tadi pagi para reporter di TV melaporkan kalau jalan-jalan di Jakarta belum sepadat biasanya. lalu lintas belum mengalami kemacetan, Jakarta belum pulih. dan blog ini belum diupdate sejak tanggal 1 Oktober. sampai-sampai ada yang menyindir dengan memberi komentar berlebaran di tulisan yang sama sekali tidak bercerita tentang lebaran.
*tendang yang nyindir, hihihi*
eh, tapi maafin lahir dan batin juga yaaa...
tidak menulis setelah sekian lama, membuat otakku sedikit beku dan jari-jariku rada lupa sama tempat tuts di keyboard. dari tadi ngetik salah terus. padahal yang diketik cuma junk oneliner. gimana coba kalo panjang?
anyway, aku sempat punya khayalan muluk akan menulis selama berlibur di Malang dan Pacitan. tentu saja gagal total. aku hanya berhasil mendownload email-email yang masuk ke account kantor (kalo nggak, bisa-bisa aku terkubur ratusan email) dan memberi makan Puff, my magic dragun fluff friend. hayooo... yang pada kecanduan facebook, apakah binatang piaraannya udah pada dikasih makan?
tapi tadi malem otakku udah sedikit terasah setelah nonton Sur Mes Lèvres, film Perancis yang adalah gabungan dari genre drama, thriller dan crime. jalan ceritanya tertata dengan baik dan detail yang ada dalam film itu semuanya dipikirkan dan dieksekusi dengan baik. walapun semua cerita tentang tokoh-tokohnya 'selesai', tapi nggak berakhir dengan memaksa, dan sama sekali nggak cheesy. aku sangat lega waktu Carla dan Paul akhirnya berhasil. mengingat segala kerepotan yang mereka alami;)
buat Trinie Lupin, mungkin kalo kamu nonton film ini, kamu akan lebih memahaminya dengan baik, daripada aku:) jangan lupa kalo nonton harus bersama orang yang menyenangkan, dan yang membuatmu merasa nyaman. karena teman nonton yang asyik itu sangat penting!
jadi sekarang ini, aku mau bercerita tentang segala macam hal yang teringat dari liburanku selama 8 hari penuh. hari-hari yang bikin Iman (bukan kamu, mBu) protes karena ditinggalin kantor begitu lama. heran, sekretaris ditinggal bosnya pergi kok malah bete. yang jamak sih mestinya hepi berat.
tapi sebelum bercerita, marilah memakai blotting tissue untuk membersihkan minyak dari wajah di hari yang panas dan gerah ini.
Makanan buatan Mama
hal yang paling utama dan paling penting dari liburan adalah kesempatan makan yang enak, banyak, gratis dan bisa dipilih sendiri menunya. aku sudah menyiapkan list yang isinya daftar masakan yang sangat susah kutemukan di Ubud (atau Bali) dan kalopun kutemukan, rasanya nggak seenak buatan Mama. setiap hari, aku nggak pernah merasa lapar, karena Mama memasak ini itu dan aku akan makan dengan riang dan gembira. mau naik berapa kilo juga boleh deh. toh aku turun 4 kg selama Ramadhan. aku sampe terharu deh. selama seminggu itu, di meja nggak pernah ada ayam broiler di meja. Opor dan masakan lain yang berbahan dasar ayam dibuat dari ayam kampung karena aku alergi ayam broiler. lalu di hari terakhir, selain Lemper isi daging, Mama juga membuat Sayur Nangka yang sedappp!!! sebagai ganti lodeh nangkaku yang hilang. Mama juga sempat bikin Tong Seng, Rawon, Bihun Goreng yang juara!, Kering Tempe, Sayur Buncis dan Tahu yang enak dimakan dengan lontong, juga Sup Sayuran, dan Ikan Layur segar yang digoreng kering ditemani sambal kecap.
sigh, sementara seminggu ini aku harus detox untuk membersihan sistem pencernaan dengan hanya minum jus dan air putih. tapi aku kok cerita tentang berbagai makanan ini ya?
tapi foto-fotonya adalah foto cemilan tradisional waktu lebaran. minus Kolang kaling manis berwarna hijau yang harum dan enak banget. keripik-keripik dan rengginang ini sengaja aku upload untuk Joan.
Warisan
bagian ini aku tulis sekalian buat memperingati diriku sendiri.
sesama saudara sedarah itu, bagaimanapun juga nggak akan bisa terhapus hubungannya. jangan hanya sewaktu muda aja jadi saudara kandung, tapi setelah besar nggak mau bicara satu sama lain karena masalah harta. I believe that blood is thicker than water.
buat orang-orang tua yang merasa punya warisan juga, sebaiknya sejak awal menulis surat wasiat. supaya ketahuan siapa yang mendapatkan apa dan berapa banyak, di sebelah mana.
liburan ini, aku menyaksikan kisah nyata yang berlaku seperti cerita shitnetron yang paling ngetop dan paling digemari. karena ada perebutan harta, intrik dengan wanita ketiga dan kedengkian. tinggal kurang polisi dan penjahat aja untuk jadi film India.
KAPAN???
tentu saja pertanyaan ini keluar. hihihi...
dan karena aku udah tau pertanyaan ini akan keluar, aku sudah menyiapkan berbagai versi jawaban sesuai dengan jenis pertanyaan yang diajukan, dan intensitas rasa ingin tahu yang bersangkutan.
kalo yang bertanya membahasnya dengan serius dan penuh nada kekhawatiran, aku juga menjawabnya dengan serius, dengan nada yang menenangkan.
"tentu saja menikah itu aku pikirkan. tapi kalau belum ada yang bisa diajak berpikir tentang itu, jadinya kan absurd tuh. kayak lukisan abstrak tanpa bentuk. ya nggak?"
nah, kalo yang bertanya nadanya sedikit menggoda, dan biasanya dilakukan tetangga dan tante-tante yang masih muda, serta mengaku udah gatal pengen bantu-bantu kalo Papa-Mama bikin hajatan, aku bilang
"segera, tante. siap-siap rewang ya??"
kalo mereka melanjutkannya dengan tanya
"calonnya siapa? orang mana?"
aku akan menjawab dengan nada yakin
"tinggal satu itu yang saya belum tahu, tante. kalau persiapan yang lain sih udah beres"
kalo yang bertanya menambahi dengan ucapan "jangan terlalu milih-milih"
aku akan bilang "jodoh itu kan Allah yang menentukan, tante. walopun aku milih, kalo nggak sesuai dengan ketentuannya Allah, nggak akan bisa jadi. cuma nggak tau nih, apa masih nyasar atau gimana, kok nggak datang-datang jodohnya. oyah, tante kan udah naik haji... dibandingkan sama aku mestinya doanya tante lebih makbul. boleh titip salam, tolong tanyain jodohku udah sampe dimana?"
tapi jawaban standarnya sih begini
"nanti kalo udah ada kepastian, pasti dikasih tau, Pakdhe (atau panggilan yang lain, disesuaikan dengan yang bertanya). jangan khawatir. pasti dikabarin, bikin press conference dan ngundang orang-orang. belum pernah main ke rumah di Malang kan?"
Rumah Nenek
keluarga besarku berasal dari Pacitan. Papa dan Mama sama-sama lahir dan besar disana. tapi tahun ini, di rumah keluarga Papa sudah nggak ada Mbah lagi karena Mbah Kakung dan Putri sama-sama sudah meninggal. tahun lalu, selain Mbah Putri dari Papa dan Mama, aku masih punya Eyang Putri, nenek buyutku yang juga neneknya Mama.
tahun ini, rumah Mbah Putri dari Mama dan Papa sama-sama kosong. dari keluarga Papa karena barusan meninggal Mei lalu, sementara dari Mama karena pindah ke rumah Bulik. sedih banget deh melihat dua rumah yang dulu begitu hidup dan meriah dan penuh warna, sekarang jadi sunyi senyap dan mati. huhuhu...
tapi memang perubahan itu nggak bisa dicegah ya?
setelah Paklik dan Bulik-ku menikah, pekarangan yang dulunya halaman luas dan jadi tempat menanam buah dan sayur disulap jadi rumah. sementara Mbah Kakung dan Putri semakin tua, sampai akhirnya rumah induk ditutup, menjadi kos-kosan yang sepi tak bertuan selama penghuninya mudik ke kampung masing-masing.
Pantai dan Dermaga
Pacitan itu terletak di tepi Samudera Hindia. lautnya hijau dan ombaknya besar. pasirnya putih. banyak ikan. seumur hidupku, aku selalu ingat, kapanpun bisa makan ikan sebanyak-banyaknya di Pacitan. pas lebaran hari kedua , pasar sudah buka dan aku pergi membeli ikan sama Mama. kami belanja Layur, ikan gurih yang tipis memanjang berwarna perak dengan kepala berbentuk segitiga. tapi di kedai Budhe Karti ada juga Tuna segar (yang pasti enak dibuat Spicy Tuna Salad), ikan Abon, ikan Kakap Merah dan ikan Singapur yang lebih kecil tapi warnanya mirip. selain itu masih ada udang segar yang merona menggoda dan cumi-cumi yang menghitam berkubang tinta.
setiap hari selama di Pacitan, aku selalu pergi ke pantai. berjalan-jalan sepanjang pasir dan membiarkan kakiku basah disapu ombak yang rajin berdatangan.
sayangnya, aku nggak pergi ke dermaga tempat ikan-ikan diturunkan setiap pagi, yang letaknya hanya 200 meter dari tempat pelelangan ikan. abisnya, kapal-kapal itu datangnya pagi banget sih. dan kalo mau ikan yang rasanya masih manis karena baru turun dari kapal nelayan, harus mau duduk tertusuk angin laut yang dingin pada pukul empat pagi!
jadi aku cuma foto-foto aja di deket dermaga. dan juga di pantai.
Tasya Miranda
teman baiknya Mama selama beberapa bulan terakhir. matanya lentik dan senyumnya manis. suka makan kerupuk, es krim dan cokelat. setiap hari ia akan datang untuk melihat ikan di aquarium di ruang tengah kami. dia akan minta seseorang untuk menyeret kursi makan ke dekat aquarium supaya bisa berdiri diatasnya, memandang ikan-ikan dari tempat yang lebih nyaman. dia belum bisa membedakan panggilan untuk Mama dan Papa, jadilah Tasya memanggil Papa dengan "Bu Hanan" instead of "Pak Hanan", hihihi.
maklum, umurnya baru dua tahun setengah. anak Oom Ivan yang jarak tempat tinggalnnya cuma serumah dari rumah Mamaku. selain ikan, dia juga suka kucing, burung dan ayam. terbukti waktu aku ajak pergi ke Pasar Burung di belakang hotel Splendid Inn, dia sibuk mendatangi kandang dan sangkar berbagai binatang sambil bilang "ini kucingnya Chaca. ini ayamnya Chaca. ini burungnya Chaca" satu-satunya binatang yang dia takuti di pasar itu, dan nggak dia tanyakan "itu apa, mbak?" adalah kura-kura. pelukannya mengerat dan agak panik waktu aku menggendongnya melewati kandang kura-kura.
kalo ada Tasya, kegemaranku berkhayal akan tersalurkan dengan baik. dia akan mengajakku naik ke lengan sofa sambil bilang "ayo naik kuda!" dan aku akan berkuda dengannya ke arah tembok. "kita kemana, mbak?" tanyanya.
"kita pergi nabrak tembok" jawabku.
tapi memang ngobrol sama anak seumur dia itu absurd. mungkin seperti bercakap-cakap dengan Andy Warhol. coba nonton Factory Girl, deh. suatu sore aku sedang menyetrika pakaian dan dia ikutan masuk ke dalam kamar yang dulunya kamar adik laki-lakiku. di dinding penuh ditempeli poster klub bola, kesebelasannya, pemain bintangnya dan berbagai logo kesebelasan sepak bola. ampun deh... sesorean aku harus menjawab pertanyaan "itu siapa?" yang nggak ada habisnya. kalo pas ada namanya sih aku tinggal baca. tapi kalo namanya nggak ketulis? aku nggak tega buat kasih jawaban ngawur. Mama yang lewat di depan pintu kamar sambil ketawa bilang
"sabar ya, mbak. nggak boleh capek jawabnya, dan nggak boleh nggak dijawab lhoo"
yeah, rite.
dua hal yang paling aku ingat dari Tasya Miranda adalah suara tawanya yang khas dan serak basah "Hohoho" dan seruannya waktu masuk ke dalam rumah, atau waktu ada yang mengganggunya. "Hoy!".
hihihihi, dik Tasya boleh main bajak laut sama mbak Ina, kalo gitu. ahoy matey!
KFC?
bangunan ini aku temukan di Taman Dayu, di tengah-tengah jalan antara Surabaya dan Malang. sebetulnya dulu Taman Dayu itu komplek perumahan yang punya konsep keren banget. mendekatkan diri pada alam, serba natural dan hijau dan sehat. tapi karena ternyata orang-orang yang punya gaya hidup seperti itu dan punya duit untuk beli rumah disitu jarang yang bersedia tinggal di tempat yang out of nowhere, trus udah gitu ada kolam lumpur raksasa yang bikin ribuan orang maleeeeessss banget kalo harus melewati jalan panjang nan macet antara Surabaya dan Malang (tepatnya di sekitar Porong) jadilah Taman Dayu bergeser kelas menjadi komplek perumahan yang nggak ada bedanya dengan komplek lain yang lebih murahan.
itu sih analisaku digabungkan dengan analisa Papa soal keberadaaan KFC yang bentuknya nggak banget di bagian depan kompleks Taman Dayu ini. arsitekturnya menggabungkan antara kubah masjid dengan La Sagrada Familia. hasilnya?
bisa dilihat sendiri.
wah!
tidak terasa sekarang udah sore banget yaaa... padahal tulisan ini tadi kumulai waktu tengah hari. disambil dengan angkat telepon, meeting informal, chatting, balas pesan-pesan di facebook, dan memikirkan ide untuk copywriting satu iklan. tentu saja idenya masih belum dapat. jadi harus diteruskan dengan bertapa di kamar malam ini, sambil membongkar bahan yang sudah terkumpul.
Minal Aidin wal Faidzin yaaa...
Maafin aku lahir dan batin atas segala salah kata, salah kutip dan salah tulis di blog ini. juga kalo-kalo ada yang nggak berkenan di shoutbox dan gambar-gambarnya.
*tendang yang nyindir, hihihi*
eh, tapi maafin lahir dan batin juga yaaa...
tidak menulis setelah sekian lama, membuat otakku sedikit beku dan jari-jariku rada lupa sama tempat tuts di keyboard. dari tadi ngetik salah terus. padahal yang diketik cuma junk oneliner. gimana coba kalo panjang?
anyway, aku sempat punya khayalan muluk akan menulis selama berlibur di Malang dan Pacitan. tentu saja gagal total. aku hanya berhasil mendownload email-email yang masuk ke account kantor (kalo nggak, bisa-bisa aku terkubur ratusan email) dan memberi makan Puff, my magic dragun fluff friend. hayooo... yang pada kecanduan facebook, apakah binatang piaraannya udah pada dikasih makan?
tapi tadi malem otakku udah sedikit terasah setelah nonton Sur Mes Lèvres, film Perancis yang adalah gabungan dari genre drama, thriller dan crime. jalan ceritanya tertata dengan baik dan detail yang ada dalam film itu semuanya dipikirkan dan dieksekusi dengan baik. walapun semua cerita tentang tokoh-tokohnya 'selesai', tapi nggak berakhir dengan memaksa, dan sama sekali nggak cheesy. aku sangat lega waktu Carla dan Paul akhirnya berhasil. mengingat segala kerepotan yang mereka alami;)
buat Trinie Lupin, mungkin kalo kamu nonton film ini, kamu akan lebih memahaminya dengan baik, daripada aku:) jangan lupa kalo nonton harus bersama orang yang menyenangkan, dan yang membuatmu merasa nyaman. karena teman nonton yang asyik itu sangat penting!
jadi sekarang ini, aku mau bercerita tentang segala macam hal yang teringat dari liburanku selama 8 hari penuh. hari-hari yang bikin Iman (bukan kamu, mBu) protes karena ditinggalin kantor begitu lama. heran, sekretaris ditinggal bosnya pergi kok malah bete. yang jamak sih mestinya hepi berat.
tapi sebelum bercerita, marilah memakai blotting tissue untuk membersihkan minyak dari wajah di hari yang panas dan gerah ini.
Makanan buatan Mama
hal yang paling utama dan paling penting dari liburan adalah kesempatan makan yang enak, banyak, gratis dan bisa dipilih sendiri menunya. aku sudah menyiapkan list yang isinya daftar masakan yang sangat susah kutemukan di Ubud (atau Bali) dan kalopun kutemukan, rasanya nggak seenak buatan Mama. setiap hari, aku nggak pernah merasa lapar, karena Mama memasak ini itu dan aku akan makan dengan riang dan gembira. mau naik berapa kilo juga boleh deh. toh aku turun 4 kg selama Ramadhan. aku sampe terharu deh. selama seminggu itu, di meja nggak pernah ada ayam broiler di meja. Opor dan masakan lain yang berbahan dasar ayam dibuat dari ayam kampung karena aku alergi ayam broiler. lalu di hari terakhir, selain Lemper isi daging, Mama juga membuat Sayur Nangka yang sedappp!!! sebagai ganti lodeh nangkaku yang hilang. Mama juga sempat bikin Tong Seng, Rawon, Bihun Goreng yang juara!, Kering Tempe, Sayur Buncis dan Tahu yang enak dimakan dengan lontong, juga Sup Sayuran, dan Ikan Layur segar yang digoreng kering ditemani sambal kecap.
sigh, sementara seminggu ini aku harus detox untuk membersihan sistem pencernaan dengan hanya minum jus dan air putih. tapi aku kok cerita tentang berbagai makanan ini ya?
tapi foto-fotonya adalah foto cemilan tradisional waktu lebaran. minus Kolang kaling manis berwarna hijau yang harum dan enak banget. keripik-keripik dan rengginang ini sengaja aku upload untuk Joan.
Warisan
bagian ini aku tulis sekalian buat memperingati diriku sendiri.
sesama saudara sedarah itu, bagaimanapun juga nggak akan bisa terhapus hubungannya. jangan hanya sewaktu muda aja jadi saudara kandung, tapi setelah besar nggak mau bicara satu sama lain karena masalah harta. I believe that blood is thicker than water.
buat orang-orang tua yang merasa punya warisan juga, sebaiknya sejak awal menulis surat wasiat. supaya ketahuan siapa yang mendapatkan apa dan berapa banyak, di sebelah mana.
liburan ini, aku menyaksikan kisah nyata yang berlaku seperti cerita shitnetron yang paling ngetop dan paling digemari. karena ada perebutan harta, intrik dengan wanita ketiga dan kedengkian. tinggal kurang polisi dan penjahat aja untuk jadi film India.
KAPAN???
tentu saja pertanyaan ini keluar. hihihi...
dan karena aku udah tau pertanyaan ini akan keluar, aku sudah menyiapkan berbagai versi jawaban sesuai dengan jenis pertanyaan yang diajukan, dan intensitas rasa ingin tahu yang bersangkutan.
kalo yang bertanya membahasnya dengan serius dan penuh nada kekhawatiran, aku juga menjawabnya dengan serius, dengan nada yang menenangkan.
"tentu saja menikah itu aku pikirkan. tapi kalau belum ada yang bisa diajak berpikir tentang itu, jadinya kan absurd tuh. kayak lukisan abstrak tanpa bentuk. ya nggak?"
nah, kalo yang bertanya nadanya sedikit menggoda, dan biasanya dilakukan tetangga dan tante-tante yang masih muda, serta mengaku udah gatal pengen bantu-bantu kalo Papa-Mama bikin hajatan, aku bilang
"segera, tante. siap-siap rewang ya??"
kalo mereka melanjutkannya dengan tanya
"calonnya siapa? orang mana?"
aku akan menjawab dengan nada yakin
"tinggal satu itu yang saya belum tahu, tante. kalau persiapan yang lain sih udah beres"
kalo yang bertanya menambahi dengan ucapan "jangan terlalu milih-milih"
aku akan bilang "jodoh itu kan Allah yang menentukan, tante. walopun aku milih, kalo nggak sesuai dengan ketentuannya Allah, nggak akan bisa jadi. cuma nggak tau nih, apa masih nyasar atau gimana, kok nggak datang-datang jodohnya. oyah, tante kan udah naik haji... dibandingkan sama aku mestinya doanya tante lebih makbul. boleh titip salam, tolong tanyain jodohku udah sampe dimana?"
tapi jawaban standarnya sih begini
"nanti kalo udah ada kepastian, pasti dikasih tau, Pakdhe (atau panggilan yang lain, disesuaikan dengan yang bertanya). jangan khawatir. pasti dikabarin, bikin press conference dan ngundang orang-orang. belum pernah main ke rumah di Malang kan?"
Rumah Nenek
keluarga besarku berasal dari Pacitan. Papa dan Mama sama-sama lahir dan besar disana. tapi tahun ini, di rumah keluarga Papa sudah nggak ada Mbah lagi karena Mbah Kakung dan Putri sama-sama sudah meninggal. tahun lalu, selain Mbah Putri dari Papa dan Mama, aku masih punya Eyang Putri, nenek buyutku yang juga neneknya Mama.
tahun ini, rumah Mbah Putri dari Mama dan Papa sama-sama kosong. dari keluarga Papa karena barusan meninggal Mei lalu, sementara dari Mama karena pindah ke rumah Bulik. sedih banget deh melihat dua rumah yang dulu begitu hidup dan meriah dan penuh warna, sekarang jadi sunyi senyap dan mati. huhuhu...
tapi memang perubahan itu nggak bisa dicegah ya?
setelah Paklik dan Bulik-ku menikah, pekarangan yang dulunya halaman luas dan jadi tempat menanam buah dan sayur disulap jadi rumah. sementara Mbah Kakung dan Putri semakin tua, sampai akhirnya rumah induk ditutup, menjadi kos-kosan yang sepi tak bertuan selama penghuninya mudik ke kampung masing-masing.
Pantai dan Dermaga
Pacitan itu terletak di tepi Samudera Hindia. lautnya hijau dan ombaknya besar. pasirnya putih. banyak ikan. seumur hidupku, aku selalu ingat, kapanpun bisa makan ikan sebanyak-banyaknya di Pacitan. pas lebaran hari kedua , pasar sudah buka dan aku pergi membeli ikan sama Mama. kami belanja Layur, ikan gurih yang tipis memanjang berwarna perak dengan kepala berbentuk segitiga. tapi di kedai Budhe Karti ada juga Tuna segar (yang pasti enak dibuat Spicy Tuna Salad), ikan Abon, ikan Kakap Merah dan ikan Singapur yang lebih kecil tapi warnanya mirip. selain itu masih ada udang segar yang merona menggoda dan cumi-cumi yang menghitam berkubang tinta.
setiap hari selama di Pacitan, aku selalu pergi ke pantai. berjalan-jalan sepanjang pasir dan membiarkan kakiku basah disapu ombak yang rajin berdatangan.
sayangnya, aku nggak pergi ke dermaga tempat ikan-ikan diturunkan setiap pagi, yang letaknya hanya 200 meter dari tempat pelelangan ikan. abisnya, kapal-kapal itu datangnya pagi banget sih. dan kalo mau ikan yang rasanya masih manis karena baru turun dari kapal nelayan, harus mau duduk tertusuk angin laut yang dingin pada pukul empat pagi!
jadi aku cuma foto-foto aja di deket dermaga. dan juga di pantai.
Tasya Miranda
teman baiknya Mama selama beberapa bulan terakhir. matanya lentik dan senyumnya manis. suka makan kerupuk, es krim dan cokelat. setiap hari ia akan datang untuk melihat ikan di aquarium di ruang tengah kami. dia akan minta seseorang untuk menyeret kursi makan ke dekat aquarium supaya bisa berdiri diatasnya, memandang ikan-ikan dari tempat yang lebih nyaman. dia belum bisa membedakan panggilan untuk Mama dan Papa, jadilah Tasya memanggil Papa dengan "Bu Hanan" instead of "Pak Hanan", hihihi.
maklum, umurnya baru dua tahun setengah. anak Oom Ivan yang jarak tempat tinggalnnya cuma serumah dari rumah Mamaku. selain ikan, dia juga suka kucing, burung dan ayam. terbukti waktu aku ajak pergi ke Pasar Burung di belakang hotel Splendid Inn, dia sibuk mendatangi kandang dan sangkar berbagai binatang sambil bilang "ini kucingnya Chaca. ini ayamnya Chaca. ini burungnya Chaca" satu-satunya binatang yang dia takuti di pasar itu, dan nggak dia tanyakan "itu apa, mbak?" adalah kura-kura. pelukannya mengerat dan agak panik waktu aku menggendongnya melewati kandang kura-kura.
kalo ada Tasya, kegemaranku berkhayal akan tersalurkan dengan baik. dia akan mengajakku naik ke lengan sofa sambil bilang "ayo naik kuda!" dan aku akan berkuda dengannya ke arah tembok. "kita kemana, mbak?" tanyanya.
"kita pergi nabrak tembok" jawabku.
tapi memang ngobrol sama anak seumur dia itu absurd. mungkin seperti bercakap-cakap dengan Andy Warhol. coba nonton Factory Girl, deh. suatu sore aku sedang menyetrika pakaian dan dia ikutan masuk ke dalam kamar yang dulunya kamar adik laki-lakiku. di dinding penuh ditempeli poster klub bola, kesebelasannya, pemain bintangnya dan berbagai logo kesebelasan sepak bola. ampun deh... sesorean aku harus menjawab pertanyaan "itu siapa?" yang nggak ada habisnya. kalo pas ada namanya sih aku tinggal baca. tapi kalo namanya nggak ketulis? aku nggak tega buat kasih jawaban ngawur. Mama yang lewat di depan pintu kamar sambil ketawa bilang
"sabar ya, mbak. nggak boleh capek jawabnya, dan nggak boleh nggak dijawab lhoo"
yeah, rite.
dua hal yang paling aku ingat dari Tasya Miranda adalah suara tawanya yang khas dan serak basah "Hohoho" dan seruannya waktu masuk ke dalam rumah, atau waktu ada yang mengganggunya. "Hoy!".
hihihihi, dik Tasya boleh main bajak laut sama mbak Ina, kalo gitu. ahoy matey!
KFC?
bangunan ini aku temukan di Taman Dayu, di tengah-tengah jalan antara Surabaya dan Malang. sebetulnya dulu Taman Dayu itu komplek perumahan yang punya konsep keren banget. mendekatkan diri pada alam, serba natural dan hijau dan sehat. tapi karena ternyata orang-orang yang punya gaya hidup seperti itu dan punya duit untuk beli rumah disitu jarang yang bersedia tinggal di tempat yang out of nowhere, trus udah gitu ada kolam lumpur raksasa yang bikin ribuan orang maleeeeessss banget kalo harus melewati jalan panjang nan macet antara Surabaya dan Malang (tepatnya di sekitar Porong) jadilah Taman Dayu bergeser kelas menjadi komplek perumahan yang nggak ada bedanya dengan komplek lain yang lebih murahan.
itu sih analisaku digabungkan dengan analisa Papa soal keberadaaan KFC yang bentuknya nggak banget di bagian depan kompleks Taman Dayu ini. arsitekturnya menggabungkan antara kubah masjid dengan La Sagrada Familia. hasilnya?
bisa dilihat sendiri.
wah!
tidak terasa sekarang udah sore banget yaaa... padahal tulisan ini tadi kumulai waktu tengah hari. disambil dengan angkat telepon, meeting informal, chatting, balas pesan-pesan di facebook, dan memikirkan ide untuk copywriting satu iklan. tentu saja idenya masih belum dapat. jadi harus diteruskan dengan bertapa di kamar malam ini, sambil membongkar bahan yang sudah terkumpul.
Minal Aidin wal Faidzin yaaa...
Maafin aku lahir dan batin atas segala salah kata, salah kutip dan salah tulis di blog ini. juga kalo-kalo ada yang nggak berkenan di shoutbox dan gambar-gambarnya.