Sunday, August 13, 2006

foto, buku dan maskara

usia adalah salah satu hal yang tidak pantas ditanyakan pada seorang wanita, oleh karena itulah, sampai saat ini aku tetap tidak tahu berapa sebenarnya usia Gill Marais. yang aku tahu, dia menghabiskan tujuhbelas tahun dari usianya itu untuk memotret berbagai upacara di seluruh pelosok Bali. karya-karyanya mewakili ketekunan, persahabatan dan keberuntungan. tekun karena ada seri foto upacara yang memerlukan sedikitnya lima tahun untuk melengkapinya. Gill akan datang ke upacara yang sama setiap tahun, berusaha memotret ulang momen-momen yang ia lewatkan, sampai semuanya menjadi komplet. untuk memotret karya-karya itu, dia perlu bersahabat dengan orang Bali, dengan para pemangku, pedanda dan pendeta, karena sangat tidak mungkin seorang turis tanpa permisi datang membawa kamera canggih dengan berbagai lensa, tripod, dan flash seperti senter lalu mengambil foto sebanyak-banyaknya. dari persahabatan itu, Gill beruntung bisa mendapatkan akses khusus untuk masuk ke daerah yang suci, misalnya Jeroan pura, agar bisa memotret saat-saat para pendeta menyadarkan orang setelah trance, misalnya.

foto-foto karya Gill mempertemukanku dengannya. bersama dengan pertemuan itu, aku juga berjumpa dengan sepasang ibu-anak yang mengumpulkan karya-karya Gill dan mencetaknya menjadi buku. Sarita Newson adalah wanita yang terlihat lembut hati dan sabar. jenis orang yang bisa meluluhkan kekerasan hati dengan senyum dan kata-kata lembut, tanpa mengurangi ketegasannya. hal-hal inilah yang dia wariskan juga pada anaknya, Kadek Krishna Adidharma, lulusan teknik lingkungan yang dengan rendah hati akan bilang "cuma bantu-bantu ibu saja" setiap kali ditanya apa kesibukannya. jawaban yang memberi kesan seolah yang dilakukannya adalah beli minyak tanah ke warung, atau cuci piring setelah makan malam, dan bukannya mengelola sebuah kantor yang menerbitkan buku untuk diedarkan secara internasional.

sekali lagi, aku harus merasa beruntung karena punya kesempatan untuk mengerjakan suatu hal yang melibatkan keindahan, dan bisa menyentuh hati orang banyak pada saat yang sama. foto-foto yang dimasukkan dalam buku berjudul Sacred and Secret itu, merekam banyak hal yang sarat makna. ritual berusia ratusan tahun, yang lebih banyak dilakukan daripada dipahami. upacara-upacara yang dilakukan dengan standar yang diiturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. dengan detil dan kerja keras yang mengagumkan.

Photobucket - Video and Image Hosting

jadi! buat yang mau lihat pamerannya, harus buru-buru ke Komaneka, karena semua karya diturunkan dari dinding pada tanggal 22 Agustus. dan kalo mau beli bukunya, yang di indonesia untuk sementara cuma ada 300 buah saja (dan terus berkurang setiap hari), bisa japri aku juga.

OK!... yang barusan itu tadi spam. tapi kan ini blogku, jadi boleh dong... promosi sedikit. lagipula, aku pikir aku perlu melakukannya untuk Gill yang gigih dalam perburuan fotonya, dan untuk Sarita yang sangat menghargai kerja kecil yang aku lakukan untuk mereka, serta untuk Krishna, orang pertama yang mengerti dan bersedia menyetir dengan hati-hati ditengah arus lalu lintas Ubud-Denpasar yang padat, sehingga aku berhasil memakai maskara tanpa belepotan waktu menumpang mobilnya.

Wednesday, July 26, 2006

a force more powerful

Even so tyrants... the more is given them, the more they are obeyed, so much the more do they fortify themselves, become stronger and more able to annihilate and destroy. If nothing be given them, if they be not obeyed, without fighting, without striking a blow, they remain naked, disarmed and are nothing--like as the root of a tree, receiving no moisture or nourishment, becomes dry and dead.

--Etienne de la Boetie, 1577

sekumpulan ibu-ibu di Swedia memutuskan untuk mengambil tindakan pada sebuah perusahaan besar, yang memproduksi mainan-mainan yang berbau kekerasan untuk anak-anak berusia 3-12 tahun. instead of making something for children education, mainan yang diproduksi perusahaan itu mengajarkan pada anak-anak untuk saling memukul, berkelahi dan menghancurkan. demonstrasi, surat pembaca, artikel di media... semua jalan menyuarakan pendapat mereka sudah dilakukan, tapi perusahaan itu bergeming. satu-satunya jalan adalah memberi perusahaan ini sebuah pelajaran.
tanpa banyak penjelasan, mereka berhasil memasuki kantor perusahaan itu di malam hari dan menuangkan beberapa ember air berisi kepala ikan busuk dan isi perut ikan di lantai kantor.
tak lupa mereka tinggalkan tulisan berisi tuntutan untuk menghentikan produksi mainan berbau kekerasan tersebut. mereka berhasil.

ilustrasi semacam ini diceritakan Pak Rizal di salah satu kelasnya untuk mengawali pokok bahasan tentang aksi nirkekerasan. tanpa darah, tanpa korban jiwa, kelompok ibu-ibu dalam cerita diatas bisa mengalahkan arogansi perusahaan besar yang tidak mau mendengarkan suara mereka. cerita yang menggugah dan mempengaruhiku, sampai sekarang.

sejak saat itu, aku selalu percaya bahwa aksi di tingkatan akar rumput, yang dilakukan orang biasa, yang (meskipun) tidak dikenal dan tidak berpengaruh, asal dilakukan secara solid dan sporadis, dengan kesabaran terus menerus dan cara-cara yang kreatif, bisa membuat perubahan. kekuatan rakyat yang menumbangkan rejim Marcos, solidaritas di Polandia yang menumbangkan komunisme dan aksi damai untuk menurunkan Milosevic dari kekuasaan sekaligus mengirimnya ke pengadilan sebagai penjahat perang adalah contoh dari keberhasilan aksi nirkekerasan.

aku sendiri percaya bahwa kesenian dan kebudayaan bisa dijadikan alat yang ampuh untuk menegakkan keberaran dan menciptakan perdamaian. seni dan budaya, dalam bentuk apapun adalah dua hal yang bisa menyentuh hati banyak orang. dan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan yang besarnya bahkan mungkin tidak bisa dibayangkan oleh para seniman.

aku menonton film itu;
A Force More Powerful; A Century of Nonviolent Conflict, yang salah satu ceritanya adalah tentang kampanye untuk menumbangkan diktator Chile, Augusto Pinochet. sebelum Pinochet jadi presiden (lagi) untuk kesekian kalinya, ada waktu untuk berkampanye SI (Iya) dan NO (Tidak) di masa 'Electoral Space'. waktu itu di Chile berlaku undang-undang aneh yang memungkinkan pemilihan presiden dengan calon tunggal. hmmm... I think this part reminds me of someone.
nah, kampanye ini ditayangkan di seluruh televisi nasional, saat prime time, dengan durasi yang sama. buat rakyat biasa, yang kesadaran politiknya rendah dan otaknya udah terisi propaganda dan intimidasi bertahun-tahun, sangat sulit untuk mengatakan tidak. entah karena takut, atau karena merasa tidak ada pilihan selain pasrah, nrimo dan sumarah.
Ricardo Lagos, penanggung jawab kampanye NO, membuat video kampanye yang sangat kreatif dan sarat humor. video ini menampilkan banyak orang dari berbagai usia, menyatakan NO! dengan berbagai cara. mulai dari anak-anak kecil yang bermain di air mancur taman kota (walopun anak-anak jelas belum punya hak pilih), abegeh yang lagi pacaran, ibu-ibu yang doyan gosip, sampai seorang nenek tua dengan tangan gemetar yang membuka dompet kecilnya (kalo liat dompetnya pasti kuatir dia gak punya duit) untuk membayar baguette yang dia beli. zoom in ke tangan gemetar... dan terlihat tangan itu memegang koin bertuliskan NO!
hihihihihihi....mereka yang memilih NO menang! oleh karena itu Pinochet nggak bisa terus bekerja jadi diktator di Chile.

sooooooo...
Bli Ebo, Bli Balawan dan Bli Budjana (yayaya, saya sok kenal sama gitarisnya Gigi -Dewa Budjana)... jangan diem aja. lakukan sesuatu. sebelum lebih banyak yang jadi korban pemerasan. aku mendukung!

Sunday, July 16, 2006

Being Jane

awalnya tentu saja terlihat mudah. apalagi waktu pertama kali mencoba di jalur pelatihan, setelah mendapat bimbingan dari mas-mas yang rambutnya dicat pirang sebagian, yang bekerja di tempat itu. pada dasarnya ada 5 hal yang dilakukan. memanjat (baik memanjat dinding, tangga maupun jaring), berjalan diatas kawat ala pemain trapeze, berjalan lewat jembatan gantung, bergelantungan pada seutas kawat seperti meluncur dan berayun dengan tali seperti Tarzan, dari pohon ke pohon.

Photobucket - Video and Image Hosting

tapi melihat dan mencoba memang sama sekali berbeda.
lepas dari jalur pelatihan, kami berpencar memilih sendiri jenis-jenis tantangan yang akan dilalui. mulai dari hijau yang mudah, biru yang lumayan, merah yang mendebarkan, sampai jalur hitam yang kelihatannya pendek tapi paling tinggi dari permukaan tanah. di Bedugul, tempat dimana aku berperan jadi Jane selama hampir 2,5 jam, mencoba menyelami kehidupan Tarzan, pohon-pohon tinggi membentuk kanopi, hamparan rumput hijau lembut sejauh mata memandang dan kabut turun pada jam 4 sore, serupa lapisan kapas yang menghalangi pandangan. matahari jarang menyusup celah langit daun yang tebal ini. hutan yang cantik di pinggir danau. orang menyebutnya Bali Botanical Garden. dan tempatku bergelantungan ini disebut Bali Tree-top Adventure Park

aku suka sekali berada jauh diatas tanah diantara pohon-pohon itu, memandang mereka yang mengecil di bawah sana. menyenangkan juga berjalan-jalan diatas kawat, berpegangan pada pulley yang diapit dua karabiner...lalu mengayunkan tubuh dan meluncur jauh... berteriak bebas, dihembus angin semilir. mungkin ini rasanya terbang dan jadi burung.
yang paling menegangkan adalah waktu harus melintasi dua pohon yang dihubungkan oleh tali-tali berujung logam seperti ladam. aku harus berakrobat... berusaha memahami apa yang diteriakkan oleh pemandu dari bawah. pegang tali berikutnya dengan tangan kiri! langkahkan kaki kanan ke belakang, ke arah tali berikutnya! satukan tangan di dua tali!... beringsut-ingsut aku bisa melewatinya, lalu terasa legaaaa... waktu bisa memeluk pohon lagi.

Photobucket - Video and Image Hosting

setiap kali harus meluncur dengan pulley pada kawat, aku selalu teringat potongan adegan pembuka George of the Jungle. aku nggak mau nabrak pohon kayak Brendan Fraser!
syukurlah, pengelola tempat itu juga tidak menginginkannya. somehow, kalo udah deket batang pohon yang lain, ada penghambat yang menahan. all I have to do is grab the cable, or the net, lalu memanjat.

yang paling seru tentu saja bergelantungan pada seutas tali dari satu pohon ke pohon yang lain. memang bukan menangkap seutas tali setelah lolos dari satu pohon, tapi cukuplah untuk merasakan berayun... dan menjadi apprentice di hutannya Tarzan. me, Jane. learning how to swing.

now I understand why Tarzan lives in the jungle. swinging is fun!

Tuesday, July 11, 2006

my homework

Photobucket - Video and Image Hosting
*sambil melonjak-lonjak bahagia*

terima kasih buat yang membelikanku The Unbearable Lightness of Being. ini buku yang paling banyak dipuji-puji dari karya Milan Kundera, penulis Ceko yang sangat mengagumkan. senang sekali rasanya menemukan buku itu ada didalam kantong plastik yang kuterima tadi siang. hore! hore! bikin aku senang nggak susah kok. beliin buku aja. hihihi...

Photobucket - Video and Image Hosting

nah! ini berarti aku harus lebih rajin meluangkan waktu senggang untuk baca buku supaya The Blind Assassin-nya Margaret Atwood bisa cepat selesai. karena ceritanya yang lambat dan bukunya yang tuebelll... rasanya udah berminggu-minggu masih belum beres juga baca buku itu.

Photobucket - Video and Image Hosting

eits! tapi masih ada Haruki Murakami dengan Kafka on The Shore yang menunggu juga untuk dibaca. pe-er yang paling menyenangkan di seluruh dunia adalah pe-er membaca buku.
yippie!

Thursday, July 06, 2006

A Letter to Cristiano Ronaldo

dear Cristiano Ronaldo,

I'm so sorry to know that you and your team will not be playing in the World Cup 2006 final match. I know how hard you work for the Cup and how long Portugal has been waiting. You must be very disappointed. I can see that in your face early this morning. Are you still crying?
Some may say that heroes shed no tears, but it's alright to crying now, you can wipe the tears tomorrow, and start a new beginning. Another chapter for a four year away final match.

And if you want to a find a peace of mind and rest your body for several days, you can always come to me. Come to Ubud. I'll lend my shoulder for you to cry on. I can arrange for you to stay in a beautiful villa with stunning view overlooking a river valley, in my office. Pamper yourself with an aromatic massage treatment with natural herbs and spices of your choice.
But if you don't want to stay in my office, I can always offer you my house. I'll be more than happy to host you.

We can talk all-sleepless-night-long. Or have a long walk under the blinking stars after a romantic candle-lit dinner. Do you want me to cook Bacalhau a Braz?

Just let me know, Cristiano.
And I'll see you soon.

with love,
Dian Ina

Sunday, July 02, 2006

keracunan makanan itu tidak enak

sejak aku masih kecil, mama selalu menasihati supaya jangan makan berlebihan. nggak sehat! gitu kata mama. lagipula, kalo kekenyangan, perut jadi sakit dan buncit, napas terasa sesak, badan terasa berat, malas bergerak... bayanganku jadi seperti ikan paus yang terdampar di pantai. cuma bisa ngulet-ngulet dikit.
udah gitu, masih kata mama lagi nih... kebanyakan makan itu ora ilok! kelihatannya rakus, kayak nggak pernah makan aja. langsung deh yang kebayang babi. kayak ayah dan ibu yang menjelma jadi induk babi tambun di film Spirited Away.

makanya seumur hidup aku nggak pernah ngalamin yang namanya mendem alias mabuk gara-gara kebanyakan makan sesuatu. dan suka heran juga kenapa ada orang bisa mendem mangga, duren, jengkol ato bahkan sambal goreng hati. belum pernah tau?!
I've known someone.

lalu ceritanya, hari Rabu lalu aku pergi ke Jimbaran. ada undangan welcome dinner sama beberapa agen dan jurnalis yang datang dari Malaysia. makan seafood di kafe pinggir pantai nih, ceritanya. aku belum pernah ke kafe itu, pun belum pernah dengar nama kafe itu disebut sebelumnya. namun tetap pergilah aku kesana, bertemu orang-orang dan bersosialisasi... eh bergaul, sampai akhirnya hidangan tersaji dan kami santap bersama. masakannya cukup enak. entah karena udara dingin, atau karena memang udah lapar banget... soalnya makan malam baru dimulai jam 21.00 yang berarti udah telat banget... semua makan dengan lahap. sambil ngobrol, ketawa-ketawa, cerita-cerita...

dan keesokan harinya...
setelah makan siang badanku terasa aneh. sepertinya perut dan seterusnya sampai pangkal paha kehilangan koordinasi dengan bagian tubuh yang lain. seperti bergerak sendiri. bagian dalam perutku berpusar dan melilit, ada puting beliung kecil sedang berkuasa disana, membuatku kalang kabut seperti induk ayam yang mau bertelur. naik turun tangga, berjalan keliling area untuk mengurangi tekanan, keluar masuk kamar mandi, tanpa hasil. sampai akhirnya rasa mual itu datang dan tak tertahankan. mendorong makan siangku keluar. tapi itu baru awal.
waktu aku ke toilet lagi... sejuta topan badai! semuanya keluar, membanjir dari atas dan dari bawah. aku sampai sempoyongan. apalagi setelah terjadinya dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali... sampai akhirnya aku pergi ke klinik untuk disuntik jam 8 malam itu.

pada hari Jumat barulah aku tahu kalo yang aku alami, yang aku kira masuk angin karena terlambat makan dan keanginan itu sebenarnya adalah keracunan makanan. setelah mereka yang semeja dan tidak semeja denganku mengkonfirm hal yang sama. beberapa orang bahkan lebih parah, karena mulainya tepat malam setelah selesai makan, sampai jadi sangat lemas karena nyaris dehidrasi. untung nggak ada yang lebih parah daripada itu.
masih bisa bilang untung! dasar Jawa!

sampai hari ini, aku masih belum beres juga ke toiletnya. walopun udah makan sangat hati-hati... nggak pedes, nggak es, nggak berempah tajam... tapi tetep aja belum sembuh. padahal lagi banyak orang yang harus ditemui tiap hari. uh!

buat yang mau tau nama kafe tempat aku makan, silakan japri

Wednesday, June 28, 2006

Indonesia Raya

Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku
disanalah, aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia, kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
marilah kita berseru Indonesia bersatu

hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
bangsaku, rakyatku, semuanya
bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia raya

Indonesia raya
merdeka, merdeka
tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia raya
merdeka, merdeka
hiduplah, Indonesia raya

tadi pagi datang ke kantor tiba-tiba nyanyi lagu ini begitu duduk di meja. udah lama sekali rasanya waktu berlalu sejak terakhir kali upacara bendera, nyanyi lagu ini beramai-ramai bersama teman yang lain, tanpa benar-benar memahami artinya.
sekarang kalo dibaca satu-satu, diresapi... rasanya ada yang salah sama lagu ini.
lagunya yang kebagusan kali yaa??

berapa banyak dari kita yang ngerasa jadi orang Indonesia? buat aku yang suka bingung menentukan aku ini orang mana, mungkin lebih aman menyebut diriku orang Indonesia. tapi stempel di jidatku sampai sekarang masih orang Jawa. Javanese.

apa harus ke luar negeri baru bisa bilang kalo aku orang Indonesia?
tapi kalo tinggal di luar negeri rasanya lebih enak bercerita tentang Bali. selain karena Bali lebih terkenal, juga karena di Indonesia juga terlalu banyak masalah.

Tuesday, June 27, 2006

trivia quiz

dalam satu hari, aku mendapatkan jawaban dari tiga pertanyaan yang penting tapi nggak penting tentang Bali.

1. kenapa sebagian besar orang Bali kulitnya cokelat?
2. kenapa semua perempuan memanjangkan rambut?
3. kenapa semua orang Bali punya julukan?

semuanya aku dapatkan waktu ikut Melasti (bisa juga disebut Melis) ke Pantai Purnama, kemarin. Melasti adalah upacara penyucian yang biasanya diadakan sebelum Nyepi atau Odalan di pura. Odalan bisa disetarakan dengan ulang tahun. karena Odalan didasarkan pada Pawukon yang siklusnya setiap 6 bulan sekali, maka Odalan juga diadakan dengan interval yang sama.
yang dilakukan pada saat Melasti adalah membawa semua perlengkapan dan peralatan yang akan dipergunakan saat Odalan ke laut atau sungai untuk disucikan. berbeda dengan Hindu di India yang melakukan penyucian dengan membasuhnya di Sungai Gangga atau Yamuna, di Bali konsep penyucian lebih kepada membuang hal-hal yang buruk ke laut, yang terletak di tempat yang rendah, sehingga dianggap tidak suci. kalo dirunut balik, laut jadi tidak suci karena ada banyak kotoran (yang tidak suci) dibuang ke laut.

upacara itu dimulai dengan berjalan kaki dari tempat parkir ke pantai. dari sini aja bisa dilihat kalau ritual yang dilakukan orang Bali sarat dengan tradisi dan setiap detilnya merupakan art performance yang kolosal. ratusan orang dari tujuh banjar yang bernaung dibawah Pura Dalam Puri, berpakaian putih, berjalan dengan ritme yang sama menuju satu arah. sampai di pantai, semua duduk bersimpuh ke arah laut, lalu iring iringan orang yang membawa panji-panji, tombak, barong, boneka raksasa penjaga pura selama odalan (laki-laki dan perempuan) serta berbagai jenis peralatan upacara lewat satu demi satu, sebelum berkumpul di tengah lokasi upacara. Banten atau sesajen juga dikumpulkan di satu tempat. lalu pemangku mulai bekerja, membunyikan bel, menyanyikan mantra, memercikkan air suci.

aku mengamati apa yang terjadi, mengambil foto, berusaha mendengarkan mantra yang dinyanyikan tapi tidak berhasil menangkap satu patah kata pun yang dapat kumengerti. matahari jam 2 siang terasa panas membakar. tidak ada atap atau tenda untuk berlindung. aku membawa payung tapi angin terlalu kencang sehingga payungku tidak akan bisa berdiri tegak. karena upacara yang dilengkapi acara terpanggang matahari semacam inilah orang Bali berkulit cokelat.
dari saat mulai duduk bersimpuh, menyaksikan upacara penyucian yang dilengkapi acara melepas bebek ke laut, mabakti atau berdoa dengan menyelipkan sejumput bunga diujung jari yang ditangkupkan kemudian mengangkatnya ke dahi, sampai akhirnya menerima air suci... seluruh prosesnya makan waktu sekitar dua jam. selama itu angin bertiup kencang dan rambutku yang pendek berhamburan dipermainkan angin. kalau rambutku panjang seperti semua perempuan Bali, aku akan bisa mengikatnya, menyanggulnya, atau menahannya dengan jepit supaya nggak berantakan.

dalam upacara-upacara massal seperti yang aku saksikan kemarin, ratusan orang berkumpul. untuk memudahkan pencarian orang diantara sekian banyak yang ngayah (bekerja bersama) di pura atau berjalan bersama ke laut, tentu saja lebih gampang pake nama julukan. bayangkan kalo memanggilnya dengan
"hei! Wayan!" atau "hei, Nyoman!" pasti ada puluhan orang yang menoleh sekaligus, soalnya nama Bali kan semuanya sama-sama didasarkan pada urutan kelahiran dalam keluarga. karena itu nama julukan seperti Jamrud akan membedakan Ketut Artana yang supir dari Ketut Artana yang di Restoran. atau Sudiana yang pelukis dengan Sudiana yang pengusaha kayu akan mudah dibedakan karena yang pelukis dipanggil Bonuz.

Thursday, June 22, 2006

sense of place

di Ubud rasanya aku sudah dewasa. tinggal sendiri, menghidupi diri sendiri, berusaha menyelesaikan masalah-masalahku sendiri... pernah berhasil, pernah juga gagal. bekerja dengan mengelola sebuah ruang yang kadang rumit, tapi selalu menyenangkan. dan penuh tantangan. hal-hal baru yang datang dan pergi setiap waktu. saat-saat yang senang atau sedih, gembira atau berduka, lebih banyak kualami sendiri. ada kalanya aku menampung cerita teman-teman, membantu mereka melihat masalahnya dengan cara lain. pendek kata, melakukan hal-hal yang kelihatannya dewasa.

waktu aku pulang ke Pacitan karena eyang buyut meninggal akhir minggu kemarin, kayaknya aku lupa membawa serta diriku yang dewasa. meskipun nyaris semua pertanyaan yang dilontarkan oleh saudara-bude-tante-mbak-mas-pakde-paklik-bulik-mbah adalah tentang pernikahan-mempelai pria-undangan-resepsi, tapi dimata mereka, aku yakin aku sama sekali nggak terlihat seperti dewasa. aku tidur sama mama. semalaman meringkuk di sebelahnya. sebelum subuh aku mendengar papa dan mama bercakap-cakap di dekatku. aku merasakan sedang dipeluk, dibelai-belai... lalu mama mengukur pergelangan tanganku dengan melingkarkan telunjuk dan jempolnya. mungkin mama khawatir aku kurang makan di Ubud dan bisa jadi lebih kurus kering daripada sekarang. memang sejak kedatanganku, mama sudah memasak bihun goreng yang pasti akan kutagih. memastikan aku mencoba semua lauk, makan semua jenis kue yang ada di rumah... dan bahkan menyuapiku makan. di Pacitan, aku nggak pernah dewasa. lebih nggak dewasa daripada adik laki-lakiku yang paling kecil, yang berusia 17 tahun, yang nggak dipedulikan apapun yang dilakukannya.

di Pacitan, bagaimanapun juga, ada tante, mbah, bude, pakde, mas, mbak... yang nggak hanya lebih dulu lahir, tapi juga punya legitimasi untuk membuatku jadi anak kecil. orang-orang yang masih ingat dengan jelas bagaimana tampangku waktu dilahirkan, bagaimana caraku menangis waktu lapar, apa yang kuucapkan waktu aku berusia 5 tahun, kepolosan dan kebodohan yang kulakukan saat disuruh membeli ini itu ke warung dekat rumah. apapun jabatanku di kantor, kemampuanku menganalisa dan menyelesaikan masalah, pengalamanku berhadapan dengan berbagai macam orang di berbagai tempat, keterampilan yang aku miliki... semuanya nggak akan bisa merubah keadaan. aku bukan orang dewasa di Pacitan. aku tetap anak kecil yang badannya udah besar.

waktu boleh berjalan. tapi didalam langkahnya, ada hal-hal yang tertinggal...

Thursday, June 15, 2006

think globally, act locally

slogan diatas pertama kali dipakai oleh Greenpeace dan pada akhirnya menjadi slogan paling populer buat aktivis dan NGO di seluruh dunia. berpikir mengenai isu-isu yang global, yang menyentuh kepentingan umat manusia secara luas; tapi lakukanlah di tingkatan lokal, tingkatan akar rumput.

salah satu hal kunci dalam menjalankan aktivisme di akar rumput adalah keyakinan bahwa tiap orang punya kemampuan untuk melakukan perubahan. never feel to small or powerless to make a difference, gitu kata Anita Roddick. tentu saja perubahan yang dimaksudkannya adalah perubahan ke arah yang baik.

tapi, perubahan kan bisa juga ke arah yang buruk... iya kan?

misalnya kalo kita bicara tentang KRMT Roy Suryo. kehadirannya menciptakan perubahan yang mencengangkan, sekaligus bikin jengkel orang banyak. perubahan yang semacam ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. oleh karenanya kehadiran saudara Priyadi Iman Nurcahyo dan saudara Eko Juniarto, misalnya... jadi penting sebagai bentuk aktivisme akar rumput dalam menghadapi ke-pornomatika-annya.

wah, tulisan ini kok jadi teoritis sekali. padahal tadinya aku cuma mau menulis tentang ulang tahun Id-Gmail yang ke-2 tanggal 14 Juni 2006 kemarin. sekalian juga aku mau mengucapkan terima kasih pada Sang Pakar™, karena telah berkenan menjadi Tokoh Antagonis yang paling setia, yang berhasil meningkatkan solidaritas antara warga Kampung Gajah, dan menginspirasi Pendekar Photosop dan saudara-saudara seperguruannya untuk menciptakan karya-karya kreatif. seperti misalnya yang diciptakan oleh Rony suLantip ini

Photobucket - Video and Image Hosting

Wednesday, June 14, 2006

Radite Thor

adalah nama yang aku berikan pada salah satu tokoh dalam cerita karangan Adis. Radite atau disebut juga Redite adalah hari pertama Saptawara, pengelompokan tujuh hari dalam sistem Pawukon (penanggalan tradisional di Jawa dan Bali). sementara Thor merupakan nama Dewa Petir bangsa Skandinavia. jadilah Radite Thor, atau Dewa Petir (yang lahir pada) Awal Pekan. gagah ya?

sebelum nama ini lahir, tokoh itu diberi nama Ariel dan aku langsung nggak setuju waktu pertama kali tau. Adis lalu memintaku mencari nama baru. jadilah aku berpikir keras untuk memberi nama tokoh cerita itu. hihihi... sebenernya sih aku memang nggak ada hak untuk nggak setuju. ini kan ceritanya Adis. tapi Ariel gitu loooh!!! gak ada nama lain apa?
*summon Bli Ebo*

satu hal yang belum aku ceritakan dengan lengkap pada Adis adalah bahwa nama tokoh yang dianggapnya keren dan jantan itu, sebagian aku ambil dari karakter nyata. Thor yang aseli adalah pemuda berumur 18 tahun dan berambut sebahu. senyum lebar nyaris selalu terpasang di wajahnya. matanya yang dalam menatap dengan ramah. kata-kata yang dia pilih waktu bicara tentang suatu hal yang serius, caranya menganalisa sesuatu, aku pikir berhubungan dengan nama yang diberikan padanya. sekarang ini, dia sedang berkeinginan menjadi model atau bintang film. sempat beberapa waktu yang lalu, ia menjadi pemeran figuran dalam sebuah film produksi Perancis.
"aneh rasanya duduk di dalam bioskop dan melihat diri sendiri ada di layar" begitu komentarnya tentang film itu.

Thor bicara dan bertingkah laku lebih dewasa dari umur yang sebenarnya. mula-mula aku pikir setidaknya dia berumur dua puluh dua tahun. perkiraan yang sangat salah. tapi dia teman yang baik kalau berurusan dengan anjing. waktu aku nggak berani masuk kosku karena ada empat anjing yang menunggu di mulut gang, ia bersedia mengusir anjing-anjing itu supaya aku bisa lewat. tepatnya, ia mengantarku sampai ke gerbang rumah. benar-benar penyelamat. tanpa dia, aku pasti membeku dan bisa jadi sasaran empuk anjing-anjing jalanan. terima kasih, Thoreau Joshuila.

So, Adis... jangan sampai karakter yang kamu berikan pada tokohku jelek yaa!

duka yang menyusun sendiri petualangannya

  rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...