantungan baru lagi.
tidak akan bikin ketergantungan pada negara yang punya uranium seperti kalo kita bikin PLTN.
teruus... energi ini juga sudah terbukti efektif, lho! ada beberapa daerah di Indonesia Timur yang sudah memakai listrik dari tenaga matahari, Pak. kata mereka... bahkan ketika hari mendung, sinar matahari yang sudah diserap sebelumnya masih bisa memberi tenaga listrik sampai tiga hari kemudian. hebat 'kan, Pak?
lagian, energi nuklir itu sangat nggak aman lho, Pak. kalo aman... Perancis akan bikin percobaan meluncurkan rudal nuklir di negaranya sendiri, dan bukannya di Samudera Pasifik. apalagi orang-orang di negara kita itu kan murah hati. suka ngasih potongan dan diskon. nanti kalo buat bikin reaktor nuklir itu bahannya di-diskon, ongkosnya di-diskon, dan standar keamanannya di-diskon gimana? emangnya nyawa dan badan orang Indonesia mau di-diskon juga? asal punya nuklir, nggak papa deh kalo kakinya cuma tumbuh sebelah dan otaknya rusak karena kena radiasi.
ayo dong, Pak... kita jadi self-sufficient, yuk? ayo kita menggunakan sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan lebih menguntungkan untuk bangsa kita sendiri. saya tahu investasi yang diperlukan pasti besar sekali. tapi kita kan bisa memperhitungkan BEP-nya, bisa menghitung gimana caranya supaya negara kita mengeruk keuntungan banyak-banyak dari sumber daya yang nggak habis-habis itu. kalo soal menghitung keuntungan, anggota DPR yang ijasahnya dipertanyakan juga pinter 'kan, Pak? saya yakin minyak nabati dan tenaga surya adalah jawaban yang lebih baik daripada nuklir.
uhm, mungkin boleh juga kalo reaktornya dipasang di komplek perumahan tempat Pak SBY tinggal, dan bukannya di Semenanjung Muria. apa nggak takut sama kejadian kayak di Chernobyl, Pak?
Friday, September 14, 2007
Menyiram bunga dengan Matematika
tiba-tiba aku berpikir tentang rumus-rumus Matematika.
ceritanya aku lewat Jalan Hanoman dalam perjalanan singkat 6 menit dari rumah ke kantor. lalu aku lihat orang sedang menyiram bunga. alih-alih pake gembor, dia melubangi pantat ember dan membawa embernya keliling-keliling di sekitar petak bunga. keliatannya sama aja, sih. tapi kalo dipikir lagi, dibandingkan dengan gembor yang hanya berlubang di bagian mulutnya... pada proses mengisi air dan membawa ember itu dari keran air ke petak bunga, pasti udah ada air yang tumpah. dan bunga yang paling deket dengan keran air akan menerima air paling banyak, atau malah kebanyakan, sementara petak bunga yang letaknya paling jauh dari keran air akan menerima air paling sedikit. tanpa rumus Matematika, kita bisa tahu kalau gembor lebih efektif daripada ember yang pantatnya dilubangi.
nah, pikiran tentang rumus Matematika itu datang karena aku bertanya dalam hati, mana yang lebih efektif dan efisien. menyiram dengan gembor, atau selang air?
persoalannya dengan selang air adalah, kita nggak bisa langsung mengukur berapa banyak air yang dikeluarkan untuk sepetak bunga. kalo di gembor air kan gampang banget. sekali angkut 5 liter, tiga kali angkut 15 liter. katakan yang tumpah dalam sekali angkut 200 ml, berarti bisa menyiram seluruh petak bunga dengan 14,4 liter.
sementara untuk mengukur dengan selang air, kita harus memperhitungkan kecepatan air mengalir dan jumlah air yang keluar dari mulut selang dalam satu waktu tertentu (misalnya 5 menit), dan air yang tumpah atau nggak terpakai adalah air yang masih ada dalam badan selang setelah air dimatikan.
kalau udah bisa menghitungnya, baru ketahuan, pada saat bagaimana selang lebih efektif, dan pada saat bagaimana gembor lebih efektif. walaupun jelas pakai gembor lebih capek ngangkatnya daripada kalo pake selang air.
setelah memikirkan itu, dan tidak berhasil mengingat-ingat rumus Matematikanya, aku jadi menyesal dulu suka nggak serius sama pelajaran Matematika, dan memandang papan tulis dengan pikiran..."mo dipake apa sih rumus kayak gitu?". dan akibatnya nilai Matematika-ku emang paling bagus 7. hihihi... itu pun udah pake acara minta diajarin sama cowok ganteng tetangga depan rumah temen sekelasku.
tapi memang sepanjang sejarahku sekolah, guru Matematika yang aku temui tidak pernah berusaha membuat pelajarannya jadi menarik. sepertinya lebih menikmati citra kalau pelajaran Matematika itu sulit, kalau gurunya membosankan, atau killer.
sebenarnya ini semacam seruan buat para guru Matematika, supaya orang-orang seperti aku semakin berkurang:D
anyway, ada yang mau ngerjain hitungan Matematika buat masalah yang diatas tadi?
ceritanya aku lewat Jalan Hanoman dalam perjalanan singkat 6 menit dari rumah ke kantor. lalu aku lihat orang sedang menyiram bunga. alih-alih pake gembor, dia melubangi pantat ember dan membawa embernya keliling-keliling di sekitar petak bunga. keliatannya sama aja, sih. tapi kalo dipikir lagi, dibandingkan dengan gembor yang hanya berlubang di bagian mulutnya... pada proses mengisi air dan membawa ember itu dari keran air ke petak bunga, pasti udah ada air yang tumpah. dan bunga yang paling deket dengan keran air akan menerima air paling banyak, atau malah kebanyakan, sementara petak bunga yang letaknya paling jauh dari keran air akan menerima air paling sedikit. tanpa rumus Matematika, kita bisa tahu kalau gembor lebih efektif daripada ember yang pantatnya dilubangi.
nah, pikiran tentang rumus Matematika itu datang karena aku bertanya dalam hati, mana yang lebih efektif dan efisien. menyiram dengan gembor, atau selang air?
persoalannya dengan selang air adalah, kita nggak bisa langsung mengukur berapa banyak air yang dikeluarkan untuk sepetak bunga. kalo di gembor air kan gampang banget. sekali angkut 5 liter, tiga kali angkut 15 liter. katakan yang tumpah dalam sekali angkut 200 ml, berarti bisa menyiram seluruh petak bunga dengan 14,4 liter.
sementara untuk mengukur dengan selang air, kita harus memperhitungkan kecepatan air mengalir dan jumlah air yang keluar dari mulut selang dalam satu waktu tertentu (misalnya 5 menit), dan air yang tumpah atau nggak terpakai adalah air yang masih ada dalam badan selang setelah air dimatikan.
kalau udah bisa menghitungnya, baru ketahuan, pada saat bagaimana selang lebih efektif, dan pada saat bagaimana gembor lebih efektif. walaupun jelas pakai gembor lebih capek ngangkatnya daripada kalo pake selang air.
setelah memikirkan itu, dan tidak berhasil mengingat-ingat rumus Matematikanya, aku jadi menyesal dulu suka nggak serius sama pelajaran Matematika, dan memandang papan tulis dengan pikiran..."mo dipake apa sih rumus kayak gitu?". dan akibatnya nilai Matematika-ku emang paling bagus 7. hihihi... itu pun udah pake acara minta diajarin sama cowok ganteng tetangga depan rumah temen sekelasku.
tapi memang sepanjang sejarahku sekolah, guru Matematika yang aku temui tidak pernah berusaha membuat pelajarannya jadi menarik. sepertinya lebih menikmati citra kalau pelajaran Matematika itu sulit, kalau gurunya membosankan, atau killer.
sebenarnya ini semacam seruan buat para guru Matematika, supaya orang-orang seperti aku semakin berkurang:D
anyway, ada yang mau ngerjain hitungan Matematika buat masalah yang diatas tadi?
Wednesday, September 12, 2007
peti untuk jantungku
aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertamaku sesaat setelah sampai di Aneh-Aneh.
tempat itu adalah penggambaran yang sempurna terhadap Jones Salvage Yard milik Paman Titus dalam cerita Trio Detektif. bedanya, Aneh-Aneh melulu berisi kayu. dari pangkalan terbukanya, yang terlihat hanyalah kayu sepanjang mata memandang. sebagian besar dari kayu-kayu yang ada disana adalah bagian bonggol pohon, yang paling dekat dengan akar. lalu ada juga lempengan kayu yang tebalnya berbelas atau berpuluh senti, dengan ukuran lebar yang membuatku berdecak kagum. membayangkan bahwa lempengan kayu itu berasal dari sebuah pohon yang begitu besar, sampai diameternya bisa mencapai 2M, atau lebih. apapun yang terbuat dari kayu yang bisa kamu bayangkan ada disini. kursi, meja, lemari, papan, balok, patung, pitu kuno, kerangka rumah, tiang yang biasa ditemui dalam rumah-rumah Jawa di Kudus, patung, fosil kayu, lempengan papan yang memotong penampang melintang akar (dan membuatnya jadi mempunyai lekukan indah secara alami), serbuk kayu, serutan kayu, serpihan kayu... apapun.
di tempat itu juga aku melihat berbagai jenis kayu. jati, ebony, ulin, asam, johar, sonokeling dan entah apalagi. selain daerah hamparan terbuka, terdapat juga berbagai ruangan yang merupakan tempat penyimpanan kayu-kayu khusus, bengkel kerja untuk proyek-proyek yang berhubungan dengan kayu, ruang pamer patung dan benda-benda yang hendak dijual, kantor, rumah tinggal pak insinyur, pokoknya... tempat itu adalah labirin kayu yang menyimpan dan mengerjakan segala hal yang berhubungan dengan kayu.
dari kartu namanya, aku bisa membaca kalau Aneh-Aneh yang menyebut dirinya 'Curious Arts' ini bisa mengerjakan segala jenis furniture kayu, rumah yang bisa dibongkar pasang, mereproduksi benda-benda tua yang terbuat dari kayu (mungkin bisa juga mendiskusikan pembuatan benda antik, hihi), mencarikan benda-benda yang jarang ditemukan (aku nggak tau bendanya harus terbuat dari kayu atau nggak), juga membuat benda-benda berdasarkan pesanan.
sore itu, aku menemani Onet memesan kursi yang diinspirasi oleh desainer-arsitek-seniman kesayangannya, Gaudi.
dan saat menelusuri tempat itu, aku justru tertarik pada benda ini:
mungkin aku akan memesan peti ini untuk menyimpan jantungku. agar bisa kuberikan padamu, supaya aku bisa selamanya mengarungi lautan. dan kamu menjelma jadi penguasa lautan karena mencintaiku.
yaya, ini khayalan untuk menemani hari pertama berpuasa yang baru dimulai 5 jam yang lalu. selamat berpuasa juga buat kamu:D
tempat itu adalah penggambaran yang sempurna terhadap Jones Salvage Yard milik Paman Titus dalam cerita Trio Detektif. bedanya, Aneh-Aneh melulu berisi kayu. dari pangkalan terbukanya, yang terlihat hanyalah kayu sepanjang mata memandang. sebagian besar dari kayu-kayu yang ada disana adalah bagian bonggol pohon, yang paling dekat dengan akar. lalu ada juga lempengan kayu yang tebalnya berbelas atau berpuluh senti, dengan ukuran lebar yang membuatku berdecak kagum. membayangkan bahwa lempengan kayu itu berasal dari sebuah pohon yang begitu besar, sampai diameternya bisa mencapai 2M, atau lebih. apapun yang terbuat dari kayu yang bisa kamu bayangkan ada disini. kursi, meja, lemari, papan, balok, patung, pitu kuno, kerangka rumah, tiang yang biasa ditemui dalam rumah-rumah Jawa di Kudus, patung, fosil kayu, lempengan papan yang memotong penampang melintang akar (dan membuatnya jadi mempunyai lekukan indah secara alami), serbuk kayu, serutan kayu, serpihan kayu... apapun.
di tempat itu juga aku melihat berbagai jenis kayu. jati, ebony, ulin, asam, johar, sonokeling dan entah apalagi. selain daerah hamparan terbuka, terdapat juga berbagai ruangan yang merupakan tempat penyimpanan kayu-kayu khusus, bengkel kerja untuk proyek-proyek yang berhubungan dengan kayu, ruang pamer patung dan benda-benda yang hendak dijual, kantor, rumah tinggal pak insinyur, pokoknya... tempat itu adalah labirin kayu yang menyimpan dan mengerjakan segala hal yang berhubungan dengan kayu.
dari kartu namanya, aku bisa membaca kalau Aneh-Aneh yang menyebut dirinya 'Curious Arts' ini bisa mengerjakan segala jenis furniture kayu, rumah yang bisa dibongkar pasang, mereproduksi benda-benda tua yang terbuat dari kayu (mungkin bisa juga mendiskusikan pembuatan benda antik, hihi), mencarikan benda-benda yang jarang ditemukan (aku nggak tau bendanya harus terbuat dari kayu atau nggak), juga membuat benda-benda berdasarkan pesanan.
sore itu, aku menemani Onet memesan kursi yang diinspirasi oleh desainer-arsitek-seniman kesayangannya, Gaudi.
dan saat menelusuri tempat itu, aku justru tertarik pada benda ini:
mungkin aku akan memesan peti ini untuk menyimpan jantungku. agar bisa kuberikan padamu, supaya aku bisa selamanya mengarungi lautan. dan kamu menjelma jadi penguasa lautan karena mencintaiku.
yaya, ini khayalan untuk menemani hari pertama berpuasa yang baru dimulai 5 jam yang lalu. selamat berpuasa juga buat kamu:D
Monday, September 10, 2007
siapa yang bilang...
kalau film ini film komedi yang lucu?
jangan tertipu sama gambarnya yang cheesy, maupun pilihan font-nya, dan tampang para pemainnya yang terlihat imut. jangan cepat-cepat bilang kalo dari covernya, film ini mestinya film nggak penting kayak reality show-nya Paris Hilton yang nggak banget.
ceritanya manis dan mengalir dengan enak. dialognya enak didengarkan, nggak berlebihan dan dalam beberapa scene cukup penting untuk dikutip. dan karena film ini bercerita tentang persahabatan, banyak adegan yang terasa sangat mengharukan.
padahal aku mau nonton film ini karena dikasih tau kalo filmnya lucu dan menghibur.
tapi sekarang aku malah bersimbah air mata. haduh...
*ambil tisu lagi*
Sunday, September 09, 2007
lagi baca bukunya Pak Wimar
sekarang ini, lagi baca refleksinya Wimar Witoelar yang judulnya 'No Regrets'.
yaya, aku tau ini basi banget karena buku itu udah terbit dari sejak tahun 2002. bahkan sebelum aku lulus kuliah. tapi nggak papa kan? malah menurutku, sebaiknya aku baca buku ini skarang, karena pengalaman menyaksikan naik turunnya presiden udah aku alami beberapa kali.
Suharto-Habibie-Gus Dur-Megawati-SBY
sempat nggak nonton TV selama hampir dua tahun, dan sempat merasa ketinggalan isu-isu politik yang beredar disana sini. tapi nggak apalah. lha wong kalo ngeliat berita di TV, aku malah jadi emosi sendiri. kenapa sih otak pada nggak dipake? kok bisa-bisanya bikin kebijakan konyol kayak gitu?
tadinya kukira, kalau aku nggak ngerti isu yang beredar dan sibuk sama diriku sendiri untuk beberapa saat, aku akan lebih bisa menghargai apa yang dilakukan pemerintah negara ini dan bis amengharapkan perubahan ke arah yang lebih positif. tapi ternyata aku salah besar. rasanya segala hal makin parah aja.
aku suka berpikir kalau para politisi, orang-orang yang duduk di pemerintahan, anggota DPR yang selalu sok kebakaran jenggot tapi nggak berbuat apa-apa untuk hal-hal yang penting, sebaiknya disuruh duduk manis di kelas mata kuliah Strategi. supaya jangan terlalu sering bikin kebijakan konyol yang membuat mereka semakin bodoh. tapi kalo dipikir lagi...
mungkin mereka malah akan tertidur di kelas, mungkin mereka akan bengong dan menanyakan hal-hal yang bodoh dan tidak relevan, mungkin mereka hanya akan manggut-manggut dengan tatapan kosong dan bilang setuju sambil bertepuk tangan di akhir kelas, tapi don't have the slightest idea, apa yang dibicarakan di kelas itu. capek deh...
aku jadi memikirkan politik lagi gara-gara baca 'No Regrets'.
tapi yang paling penting sebenarnya, buku ini mengklarifikasi hal-hal yang membuat keningku berkerut di masa lalu, atas sikap dan kebijakan Gus Dur. aku jadi bisa manggut-manggut sambil bergumam "oo... ternyata gitu toh?" pada diriku sendiri sambil mebaca-baca tulisan yang tercetak di dalamnya.
makasih ya, Pak Wimar...
*kasih senyum yang paling manis*
hmmm, mungkin habis ini akan aku teruskan dengan baca 'Hell, Yeah!'
eh tapi... Cosa Nostra: A History of The Sicilian Mafia-nya masih menganggur tergeletak di meja. hihihi... kalo sama buku memang suka lapar mata. dan tau-tau khilaf berbelanja:D
Pak Wimar, kapan ke Bali lagi? nanti saya ajak makan bebek goreng:D
yaya, aku tau ini basi banget karena buku itu udah terbit dari sejak tahun 2002. bahkan sebelum aku lulus kuliah. tapi nggak papa kan? malah menurutku, sebaiknya aku baca buku ini skarang, karena pengalaman menyaksikan naik turunnya presiden udah aku alami beberapa kali.
Suharto-Habibie-Gus Dur-Megawati-SBY
sempat nggak nonton TV selama hampir dua tahun, dan sempat merasa ketinggalan isu-isu politik yang beredar disana sini. tapi nggak apalah. lha wong kalo ngeliat berita di TV, aku malah jadi emosi sendiri. kenapa sih otak pada nggak dipake? kok bisa-bisanya bikin kebijakan konyol kayak gitu?
tadinya kukira, kalau aku nggak ngerti isu yang beredar dan sibuk sama diriku sendiri untuk beberapa saat, aku akan lebih bisa menghargai apa yang dilakukan pemerintah negara ini dan bis amengharapkan perubahan ke arah yang lebih positif. tapi ternyata aku salah besar. rasanya segala hal makin parah aja.
aku suka berpikir kalau para politisi, orang-orang yang duduk di pemerintahan, anggota DPR yang selalu sok kebakaran jenggot tapi nggak berbuat apa-apa untuk hal-hal yang penting, sebaiknya disuruh duduk manis di kelas mata kuliah Strategi. supaya jangan terlalu sering bikin kebijakan konyol yang membuat mereka semakin bodoh. tapi kalo dipikir lagi...
mungkin mereka malah akan tertidur di kelas, mungkin mereka akan bengong dan menanyakan hal-hal yang bodoh dan tidak relevan, mungkin mereka hanya akan manggut-manggut dengan tatapan kosong dan bilang setuju sambil bertepuk tangan di akhir kelas, tapi don't have the slightest idea, apa yang dibicarakan di kelas itu. capek deh...
aku jadi memikirkan politik lagi gara-gara baca 'No Regrets'.
tapi yang paling penting sebenarnya, buku ini mengklarifikasi hal-hal yang membuat keningku berkerut di masa lalu, atas sikap dan kebijakan Gus Dur. aku jadi bisa manggut-manggut sambil bergumam "oo... ternyata gitu toh?" pada diriku sendiri sambil mebaca-baca tulisan yang tercetak di dalamnya.
makasih ya, Pak Wimar...
*kasih senyum yang paling manis*
hmmm, mungkin habis ini akan aku teruskan dengan baca 'Hell, Yeah!'
eh tapi... Cosa Nostra: A History of The Sicilian Mafia-nya masih menganggur tergeletak di meja. hihihi... kalo sama buku memang suka lapar mata. dan tau-tau khilaf berbelanja:D
Pak Wimar, kapan ke Bali lagi? nanti saya ajak makan bebek goreng:D
Sunday, September 02, 2007
disambiguation
Kevin told Azlina that he likes me because I'm a giggler. hihihi.
komentar yang autentik dari orang yang mengomentari Thom Yorke dalam album The Eraser dengan "how cute..."
Norman bilang aku adalah seorang komedian.
waktu itu kami baru selesai meeting sambil makan dessert di La Lucciola. tempat itu dipilih karena letaknya persis di depan pantai Kayu Aya. tapi jangan tanya harganya.
entah bagaimana, tiba-tiba obrolannya sampai pada soal kucing. Norman bercerita tentang Lucifer, kucing hitamnya yang sangat lucu sekaligus nakal.
hari itu, tetangga Norman di apartemen mengundang bosnya untuk makan. entah bagaimana, Norman tahu kalau perempuan separuh baya ini nggak begitu pintar memasak, tapi hari itu dia menyiapkan pie daging untuk menjamu bosnya. setelah pie itu matang, ia mengeluarkannya dari oven, lalu meletakkannya diatas meja supaya dingin. tapi ia lupa menutup jendela. Lucifer yang nakal kemudian masuk ke dapur wanita itu dan menyantap pie daging, sampai tertangkap basah oleh wanita malang yang harus menanggung malu di hadapan bosnya. atau kira-kira begitulah yang dia katakan ketika mendatangi apartemen Norman sambil marah-marah, sementara Norman tak kuasa menahan tawa.
aku bilang sama Norman, harusnya bos wanita itu berterima kasih pada Lucifer. "he might get poisoned, you know!" kataku pada Norman yang seketika terpingkal-pingkal.
kata Krishna, aku selalu pintar. bahkan meskipun belum makan.
makanya dia nggak setuju Indra menyebutku SAM karena aku baru smart after meal. kalaupun harus SAM, mestinya untuk smarter after meal.
kata Erwin, bertahun-tahun yang lalu, aku terlalu rasional.
karena ketika dia mengeluh panjang lebar tentang kematian teman-temannya waktu mendaki gunung, aku bilang padanya "yang meninggal harus direlakan, supaya mereka tenang. yang ditinggalkan, masih punya banyak urusan yang belum selesai. termasuk diantaranya menghadapi orangtua mereka-mereka yang meninggal, dan meminta penjelasan"
kalo dipikir-pikir lagi, ngomong begitu sama yang lagi susah itu terdengar kejam. dingin.
beberapa yang lain bilang pikiranku seperti kartun. terlalu banyak gambar yang berseliweran dalam kepalaku sampai sulit buatku untuk membedakan mana yang nyata, dan mana yang terjadi di dalam mimpi. misalnya seperti ingatan tentang senja ketika aku melihat beberapa orang Kaukasian berpakaian lusuh berjejalan di dalam mobil bak terbuka. mereka seperti kumpulan tukang batu yang baru pulang bekerja. tapi mereka Kaukasian. masa sih mereka jadi tukang batu?
sampai hari ini aku nggak ingat apakah itu mimpi atau bukan.
tapi aku juga sempat sedih karena ada dua orang yang pernah bilang kalau aku terlalu pintar dan terlalu maju. halah, itu maksudnya apa ya?
apa karena mereka merasa bodoh? apa mereka merasa minder? atau karena menurut mereka, semestinya perempuan nggak lebih pintar dan lebih maju dari laki-laki?
mayoritas orang bilang aku banyak bicara, atau disebut juga ceriwis, atau disebut juga cerewet. Ido bilang dia langsung tahu kalau aku yang datang ke Warkop karena suaraku terdengar membahana dari ujung ke ujung ruangan. "kamu nggak pernah capek bicara ya?" tanya-nya. hihihi
kalau dipikir-pikir, mulut inilah yang "memberiku makan" dalam beberapa tahun terakhir. jadi aku nggak keberatan dengan segala sebutan itu.
kemarin, Windu bilang aku ini mutant. seperti Wolverine. he? kok bisa?
*ngeluarin pisau tajam dari sela-sela jari*
aku cakar-cakar kamu, Ndu!
komentar yang autentik dari orang yang mengomentari Thom Yorke dalam album The Eraser dengan "how cute..."
Norman bilang aku adalah seorang komedian.
waktu itu kami baru selesai meeting sambil makan dessert di La Lucciola. tempat itu dipilih karena letaknya persis di depan pantai Kayu Aya. tapi jangan tanya harganya.
entah bagaimana, tiba-tiba obrolannya sampai pada soal kucing. Norman bercerita tentang Lucifer, kucing hitamnya yang sangat lucu sekaligus nakal.
hari itu, tetangga Norman di apartemen mengundang bosnya untuk makan. entah bagaimana, Norman tahu kalau perempuan separuh baya ini nggak begitu pintar memasak, tapi hari itu dia menyiapkan pie daging untuk menjamu bosnya. setelah pie itu matang, ia mengeluarkannya dari oven, lalu meletakkannya diatas meja supaya dingin. tapi ia lupa menutup jendela. Lucifer yang nakal kemudian masuk ke dapur wanita itu dan menyantap pie daging, sampai tertangkap basah oleh wanita malang yang harus menanggung malu di hadapan bosnya. atau kira-kira begitulah yang dia katakan ketika mendatangi apartemen Norman sambil marah-marah, sementara Norman tak kuasa menahan tawa.
aku bilang sama Norman, harusnya bos wanita itu berterima kasih pada Lucifer. "he might get poisoned, you know!" kataku pada Norman yang seketika terpingkal-pingkal.
kata Krishna, aku selalu pintar. bahkan meskipun belum makan.
makanya dia nggak setuju Indra menyebutku SAM karena aku baru smart after meal. kalaupun harus SAM, mestinya untuk smarter after meal.
kata Erwin, bertahun-tahun yang lalu, aku terlalu rasional.
karena ketika dia mengeluh panjang lebar tentang kematian teman-temannya waktu mendaki gunung, aku bilang padanya "yang meninggal harus direlakan, supaya mereka tenang. yang ditinggalkan, masih punya banyak urusan yang belum selesai. termasuk diantaranya menghadapi orangtua mereka-mereka yang meninggal, dan meminta penjelasan"
kalo dipikir-pikir lagi, ngomong begitu sama yang lagi susah itu terdengar kejam. dingin.
beberapa yang lain bilang pikiranku seperti kartun. terlalu banyak gambar yang berseliweran dalam kepalaku sampai sulit buatku untuk membedakan mana yang nyata, dan mana yang terjadi di dalam mimpi. misalnya seperti ingatan tentang senja ketika aku melihat beberapa orang Kaukasian berpakaian lusuh berjejalan di dalam mobil bak terbuka. mereka seperti kumpulan tukang batu yang baru pulang bekerja. tapi mereka Kaukasian. masa sih mereka jadi tukang batu?
sampai hari ini aku nggak ingat apakah itu mimpi atau bukan.
tapi aku juga sempat sedih karena ada dua orang yang pernah bilang kalau aku terlalu pintar dan terlalu maju. halah, itu maksudnya apa ya?
apa karena mereka merasa bodoh? apa mereka merasa minder? atau karena menurut mereka, semestinya perempuan nggak lebih pintar dan lebih maju dari laki-laki?
mayoritas orang bilang aku banyak bicara, atau disebut juga ceriwis, atau disebut juga cerewet. Ido bilang dia langsung tahu kalau aku yang datang ke Warkop karena suaraku terdengar membahana dari ujung ke ujung ruangan. "kamu nggak pernah capek bicara ya?" tanya-nya. hihihi
kalau dipikir-pikir, mulut inilah yang "memberiku makan" dalam beberapa tahun terakhir. jadi aku nggak keberatan dengan segala sebutan itu.
kemarin, Windu bilang aku ini mutant. seperti Wolverine. he? kok bisa?
*ngeluarin pisau tajam dari sela-sela jari*
aku cakar-cakar kamu, Ndu!
Friday, August 31, 2007
pesan dini hari
Success! All wrapped up.
So relieved.:-) hugs.
K
12:14am 31/8/07
I'm sooo happy for you, my dear. akhirnya, setelah semua masalah, kerepotan, ketegangan dan caci maki, kamu berhasil melewati semuanya dengan baik. selamat yaaa:D
oh, yours is the best sms I've received this week.
you make my day;)
So relieved.:-) hugs.
K
12:14am 31/8/07
I'm sooo happy for you, my dear. akhirnya, setelah semua masalah, kerepotan, ketegangan dan caci maki, kamu berhasil melewati semuanya dengan baik. selamat yaaa:D
oh, yours is the best sms I've received this week.
you make my day;)
Thursday, August 30, 2007
the song of the reed
And when the rose is gone, the garden faded,
you will no longer hear the nightingale.
The lover is a veil, All is Beloved,
Beloved lives, the lover is a corpse.
When Love no longer has a care for him
he's like a wingless bird - alas for him!
How can I understand the things around me
when my companion's light is not around me?
But Love demands that these words shall be spoken;
how can a mirror be without reflection?
--The Song of The Reed, dari Masnavi. The Spiritual Verses--
untuk kalian yang mendukung dan membesarkan hatiku sampai saat-saat ketika larik-larik itu selesai dituliskan. mungkin aku nggak way beyond classification, not that talented, and can not make lovely lines, but I guess I've declared it clear enough.
and to have you all meant so much for me. thank you very big yaa!
mwah!
you will no longer hear the nightingale.
The lover is a veil, All is Beloved,
Beloved lives, the lover is a corpse.
When Love no longer has a care for him
he's like a wingless bird - alas for him!
How can I understand the things around me
when my companion's light is not around me?
But Love demands that these words shall be spoken;
how can a mirror be without reflection?
--The Song of The Reed, dari Masnavi. The Spiritual Verses--
untuk kalian yang mendukung dan membesarkan hatiku sampai saat-saat ketika larik-larik itu selesai dituliskan. mungkin aku nggak way beyond classification, not that talented, and can not make lovely lines, but I guess I've declared it clear enough.
and to have you all meant so much for me. thank you very big yaa!
mwah!
Wednesday, August 29, 2007
govinda
waktu dia pergi keluar negeri, aku minta dibawakan spot wand, semacam kosmetik untuk menghilangkan noda-noda di wajah. tadinya aku nggak menyangka cowok akan mau dititipi benda semacam itu. tapi dia menyanggupi.
waktu pulang, dia tidak berhasil menemukan benda yang aku maksudkan. dia bilang, dia sudah bertanya pada penjaga toko di setiap pusat perbelanjaan yang didatanginya, tetapi hasilnya nihil. mereka malah menyarankan padanya untuk pergi ke sebuah toko yang cukup terkenal. dia tahu, aku juga memakai produk dari toko itu.
lalu aku membuka bungkusan yang diulurkannya. dia memberiku concealer.
"fungsinya sama kan?" tanyanya.
aku mengangguk sambil bergumam tak jelas. bagaimana caranya menjelaskan perbedaan mendasar antara spot wand dengan concealer pada seorang laki-laki (yang nggak dandan), tanpa membuatnya merasa gagal menemukan barang yang tepat?
aku perhatikan lagi concealer itu tanpa membukanya. aku tau benda ini mestinya datang dengan berbagai tone warna yang nyaris sama dan hanya dibedakan oleh angka.
"kenapa milih warna yang ini?" tanyaku padanya
"kan itu warna kulit kamu" katanya dengan ringan, seperti menceritakan hal yang sudah jelas. gitu aja kok pake nanya sih? kira-kira gitu deh.
dan aku tersenyum. kamu memang laki-laki yang sensitif dan bisa mengerti perempuan, mas. nggak heran ada sederet nama (termasuk aku) yang rajin mendatangimu waktu perlu curhat. tapi kok masih belum ada yang bisa membuatmu berlabuh dan meletakkan sepeda juga kamera pada prioritas ke-sekian ya?
waktu pulang, dia tidak berhasil menemukan benda yang aku maksudkan. dia bilang, dia sudah bertanya pada penjaga toko di setiap pusat perbelanjaan yang didatanginya, tetapi hasilnya nihil. mereka malah menyarankan padanya untuk pergi ke sebuah toko yang cukup terkenal. dia tahu, aku juga memakai produk dari toko itu.
lalu aku membuka bungkusan yang diulurkannya. dia memberiku concealer.
"fungsinya sama kan?" tanyanya.
aku mengangguk sambil bergumam tak jelas. bagaimana caranya menjelaskan perbedaan mendasar antara spot wand dengan concealer pada seorang laki-laki (yang nggak dandan), tanpa membuatnya merasa gagal menemukan barang yang tepat?
aku perhatikan lagi concealer itu tanpa membukanya. aku tau benda ini mestinya datang dengan berbagai tone warna yang nyaris sama dan hanya dibedakan oleh angka.
"kenapa milih warna yang ini?" tanyaku padanya
"kan itu warna kulit kamu" katanya dengan ringan, seperti menceritakan hal yang sudah jelas. gitu aja kok pake nanya sih? kira-kira gitu deh.
dan aku tersenyum. kamu memang laki-laki yang sensitif dan bisa mengerti perempuan, mas. nggak heran ada sederet nama (termasuk aku) yang rajin mendatangimu waktu perlu curhat. tapi kok masih belum ada yang bisa membuatmu berlabuh dan meletakkan sepeda juga kamera pada prioritas ke-sekian ya?
Thursday, August 23, 2007
ini Pak Nasir yang itu
aku disambut dengan senyum oleh tiga orang yang duduk di meja itu. tentu saja aku segera mendatangi Azlina, karena padanya aku berjanji untuk datang dan menemui teman-temannya dari Jakarta yang sedang ada di Ubud.
"this is Laura" katanya memperkenalkan gadis muda yang sibuk dengan pensil dan buku sketsa. wajahnya separuh asing namun bernuansa Asia. pastilah ia berdarah campuran.
"ini Pak Nasir" lelaki separuh baya itu tersenyum dan mengulurkan tangannya yang hangat.
aku duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, membaca menu yang disodorkan pelayan, memesan dan mulai terlibat dalam percakapan mereka. Laura masih sibuk berkutat dengan pensil dan buku sketsanya. sudah bertahun-tahun aku tidak menganggap sikap seperti itu sebagai tidak sopan. seniman yang baik adalah seniman yang mencurahkan hidupnya untuk berkarya.
seperti yang ditulis Laura di sampul buku sketsanya.
home is here.
home is where a pen is near.
ketika Pak Nasir bercerita mengenai "Tribute to Rumi" yang sedang dipersiapkannya untuk Ubud Writers and Readers Festival, barulah Laura bereaksi. tampaknya dia sudah Rumi overloaded, karena selama lebih dari sebulan ini, ia terus menerus mendengar Pak Nasir bicara mengenai Rumi, pada siapapun yang duduk dengannya. "No more Rumi!" katanya sebelum memutuskan pindah ke meja di sebelah.
kami tertawa.
sejujurnya aku hanya tau sedikit sekali tentang Rumi. dan sempat berpikir untuk mencari tahu lebih banyak. aku membuat mental note untuk membaca karya Rumi. segera.
pesananku datang dan aku mulai makan. sebenarnya, mereka sudah lebih lama sampai dan sudah menyelesaikan makan malam, karena aku lebih dulu menyempatkan datang ke pembukaan pameran "Luminescence"-nya Tisna Sanjaya di Tonyraka Gallery. sambil makan aku sempat bercerita tentang diriku, latar belakangku dan pekerjaanku pada Pak Nasir.
tampaknya ia tertarik, karena kemudian memutuskan untuk datang ke Komaneka hari ini.
ia kemudian bercerita tentang biografi seorang tokoh yang tengah ditulisnya. mula-mula aku mengalami kesulitan mengingat nama perempuan yang fotonya ia tunjukkan. tapi kemudian aku ingat, setelah ia memberi petunjuk tambahan. wah! dari cerita Pak Nasir, perempuan ini hebat sekali. dan dia pasti bukan penulis sembarangan kalau sampai mendapat kesempatan menulis biografinya.
Laura baru kembali ke meja kami setelah seseorang nyaris memindahkan kursinya yang saat itu kosong ke meja yang lain. ia lalu menunjukkan gambar yang dibuatnya. potret diri dengan kedua tangan tertangkup di telinga, meneriakkan "NO MORE RUMI!" dengan bulan sendu yang separuhnya tertutup awan di latar belakang. sementara di bagian bawah gambar dirinya, ia menulis "I was raw, I got baked and sold at Casa Luna"
kami semua tertawa melihatnya. Casa Luna itu Restoran dan bakery di Ubud, kalo ada yang nggak tau. dan adalah Rumi yang berkata "I was raw, I got cooked, I burned"
Laura kemudian menunjukkan buku sketsanya. karena Pak Nasir bilang kalau aku manager galeri seni dan mengkurasi pameran juga. sambil melihat drawing didalamnya, kami mulai bicara tentang Takashi Murakami. aku bilang padanya kalau menurutku Takashi adalah salah satu seniman paling penting di Asia saat ini karena karyanya merangkum pop culture, media massa dan sub culture sekaligus. karya-karyanya menjelaskan bagaimana generasi yang tumbuh pada dekade 80'an dan seterusnya dibesarkan di depan televisi, oleh kartun, anime dan manga. dan fenomena ini menurutku, tidak hanya terjadi di Jepang, tapi juga beberapa negara lain di Asia Timur dan Tenggara.
*lirik-lirik id-anime*
sampai kemudian aku menemukan salah satu halaman buku sketsa Laura berisi gadis berusia belasan, dengan ekspresi yang mengingatkanku pada Usagi Tsukino, yang bilang "Leo, do you, do you, do you want to?"
and I simply said "Franz Ferdinand"
Ha! kami ternyata sama-sama suka 4 cowok Scottish yang tergabung dalam grup post-punk itu:D
sementara Pak Nasir berurusan dengan bill (he said jokingly "di negara ini, membayar bill adalah urusan laki-laki"), Laura menulis alamat emailnya untukku, karena aku berjanji merekomendasikan bacaan tentang Takashi Murakami untuknya. ia menulis. Laura-NASIR TAMARA.
aku tertegun.
pantas wajah itu terasa familiar.
bertahun-tahun yang lalu, waktu masih SMP, setiap hari aku membaca artikel-artikel yang ditulis oleh Nasir Tamara, karena kami langganan koran Republika di rumah dan ia menjadi editor disana. wawasan dan pikiranku tumbuh bersama tulisan-tulisannya. aku belum sepenuhnya memahami apa yang kubaca saat itu, tapi setidaknya, tulisan Nasir Tamara yang paling mudah dibaca. dan tentu akibat kelihaian kamera, aku mengira ia lebih jangkung daripada waktu aku bertemu langsung dengannya tadi malam. dulu juga rasanya ia lebih kurus:p
it was nice meeting you, Pak Nasir.
"this is Laura" katanya memperkenalkan gadis muda yang sibuk dengan pensil dan buku sketsa. wajahnya separuh asing namun bernuansa Asia. pastilah ia berdarah campuran.
"ini Pak Nasir" lelaki separuh baya itu tersenyum dan mengulurkan tangannya yang hangat.
aku duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, membaca menu yang disodorkan pelayan, memesan dan mulai terlibat dalam percakapan mereka. Laura masih sibuk berkutat dengan pensil dan buku sketsanya. sudah bertahun-tahun aku tidak menganggap sikap seperti itu sebagai tidak sopan. seniman yang baik adalah seniman yang mencurahkan hidupnya untuk berkarya.
seperti yang ditulis Laura di sampul buku sketsanya.
home is here.
home is where a pen is near.
ketika Pak Nasir bercerita mengenai "Tribute to Rumi" yang sedang dipersiapkannya untuk Ubud Writers and Readers Festival, barulah Laura bereaksi. tampaknya dia sudah Rumi overloaded, karena selama lebih dari sebulan ini, ia terus menerus mendengar Pak Nasir bicara mengenai Rumi, pada siapapun yang duduk dengannya. "No more Rumi!" katanya sebelum memutuskan pindah ke meja di sebelah.
kami tertawa.
sejujurnya aku hanya tau sedikit sekali tentang Rumi. dan sempat berpikir untuk mencari tahu lebih banyak. aku membuat mental note untuk membaca karya Rumi. segera.
pesananku datang dan aku mulai makan. sebenarnya, mereka sudah lebih lama sampai dan sudah menyelesaikan makan malam, karena aku lebih dulu menyempatkan datang ke pembukaan pameran "Luminescence"-nya Tisna Sanjaya di Tonyraka Gallery. sambil makan aku sempat bercerita tentang diriku, latar belakangku dan pekerjaanku pada Pak Nasir.
tampaknya ia tertarik, karena kemudian memutuskan untuk datang ke Komaneka hari ini.
ia kemudian bercerita tentang biografi seorang tokoh yang tengah ditulisnya. mula-mula aku mengalami kesulitan mengingat nama perempuan yang fotonya ia tunjukkan. tapi kemudian aku ingat, setelah ia memberi petunjuk tambahan. wah! dari cerita Pak Nasir, perempuan ini hebat sekali. dan dia pasti bukan penulis sembarangan kalau sampai mendapat kesempatan menulis biografinya.
Laura baru kembali ke meja kami setelah seseorang nyaris memindahkan kursinya yang saat itu kosong ke meja yang lain. ia lalu menunjukkan gambar yang dibuatnya. potret diri dengan kedua tangan tertangkup di telinga, meneriakkan "NO MORE RUMI!" dengan bulan sendu yang separuhnya tertutup awan di latar belakang. sementara di bagian bawah gambar dirinya, ia menulis "I was raw, I got baked and sold at Casa Luna"
kami semua tertawa melihatnya. Casa Luna itu Restoran dan bakery di Ubud, kalo ada yang nggak tau. dan adalah Rumi yang berkata "I was raw, I got cooked, I burned"
Laura kemudian menunjukkan buku sketsanya. karena Pak Nasir bilang kalau aku manager galeri seni dan mengkurasi pameran juga. sambil melihat drawing didalamnya, kami mulai bicara tentang Takashi Murakami. aku bilang padanya kalau menurutku Takashi adalah salah satu seniman paling penting di Asia saat ini karena karyanya merangkum pop culture, media massa dan sub culture sekaligus. karya-karyanya menjelaskan bagaimana generasi yang tumbuh pada dekade 80'an dan seterusnya dibesarkan di depan televisi, oleh kartun, anime dan manga. dan fenomena ini menurutku, tidak hanya terjadi di Jepang, tapi juga beberapa negara lain di Asia Timur dan Tenggara.
*lirik-lirik id-anime*
sampai kemudian aku menemukan salah satu halaman buku sketsa Laura berisi gadis berusia belasan, dengan ekspresi yang mengingatkanku pada Usagi Tsukino, yang bilang "Leo, do you, do you, do you want to?"
and I simply said "Franz Ferdinand"
Ha! kami ternyata sama-sama suka 4 cowok Scottish yang tergabung dalam grup post-punk itu:D
sementara Pak Nasir berurusan dengan bill (he said jokingly "di negara ini, membayar bill adalah urusan laki-laki"), Laura menulis alamat emailnya untukku, karena aku berjanji merekomendasikan bacaan tentang Takashi Murakami untuknya. ia menulis. Laura-NASIR TAMARA.
aku tertegun.
pantas wajah itu terasa familiar.
bertahun-tahun yang lalu, waktu masih SMP, setiap hari aku membaca artikel-artikel yang ditulis oleh Nasir Tamara, karena kami langganan koran Republika di rumah dan ia menjadi editor disana. wawasan dan pikiranku tumbuh bersama tulisan-tulisannya. aku belum sepenuhnya memahami apa yang kubaca saat itu, tapi setidaknya, tulisan Nasir Tamara yang paling mudah dibaca. dan tentu akibat kelihaian kamera, aku mengira ia lebih jangkung daripada waktu aku bertemu langsung dengannya tadi malam. dulu juga rasanya ia lebih kurus:p
it was nice meeting you, Pak Nasir.
Subscribe to:
Posts (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...