selama tinggal di jogja, makan indomie itu seperti hal yang biasa sekali dilakukan. apa sih yang bisa dimakan anak kos yang uangnya tiap bulan pas-pasan? yang telat kirimannya beberapa hari aja udah berarti lapaaar...
hihihi... sebenernya sih, nasibku nggak separah itu, tapi kan kalo nulis dibikin agak dramatis dikit boleh yaa...
di ubud aku juga ngekos lagi. karena di kos nggak ada dapur umum, jadilah nggak ada cerita bikin indomie itu.
kalau dibilang makanannya jadi lebih sehat, sebenernya nggak juga. karena kalo makan nasi padang terus-terusan kayak yang aku lakukan itu 'kan juga gak baik buat kolesterol... tapi begitulah...
lima bulan berjalan tanpa sekalipun aku makan indomie...
(kecuali pas ke jogja dan pagi-pagi meniatkan betul beli indomie goreng di burjo)
tapi kemarin sore, di supermarket aku teringat kalau sekarang aku udah bisa ngerebus air dan bikin kopi dan lain-lain yang instant dan tinggal tuang air panas aja perlunya. oleh karena itu kuputuskan beli beberapa bungkus mie goreng instant dan selepas senja, sambil cekikikan sendiri, aku menikmati indomie gorengku yang pertama di ubud. rasanya? agak ajaib, karena ini mie goreng rasa pecel. waduh! ada banyak indomie rasa baru. aku harus lebih rajin coba-coba. kalau sampai nggak kenal rasa baru indomie 'kan gak gaul namanya!!!
"...kamu bicara seolah kata-katamu tercetak dalam sebuah buku.." demikian seorang teman berkata. suatu hari. disini, serpih-serpih hari kukumpulkan, dalam tulisan
Sunday, May 08, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duka yang menyusun sendiri petualangannya
rasa kehilangan seorang penonton pada aktor yang dia tonton sepanjang yang bisa dia ingat, adalah kehilangan yang senyap. ia tak bisa meng...
-
meskipun cita-citaku tinggi dan niatku baik, aku harus menerima kenyataan kalau terlalu banyak hal yang bisa menghalangi maksudku membaca bu...
-
Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk ...
No comments:
Post a Comment